Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

BANGUN DAN PERALATAN INDUSTRI PETERNAKAN


“Penanganan Limbah (Ternak Ruminansia)”

Dosen Mata Kuliah


Dr. Ir. Didin Supriat, M.Si.
Dwi Suharwanto, S.Pt., M.Si.

Oleh :
Kelompok 4

Alvin Syah Muhammad N 200110190212


Ara Amelia 200110210021
Dhanuarda Al Hadat 200110210090
Sekarizky 200110210185
Muhammad Alif Wijaya B 200110210226
Muhammad Fathurizqi 200110210248
Ayung Adhi Husodo 200110210289
Dika Mulya Hermawan 200110210328

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2024
ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga makalah yang Berjudul
“Penanganan Limbah (Ternak Ruminansia) ini dapat terselesaikan. Kami
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Didin Supriat, M.Si. dan Bapak
Dwi Suharwanto, S.Pt., M.Si. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Bangunan
dan Peralatan Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran,
yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Terlepas dari
semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dalam
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi makalah yang lebih baik. Akhir kata, kami berharap semoga
laporan akhir ini bermanfaat untuk pembaca.

Jatinangor, 20 April 2024

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I ................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 3
2.1 Pengertian Limbah ........................................................................................ 3
2.2 Jenis Limbah ................................................................................................ 3
2.3 Regulasi dan Kebijakan Pemerintah Terkait Penanganan Limbah ........................ 6
BAB III................................................................................................................. 8
PEMBAHASAN .................................................................................................... 8
3.1 Produksi Limbah (Manure) yang Dihasilkan Ternak Ruminansia dan
Perhitungannya................................................................................................... 8
3.2 Kerugian Bagi Lingkungan Dari Limbah Peternakan Bila Tidak Dikelola Dengan
Baik .................................................................................................................. 8
3.3. Desain Perkandangan untuk Mengoptimalkan Pengelolaan Limbah Peternakan . 11
3.4 Bentuk, Jenis Atau Model Pengaliran dan Penampungan Limbah ...................... 13
3.5 Pendekatan Metode Pengolahan Limbah Peternakan ........................................ 16
BAB IV .............................................................................................................. 18
PENUTUP .......................................................................................................... 18
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 18
4.2 Saran ......................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh dunia peternakan menjadi
tantangan besar bagi para peternak. Pencemaran lingkungan oleh sebuah usaha
peternakan apapun tidak mungkin dihindari. Isu pencemaran lingkungan sering
menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama jika lokasi peternakan
dekat dengan pemukiman (Rosenberg, et. al., 1998; Vigne, 2009). Akan tetapi,
dampak dari pencemaran ini dapat diminimalisir dengan adanya kesadaran dari
peternak akan kepedulian terhadap lingkungan. Untuk itu, Pemerintah Daerah
harus memainkan perannya secara maksimal untuk pembinaan, pengawasan, dan
penertiban usaha peternakan.
Konsep zero waste dalam mencapai industri peternakan, penguasaan
peternak dalam teknologi pengolahan limbah ternak menjadi hal yang sangat
penting. Akademisi yang berperan sebagai agen perubahan di kalangan peternak
mempunyai kewajiban dalam transfer teknologi bagi masyarakat. Salah satu
teknologi yang dapat diimplementasikan kepada peternak adalah teknologi
pengolahan limbah ternak secara terpadu. Limbah ternak merupakan bahan yang
sejatinya masih dapat dilakukan pemrosesan untuk dikonversi menjadi manfaat
yang lain sebelum dibuang ke lingkungan (Budde et al., 2016).
Dalam konteks penanganan limbah pada bangunan dan peralatan industri
peternakan, tantangan yang dihadapi meliputi kompleksitas proses produksi yang
menghasilkan beragam jenis limbah, mulai dari limbah organik hingga limbah
kimia. Bangunan dan peralatan industri peternakan menjadi pusat aktivitas yang
menghasilkan limbah dalam jumlah yang signifikan, seperti sisa pakan ternak,
kotoran hewan, limbah medis, serta limbah dari proses pemrosesan dan
pembersihan.
Limbah-limbah ini, jika tidak ditangani dengan tepat, dapat menyebabkan
dampak negatif yang serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, termasuk
pencemaran air tanah, udara, dan tanah, serta penyebaran penyakit. Selain itu,
aspek ekonomi juga menjadi pertimbangan penting, karena penanganan limbah
2

yang tidak efisien dapat mengakibatkan kerugian finansial bagi industri


peternakan, baik melalui denda akibat pelanggaran lingkungan maupun biaya
pemulihan akibat dampak lingkungan yang merugikan.
Demi menjaga keberlanjutan industri peternakan dan melindungi
lingkungan serta kesehatan masyarakat, strategi penanganan limbah yang holistik
dan berkelanjutan perlu diterapkan. Hal ini mencakup penerapan teknologi
modern dalam pengolahan limbah, seperti sistem pengomposan, pengolahan
anaerobik, dan penggunaan teknologi canggih seperti biofiltrasi dan membran
filtrasi untuk mengurangi kadar zat berbahaya dalam limbah. Dengan
implementasi strategi ini secara komprehensif, diharapkan dapat tercapai tujuan
pembangunan berkelanjutan dalam industri peternakan, di mana limbah diolah
dan dimanfaatkan kembali dengan cara yang tidak merugikan lingkungan serta
dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi pelaku industri. Seiring dengan itu,
akan tercipta lingkungan hidup yang lebih sehat dan lestari bagi generasi
mendatang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penangan limbah ternak ruminansia yang benar?
2. Apa saja dampak yang dihasilkan dari limbah?
3. Apa saja macam-macam jenis limbah?
4. Bagaimana desain perkandangan untuk mengoptimalkan pengelolaan
limbah peternakan?

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui penanganan limbah yang berkaitan dengan
bangunan dan peralatan industri peternakan.
2. Mahasiswa mengetahui dampak yang dihasilkan dari limbah peternakan.
3. Mahasiswa mengetahui mengenai regulasi yang mengatur akan limbah.
4. Mahasiswa mengetahui perancangan penanganan limbah yang efektif dan
efisien.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah


Limbah adalah materi atau barang yang tersisa setelah suatu kegiatan atau
proses produksi yang telah mengalami perubahan fungsi dari kegunaan aslinya
(Kemenperindag 1997). Di setiap tempat tinggal manusia, berbagai macam limbah
dapat ditemukan. Contohnya, limbah bisa berupa sampah, air limbah domestik
seperti kamar mandi, kotoran hewan ternak, dan air buangan lainnya dari rumah
tangga.
Limbah peternakan mencakup semua sisa yang dihasilkan dari aktivitas
usaha peternakan, termasuk limbah cair, limbah padat, dan gas. Meskipun limbah
pada dasarnya tak dapat dihindari, namun keberadaannya dapat diatasi dengan
pengolahan yang tepat. Jika limbah tidak dimanfaatkan dengan baik, hal tersebut
bisa merusak lingkungan dan menyebabkan pencemaran pada air, tanah, dan
udara. Sayangnya, keadaan semacam ini sering kali terjadi karena kebanyakan
peternak membuang limbah ke lingkungan sekitar tanpa pengelolaan atau
pengolahan yang memadai.
Limbah peternakan juga dapat dijelaskan sebagai sisa-sisa organik yang
dihasilkan dari kegiatan beternak, termasuk kotoran hewan, sisa pakan, limbah
cair, dan bahan organik lainnya yang dihasilkan selama proses pemeliharaan
ternak. Limbah peternakan dapat berasal dari berbagai jenis hewan ternak seperti
sapi, ayam, babi, dan lain-lain. Karakteristik limbah peternakan bervariasi
tergantung pada jenis hewan ternak, jenis pakan yang diberikan, dan kondisi
lingkungan di lokasi peternakan tersebut.

2.2 Jenis Limbah


Limbah adalah hasil buangan dari kegiatan manusia atau industri yang
dapat mencakup berbagai jenis zat atau sisa. Ada tiga jenis utama limbah, yaitu
limbah cair, limbah padat, dan limbah berbahaya dan beracun (B3). Setiap jenis
limbah memiliki karakteristik dan sumber yang berbeda-beda, dan masing-masing
memerlukan penanganan yang berbeda pula.
4

1. Limbah Cair:
Limbah cair merupakan jenis limbah yang berwujud cair dan cenderung
dinamis, yang berarti mudah berpindah dan menyebar. Dari segi sumbernya,
limbah cair dapat dibagi lagi menjadi dua jenis utama, yaitu limbah cair domestik
dan limbah cair industri.
a. Limbah Cair Domestik: Limbah cair domestik berasal dari rumah tangga,
mencakup air bekas cucian, air kamar mandi, limbah dapur, dan
sebagainya. Meskipun dalam jumlah kecil, limbah cair domestik dapat
menjadi masalah jika tidak dikelola dengan baik, terutama dalam
kaitannya dengan polusi air dan kesehatan masyarakat.
b. Limbah Cair Industri: Limbah cair industri berasal dari proses-produksi di
berbagai jenis industri. Contohnya adalah limbah dari pabrik-pabrik
pengolahan makanan, yang bisa mengandung zat-zat kimia berbahaya atau
bahan organik yang mempengaruhi kualitas air di sekitarnya. Selain itu,
industri tekstil juga menghasilkan limbah berupa pewarna yang terlarut
dalam air, yang jika tidak ditangani dengan baik dapat mencemari
lingkungan.
2. Limbah Padat:
Limbah peternakan padat adalah salah satu jenis limbah yang dihasilkan
dari kegiatan peternakan hewan, baik itu sapi, kambing, ayam, atau hewan-hewan
lainnya. Limbah ini terdiri dari kotoran hewan, sisa pakan, serta bedding atau alas
kandang yang telah terpakai. Limbah peternakan padat memiliki karakteristik fisik
yang berbeda tergantung pada jenis hewan dan cara pemeliharaannya.
a. Kotoran Hewan: Salah satu komponen utama dari limbah peternakan padat
adalah kotoran hewan. Kotoran ini terdiri dari campuran feses dan urin
hewan. Komposisi kotoran ini dapat bervariasi tergantung pada jenis
hewan, usia, dan jenis pakan yang diberikan kepada hewan tersebut.
Misalnya, kotoran sapi cenderung memiliki tekstur yang lebih padat dan
mengandung serat dari pakan hijauan, sementara kotoran ayam mungkin
lebih encer dan kaya akan nitrogen.
b. Sisa Pakan: Limbah peternakan padat juga dapat mencakup sisa pakan
yang tidak dimakan oleh hewan. Ini bisa berupa jerami, sisa hijauan, atau
5

sisa-sisa konsentrat pakan. Sisa pakan ini bisa menjadi salah satu sumber
nutrisi bagi mikroorganisme dalam proses pengomposan, namun jika tidak
dikelola dengan baik, dapat menjadi sumber polusi lingkungan.
c. Bedding atau Alas Kandang: Hewan-hewan ternak sering ditempatkan di
kandang yang dilapisi dengan alas seperti jerami, sekam, atau serbuk
gergaji. Setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu, alas kandang ini
menjadi bagian dari limbah peternakan padat. Limbah ini bisa
mengandung sejumlah besar mikroorganisme, termasuk bakteri, jamur,
dan parasit.
3. Limbah Berbahaya dan Beracun (B3):
Limbah berbahaya dan beracun (B3) adalah jenis limbah yang memiliki sifat-sifat
tertentu yang membuatnya berpotensi merusak lingkungan dan membahayakan
kesehatan manusia. Limbah B3 dapat mencakup berbagai jenis zat, termasuk
bahan kimia berbahaya, limbah medis, limbah elektronik, dan lain sebagainya.
Limbah B3 dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan sifat-sifat khususnya,
seperti kecenderungan mudah terbakar, mudah meledak, atau bersifat korosif.
a. Limbah yang Mudah Meledak: Contoh limbah dalam kategori ini adalah
nitrat dan senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan reaksi eksotermis
yang cepat.
b. Limbah yang Mudah Terbakar: Plastik adalah contoh umum limbah yang
mudah terbakar, yang dapat menyebabkan kebakaran atau peleburan
bahan-bahan berbahaya.
c. Limbah yang Mudah Mencemarkan Air: Limbah organik seperti limbah
dari proses pertanian atau peternakan dapat mencemari air sungai atau
danau jika tidak dikelola dengan baik.
d. Limbah yang Mudah Mencemarkan Tanah: Limbah organik juga dapat
mencemari tanah, mengurangi kesuburan dan mengganggu ekosistem
tanah yang sehat.
e. Limbah yang Mudah Merusak Kesehatan: Limbah berbahaya seperti
limbah medis atau bahan kimia industri dapat membahayakan kesehatan
manusia jika terpapar secara langsung atau tidak langsung.
6

f. Limbah yang Mudah Menyebabkan Kecelakaan: Limbah beracun seperti


zat kimia yang bersifat korosif atau radiasi dapat menyebabkan kecelakaan
jika tidak ditangani dengan hati-hati.
g. Limbah yang Mudah Merusak Lingkungan: Limbah radioaktif adalah
contoh limbah yang dapat merusak lingkungan dalam jangka waktu yang
sangat panjang, karena radiasinya dapat bertahan dalam lingkungan selama
berabad-abad.

2.3 Regulasi dan Kebijakan Pemerintah Terkait Penanganan Limbah


Peraturan Pemerintah nomor 95 tahun 2012 juncto Peraturan Menteri
Pertanian nomor 11 tahun 2020 berbunyi setiap usaha peternakan harus memiliki
fasilitas penanganan limbah dan kotoran. Namun pada faktanya sebagian besar
peternak tidak memiliki fasilitas tersebut karena keterbatasan dana dan
keterbatasan kepemilikan lahan di sekitar kandang. Akibatnya kotoran dibuang
begitu saja sehingga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Sesuai dengan undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, maka setiap usaha disamping mendapatkan
keuntungan atau profit hendaknya juga menjaga kelestarian lingkungan dengan
meminimalkan timbulnya limbah bahkan mengolah limbah menjadi produk yang
bernilai.
Pemerintah dapat membantu peternak dengan membuat program pelatihan
pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya penanganan limbah yang
bertanggung jawab. Pemerintah dapat menyediakan program penyuluhan tentang
penanganan limbah, serta menyediakan pelatihan tentang teknik pengolahan
limbah peternakan.
Pencemaran lingkungan akibat limbah peternakan menjadi hal yang sulit
dihindari, terutama jika lokasi peternakan berdekatan dengan pemukiman. Namun
dampak dari pencemaran lingkungan dapat diminimalisir jika peternakan dapat
mengolah limbahnya dengan baik. Oleh karena itu pemerintah harus turun tangan
untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan melakukan penertiban terkait
dengan penanganan limbah pada peternakan.
7

Pengolahan limbah peternakan dari hulu ke hilir mulai saat produksi


hingga pasca panen, seperti kotoran ternak, sisa pakan, isi rumen, kulit, tulang,
dan sludge biogas yang dapat dimanfaatkan menjadi by-product bernilai ekonomi.
Prinsip 3R dan Circular economy dapat mengintegrasikan bidang peternakan dan
sektor pertanian, disebut dengan sistem pertanian terintegrasi IBFS(Integrated
Bio-cycle Farming System) yang melibatkan pertanian, peternakan, perikanan,
kehutanan, dan sumber daya lainnya.
Implementasi teknologi untuk mendukung sistem IBFS berprinsip 3R dan
circular economy ini sangat membutuhkan sumber daya manusia (SDM)
kompeten dan berjiwa entrepreneurship. Penguatan kompetensi SDM dalam
pengelolaan limbah peternakan dan hasil ikutan ternak (by product) merupakan
solusi pengelolaan peternakan secara komprehensif dan berdaya saing tinggi.
Revitalisasi kelompok ternak juga menjadi salah satu upaya penting dalam
mengembangkan kemitraan antara pihak. Dalam peningkatan kualitas SDM
peternak melalui pelatihan teknologi tepat guna dan pengelolaan agribisnis,
tentunya melibatkan peran profesional penyuluh, pendamping dan akademisi.
8

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Produksi Limbah (Manure) yang Dihasilkan Ternak Ruminansia dan


Perhitungannya
Limbah ternak atau manure merupakan hasil buangan dari hewan ternak
yang terdiri dari feses, urine, dan sisa pakan. Limbah ini dapat berupa padatan,
cair, atau semi padatan. Peningkatan produksi limbah ternak yang ada dapat
dipengaruhi oleh peningkatan populasi ternak. Sebaran produksi limbah ternak
ruminansia sangat dipengaruhi sebaran populasi ternak terutama ternak
ruminansia besar seperti sapi dan kerbau. Dengan demikian wilayah yang
memiliki populasi ternak sapi dan kerbau tinggi akan memiliki produksi limbah
ternak tinggi. Sedangkan ternak kambing tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap
sebaran produksi limbah ternak. Hal itu disebabkan produksi limbah ternak
kambing jauh lebih kecil dibanding
ternak sapi dan kerbau.
Menurut Armayani dan Purnomo (2021) pada ternak kerbau dan sapi
produksi limbah ternak berkisar antara 10-30 kg/ekor/hari, ternak kambing
berkisar antara 0,5-2 kg/ekor/hari. Produksi limbah ternak ruminansia dipengaruhi
berbagai hal diantaranya ialah ukuran tubuh, jumlah konsumsi, jenis pakan dan
kecernaan pakan yang dikonsumsi. Semakin tinggi berat badan ternak akan
menyebabkan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Jumlah pakan yang
dikonsumsi akan menyebabkan jumlah limbah yang dihasilkan banyak.
Menurut Armayani dan Purnomo (2021) Produksi limbah diperoleh dengan
rumus :
- Produksi limbah = populasi ternak x produksi limbah per hari x 365 hari
- Produksi limbah harian sapi dan Kerbau = 10 kg/ekor/hari
- Produksi limbah kambing = 0,5 kg/ekor/hari

3.2 Kerugian Bagi Lingkungan Dari Limbah Peternakan Bila Tidak Dikelola
Dengan Baik
Dalam mengelola suatu peternakan banyak hal yang harus ditangani, dan
salah satu hal penting yang harus direncanakan sejak awal adalah cara menangani
9

limbah ternak. Perencanaan penanganan limbah secara baik, kemungkinan


terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dapat dihindari. Misalnya, muncul
berbagai macam penyakit ternak, adanya protes masyarakat sekitar peternakan
karena bau tidak enak, dan rusaknya sumber daya air ataupun kondisi lingkungan
yang memburuk akibat dari penumpukan limbah. Berikut adalah beberapa hal
yang harus peternak perhatikan dalam manajemen limbah peternakan.
1. Amonia
Amonia merupakan bentuk nitrogen beracun yang dilepaskan ke udara
oleh ternak, dapat menyebabkan masalah lingkungan yang serius. Gas amonia ini
biasanya dihasilkan dari dekomposisi kotoran hewan yang mengandung nitrogen.
Ketika limbah ternak tidak dikelola dengan baik, terutama di peternakan yang
padat, konsentrasi amonia di udara dapat meningkat secara signifikan.
Peningkatan kadar amonia ini dapat menyebabkan pencemaran udara yang dapat
berdampak negatif pada kesehatan manusia serta lingkungan sekitarnya.
Keberadaan amonia dalam udara juga dapat berkontribusi terhadap
pembentukan partikel-partikel kecil yang berpotensi merugikan kesehatan,
terutama pada saluran pernapasan manusia. Selain itu, ammonia yang terbawa
oleh angin juga dapat mencemari lingkungan sekitar peternakan, seperti tanah dan
air, yang dapat berdampak buruk pada ekosistem lokal. Oleh karena itu,
pengelolaan limbah ternak yang baik, termasuk pengelolaan kotoran hewan yang
efisien dan ventilasi yang memadai di peternakan, sangat penting untuk
mengurangi emisi amonia ke udara dan mencegah kerusakan lingkungan yang
lebih lanjut.
2. Penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik di peternakan dapat menimbulkan risiko serius.
Peternakan besar cenderung memberikan antibiotik pada hewan ternak untuk
mempercepat pertumbuhan dan mengurangi angka sakit akibat kondisi kandang
yang padat. Sayangnya, antibiotik yang diberikan ini dapat berpencar ke
lingkungan sekitar dan masuk ke dalam rantai makanan. Dampaknya adalah
peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotika, yang pada akhirnya dapat
menyulitkan penanganan penyakit pada manusia.
10

Peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik menjadi ancaman serius


bagi kesehatan manusia. Bakteri yang menjadi resisten terhadap antibiotik dapat
menyebabkan infeksi yang sulit diobati dan berpotensi mengancam nyawa.
Sumber utama resistensi antibiotika ini berasal dari pemakaian antibiotik yang
berlebihan dan tidak terkontrol, termasuk di peternakan.
Untuk mengatasi masalah resistensi antibiotika, diperlukan upaya bersama
dalam pengelolaan penggunaan antibiotik di peternakan. Penting untuk
mengurangi pemakaian antibiotik yang tidak perlu dan memastikan
penggunaannya dilakukan dengan tepat sesuai dengan petunjuk dokter hewan.
Selain itu, pengembangan alternatif non-antibiotik dalam manajemen kesehatan
hewan juga perlu terus didorong.
3. Nitrat
Nitrat adalah salah satu komponen yang dapat ditemukan dalam limbah
peternakan. Ketika limbah peternakan tidak dikelola dengan baik, nitrat dapat
mencemari tanah dan sumber air tanah di sekitar peternakan. Salah satu masalah
utama yang dihadapi oleh lingkungan akibat nitrat adalah eutrofikasi. Nitrat
merupakan sumber nutrien bagi ganggang dan tanaman air, yang jika berlebihan
dapat menyebabkan pertumbuhan dan pembentukan alga toksik. Hal ini dapat
menyebabkan keracunan pada hewan air, penurunan kualitas air, dan bahkan
kematian massal hewan air.
Selain itu, nitrat juga dapat mencemari sumber air tanah. Peningkatan
kadar nitrat dalam air tanah dapat menyebabkan pencemaran air minum dan
mengancam kesehatan manusia, terutama bayi dan anak-anak yang lebih rentan
terhadap efek nitrat. Eutrofikasi mengakibatkan penurunan konsentrasi oksigen
dalam air, membunuh binatang air. Salah satu mikroorganisme yang
menghasilkan racun adalah, Pfiesteria piscicida, mengakibatkan kematian satu
milyar ikan di pantai North Carolina, USA dan menyebabkan iritasi kulit, dan
kehilangan ingatan jangka pendek.
4. Metana
Gas metana adalah salah satu gas rumah kaca yang dikeluarkan oleh
ternak, terutama hewan ruminansia seperti sapi, domba, dan kambing. Metana
dihasilkan dalam sistem pencernaan hewan melalui proses fermentasi mikroba
11

yang terjadi dalam rumen. Mikroba tersebut mengurai serat nabati yang sulit
dicerna oleh hewan menjadi nutrisi yang dapat diserap, namun menghasilkan
metana sebagai produk sampingan. Metana memiliki potensi pemanasan global
sekitar 28-36 kali lebih besar daripada CO2.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi metana
dari ternak antara lain adalah dengan memperbaiki kualitas pakan untuk
mengurangi fermentasi metana dalam rumen, mengurangi limbah pakan,
meningkatkan efisiensi pakan, dan menggunakan aditif pakan tertentu yang dapat
mengurangi produksi metana. Dengan melakukan langkah-langkah ini, diharapkan
dapat mengurangi dampak emisi metana dari peternakan terhadap perubahan
iklim.

3.3. Desain Perkandangan untuk Mengoptimalkan Pengelolaan Limbah


Peternakan
Peternakan feedlot, dimana ternak dipelihara di kandang dan tidak
diperbolehkan keluar, memerlukan pengelolaan limbah yang baik. Desain
kandang terbaik untuk pengelolaan limbah tergantung pada beberapa faktor,
termasuk jenis hewan yang dipelihara, ukuran peternakan, lokasi geografis, dan
peraturan lingkungan setempat.
1. Pemisahan Limbah: Pertimbangkan untuk memisahkan Limbah
padat dan cair. Limbah padat seperti kotoran hewan dapat
dikumpulkan untuk dijadikan kompos atau digunakan sebagai
pupuk organik. Limbah cair seperti urin dan air limbah harus
diolah secara terpisah.
2. Sistem Pengolahan Limbah: Pemasangan sistem pengolahan
limbah yang sesuai, seperti tangki septik, sistem filtrasi, dan
pengolahan anaerobik. Sistem ini harus dirancang untuk
menghilangkan kontaminan dan memastikan bahwa limbah yang
dihasilkan tidak mencemari lingkungan.
3. Teknik Drainase: Membangun sistem drainase yang efektif untuk
mengarahkan air hujan dan air limbah ke sistem pengolahan yang
tepat. Hal ini membantu mencegah polusi dan penumpukan air
yang berpotensi membahayakan
12

4. Gunakan Energi Alternatif: Pertimbangkan untuk menggunakan


energi alternatif seperti panel surya dan turbin angin untuk
memenuhi kebutuhan energi pertanian Anda. Hal ini membantu
mengurangi jejak karbon dan biaya operasional.
5. Pengendalian Polusi Udara: Menggunakan sistem ventilasi dan
pengendalian bau yang efisien untuk mengurangi emisi gas
beracun dan bau yang dihasilkan oleh limbah hewan.
6. Pemilihan bahan bangunan : Memilih bahan bangunan yang ramah
lingkungan dan tahan terhadap korosi yang berasal dari kotoran
hewan. Hal ini memperpanjang umur bangunan dan mengurangi
kebutuhan akan perbaikan dan penggantian.
7. Perencanaan Ruang Terbuka: Membersihkan ruang terbuka atau
padang rumput di sekitar peternakan untuk menampung limbah
alami dan menyediakan habitat bagi hewan dan tumbuhan.
8. Pemantauan dan Pemeliharaan secara Berkala: Melakukan
pemantauan secara berkala terhadap sistem pengolahan limbah dan
peralatan peternakan untuk memastikan kinerja optimal dan
mencegah kerusakan atau kebocoran yang dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan.

Berikut adalah contoh desain dari kandang:


13

3.4 Bentuk, Jenis Atau Model Pengaliran dan Penampungan Limbah


3.4.1 Bentuk Pengaliran Limbah
Terdapat dua bentuk pengaliran limbah, yaitu :
1. Aliran limbah padat
Aliran limbah padat terbagi lagi menjadi dua yaitu saluran terbuka
dan saluran tertutup. Saluran terbuka merupakan saluran air yang
terbuat dari plastik, beton, atau bahan lain yang berfungsi untuk
mengalirkan limbah dari kandang ke tempat penampungan.
sedangkan saluran tertutup merupakan saluran yang terpasang di
bawah tanah berfungsi untuk mengalirkan limbah ke tempat
penampungan.
a. saluran terbuka : limbah mengalir melalui saluran terbuka
menuju bak penampung
b. saluran tertutup : limbah mengalir melalui pipa menuju bak
penampung

2. Aliran Limbah cair


a. sistem drainase
- drainase permukaan
limbah cair dialirkan melalui saluran drainase di
permukaan tanah
14

- drainase bawah permukaan


limbah cair dialirkan melalui pipa yang tertanam di
bawah tanah
b. sistem tangki septik
Tangki septik menampung limbah cair dan menguraikannya
secara anaerobik. Limbah cair yang telah diolah dialirkan
ke badan air atau tanah.
3.4.2 Jenis Penampungan Limbah
Jenis penampungan limbah terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Penampungan Limbah Padat
a. Bak/kotak penampungan
Bak penampung digunakan untuk menampung limbah
padat. setelah terkumpul, limbah dapat diolah menjadi
pupuk atau bahan bakar biogas.
b. tumpukan kompos
Tumpukan kompos digunakan untuk mengolah limbah
padat menjadi pupuk organik.
2. Penampungan Limbah Cair
a. bak/kolam penampungan
Bak penampung digunakan untuk menampung limbah cair
ternak. Limbah tersebut kemudian dapat didekomposisi
atau digunakan sebagai pupuk organik
b. tangki septik
Tangki septik digunakan untuk mengolah limbah cair
secara anaerobik.
15

3.4.3 Model Pengaliran dan Penampungan Limbah


1. Model Sederhana
Model sederhana ini biasanya digunakan untuk peternakan kecil dengan
jumlah limbah yang sedikit. Limbah padat ditampung di bak penampung
dan kemudian dibuang ke tanah. Limbah cair dialirkan ke saluran drainase
dan kemudian dibuang ke badan air.
2. Model Anaerobik
Model anaerobik menggunakan tangki septik untuk mengolah limbah cair
secara anaerobik. Gas metana yang dihasilkan dari proses pengolahan
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
3. Model Aerobik
Model aerobik menggunakan sistem aerasi untuk mengolah limbah cair
secara aerobik. Model ini lebih efektif dalam mengolah limbah cair dan
menghasilkan efluen yang lebih aman bagi lingkungan.
Usaha untuk memperbaiki efisiensi penanganan limbah dan
pembuangannya secara umum adalah dengan cara menggunakan kolam
penampung limbah (retention basin atau lagoon atau beberapa model
penampungan limbah dengan struktur perlakuan yang serupa) dimana limbah
dapat diisolasi dalam kolam penampungan dan dapat mengurangi tersebarnya
limbah ke wilayah dalam dan di sekitar kandang. Isolasi limbah dalam kolam
penampungan ini dapat menurunkan frekuensi dampak negatif dari limbah bahkan
dapat meniadakannya. Akan tetapi masih ada beberapa masalah yang dapat timbul
dengan pembuatan kolam penampung seperti berikut ini.
a. Bau yang ditimbulkan sehubungan dengan aktivitas biologis dalam kolam
tersebut.
b. Isi kolam (padatan dan lumpur) juga harus diangkut/dikeluarkan apabila
kolam tersebut penuh sebab akan terjadi luapan yang dapat berakibat pada
penurunan kualitas air tanah
Pemilihan metode dalam mengelola limbah sangat tergantung pada
volume, dan kelembaban limbah yang ada. Sebagai contoh limbah yang banyak
mengandung air, akan lebih cocok bila ditampung dahulu dalam tangki
16

penampungan untuk diolah dengan menggunakan metode yang sesuai, sebelum


dialirkan ke saluran air, sehingga dapat mengurangi polusi yang ditimbulkannya.

3.5 Pendekatan Metode Pengolahan Limbah Peternakan


Terdapat beberapa metode pendekatan untuk pengolahan limbah
peternakan,yaitu: :
1. Pengolahan biologis
Salah satu metode pengolahan limbah adalah perlakuan mikrobiologis
yang meliputi perlakuan aerobik dan anaerobik limbah cair oleh kultur
campuran mikroorganisme. Langkah utama pada perlakuan biologi adalah
oksidasi biologi atau perlakuan anaerobik komponen organik. Komponen
organik dioksidasi menjadi CO2 dan H2O oleh organisme di bawah
kondisi aerobik (Fitriyanto dkk, 2015). Komponen organik dan padatan
yang tidak teroksidasi dari proses aerobik dicerna menjadi campuran CH4
, CO2 , dan H2 S di bawah kondisi anaerobik (Shuler dkk, 2002).
2. Pengolahan Fisik
Metode pengolahan fisik meliputi proses penyaringan, pemisahan,
dan pengendapan untuk memisahkan limbah dari air atau bahan padat
lainnya.
3. Pengolahan Kimia
Pengembangan pupuk organik menggunakan teknologi EM4 telah banyak
dikembangkan di Indonesia. Teknologi EM4 adalah teknologi budidaya
pertanian untuk meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah dan
tanaman dengan menggunakan mikroba yang bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman. EM4 mengandung mikroba–mikroba antara lain
Lactobacillus, ragi, bakteri fotosintetik, Actynomycetes dan jamur
pengurai selulosa, untuk memfermentasi bahan organic tanah menjadi
senyawa yang mudah yang mudah diserap oleh tanaman. EM4 yang
merupakan kumpulan mikroba terpilih ini berbentuk cair dan dikemas
dalam botol, sehingga mudah dibawa dan disimpan dengan
aman.Penggunaan cairan EM4 ini sangat irit, dengan cara
mencampurkannya dalam media yang berupa sampah organik atau bahan-
17

bahan organik yang lainnya yang dapat dipakai sebagai bahan baku
kompos.Setiap bahan organik yang akan terfermentasi oleh mikroba EM4
dalam kondisi semi anaerob/ anaerob pada suhu 40-50 ⁰C. Pembuatan
pupuk organik menggunakan teknologi EM4 pada dasarnya adalah proses
pengomposan yang terjadi secara fermentatif. Untuk menjaga proses
pengomposan ini agar terjadi secara baik dengan terpenuhinya persyaratan
pengomposan antara lain suhu, oksigenasi dan kadar air maka
pengomposan ini dilakukan dalam kondisi tertutup atau ditutup atau
dimasukkan ke wadah fermentor (Sunu, 2020).
4. Pengolahan Termal
Metode ini melibatkan pemanasan limbah dalam suhu tinggi untuk
mengurai zat organik dan mengurai volume limbah.
5. Pengolahan Tertutup(Anaerobik)
Metode ini melibatkan dekomposisi limbah dalam lingkungan tanpa
oksigen, yang menghasilkan gas metana yang dapat digunakan sebagai
sumber energi.
6. Pengolahan Kompos
Pengolahan kompos ini merupakan metode yang menggunakan limbah
organik dari peternakan untuk membuat kompos yang dapat digunakan
kembali sebagai pupuk.
18

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pentingnya penanganan limbah ternak ruminansia karena dampaknya akan
merugikan lingkungan dan kesehatan manusia. Limbah tersebut dapat
menghasilkan gas rumah kaca, mencemari air tanah, dan menjadi sumber penyakit
jika tidak ditangani dengan benar. Desain perkandangan juga termasuk salah satu
upaya untuk mengoptimalkan pengelolaan limbah. Teknologi dan metode yang
efektif untuk mengelola limbah ternak, seperti pengomposan, biogas, atau sistem
pengolahan lainnya. Oleh karena itu perlunya menekankan penerapan teknologi
ini untuk mengurangi dampak negatif limbah ternak.

4.2 Saran
Penyusun memiliki harapan untuk mencapai kesempurnaan dalam
penyusunannya. Namun, kami sadari bahwa makalah ini memiliki beberapa
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif sebagai masukan untuk evaluasi
dan peningkatan kedepannya.
19

DAFTAR PUSTAKA
Afriani, H., Adriani, A., Firmansyah, F., & Pramusintho, B. (2023). ADOPSI
INOVASI PENGOLAHAN LIMBAH USAHA TERNAK SAPI. JAS
(Jurnal Agri Sains), 7(1), 106-115
Fitriyanto, N. A., Triatmojo, S., Pertiwiningrum, A., Erwanto, Y., Abidin, M. Z.,
Baliarti, E., & Suranindyah, Y. Y. 2015. Penyuluhan dan Pendampingan
Pengolahan Limbah Peternakan Sapi Potong di Kelompok Tani Ternak
Sido Mulyo Dusun Pulosari, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten
Magelang. Indonesian Journal of Community Engagement, 1(01), 79-95.
M. Armayani., Purnomo, Nurul. 2021. Potensi Limbah Ternak Ruminansia di
Kabupaten Sidrap. Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan. 1(1):
1-5.
Muharsono. 2021. Strategi Pemerintah Dalam Pengelolaan Limbah Peternakan
(Studi Di Desa Sendang Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung).
Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Issn : 1979 – 0295 | E-Issn : 2502 –
7336. Vol. Xiv (No. 1). universitas Tulungagung, Tulungagung, Indonesia.
Shuler, M. L. dan Kargi, F. 2002. Bioproses Engineering. Second ed. USA:
Prentice-Hall, Inc.
Prambudi, S. B. F. (2020). Potensi Pemanfaatan Limbah Peternakan Sapi
Pedaging di SPR (Sekolah Peternakan Rakyat) Ngudi Rejeki, Kabupaten
Kediri. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat (PIM), 2(3), 343-347.
Sihombing, DTH. 2000. Teknik Pengolahan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian
Bogor.
Sofia, S. dan P.P. Purnama 2017. Manajemen Perkandangan Sapi Potong di Desa
Sejaro Sakti Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Hilir. Jurnal
Peternakan Sriwijaya. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya.
Palembang. Vol. 6 No. halaman 12-19
Sunu, P. 2020. Pengelolaan Limbah Peternakan Menuju Sistem Pertanian
Terintegrasi di Desa Tambong Wetan Kecamatan Kalikotes, Kabupaten
Klaten. JPKMI (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Indonesia), 1(3),
146-153.

Anda mungkin juga menyukai