Anda di halaman 1dari 25

1

MAKALAH PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN


” Penanganan Limbah di Industri Peternakan Sapi Potong”

Disusun Oleh :
Kelas C
Kelompok 2

Wildan Ahmad 200110160077


Gianthy R 200110160239
Shofiyya Aulia 200110160242
Nurul Izza F 200110160245
Ali Nurjaman 200110160250
Dania Mahardika 200110160295

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan

makalah tentang “Penanganan Limbah pada Sapi Potong”  ini dengan baik

meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami berterima kasih kepada dosen

pengampu mata kuliah yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam menambah

wawasan serta pengetahuan kita mengenai manajemen kesehatan pada ternak

perah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat

kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya

kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa

yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang

membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan

saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Sumedang, 10 November 2018

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

Bab Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................... iii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1


1.2 Identifikasi Masalah...................................................................... 2
1.3 Maksud dan Tujuan....................................................................... 2

II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Limbah........................................................................ 3


2.2 Limbah Peternakan........................................................................ 4
2.3 Limbah pada Peternakan Sapi Potong........................................... 4
2.4 Penanganan Limbah Sapi Potong.................................................. 12

III KESIMPULAN.................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah merupakan benda yang tidak diperlukan dan dibuang, limbah

pada umumnya mengandung bahan pencemar dengan konsentrasi bervariasi. Bila

dikembalikan ke alam dalam jumlah besar, limbah ini akan terakumulasi di alam

sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem alam. Penumpukan limbah di

alam menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem tidak dikelolah dengan baik.

Pengelolahan limbah ini merupakan upaya merencanakan melaksanakan,

memantau, dan mengevaluasi pendaya gunaan limbah, serta pengendalian dampak

yang ditimbulkannya. Upaya pengelolahan limbah tidak mudah dan memerlukan

pengetahuan tentang limbah unsur-unsur yang terkandung serta penanganan

limbah agar tidak mencemari lingkungan selain itu perlu keterampilan mengelolah

limbah menjadi ekonomis dan mengurang jumlah limbah yang terbuang ke alam.

Di indonesia, masalah pengelolaan limbah yang berasal dari hasil eksploitasi

sumber daya alam mineral maupun industri pertambangan belum dilaksanakan

secara tanggung jawab. Adapun bukti-bukti dari pengelolaan limbah yang tidak

bertanggung jawab dapat kita lihat terutama di daerah pertambangan di Sumatra,

Kalimantan dan Papua. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari ekploitasi

sumber daya mineral oleh perusahaan pertambangan telah membuat banyak

wilayah tercemar oleh limbah bahan galian yang tidak diperlukan serta limbah

yang berasal dari proses ekstraksi mineral yang menggunakan bahan-bahan kimia

berbahaya. Penanganan limbah dalam suatu industri merupakan hal yang penting

karena secara tidak langsung berhubungan dengan proses produksi serta


2

kredibilitas industri di mata masyarakat. Limbah yang dibuang begitu saja tanpa

diolah terlebih dahulu, dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan

yang kemudian dapat mempengaruhi beberapa aspek lain seperti kesehatan

karyawan, kenyamanan kerja karyawan, dan keseimbangan lingkungan.

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Apa yang dimaksud dengan limbah.

(2) Apa yang dimaksud dengan limbah peternakan.

(3) Apa saja limbah yang dihasilkan oleh sapi potong.

(4) Bagaimana penanganan limbah peternakan.

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Mengetahui apa itu limbah.

(2) Mengetahui apa itu limbah peternakan.

(3) Mengetahui jenis-jenis limbah sapi potong.

(4) Mengetahui cara penanganan limbah peternakan


3

II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Limbah

Limbah adalah sisa dari suatu usaha maupun kegiatan yang mengandung

bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya, baik

yang secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan lingkungan,

kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya (Mahida,

1984). Bahan yang sering ditemukan dalam limbah antara lain senyawa organik

yang dapat terbiodegradasi, senyawa organik yang mudah menguap, senyawa

organik yang sulit terurai (Rekalsitran), logam berat yang toksik, padatan

tersuspensi, nutrien, mikrobia pathogen, dan parasit (Waluyo, 2010).

Menurut Abdurrahman (2006), berdasarkan wujud limbah yang dihasilkan,

limbah terbagi 3 yaitu :

1. Limbah padat

Limbah padat adalah limbah yang memiliki wujud padat yang bersifat kering dan

tidak dapat berpindah kecuali dipindahkan. Limbah padat ini biasanya berasal dari

sisa makanan, sayuran, potongan kayu, ampas hasil industri, dan lain-lain.

2. Limbah cair

Limbah cair adalah limbah yang memiliki wujud cair. Limbah cair ini selalu larut

dalam air dan selalu berpindah (kecuali ditempatkan pada wadah/bak). Contoh

dari limbah cair ini adalah air bekas cuci pakaian dan piring, limbah cair dari

industri, dan lain-lain.

3. Limbah gas
4

Limbah gas adalah limbah yang berwujud gas. Limbah gas bisa dilihat dalam

bentuk asap dan selalu bergerak sehingga penyebarannya luas. Contoh dari limbah

gas adalah gas buangan kendaraan bermotor, buangan gas dari hasil industri.

2.2 Limbah Peternakan

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk

ternak dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair

seperti feses, urin, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku,

tulang, tanduk, isi rumen (Sihombing, 2000).

Limbah peternakan meliputi semua kotoran berupa limbah padat, cair, gas

ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Limbah padat adalah semua limbah yang

berada dalam fase padat. Limbah cair adalah semua limbah yang berada dalam

fase cair. Limbah gas adalah semualimbah yang berada dalam fase gas (Wahyuni,

2009).

2.3 Limbah pada Peternakan Sapi Potong

Menurut Soehadji (1999), macam-macam limbah peternakan meliputi

semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa

limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua

limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (ternak yang mati, kotoran

ternak, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah

yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari
5

pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas

atau dalam fase gas.

Ada juga pendapat lain tentang macam-macam limbah. Macam-macam

peternakan terdiri dari : limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa

makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen,

dan lain-lain (Sihombing, 2000).

2.2.1 Jenis Limbah pada Peternakan Sapi Potong

1) Limbah padatan

a. Feses Sapi Potong

Feses sapi potong merupakan buangan dari usaha peternakan sapi potong

yang bersifat padat dan dalam proses pembuangannya sering bercampur dengan

urine dan gas seperti metana dan amoniak. Kandungan unsur hara dalam feses

sapi bervariasi tergantung pada keadaan tingkat produksinya, macam, jumlah

makanan yang dimakannya, serta individu ternak sendiri (Abdulgani, 1988).

Kandungan unsur hara dalam feses sapi antara lain nitrogen (0,29 %), P2O5 (0,17

%), dan K2O (0,35%) (Hardjowigeno, 2003).

Pupuk kandang berupa feses sapi, babi, dan unggas hampir 100 %

menyumbangkan unsur P dan K yang dikandungnya ke dalam tanah. Feses sapi

lebih efektif dari pada feses unggas dalam menurunkan bobot isi tanah (Rahman,

2007). Feses sapi yang tinggi kandungan hara dan energinya berpotensi untuk

dijadikan bahan baku penghasil biogas. Undang (2002), melaporkan bahwa

seekor sapi muda kebiri akan memproduksi 15-30 kg kotoran per hari.

Tabel x. Kandungan N, P dan K dalam kotoran sapi potong


6

Menumpuknya limbah peternakan sampai dengan kapasitas tertentu akan

menimbulkan dampak negatif antara lain berupa peningkatan populasi mikroba

patogen sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran air, tanah dan

pencemaran udara karena debu infektious serta bau yang kurang sedap. Banyak

negara berkembang menggunakan kotoran ternak sebagai bahan bakar, sehingga

menimbulkan polusi asap yang mengakibatkan gangguan kesehatan. Akhir-akhir

ini mulai menjadi perhatian karena terjadinya emisi gas metan dan karbondioksida

yang dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya efek rumah kaca sehingga akan

mempengaruhi perubahan iklim secara global. Proses digesti anaerob untuk

pengolahan limbah peternakan tersebut dirasa akan memberikan beberapa

keuntungan antara lain menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile

solid, nitrogen nitrat, dan nitrogen organik. Di samping juga populasi bakteri
coliform dan patogen, telur insekta, parasit dan bau relatif dapat diturunkan

atau bahkan dihilangkan (Yazid M, 2011).

Permasalahan limbah ternak, khususnya feses dapat diatasi dengan

memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu

bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut

sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran ternak

ruminansia khususnya sapi potong baik untuk digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan biogas (Sutarno, dkk 2007).


7

b. Limbah Sisa Pakan

Satu ekor sapi mampu mengkomsumsi pakan hijauan antara 20 – 30

kg/hari. Namun biasanya perilaku makan sapi menyebabkan banyak sisa pakan

yang terbuang atau rumput yang keras juga tidak mampu dikomsumsi oleh ternak.

Biasanya pakan tersebut bila telah tercamput dengan kototran biasanya tidak akan

dikomsumsi lagi oleh ternak. Kekurangan pakan hijauan akibat perilaku sapi

tersebut bisa mencapai 5 kg/hari. Pakan yang tidak dikomsumsi lagi oleh ternak

sapi kemudian oleh peternak dibuang atau dibakar. Sisa pakan ternak memiliki

potensi lain yang bernilai ekonomis sehingga tidak menjadi limbah yang dibuang

percuma.

Sisa pakan tersebut menjadi limbah yang tidak dikomsumsi lagi oleh

ternak Perilaku ternak yang biasanya menghambur makanan pada saat makan

menyebabkan banyak sisa rumput yang terbuang. Sisa pakan tersebut tidak

dikomsumsi lagi dan menjadi limbah. Biasanya peternak membuang sisa pakan

tersebut atau dibakar. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi atau proses daur

ulang untuk sisa pakan tersebut agar dapat bermanfaat untuk peternak.

c. Isi Perut dari Sisa Pemotongan Ternak

Isi rumen merupakan limbah yang dihasilkan dari Rumah Potong Hewan

(RPH) berupa bahan pakan yang belum tercerna oleh hewan ternak tersebut. Isi

rumen ini belum dimanfaatkan secara benar, bahkan ada yang dibuang begitu saja,

sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Isi rumen bias dikatakan sebagai

limbah, namun sebenarnya sangat potensial sebagai campuran bahan pakan,

karena isi rumen tersebut berupa bahan pakan yang belum dicerna, selain itu juga

terdapat organisme rumen sebagai sumber vitamin B (Darsono, 2011).


8

Kualitas dan kuantitas isi rumen bias dipengaruhi oleh jenis ternak, berat

badan hewan ternak, mikroba yang ada dalam saluran pencernaan, kualitas dan

kuantitas pakan serta daya cernanya (Abba, 1987 dalam Teda 2012). Kualitas

pakan ternak yang diberikan ke hewan ternak dapat mempengaruhi kualitas isi

rumen, semakin bagus kualitas pakan, maka kualitas isi rumen juga bagus. Jika

hewan ternak diberi zat antinutrisi maka isi rumen juga akan mengandung zat

antinutrisi.

Didalam rumen hewan ternak ruminansi (seperti sapi, kerbau, kambing

dan domba) terdapar cukup banyak populasi mikroba didalamnya. Cairan dari

rumen mengandung bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 109 setiap cc

isi rumen sedangkan protozoa bervariasi sekitar 105 – 106 setiap cc isi rumen

(Tillman, 1991).

Tabel x. Komposisi kimia isi rumen (% BK)

Komposisi P Ca Abu Beta N PK LK SK

kimia 0,67% 0,79% 11% 41,40% 17,6% 2,1% 28%

Sumber : Prasojo (2016)

Setiap proses pemotongan seekor sapi, petugas khusus penampung darah

telah siap menempatkan drum-drum penampung darah dengan ukuran lebih

kurang 20 liter. Mulai dari proses penggantungan sapi sampai saat pembedahan

sapi, petugas mengikuti dan menampung terus tumpahan darah tersebut. Darah

yang tidak tertampung adalah semburan pertama pada saat pemotongan ternak,

lebih kurang terbuang 5 liter. Darah yang tertampung tersebut akan diolah lebih

lanjut sebagai campuran pakan ternak (ikan, bebek dll).


9

2) Limbah Cair

Limbah cair adalah semua limbah yang berada dalam fase cair (Wahyuni,

2009). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase

cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat).

a. Urine

Urin merupakan salah satu limbah cair yang dapat ditemukan di tempat

pemeliharaan hewan. Urin di bentuk di daerah ginjal setelah dieliminasi dari

tubuh melalui saluran kencing (urineary) dan berasal dari metabolisme nitrogen

dalam tubuh (urea, asam urat, dan keratin) serta 90 % urin terdiri dari air. Urin

yang dihasilkan ternak dipengaruhi oleh makanan, aktivitas ternak, suhu

eksternal, konsumsi air, musim dan lain sebagainya.

Banyaknya feses dan urin yang dihasilkan adalah sebesar 10% dari berat

ternak. Rasio feses dan urin yang dihasilkan ternak adalah babi 1,2 :1 (55%

feses, 45% urin), sapi potong 2,4 :1 (71% feses, 29% urin), domba 1:1 (50%

feses, 50 % urin), dan sapi perah 2,2 :1 (69% feses, 31% urin) (Rinekso, 2011).

Urin yang dihasilkan ternak sebagai hasil metabolisme mempunyai nilai yang

sangat bermanfaat yaitu (a) kadar N dan K yang sangat tinggi, (b) urin

mudah di serap tanaman dan (c) urin mengandung hormone pertumbuhan tanaman

(Sastrosoedirjo dan Rifai, 1981). Hartatik dan Widowati (2006) menyatakan

bahwa urine ternak dapat dijumpai dalam jumlah besar selain kotoran dari

ternak. Urine dihasilkan oleh ginjal yang merupakan sisa hasil perombakan

nitrogen dan sisa-sisa bahan dari tubuh yaitu urea, asam uric dan creatinine hasil

metabolisme protein. Urine juga berasal dari perombakan senyawa-senyawa

sulfur dan fosfat dalam tubuh.


10

Tabel x. Kandungan Unsur Hara Urine Berbagai Jenis Ternak

Pemanfaatan air urin dapat digunakan sebagai pupuk organik cair yang

sangat berguna bagi pertanian. Pupuk Organik Cair, adalah jenis pupuk yang

berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut pada tanah dan membawa

unsur-unsur penting guna kesuburan tanah. Pengelolaan limbah cair peternakan

masih sangat kurang di tingkat daerah pedesaan. Padahal jika dikaji lebih dalam

lagi kandungan kemungkinan unsur fosfor dan kalium di dalam kotoran cair sama

atau bahkan lebih banyak dibandingkan dengan kotoran padat (Huda, 2013).

Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang

penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali kedalam tubuh melalui

molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang

tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan

dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urine dapat diketahui

melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen

yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat

pembentukan kompos (Sutedjo, 1995).

b. Air sisa minum/flushing/bekas pencucian alat-alat


11

Flushing adalah pengumpulan limbah dengan cara flushing meliputi

prinsip kerja :

* Penggunaan parit yang cukup untuk mengalirkan air yang deras untuk

mengangkut limbah.

* Kecepatan aliran yang tinggi.

* Pengangkutan limbah dari kandang.

3) Limbah Gas

Limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas

(Soehadji, 1992). Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak

enak bagi lingkungansekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan

ternak ruminansia. Gas metan iniadalah salah satu gas yang bertanggung jawab

terhadap pemanasan global dan perusakanozon, dengan laju 1 % per tahun dan

terus meningkat. Apalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju

konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah.

Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi

metan (Suryahadi dkk., 2002).

Beberapa gas yang dihasilkan dari limbah ternak antara lain ammonium,

hydrogen sulfida, CO2 dan CH4. Gas-gas tersebut selain merupakan gas efek

rumah kaca (Green House Gas) juga menimbulkan bau tak sedap dan

mengganggu kesehatan manusia. Pada tanah, limbah ternak dapat melemahkan

daya dukung tanah sehingga menyebabkan polusi tanah. Sedangkan pada air,

mikroorganisme patogenik (penyebab penyakit) yang berasal dari limbah ternak

akan mencemari lingkungan perairan. Salah satu yang sering ditemukan yaitu

bakteri Salmonella sp (Rachmawati, 2000) .


12

2.4 Penanganan Limbah Peternakan

Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sangat dipengaruhi oleh


teknik penanganan yang dilakukan, yang meliputi teknik pengumpulan
(collections), peng-angkutan (transport), pemisahan (separation) dan penyimpanan
(storage) atau pem-buangan (disposal). Walaupun telah banyak diketahui
bagaimana teknik pengelolaan limbah, namun dikarenakan perkembangan bidang
peternakan sangat dinamik, terutama perkembangan populasi dan sistem budidaya
intensif, maka perlu dikembangkan pula aspek teknik baru yang dapat
menyesuaikan dinamika tersebut.

1. Pengumpulan (Collections) Limbah Peternakan

Dalam upaya memenuhi kebutuhan telur, daging, susu dan kulit, semula
petani memelihara ternak hanya beberapa ekor. Ternak peliharaannya bebas
mencari makanan sendiri di kebun-kebun atau di ladang dan jumlah limbah yang
dihasilkan masih sangat sedikit dan belum menimbulkan masalah bagi
lingkungan. Lingkungan hidup masih mampu mengabsorpsi banyaknya limbah
yang dihasilkan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran. Tetapi setelah waktu
berlalu, tidak hanya menambah jumlah ternaknya, petani juga meningkatkan
sistem pemeliharaannya dengan membangun kandang dan gudang dengan maksud
untuk menjaga petani dan hewan peliharaannya dari gangguan cuaca yang buruk.
Pada waktu yang sama, dikarenakan jumlah ternak bertambah dan dikandangkan,
petani dihadapkan pada masalah penanganan limbah ternak yang bertambah
banyak dan menumpuk di lantai kandang. Sejak kondisi ini terjadi, petani mulai
memikirkan bagaimana cara menangani limbah peternakan agar usahanya tidak
merugi. Bila diamati, pada waktu yang lalu sebagian besar petani menggunakan
sistem penanganan limbah dengan parit (gutter) dan kemiringan lantai kandang
(sloping floors).
13

Arah kemiringan dibuat agar pada saat dibersihkan dengan air, dengan mudah
limbah mengalir menuju ke parit. Limbah ternak berbentuk cair tersebut
dikumpulkan diujung parit untuk kemudian dibuang. Pada kandang sistem
feedlots terbuka, sebagian besar limbah ternak menumpuk di lokasi yang terbuka
di depan kandang. Agar pengumpulan limbahnya lebih mudah, lantai pada lokasi
ini biasanya ditutup dengan bahan yang keras dan rata dengan kemiringan tertentu
untuk mengalirkan limbah cairnya. Untuk membersihkan lantai digunakan pipa
semprot yang kuat agar limbah cair dapat didorong dan mengalir ke tempat
penampungan.

Berdasarkan sistem tersebut, ada tiga cara mendasar pengumpulan limbah yaitu:

a. Scraping

Scraping adalah membersihkan dan mengumpulkan limbah dengan cara


menyapu atau mendorong/menarik (dengan sekop atau alat lain) limbah. Scraping
diduga merupakan cara pengumpulan limbah yang paling tua dilakukan oleh para
petani-peternak. Scraping dapat dilakukan dengan cara manual ataupun mekanik.
Pada dasarnya, kedua cara tersebut menggunakan alat yang terdiri atas plat logam
yang fungsinya untuk mendorong atau menarik limbah sepanjang lantai dengan
maksud agar limbah terlepas dari lantai dan dapat dikumpulkan.

Cara manual, biasanya dipakai pada kandang panggung (stanchions), yaitu


untuk membersihkan limbah yang melekat di jeruji lantai kandang atau di tempat-
tempat fasilitas kandang yang lain. Cara ini juga dilakukan untuk membersihkan
limbah yang terdapat di sepanjang parit dan bak pengumpul terutama limbah
padat yang melekat di dinding dan sukar larut dalam air sehingga tidak dapat
dialirkan. Cara ini digunakan terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan
tenaga kerja banyak dan sebagai penyempurnaan sistem pengelolaan limbah
peternakan.
14

Sistem mekanik memiliki cara kerja yang sama dengan sistem manual, hanya
saja pada sistem ini menggunakan kekuatan traktor atau unit kekuatan yang tetap.
Sebagai contoh alat yang disebut Front-end Loader, yaitu mesin yang alat
pembersih atau penyodoknya terletak di bagian depan. Alat jenis ini biasanya
digunakan untuk mem-bersihkan dan mengumpulkan limbah dari permukaan
lantai kandang ke tempat pe-nampungan untuk kemudian disimpan atau diangkut
dengan kereta (kendaraan) untuk disebar ke ladang rumput. Contoh lain adalah
disebut Tractor Mounted Scraper Blade, yaitu mesin yang alat pembersih atau
penyodoknya terletak di bagian depan dan belakang berupa pisau. Mesin
pembersih ini biasanya dipakai bersama dengan jalur pengisian dimana limbah
(manure) bisa langsung dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan atau
dimasukkan ke dalam penyemprot limbah. Mesin ini sering digunakan sebagai
fasilitas untuk memindahkan limbah yang menumpuk di tengah kandang feedlots
pada periode waktu tertentu. Selain itu, juga digunakan untuk membersihkan
kandang sapi perah yang limbahnya langsung jatuh di lantai dan terakumulasi di
tengah alley (jalan akses) kandang. Tractor Mounted Scraper Blade ini juga dapat
digunakan untuk membersihkan litter pada kandang ayam pedaging atau dari
lubang penampung limbah ayam petelur sitem batere. Pada umumnya dinyatakan
bahwa mesin pembersih ini digunakan untuk mengumpulkan limbah yang
tertumpuk di atas lantai di bawah ternak langsung. Keuntungan menggunakan
mesin ini adalah biaya awalnya lebih murang. Sedangkan kelemahannya adalah
1) diperlukannya tenaga operator dan 2) selama digunakan sering terjadi
penimbunan limbah yang menempel di alat yang mengakibatkan pencemaran
udara dan sebagai tempat berkembangnya lalat.

b. Free-fall

Free-fall adalah pengumpulan limbah dengan cara membiarkan limbah


tersebut jatuh bebas melewati penyaring atau penyekat lantai ke dalam lubang
pengumpul di bawah lantai kandang. Pengumpulan limbah peternakan dengan
system free-fall ini dilakukan dengan membiarkan limbah melewati penyaring
15

atau penyekat lantai dan masuk ke dalam lubang penampung. Teknik ini telah
digunakan secara ekstensif dimasa lampau untuk peternakan hewan tipe kecil,
seperti ayam, kalkun, kelinci dan ternak jenis lain. Baru-baru ini juga digunakan
untuk ternak besar, seperti babi dan sapi. Pada dasarnya ada dua sistem free-fall,
yaitu sistem kandang yang lantainya menggunakan penyaring lantai (screened
floor) dan penyekat lantai (slotled floor).

 Sceened floors.

Lantai kandang sistem ini dapat dibuat menggunakan kawat kasa atau besi
gril yang berukuran mes lebih besar dan rata. Mes kawat kasa yang digunakan
biasanya berukuran 1,6 cm2 (0,025 in2) untuk anak ayam sampai 6,45 cm2 (1in2)
untuk ayam dewasa. Kawat dapat dipasang dengan direntangkan seluas lantai
kandang agar limbah langsung jatuh ke lantai atau tempat penampungan. Selain
itu, juga dapat digunakan pada kandang batere (cage) yang bentuknya diatur agar
limbah langsung jatuh ke lantai kandang atau tempat penampungan. Penggunaan
plat besi yang berbentuk gril dan ukurannya lebih besar dan rata diperuntukkan
hewan yang lebih besar seperti babi dan pedet. Penggunaan kawat kasa sangat
memungkinkan untuk tempat pijakan hewan yang ada di dalamnya dan
memudahkan limbah dapat dikeluarkan.

 Slotled floors.

Slotled floor merupakan salah satu bentuk lantai bersekat (jeruji) yang
dipasang dengan jarak yang teratur dan rata sehingga ukuran dan jumlahnya
mencukupi untuk keluarnya limbah dari lantai. Selain itu juga mudah dibersihkan
dari kemungkinan menempelnya limbah pada lantai. Lubang di bawah lantai
merupakan tempat untuk pengumpulan dan penampungan sementara untuk
kemudian limbah diolah dan atau digunakan. Slotled floor dapat dibuat dari
bermacam bahan, seperti kayu, beton atau besi plat.
16

Kayu yang digunakan sebaiknya jenis yang keras karena dapat bertahan 2
– 5 tahun. Sekat yang berasal dari kayu biasanya dibuat dengan ukuran lebar
bagian atas 8 cm dan bagian bawah 6cm, ketebalan 9 cm. Jarak antara sekat
biasanya 2 cm. Apabila menggunakan bahan beton sekat dibuat dengan ukuran
lebar bagian atas 12,7 cm dan bagian bawah 7,5 cm dengan ketebalan 10 cm, agar
tidak mudah patah. Jarak antara sekat dibuat sesuai dengan panjang kandang dan
ukuran ternak yang dipelihara. Sekat dari logam biasanya buatan pabrik yang
telah dilapisi stainles atau aluminium untuk mencegah terjadinya karat.
Penggunaan sekat logam lebih mudah untuk penanganan limbah, pemasangannya
praktis dan mudah dipindahkan dibandingkan dengan sekat beton.

Penggunaan lantai sistem sekat dapat meningkatkan sanitasi dan


mengurangi tenaga kerja untuk membersihkan kandang. Penggunaan sekat juga
memisahkan ternak dari limbahnya sehingga lingkungan menjadi bersih.
Keuntungan lain dari penggunaan sekat ini adalah mengurangi biaya gabungan
antara pengadaan dan penanganan alas kandang (litter).

c. Flushing

Flushing adalah pengumpulan limbah menggunakan air untuk mengangkut


limbah tersebut dalam bentuk cair. Sistem flushing telah digunakan sejak tahun
1960-an dan menjadi cara yang makin populer digunakan oleh peternak untuk
pengumpulan limbah ternak. Hal ini dikarenakan lebih murah biayanya, bebas
dari pemindahan bagian, sama sekali tidak atau sedikit sekali membutuhkan
perarawatan dan mudah dipasang pada bangunan baru atau bangunan lama.
Disebabkan frekuensi flushing, limbah ternak yang dihasilkan lebih cepat
dibersihkan, mengurangi bau dan meningkatkan kebersihan kandang. Hal ini
menjadikan sirkulasi udara dalam kandang lebih baik, yang menghasilkan sistem
efisiensi penggunaan energi.
17

2. Pengangkutan Limbah Peternakan

Setelah limbah peternakan dikumpulkan di lahan penyimpanan sementara,


biasanya diangkut untuk diolah dan atau dibuang ke ladang rumput. Cara
pengangkutan limbah dari tempat pengumpulan bergantung pada karakteristik
aliran limbah. Karakteristik aliran limbah bergantung pada terutama umur dan
jenis ternak dan juga pada sistem pengumpulan limbah yang digunakan. Misal,
cara pengangkutan limbah yang dikumpulkan menggunakan cara scraping
berbeda dengan yang menggunakan flushing. Sobel (1956) dalam Merkel (1981)
mengklasifikasikan cara pengangkutan limbah berdasarkan karakteristiknya, yaitu
semisolid, semiliquid dan liquid.

a. Limbah peternakan semipadat:

Limbah yang berbentuk semipadat jelas tidak dapat dialirkan tanpa bantuan
penggerak secara mekanik. Limbah terletak kuat pada lantai (lengket) dan sangat
berat untuk dipindahkan dan membutuhkan periode waktu yang lama. Pada
umumnya berpendapat bahwa lebih tepat limbah ini dikategorikan sebagai limbah
segar.

b. Limbah peternakan semicair:

Limbah semicair adalah limbah yang telah mengalami pengenceran dengan air
dan bertambahnya aktifitas mikroorganisme. Limbah dengan mudah dapat
dialirkan tanpa bantuan mekanik yang dapat dengan mudah dilihat dengan mata
telanjang. Limbah semiliquid biasanya mengandung 5 – 15 % bahan kering (total
solid concentrasions) dan diklasifikasikan sebagai slurry.

c. Limbah peternakan cair:

Limbah peternakan yang cair adalah limbah yang sudah berbentuk cairan yang
pada umumnya mengandung bahan kering (total solid concentrasions) kurang dari
18

5 % dan berasal dari aliran kandang feedlot, efluen dari sistem pengolahan dan
kamar susu. Karakteristik alirannya hampir sama dengan aliran air dan susu.
19

III

KESIMPULAN

3.1 Limbah adalah sisa dari suatu usaha maupun kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan
jumlahnya, baik yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
membahayakan lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lainnya.
3.2 Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan
produk ternak dan lain-lain.
3.3 Jenis limbah sapi potong dibagi menjadi tiga yaitu limbah padat,limbah
cair, dan limbah gas.
3.4 Penanganan limbah sapi potong terdapat dua bagian yaitu pengumpulan
limbah yang terdiri dari scrapping, flushing,dan free-fall serta
pengangkutan limbah.
20

IV

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, I. K. 1988. Seluk Beluk Mengenai Kotoran Sapi serta Manfaat.


Praktisnya. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Abdullah K, Irwanto AK, Siregar N, Agustina E, Tambunan AH, Yamin M,


Hartulistiyoso E, Purwanto YA, Wulandari D, Nelwan LO. 1998. Energi
dan Listrik Pertanian. The Faculty of Agricultural Engineering and
Technology. Bogor Agrucultural University. Bogor (ID)

Abdurrahman, U. 2006. Kinerja Sistem Lumpur Aktif pada Pengolahan Limbah


Cair Laundry. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan, Institut
Teknologi Adhi Tama Surabaya. Halaman 12.

Damanhuri E. 2010. Pengelolaan Sampah. Jurusan Teknik Lingkungan. Bandung


(ID): ITB

Darsono, W.W. 2011. Isi Rumen Sebagai Campuran Pakan. Diakses:


http://darsonoww.blog-spot.com/2011/11/isi rumen-sebagai-campuran-
pakan.html (09 November 2018 pukul 15.20 WIB).

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika


Pressindo. Jakarta.

Hartatik, Wiwik dan Widowati L.R. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati,
Organik Fertilizer and Bio Fertilizer (Pupuk Kandang). Balai Besar
Penelitian Ternak. Bogor.
Huda, Muhammad Khoirul. 2013. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Urin Sapi
dengan Aditif Tetes (Molasse) Metode Fermentasi. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.

Imam FIA, Khan MZH, Sarkar MAR, Ali SM. 2013. Development of Biogas
Processing from Cow Dug, Poultry Waste and Water Hyacinth.
International Jurnal of Natural and Applied Science. 2(1): 13-17Jakarta.

Lucas Y, Sonbait, Wambrauw YLD. 2011. Permasalahan dan solusi


pemberdayaan masyarakat melalui program biogas sebagai energi
alternatif di Kabupaten Manokowari Papua Barat. Jurnal Ilmu Ternak.
Vol.11: 87-91
21

Mahida, U. N..1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.


Rajawali.

Prasojo, Masto. 2016. Pemanfaat Isi Rumen Sebagai Bioplus Pakan Ternak
Ruminansia. Diakses: https://unsurtani.com/2016/12/pemanfaatan-isi-
rumen-sebagai-bioplus-pakan-ternak-ruminansia. (09 November 2018
pukul 15.25 WIB).

Rachmawati Sri. 2000. Upaya Pengelolaan Lingkungan Perternakan Ayam di


Bogor. Jurnal Penelitian No 2. Vol 9.

Rahman A. 2007. Pengaruh pemberian abu terbang batubara dan kotoran sapi
terhadap sifat kimia tanah podsolik dari Jasinga. Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rinekso, Kun Budi. 2011. Studi Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Fermentasi
Urine Sapi (Ferisa) dengan Variasi Lokasi Peternakan yang Berbeda.
Program Studi Teknik Lingkungan. Universitas Diponegoro.

Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha


Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian,
Institut Pertanian Bogor.

Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha


Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan


Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian. Jakarta.

Soehadji. 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan


Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian. Jakarta.

Soehadji. 1999. Kebijakan pengembangan ternak potong di Indonesia [abstrak].


Didalam: Seminar Nasional Sapi Bali. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Ujung Pandang.

Suryahadi, Nugraha A R, Bey A, dan Boer R. 2000. Laju Konversimetan dan


Faktor Emisi Metan pada Kerbau yang Diberi Ragi Tape Lokal yang
Berbeda Kadarnya yang Mengandung Saccharomyces Cerevisiae.
Ringkasan Seminar Program Pascasarjana IPB. Bogor.
22

Sutarno dan Firdaus, S. 2007. Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) dari
Polyethilene Biodigester Berbahan Baku Ternak Sapi. FTI-UII.

Sutedjo, M. M. 1995. Pupuk dan Pemupukan Kandang. Rineka Cipta. Jakarta.

Tillman, A. D. 1991. Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.

Undang. 2002. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Wahyuni, Sri. 2008. Biogas. Jurnal. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wahyuni, Sri. 2009. Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Waluyo, lud. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Umum. UMM.


Malang.

Yazid, M. 2011. Karakterisasi Bakteri Toleran Uranium dalam Limbah Uranium


Fase Organik. TBP-KEROSIN. Jurnal Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Limbah IX. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif. BATAN.
ISSN: 1410-6086.

Anda mungkin juga menyukai