Disusun Oleh :
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KADIRI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Seminar
Manajemen. Adapun judul proposal ini adalah “PENERAPAN GREEN
MANUFACTURING BAGI PERUSAHAAN INDUSTRI UNTUK MENCAPAI
SUSTAINABLE CONSUMPTION AND PRODUCTION”.
2. Kedua orang tua yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat
selama penyusunan proposal ini.
(Penulis)
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................................................2
1.3 Pembatasan Masalah......................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
2.1 LANDASAN TEORI.....................................................................................................3
2.1.1 PENGERTIAN GREEN MANUFACTURING....................................................3
2.1.2 MANFAAT DAN KEGUNAAN GREEN MANUFACTURING........................3
2.1.3 TUJUAN PENERAPAN GREEN MANUFATURING dan KAITANNYA
DENGAN KONSEP SUSTAINABLE PRODUCTION & PRODUCTION.......4
2.2 KAJIAN PUSTAKA......................................................................................................6
BAB III....................................................................................................................................8
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................8
3.2 SARAN..........................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memang sulit untuk lepas dari masalah sampah. Bau
menyengat dan keberadaannya yang bertebaran secara sembarang di lingkungan
sekitar menjadi bukti bahwa sampah ibarat “teman hidup” kita sehari-hari.
Permasalahan yang belum kunjung membaik ini tentu akan memunculkan satu
pertanyaan yaitu kapan masalah sampah ini berakhir. Banyak riset telah membuktikan
buruknya permasalahan sampah di Indonesia. Menurut Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, pada tahun 2020 Indonesia menghasilkan sampah sekitar 67,8 juta
ton dan angka ini diperkirakan akan bertambah setiap tahunnya.
Perusahaan industri yang semakin berkembang membuat limbah yang
dihasilkan juga semakin tinggi. Pencemaran akan lingkungan juga semakin
diperparah dengan adanya limbah industri selain persentase utama di duduki oleh
limbah rumah tangga. Pembangunan sektor industri selain telah memberi dampak
positif bagi negara, juga memberikan dampak negative terhadap permasalahan
lingkungan terutama pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri
serta pemanfaatan sumber daya alam yang tidak efisien. Produk industri tersebut
memiliki siklus hidup, mulai dari perancangan, pembuatan, distribusi, pemanfaatan
dan sisa produk yang memiliki dampak kerusakan terhadap lingkungan dan
kesehatan, serta mengkonsumsi sumber daya alam seminial mungkin. Sampah atau
emisi yang dihasilkan dari hasil produksi lama-lama akan merusak bumi, padahl kita
harus menjaga bumi ini untuk kelangsungan hidup anak cucu kita nanti.
Masalah sosial lainnya adalah perubahan iklim. Hubungan antara manusia
dengan lingkungan (ekologi) menjadi terganggu. Masalah ekologi yang muncul
semakin lama semakin kompleks. Didalam pola konsumsi masyarakat, pemasaran
tidak secara langsung menjadi penyebab munculnya masalah ekologi.
Tanggungjawab terhadap masalah ekologi berada pada teknologi produksi teknologi
produksi merupakan penyumbang terbesar terhadap munculnya masalah ekologi
dengan melalui limbah produksi yang tidak dikelola dengan baik dan benar.
Masalah ekologi salah satunya muncul dari perilaku tidak
bertanggungjawab baik dari produsen maupun konsumen. Oleh karena itu
membutuhkan kerjasama antara produsen dengan konsumen untuk mengatasi
masalah tersebut. Produsen harus mulai memikirkan untuk melakukan inovasi
teknologi produksi baik dalam produk maupun kemasan sehingga tidak menambah
semakin banyaknya sampah yang tidak dapat diurai. Konsumen sebagai pengguna
produk yang dihasilkan oleh perusahaan sudah dipastikan akan membuang produk
iv
atau kemasan yang tidak dapat dikonsumsi yang akibatnya menimbulkan timbunan
sampah.
Maka dari itu dibuatlah suatu gerakan baru dalam dunia manufaktur yaitu
green manufacture agar sampah atau emisi yang dihasilkan dapat diolah kembali atau
dapat diatasi dalam proses pembuangannya agar tidak merusak bumi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dengan semakin terbatasnya sumber daya alam,
krisis energy dan menurunnya daya dukung lingkungan, maka tuntutan untuk
mengembangkan industri yang ramah lingkungan atau yang dikenal dengan istilah
industri hijau (green industry) atau Green Production System telah menjadi isu
penting. Tujuan dari green manufacturing adalah sustainability atau ketahanan.
Manfaat dari green manufacturing itu sendiri adalah salah satunya menghemat biaya-
biaya seperti preventif lebih baik daripada kuratif. Proses green manufacturing
pegawai diikutsertakan atau dilibatkan dalam proses desain-daur ulang. Perusahaan
tetap perlu memikirkan green manufacturing untuk kualitas atau peningkatan
produksi. Proses green manufacturing itu sendiri memiliki manfaat yaitu dapat
membentuk reputasi yang baik terhadap masyarakat, memberikan investasi berlebih
di awal, meningkatkan system manufatur green design dan pengembangan system
manufaktur yang inovatif.
v
BAB II
vi
sumbernya diekosistem sekaligus mengancam keberadaan planet bumi. Karena
industri membuang emisi polutan ke udara, limbah cair dan padat, B3 dan polutan
L lain masuk dalam rantai sistem makanan. Sekali masuk dalam ekosistem dalam
rantai makanan, seperti polutan beracun, logam berat, peptisida dan herbisida dalam
produk pertanian, menyebabkan penyakit dan kanker bagi manusia. Sedemikian juga
bila merusak lapisan ozone dan membuat penumpukan gas rumah kaca yang
menyebabkan pemanasan global dan seterusnya.
vii
sekali tidak dapat diurai oleh tanah, air maupun udara yang pada akhirnya menjadi
salah satu sebab munculnya masalah ekologi.
AQUA-Danone (2018)
Pelopor perusahaan Air Minum Dalam Kemasan di Indonesia mendapat
penghargaan Industri Hijau 2018 melalui 10 pabriknya. Penghargaan tersebut didapat
atas upayanya secara aktif dan bijak menggunakan sumber daya dan teknologi yang
ramah lingkungan, sehingga menciptakan efektivitas dan efisiensi bagi keberlanjutan
operasional tiap pabrik. Menyusung visi “One Planet One Health” Danone-Aqua
menerapkan Planet Sirkular dalam operasionalnya yaitu sirkulasi air, sirkulasi plastic
dan sirkulasi karbon dan inovasi lain yaitu penggunaan solar panel dalam kegiatan
operasional perusahaan.
viii
memastikan lingkaran tertutup (closed-loop system) berkelanjutan yang
menghubungkan proses produksi dengan pengguna akhir dalam lingkaran
operasionalnya guna memenuhi permintaan konsumen global terhadap produk kertas
berkelanjutan yang terus meningkat tiap tahunnya.
ix
Penelitian ini membahas masalah pengambilan keputusan manufaktur hijau
untuk green rantai pasokan dua saluran. Dalam supply chain yang diteliti pabrikan
akan memutuskan apakah akan mengadopsi manufaktur hijau di bawah pengaruh
saluran ganda berbasis perhatian keadilan pengecer. Jadi penelitian ini membahas dua
scenario keputusan yaitu strategi manufaktur tanpa hijau dengan keadilan pengecer
(NM Model) dan manufaktur hijau dengan keadilan pengecer (GM Model). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pertama, mengadopsi strategi manufaktur hijau tidak
selalu bermanfaaat bagi anggota rantai pasokan ketika pengecer memiliki keadilan.
Khususnya ketika keadilan berada pada tingkat yang relatif tinggi, pabrikan tidak
akan mengadopsi manufaktur hijau. Kedua di bawah manufaktur hijau, produk hijau
derajat dan subsidi memiliki dampak porsitif pada harga dan permintaan dan
keuntungan anggota dan kegunaan. Ketiga membandingkan dua scenario (NM dan
GM), ditemukan bahwa harga saluran model GM lebih rendah dari model NM
akhirnya dari perspektif system rantai pasokan, sistam cenderung mengadopasi
manufaktur hijau dan menjaga masalah keadilan pengecer di teingkat yang lebih
rendah.
x
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
Masalah lingkungan yang terjadi bukan lagi masanya untuk mencari tahu siapa
yang bersalah dan siapa yang paling bertanggungjawab untuk menyelesaikan atas
masalah tersebut. Namun lebih pada bagaimana masalah tersebut harus diselesaikan
secara komprehensif. Proses produksi tidak lepas dari proses konsumsi. Oleh karena
itu, penyelesaian masalah lingkungan harus dipikirkan dan dikerjakan bersama-sama
secara komprehensif baik oleh produsen maupun konsumen.
Proses produksi berkelanjutan menempatkan produsen tidak hanya sebagai
produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Namun juga bertanggungjawab terhadap
kemasan produk yang tidak dapat dikonsumsi oleh konsumen sehingga menimbulkan
tumpukan sampah kemasan produk yang sangat berbahaya apabila kemasan tersebut
menimbulkan tumpukan sampah kemasan produk yang sangat berbahaya apabila
kemasan tersebut dari bahan yang tidak dapat diurai dengan baik oleh tanah, air
maupun udara dengan memfasilitasi konsumen untuk mengembalikan kemasan ke
perusahaan untuk kemudian didaur ulang. Produsen juga harus memikirkan
bagaimana menggunakan energy sehemat mungkin dan menggunakan teknologi yang
bersifat renewable.
Pola konsumsi berkelanjutan menuntut konsumen untuk memiliki pola konsumsi
sehat. Kemasan yang terbuang tidak ditimbun begitu saja sehingga mencemari
lingkungan dalam jangka panjang, namun kemasan harus didaur ulang menjadi
produk yang memiliki manfaat ekonomis. Apabila konsumen tidak memiliki
kemampuan mendaur ulang secara mandiri, konsumen dapat mengembalikan
kemasan tersebut ke perusahaan melalui fasilitas backward distribution yang
difasilitasi oleh perusahaan.
3.2 SARAN
Terciptanya konsumsi dan produksi yang berkelanjutan memerlukan dukungan
semua pihak baik dari produsen hingga konsumen. Untuk itu, penulis memberi saran
kepada perusahaan di Indonesia untuk selalu memperhatikan, mendukung serta
menimplementasikan green production/green manufacturing diperusahaan mereka.
Gerakan sadar akan lingkungan harus dimulai oleh perusahaan yang memproduksi
kemasan lalu mengedukasi dan mengkampanyekan kepada konsumen dan masyarakat
banyak. Inovasi juga dibutuhkan untuk kemajuan teknologi dalam mendaur ulang
kemasan produk yang umumnya berbahan dasar plastik dan dapat didaur ulang.
Bagi lembaga pendidikan juga bisa ikut berpartisipasi dengan menambah
pendidikan akan sadar lingkungan sejak dini dengan menanamkan kebiasaan
membuang sampah pada tempatnya karena dari kebiasaan tersebut bisa menciptakan
atau setidaknya mengurangi pendaur ulangan sampah di Indonesia.
Terlepas dari beberapa saran yang dijabarkan hendaknya kita mulai dari diri
sendiri, peduli akan lingkungan dan memikirkan bagaimana nasib masa depan anak
cucu kita nanti jika dari sekarang tidak peduli dengan lingkungan.
xi
DAFTAR PUSTAKA
Can, C., Well, D., Doing, B., Taganas, R., Hanoum, S., Labiba, Z., Consumer, G., Company, G.,
Environment, G., Julius, P., Share, C. M., & Sari, E. T. (n.d.). No Title.
Gyasi-mensah, W. (2021b). Penggerak Hijau dan Integrasi Praktik Manufaktur Hijau dalam
Industri Pengolahan Agro : Efek Moderasi Keberlanjutan Orientasi. 12(12), 21–31.
https://doi.org/10.7176/JESD/12-12-03
Zhang, H., Zhang, Z., Pu, X., & Li, Y. (2019). Green Manufacturing Strategy Considering
Retailers ’ Fairness Concerns. 1–22.
xii