Anda di halaman 1dari 31

MANAJEMEN PELAYANAN GIZI INSTITUSI

UNIVERSITAS ANDALAS

PENGELOLAAN SAMPAH DI RUMAH SAKIT

Oleh :

Fatma Diana Yeza 1411222038


Ade Yunita 1411222046
Gusti Prayogi 1411222049

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2015
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Penyayang, segala puji bagi Allah yang telah

melimpahkan Rahmat dan Karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

tentang “ Pengelolaan Sampah di Rumah Sakit ” selama proses penyusunan makalah ini

penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar dan kepada penyedia informasi

yang telah membantu penulisan makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai pada

waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan

kelemahan. Hal ini bukanlah kesengajaan dari penulis, karena itu kami mengharapkan

tanggapan, kritik dan saran serta ide dari semua pihak demi kesempurnaan dari makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah ilmu dan referensi.

Padang, Desember 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB 1 : PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................................2
BAB 2 : PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 Pengertian.........................................................................................................................3
2.2 Jenis Sampah Medis.........................................................................................................3
2.2.1 Jenis Sampah Menurut Sumbernya...........................................................................3
2.2.2 Karakteristik Sampah Rumah Sakit..........................................................................4
2.2.3 Jumlah Sampah.........................................................................................................6
2.3 Pengelolaan Limbah Rumah Sakit...................................................................................7
2.4 Penanganan, Penyimpanan, Dan Pengangkutan Limbah Medis....................................19
2.5 Usaha Minimisasi Limbah.............................................................................................19
2.6 Teknologi Dalam Penanganan Sampah Medis..............................................................20
2.7 Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan.........................24
2.8 Dampak sampah secara khusus berdasarkan sampah yang dihasilkan..........................24
BAB 3 : KESIMPULAN..........................................................................................................26
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan
dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik
fisik, sampah, limbah cair, air bersih, dan serangga/binatang pengganggu. Namun
menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat
kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku
masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi. Sampah rumah sakit dapat mencemari
lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal
ini dikarenakan dalam sampah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab
penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga
sampah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).
Sampah merupakan masalah yang cukup serius, terutama dikota-kota besar. Sehingga
banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh
masyarakat untuk menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun
memusnahkannya. Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi sampah yang dihasilkan oleh
rumah tangga saja. Lain halnya dengan sampah yang di hasilkan dari upaya medis seperti
Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit. Karena jenis sampah yang dihasilkan termasuk
dalam kategori biohazard yaitu jenis sampah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana
disana banyak terdapat buangan virus, bakteri maupun zat zat yang membahayakan lainnya,
sehingga harus dimusnahkan dengan jalan dibakar dalam suhu diatas 800 derajat celcius
(LPKL, 2010).
Rumah Sakit menghasilkan sampah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya
membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6
kg per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan sampah yang berjumlah cukup besar ini
paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah sampah kedalam kategori untuk masing-
masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum
pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi
antrauma (Injuri) (KMNLH, 1995).
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh
rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap
100 Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar
3,2 kg pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Sampah
Padat) berupa sampah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa sampah infeksius sebesar
23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah Sakit
sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air sampah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari
gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencemari
lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan  serta penularan penyakit.
Sekitar 75 %-90% sampah merupakan sampah yang tidak  mengandung resiko atau
sampah umum kebanyakan berasal dari aktivitas administratif. Sisanya 10%-25% merupakan

1
sampah yang dipandang berbahaya dan menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap
kesehatan masyarakat maupun kesehatan lingkungan. Berdasarkan hasil kajian sanitasi rumah
sakit di Indonesia pada tahun 2003 yang dilakukan oleh Ditjen PPM dan PL yang bekerja
sama dengan WHO, timbulan sampah kegiatan rumah sakit sekitar 0,14% kg/tempat
tidur/hari, dengan kategori 3% sampah kimia dan kurang dari 1 % berupa tabung dan
thermometer pecah (Modul Pelatihan dan Pengelolaan RS dan Puskesmas 2009).
Pada umumnya ditampung dalam tong sampah yang terdapat di setiap unit fungsional
rumah sakit kemudian dikumpulkan dan disatukan oleh petugas pengelola sampah dan
dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) untuk selanjutnya diangkut dan dibuang
ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Pengangkutan yang tidak rutin dilakukan setiap hari mengakibatkan sering terjadi
peningkatan volume sampah sehingga terjadi penimbunan sampah yang banyak. Pihak
pengelola rumah sakit terkadang memutuskan untuk membakar sampah untuk mengurangi
volume sampah yang tertimbun. Namun hal ini tentunya sangat berdampak terhadap
masyarakat di lingkungan rumah sakit. Seharusnya sampah sebelum dibuang atau diangkut
untuk dikelola selanjutnya, tidak boleh ada penimbunan sampah (Depkes RI, 2002).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa jenis dan karakteristik sampah di rumah sakit?
2. Bagaimana pengelolaan limbah atau sampah di rumah sakit?
3. Bagaimana pengaruh limbah atau sampah di rumah sakit terhadap lingkungan dan
kesehatan?
4. Bagaimana dampak atau bahaya dari sampah yang dihasilkan?

1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan jenis dan karakteristik sampah di rumah sakit.
2. Untuk menjelaskan pengelolaan limbah atau sampah di rumah sakit.
3. Untuk menjelaskan pengaruh limbah atau sampah di rumah sakit terhadap lingkungan
dan kesehatan.
4. Untuk menjelaskan dampak atau bahaya dari sampah yang dihasilkan.

2
BAB 2 : PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari
suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak
mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif
karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya
memerlukan biaya yang cukup besar.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang disebut sebagai
sampah medis adalah berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit dan unit-
unit pelayanan kesehatan yang dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan
kesehataan bagi manusia, yakni pasien maupun masyarakat.
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah
Sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung
mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian
bersifat radioaktif (Depkes, 2006).

2.2 Jenis Sampah Medis


Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2, yaitu sampah organik (biasa disebut
sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah
sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll.
Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya
dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dan lain-lain. Sampah jenis ini
tidak dapat terdegradasi secara alami.
Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia
merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Selain
itu, terdapat jenis sampah atau limbah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan.

2.2.1 Jenis Sampah Menurut Sumbernya


Setiap ruangan/unit kerja di rumah sakit merupakan penghasil sampah. Jenis
sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai dengan penggunaan dari setiap
ruangan/unit yang bersangkutan.
No
Sumber/Area Jenis Sampah
.
1. Kantor/administrasi Kertas
2. Unit obstetric dan ruang Dressing(pembalut/pakaian),sponge(sepon/pengosok),pla
perawatanobstetric centa, ampul, termasuk kapsul perak nitrat, jarum
syringe (alat semprot), masker disposable (masker yang
dapat dibuang), disposable drapes (tirai/kain yang dapat
dibuang), sanitary napkin (serbet), blood lancet
disposable (pisau bedah), disposable chateter (alat
bedah), disposable unit enema (alat suntik pada usus)

3
disposable diaper (popok) dan underpad(alas/bantalan),
dan sarung disposable.
3. Unit emergency dan bedah Dressing(pembalut/pakaian),sponge(sepon/penggosok),
termasuk ruang perawatan jaringan tubuh, termasuk amputasi ampul bekas,
masker disposable (masker yang dapat dibuang),
jarumsyringe (alatsemprot), drapes (tirai/kain), disposabl
e blood lancet (pisau bedah), disposable kantong emesis,
Levin tubes (pembuluh) chateter (alat bedah), drainase
set ( alat pengaliran), kantong colosiomy, underpads
(alas/bantalan), sarung bedah.
4. Unit laboratorium, ruang Gelas terkontaminasi, termasuk pipet petri dish, wadah
mayat, phatologydan auto specimen, slide specimen (kaca/alat sorong), jaringan
psy tubuh, organ, dan tulang
5. Unit Isolasi Bahan-bahan kertas yang mengandung
buangan nasal(hidung) dan sputum (dahak/air
liur), dressing(pembalut/pakaian dan bandages (perban),
maskerdisposable (masker yang dpat dibuang), sisa
makanan, perlengkapan makan.
6. Unit Perawatan Ampul, jarum disposable  dan syringe (alat semprot),
kertas dan lain-lain.
7. Unit pelayanan Karton, kertas bungkus, kaleng, botol, sampah dari ruang
umum dan pasien, sisa makanan buangan

8. Unit gizi/dapur Sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan sayuran


dan lain-lain
9. Halaman Rumah Sakit Sisa pembungkung daun ranting, debu.
Sumber : Depkes RI, 2002

2.2.2 Karakteristik Sampah Rumah Sakit


a. Limbah Padat Rumah Sakit
Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah
rumah sakit adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang
harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan
umumnya bersifat padat (Azwar, 1990).
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis
(Keputusan MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu :
1. Limbah non medis
Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar
medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi. Sampah non medis ini bisa berasal dari
kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari

4
ruang pasien, sisa makanan buangan, sampah dapur (sisa pembungkus, sisa
makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain), Penyimpanannya pada tempat sampah
berplastik hitam.
2. Limbah medis
Sampah medis adalah sampah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan
tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kajian tersebut juga kegiatan medis di
ruang poliklinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi dan ruang laboratorium. sampah padat
medis sering juga disebut sampah biologis.
Sampah medis dapat digolong-golongkan menjadi:
a. Limbah infeksius
Sampah infeksius merupakan limbah yang dicurigai mengandung bahan
patogen. Sampah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan
dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi
penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis ini antara lain : sampah mikrobiologis,
benda tajam, bangkai binatang terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah raung
isolasi, limbah pembedahan, limbah unit dialisis dan peralatan terkontaminasi
(medical wast). Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik kuning.
b. Limbah patologi
Sampah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan,
plasenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan otopsi.
Sampah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya
dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke insinerator. Penyimpanannya pada
tempat sampah berplastik kuning.

c. Limbah farmasi (obat kadaluarsa),


Sampah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang
terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-
obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak
dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah yang dihasilkan selama produksi
obat-obatan. Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik coklat.

d. Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah limbah berasal dari sisa obat pelayanan
kemoterapi. Sampah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi
sitotoksik. Sampah yang terdapat sampah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam
insinerator dengan suhu diatas 1000°C. Penyimpanannya pada tempat sampah
berplastik ungu.

e. Limbah benda tajam


Sampah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit. Misalnya :
jarum hipodermik, perlengkapan intervena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.

5
Selain itu meliputi benda-benda tajam yang terbuang yang mungkin terkontaminasi
oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif, seperti
pecahan gelas, jarum suntik, pipet dan alat medis lainnya. Penyimpanannya
pada safety box/container.

f. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah limbah berasal dari penggunaan medis ataupun riset
di laboratorium yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif. Limbah radioaktif adalah
bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis
atau riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran nuklir,
radioimmunoassay dan bakteriologis yang daapt berupa padat, cair dan gas.
Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik merah.
g. Limbah Kimia
Sampah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,
vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah
farmasi dan limbah sitotoksik.

h. Sampah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan
sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari
plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

b. Limbah Cair Rumah Sakit


Limbah cair Rumah Sakit adalah semua air buangan termasuk tinja yang
berasal dari kegiatan RS, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan
beracun, dan radio aktif serta darah yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI,
2006). Penanganannya melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil
proses seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair domestik, yakni
buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun dan radioaktif (Said, 1999). Menurut Azwar (1990), air limbah
atau air bekas adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat
membahayakan kehidupan manusia atau hewan, yang lazimnya muncul karena hasil
perbuatan manusia termasuk industri

2.2.3 Jumlah Sampah


Rumah sakit akan menghasilkan sampah medis dan non medis. Untuk itu
usaha pengelolaannya terlebih dahulu menentukan jumlah sampah yang dihasilkan
setiap hari. Jumlah ini akan menentukan jumlah dan volume sarana penampungan
lokal yang harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya dan juga bila
rumah sakit memiliki tempat pengolahan sendiri jumlah produksi dapat diproyeksikan
untuk memperkirakan pembiayaan, dan lain-lain.
Dalam pengelolaan sampah ukuran yang digunakan adalah sebagai berikut :

6
a. Jumlah menurut berat
Ukuran berat yang sering digunakan adalah :
1. Dalam ton perhari untuk jumlah timbunan sampah.
2. Dalam kg/orang/hari atau gram/orang/hari untuk produksi sampah per orang
(Kusnoputranto, 1986)
b. Jumlah menurut disposable (benda yang langsung dibuang)
Meningkatnya jumlah sampah berkaitan dengan meningkatnya penggunaan
barangdisposable. Daftar barang disposable merupakan indikator jumlah dan kualitas sampah
rumah sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi barang-barang disposable
mungkin perlu dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi yang bermanfaat dalam
pemgelolaan sampah. ( Depkes RI, 2002)
c. Jumlah menurut volume
Ukuran ini sering digunakan terutama di negara berkembang dimana masih
terdapat kesulitan biaya untuk pengadaan alat timbangan. Satuan ukuran yang
digunakan adalah m3 /hari atau liter/hari. Dalam pelaksanaan sehari-hari sering alat
ukur volume diterapkan langsung pada alat-alat pengumpul dan pengangkut sampah.
Volume sampah harus diketahui untuk menentukan ukuran bak sampah dan sarana
pengangkutan. (Depkes RI, 2002).

2.3 Pengelolaan Limbah Rumah Sakit


1. Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu
dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan A :
Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
 Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
 Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan  hewan
dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

Golongan B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.

Golongan C :
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.

Golongan D :
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.

Golongan E :
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

7
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan,
pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.

a. Pemisahan

Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan
hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak
sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik
tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga
perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak
sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh
atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara
sebagai berikut :
1. Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga
digunakan autoclaving, tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa
sehingga uap panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah
pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk
limbah infeksius).
2. Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa
menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman. Semua
jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis
atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator. Perkakas
laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian
laboratorium.

Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini
hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan
interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam
bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator.

b. Penampungan

Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara
menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator  atau pengangkutan oleh dinas
kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

8
2) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan
frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan
secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari
infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam
sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.

c. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.


Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta
dorong.
Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain
sedemikian rupa sehingga :
1) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
2) Tidak akan menjadi sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
4) Sampah tidak menempel pada alat angkut
5) Sampah mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali

Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :
1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan
harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran
atau tumpah.

2. Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-
bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan
Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena
kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk
rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang
cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
1) Pump Swap  (pompa air kotor).
2) Stabilization Pond  (kolam stabilisasi) 2 buah.
3) Bak Klorinasi

9
4) Control room (ruang kontrol)
5) Inlet
6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7) Outlet  dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)


Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena
tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air
limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan
oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk
mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke
bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang
mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan
Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :

1) Pump Swap (pompa air kotor)


2) Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3) Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4) Chlorination Tank (bak klorinasi)
5) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6) Control Room (ruang kontrol)

c. Anaerobic  Filter Treatment System


Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui
filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan
septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan
menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa
anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab
itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk
memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan
jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :

1) Pump Swap  (pompa air kotor)


2) Septic Tank (inhaff tank)
3) Anaerobic filter.
4) Stabilization tank (bak stabilisasi)
5) Chlorination tank (bak klorinasi)
6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7) Control room (ruang kontrol)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari
besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic
Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :

10
1) Volume septic tank
2) Jumlah anaerobic filter
3) Volume stabilization tank
4) Jumlah chlorination tank
5) Jumlah sludge drying bed
6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan

Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai
berikut :

1. Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )


Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang
kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan
dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah
B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan
pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas
dan pembuangan. Untuk memudahkan pengelolaan sampah rumah sakit maka terlebih
dahulu limbah atau sampahnya dipilah-pilah untuk dipisahkan.
 Sampah yang telah dipilahkan akan dikumpulkan oleh petugas kebersihan dan
akan diangkut ke titik pengangkutan lokal. Kontainer untuk pengumpulan sampah
harus terbuat dari bahn yang padat (solid), berwarna relatif terang, stainless dan tahan
air. Kontainer untuk pengumpulan sampah medis padat infeksius dan citotoxic harus
dibersihkan dan disenfeksi sebelum digunakan ulang. Kantong pelastik yang telah
dipakai sama sekali tidak boleh digunakan kembali.
Sampah infeksius, sampah pathologi dan sampah domestik harus dikumpulkan
secara reguler. Sampah harus dikumpulkan setiap harinya bila 2/3 bagian telah terisi
sampah. Jenis lain dari sampah (misalnya benda tajam) dapat dikumpulkan dengan
frekuensi yang lebih rendah (setelah container penuh 2/3). Sampah farmasi dan
sampah kimia dapat dikumpulkan atas permintaan dan setelah memberitahukan
kelayanan pengumpulan. (Wagner, 2007)

2. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor
atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload.
Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi
kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna
seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana
kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius,
kantong berwarna ungu dengan simbol sitotoksik untuk limbah sitotoksik, kantong
berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong
berwarna hitam dengan tulisan “domestic untuk sampah non medis.
Sarana penampungan untuk sampah medis diletakkan pada tempat pasien
aman dan hygiene. Wadah penampungan yang digunakan harus tidak mudah berkarat,

11
kedap air, memiliki tutup yang rapat, mudah dibersihkan, mudah dikosongkan atau
diangkut, tidak menimbulkan bising dan tahan terhadap benda tajam dan runcing.
Penampungan dilakukan bertujuan agar sampah yang diambil dapat dilakukan
pengolahan lebih lanjut atau pembuangan akhir (Candra, 2007).
Sampah biasanya ditampung di tempat produksi di tempat produksi sampah
untuk beberapa lama. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat
penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan
jumlah sampah serta kondisi setempat. Sampah sebaiknya tidak dibiarkan di tempat
penampungan terlalu lama.
Kadang-kadang sampah juga diangkut langsung ke tempat penampungan blok
atau pemusnahan. Penyimpanan sampah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu
pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam
(Depkes RI, 2004).
Menurut WHO (2005), pada fasilitas penampungan perlu diperhatikan sebagai
berikut:
1) Area penampungan harus memiliki lantai yang
kokoh, impermiabel dan drainasenyabaik (lantai itu harus dibersihkan dan
didesinfeksi).
2) Adanya persediaan air untuk tujuan pembersihan.
3) Area penampungan harus mudah dijangkau oleh staf yang bertugas menangani
sampah.
4) Ruangan atau area penampungan harus dapat dikunci untuk mencegah masuknya
mereka yang tidak berkepentingan.
5) Adanya kemudahan bagi kendaraan pengumpul sampah.
6) Terhindar dari sinar matahari.
7) Area penampungan jangan sampai mudah dimasuki oleh serangga, burung dan
binatang lainya.
8) Lokasi penampungan tidak boleh berdekatan dengan lokasi penyimpanan makanan
mentah atau lokasi penyimpanan makanan.
9) Adanya perlengkapan kebersihan, alat pelindung dan kantong limbah.

Kantong plastik pelapis dan bak sampah dapat digunakan untuk memudahkan
pengosongan dan pengangkutan. Kantong plastik tersebut membantu membungkus
sampah waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan
manusia dan mengurangi bau, tidak terlihat sehingga memberi rasa estetis dan
memudahkan pencucian bak sampah.
Penggunaan kantong plastik ini terutama bermanfaat untuk sampah
laboratorium. Ketebalan plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang dibungkus
agar petugas pengangkut sampah tidak cidera oleh benda tajam yang menonjol dari
bungkus sampah. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3
bagian telah terisi sampah . Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada
tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman (Depkes RI, 2004).
Unit laboratorium menghasilkan berbagai jenis sampah. Untuk itu diperlukan
tiga tipe dari tempat penampungan sampah di laboratorium yaitu tempat

12
penampungan sampah gelas dan pecahan gelas untuk mencegah cidera, sampah yang
basah dengan solvent untuk mencegah penguapan bahan-bahan solvent dan mencegah
timbulnya api dan tempat penampungan dari logam untuk sampah yang mudah
terbakar.
Hendaknya disediakan sarana untuk mencuci tempat penampungan sampah
yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk rumah sakit kecil mungkin cukup
dengan pencuci manual, tetapi untuk rumah sakit besar mungkin perlu disediakan alat
cuci mekanis. Pencucian ini sebaiknya dilakukan setiap pengosongan atau sebelum
tampak kotor. Dengan menggunakan kantong pelapis dapat mengurangi frekuensi
pencucian. Setelah dicuci sebaiknya dilakukan disinfeksi dan pemeriksaan bila
terdapat kerusakan dan mungkin perlu diganti.

Jenis wadah dan label sampah medis padat sesuai kategorinya

Sumber : Depkes RI, 2004


Persyaratan Pewadahan Limbah Medis

1) Syarat tempat pewadahan limbah medis, antara lain :


 Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai
permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
 Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang
terpisah dengan limbah non-medis.
 Kantong plastik di angkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi
limbah.
 Untuk benda-benda tajam hendaknya di tampung pada tempat khusus (safety box)
seperti botol atau karton yang aman.

13
 Sayarat benda tajam harus ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol,
jeregen atau karton yang aman.
 Tempat pewadahan limbah medis infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung kontak
dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila akan
dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah di pakai dan
kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.

2) Persyaratan yang ditetapkan sebagai tempat pewadahan limbah non-medis sebagai


berikut :
 Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai
permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
 Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan.
 Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan kebutuhan.
 Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau apabila 2/3
bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi
perindukan vektor penyakit atau binatang pengganggu.

3. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal
biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan
secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian
kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur
pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut
termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam
kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
Untuk mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) biasanya
menggunakan troli, kontainer atau gerobak yang tidak digunakan untuk tujuan yang
lain dan harus memenuhi persyaratan sebagi berikut (WHO, 2005):
1) Mudah dimuat dan dibongkar muat
2) Tidak ada tepi tajam yang dapat merusak kantong atau kontainer sampah selama
permuatan ataupun pembongkaran muat
3) Mudah dibersihkan
4) Bahan-bahan yang berbahaya tidak mencemari jalan yang ditempuh kepembuangan.

Pengangkutan sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap unit


dan diangkut ke pengumpulan lokal atau ke tempat pemusnahan. Pengangkutan
biasanya dengan kereta, sedang untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan
menyediakan cerobong sampah atau lift pada tiap sudut bangunan.
Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.
Kantong sampah sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan

14
dalam kontainer yang kuat dan tertutup. Kantong sampah juga harus aman dari
jangkauan manusia maupun binatang.(Depkes. RI, 2004).

a. Kereta
Kereta adalah alat angkut yang umum digunakan dan dalam merencanakan
pengangkutan perlu mempertimbangkan :
1) Penyebaran tempat penampungan sampah dengan cara pada setiap ruangan yang ada
di rumah sakit harus mempunyai tempat sampah.
2) Jalur jalan dalam rumah sakit harus luas sehingga memudahkan kereta masuk dan
keluar untuk mengangkut sampah.
3) Jenis dan jumlah sampah harus dipisahkan agar memudahkan dalam melkakukan
pengangkutan.
4) Jumlah tenaga dan sarana yang tersedia harus seimbang agar pengangkutan sampah
tidak menjadi permasalahan.

Kereta pengangkut disarankan terpisah antara sampah medis dan non medis
agar tidak kesulitan didalam pembuangan dan pemusnahannya. Kereta pengangkut
hendaknya memenuhi syarat :
1) Permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air agar sampah yang di angkut tidak
terjatuh dan berceceran.
2) Mudah dibersihkan supaya tidak menghambat pekerja dalam berkerja.
3) Mudah diisi dengan dikosongkan agar mempercepat dan memudah pekerja dalam
bekerja.

b. Cerobong sampah/lift
Sarana cerobong sampah biasanya tersedia di gedung modern bertingkat untuk
efisiensi pengangkutan sampah dalam gedung. Namun penggunaan cerobong sampah
ini banyak mengandung resiko, antara lain dapat menjadi tempat perkembangbiakan
kuman, bahaya kebakaran, pencemaran udara, dan kesulitan lain, misalnya untuk
pembersihannya dan penyediaan sarana penanggulangan kebakaran. Karena itu bila
menggunakan sarana tersebut perlu ada perhatian khusus antara lain dengan
menggunakan kantong plastik yang kuat.

c. Perpipaan
Sarana perpipaan digunakan untuk sampah yang berbentuk bubur yang
dialirkan secara gravitasi ataupun bertekanan. Walau beberapa rumah sakit
menggunakan perpipaan(chute) untuk pengangkutan sampah internal, tetapi pipa tidak
disarankan karena alasan keamanan, teknis dan hygienis terutama untuk
pengangkutan sampah benda-benda tajam, jaringan tubuh,
infeksius, citotoksik, dan radioaktif.

d. Tempat Pengumpulan Sementara


Sarana ini harus disediakan dalam ukuran yang memadai dan dengan kondisi
baik (tidak bocor, tertutup rapat, dan terkunci). Sarana ini bisa ditempatkan dalam

15
atau di luar gedung. Konstruksi tempat pengumpul sampah sementara bisa dari
dinding semen atau container logam dengan syarat tetap yaitu kedap air, mudah
dibersihkan dan bertutup rapat. Ukuran hendaknya tidak terlalu besar sehingga mudah
dikosongkan, apabila jumlah sampah yang ditampung cukup banyak perlu menambah
jumlah container.
Tersedia tempat penampungan sampah non medis sementara yang tidak
menjadi sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk
cairan lindi dan dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
Sedangkan untuk sampah medis bagi rumah sakit yang
mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar sampahnya selambat-
lambatnya 24 jam. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka sampah
medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau
pihak lain yang mempunyai insineratoruntuk dilakukan pemusnahan selambat-
lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang. (Depkes .RI, 2004).
Pada umumnya, frekuensi pengambilan sampah dari lokasi penampungan
harus dipertimbangkan berdasarkan volume produksi. Didalam kegiatan
pengangkutan sampah klinis, perlu juga dipertimbangkan distribusi lokasi wadah
penampungan sampah, jalur jalan dalam rumah sakit, jenis dan volume serta jumlah
tenaga dan sarana yang tersedia (Candra, 2007).
Untuk pengangkutan sampah infeksius, tajam dan sampah phatologi, hanya
dirancang secara khusus, tertutup dan troly yang akan digunakan adalah yang mudah
untuk di disinfektan. Troly ini tidak boleh digunakan untuk penggunaan lain. Jika
bahan berbahaya lain setiap bahn kimia atau bahan farmasi akan diangkut, maka harus
dibungkus agar tidak ada resiko yang dihasilkan selama pengangkutan. (Wagner,
2007).

4. Pengolahan dan Pembuangan


Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis
tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan
dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin
diterapkan adalah :
 Incinerasi
 Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)°
 Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)
 Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan)
 Inaktivasi suhu tinggi
 Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
 Microwave treatment
 Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
 Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

16
Kegiatan pembuangan akhir merupakan tahap akhir yang penting didalam
proses pengolahan sampah medis. Namun dalam kenyataannya kurang diperhatikan
oleh pihak Rumah Sakit. Pada proses pembuangan sampah Rumah Sakit dapat
melalui dua alternatif yaitu:

1) Pembuangan/pemusnahan sampah medis dilakukan terpisah dengan sampah non


medis. Pemisahan dimungkinkan bila Dinas Kesehatan dapat diandalkan sehingga
beban Rumah Sakit tinggal memusnahkan sampah medis tersebut.
2) Pembuangan/pemusnahan sampah medis dan non medis disatukan, dengan demikin
Rumah Sakit menyediakan sarana yang memadai untuk melakukan pengelolaan
sampah karena semua sampah atau bahan bangunan yang berasal dari kegiatan
Rumah Sakit itu sendiri.
Setiap Rumah Sakit sebaiknya memiliki unit pemusnahan sampah tersendiri,
khususnya sampah medis dengan kapasitas minimalnya dapat menampung sejumlah
sampah medis yang dihasilkan Rumah Sakit dalam waktu tertentu. Pembuangan dan
pemusnahan sampah Rumah Sakit dapat dilakukan dengan memanfaatkan
proses autoclaving, incinerator ataupun dengan sanitary landfill (Candra, 2007).
Sebagian besar sampah klinis dan yang sejenis itu dibuang
dengan insinerator  atau landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-
faktor khusus yang sesuai dengan institusi, peraturan yang berlaku dan aspek
lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Dalam metode penanganan
sampah sebelum dibuang untuk sampah yang berasal dari rumah sakit perlu mendapat
perlakuan agar sampah infeksius dapat dibuang ke landfill yakni :

a. Autoclaving
Autoclaving sering dilakukan untuk perlakuan sampah infeksius. Sampah
dipanasi dengan uap dibawah tekanan. Namun dalam volume sampah yang besar saat
dipadatkan, penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak
terjadi dengan demikian tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai.
Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh
bakteri vegetatif dan mikroorganisme lain yang bisa membahayakan penjamah
sampah. Kantong sampah plastik biasa hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan
panas dan akan meleleh selama autoclaving.
Karena itu diperlukan kantong autoclaving. Pada kantong ini terdapat
indikator, seperti pita autoclave yang menunjukkan bahwa kantong telah mengalami
perlakuan panas yang cukup. Autoclave yang digunakan secara rutin untuk limbah
biologis harus diuji minimal setahun sekali untuk menjamin hasil yang optimal.

b. Disinfeksi dengan bahan kimia


Peranan disinfeksi untuk institusi yang besar tampaknya terbatas
penggunanya, misalnya digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan
dan mencuci kendaraan limbah.
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme
pathogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :

17
1) Akibat tusukan, lecet, atau luka di kulit
2) Melalui membran mukosa
3) Melalui pernapasan
4) Melalui ingesti
Kekhawatiran muncul terutama terhadap HIV serta virus hepatitis B dan C
karena ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa virus tersebut ditularkan melalui
limbah layanan kesehatan. Penularan umumnya terjadi melalui cedera dan jarum spuit
yang terkontaminasi darah manusia. Limbah infeksius dengan jumlah kecil dapat
didesinfeksi (membunuh mikroorganisme tapi tidak membunuh spora bakteri) dengan
bahan kimia seperti hypochloiteatau permanganate. Limbah dapat menyerap cairan
disinfeksi sehingga akan menambah masalah penanganan.
Pembuangan dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif
yaitu:
1. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis secara terpisah.
Pemisahan ini dimungkinkan bila Dinas Kebersihan dapat diandalkan sehingga beban
rumah sakit tinggal memusnahkan sampah medis.
2. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu. Dengan
demikian rumah sakit harus menyediakan sarana yang memadai.
Berikut adalah beberapa cara untuk menanggulangi sampah medis maupun
sampah benda tajam antara lain :
1) Penanganan Sampah Medis Cair yang Terkontaminasi ( darah, feses, urin dan cairan
tubuh lainnya.
a. Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.
b. Hati-hati pada waktu menuangkan sampah tersebut pada bak yang mengalir atau
dalam toilet bilas. Sampah cair dapat pula dibuang kedalam kakus. Hindari
percikannya.
c. Cuci toilet dan bak secara hati-hati  dan siram dengan air untuk membersihkan sisa-
sisa sampah. Hindari percikannya.
d. Dekontaminasi wadah specimen dengan larutan klorn 0,5 % atau disenfeksi local
lainnya yang adekuat, dengan merendam selama 10 menit sebelum dicuci.
e. Cuci tangan sesudah menangani  sampah cair dan lakukan  dekontaminasi, kemudian
cuci sarung tangan.

2) Penanganan Sampah Medis Padat (Misalnya  pembalut yang sudah digunakan dan


benda-benda lainnya yang telah terkontaminasi dengan darah atau materi organic
lainnya.
a. Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.
b. Buang sampah padat tersebut ke dalam wadah yang dapat dicuci dan tidak korosif
(plastic atau metal yang berlapis seng) dengan tutup yang rapat.
c. Kumpulkan tempat sampah tersebut ditempat yang sama dan bawa sampah-sampah
yang dapat dibakar ke tempat pembakaran. Jika tempat pembakaran tidak tersedia
maka bisa dilakukan penguburan saja.

18
d. Melakukan pembakaran atau penguburan harus segera dilakukan sebelum tersebar ke
lingkungan sekitar. Pembakaran adalah metode terbaik untuk membunuh
mikroorganisme.
e. Cuci tangan setelah menangani sampah tersebut dan dekontaminasi serta cuci sarung
tangan yang tadi dipakai saat membersihkan sampah tersebut.

3) Penanganan Sampah Medis berupa Benda Tajam (Jarum, silet, mata pisau dan lain-
lain)
a. Gunakan sarung tangan tebal.
b. Buang seluruh benda-benda yang tajam pada tempat sampah yang tahan pecah.
Tempat sampah yang tahan pecah dan tusukan dapat dengan mudah dibuat
menggunakan karton tebal, ember tertutup, atau botol plastic yang tebal. Botol bekas
cairan infus juga dapat digunakan untuk sampah-sampah yang tajam, tapi dengan
resiko pecah.
c. Letakkan tempat sampah tersebut dekat dengan daerah yang memerlukan sehingga
sampah-sampah tajam tersebut tidak perlu dibawa terlalu jauh sebelum dibuang.
d. Cegah kecelakaan yang diakibatkan oleh jarum suntik, jangan menekuk atau
mematahkan jarum sebelum dibuang. Jarum tidak secara rutin ditutup, tetapi jika
dibutuhkan, dapat diusahakan dengan metode satu tangan.
e. Letakkan tutup pada permukaan yang datar dank eras, kemudian pindahkan ke tangan.
f. Kemudian dengan satu tangan, pegang alat suntik dan gunakan jarumnya untuk
menyendok tutup tersebut.
g.  Jika tutup sudah menutup jarum suntik, gunakan tangan yang lain untuk merapatkan
tutup tersebut.
h. Jika wadah untuk sampah benda tajam telah ¾ penuh, tutp atau sumbat dengan kuat.
i. Buang wadah yang sudah ¾ penuh tersebut dengan cara menguburnya. Jarum dan
benda-benda tajam lainnya tidak dapat dapat dihancurkan dengan membakarnya dan
kemudian hari dapat menyebabkan luka dan mengakibatkan infeksi yang serius.
Pembakaran atau membakarnya dalam suatu wadah, dapat mengurangi kemungkinan,
sampah tersebut dikorek-korek dalam tempat sampah.
j. Cuci tangan sesudah mengolah wadah sampah benda tajam tersebut kemudian
dekontaminasi dan cuci tangan.

4) Membuang Wadah Kimia Yang Telah Digunakan


a. Cuci wadah dengan air wadah gelas dapat dicuci dengan diterjen, bilas dengan benar-
benar bersih dan kemudian bisa digunakan kembali.
b. Untuk wadah-wadah plastic yang berisi zat-zat toksik, misalnya glutaraldehid, bilas
tiga kali dengan air kemudian buang dengan cara menguburnya. Jangan pernah
menggunakan wadah tersebut untuk dipakai kembali setelah dibersihkan.

2.4 Penanganan, Penyimpanan, Dan Pengangkutan Limbah Medis

19
Cara terbaik untuk mengurangi risiko terjadinya penularan adalah dengan
menjaga agar sampah medis tersebut tetap tertutup dengan rapat. Ada beberapa
prinsip dasar dan prosedur yang dapat membantu pencapaian tujuan pengurangan dari
pemakaian.
Prinsip-prinsip dan prosedur tersebut adalah :
1) Sampah dikemas dengan baik.
2) Menjaga agar sampah tetap dalam kemasan dan tertutup rapat serta menghindarkan
hal-hal yang dapat merobek atau memecahkan kontainer limbah.
3) Menghindari kontak fisik dengan limbah.
4) Menggunakan alat pelindung perorangan ( sarung tangan, masker, dsb )
5) Usahakan agar sedikit mungkin memegang limbah.
6) Membatasi jumlah orang yang berpotensi untuk tercemar.

2.5 Usaha Minimisasi Limbah


1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya.
2. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
3. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
4. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan petugas
kesehatan dan kebersihan.
5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah
bahan berbahaya dan beracun.
6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
7. Menggunakan bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa.
8. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan pada saat diantar oleh distributor.

2.6 Teknologi Dalam Penanganan Sampah Medis


Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang sering dioperasikan hanya
berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti
memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air
dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa
rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke
sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat
medis.
Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah
medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS
menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat
beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu
tumbuhnya kanker pada tubuh.
Hal yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukaannya
teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi
limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental

20
Protection Agency (U.S.EPA) tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga
diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain.

A. Insenerator
Insenerasi adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat
sampah. Proses ini biasanya dipilih untuk menangani sampah yang tidak dapat didaur
ulang atau dibuang ke tempat pembuangan sampah atau tempat kebersihan perataan
tanah.
Cara pemakaian insenerator tong yang sederhana untuk pembuangan sampah
adalah sebagai berikut :

 Langkah 1 : jika mungkin, pilihlah lokasi searah angin menjauhi klinik.


 Langkah 2 : buatlah insenerator sederhana dengan bahan-bahan local seperti
tanah atau lumpur atau drum bekas minyak (misalnya ukuran tong 220 liter) 
 Langkah 3 : pastikan bahwa insenerator mempunyai :
 Cukup inlet udara dibawahnya untuk pembakaran yang baik.
 Untuk memudahkan perluasan, kendurkan susunan batang besi api
 Bukaan cukup untuk memasukkan sampah baru dan membuang abu
 Cerobong asap cukup panjang untuk memudahkan saluran udara dan
pembuangan asap dengan baik.
 Langkah 4 : tempatkan drum pada dasar yang cukup keras untuk dasar konkrit.

Khusus untuk insenerator, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila
insenerator akan digunakan di rumah sakit antara lain : ukuran, desain, kapasitas yang
disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula
dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang
berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur
pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi insenerator dari bahaya
kebakaran.
Keuntungan menggunakan insenerator adalah dapat mengurangi volume sampah,
dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non
toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas,
pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk
mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapat dimusnahkan
terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara
bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag
filter (penghisap debu).     
Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari insenerator dan
ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikular dikeluarkan melalui
cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.

B. Ozonisasi

21
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses
ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies
dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan
proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat.
Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi
pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di
Amerika.
Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan
makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja
di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang
dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta
memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat
dengan menggunakan plasma seperti corona discharge.
Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam
mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A
Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses
oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell
lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas
seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon
terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai
banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri.

C. Ozonisasi Limbah Cair Rumah Sakit


Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry,
toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu
dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang
masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh
bakteri patogen pada limbah cair.
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi
untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada
proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam
tangki reaktor dapat diendapkan.
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini
terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan
pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif.
Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi
menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus
diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang
keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke
sungai.
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah
radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh
melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator

22
yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT,
dan sebagainya).
Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikal akan berubah
menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali
menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang
mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir
dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air.
Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat
dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan
bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair.
Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri
patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit.
Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses
penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh
permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka,
karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci.
Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu
ultraviolet atau hidrogen peroksida. Dengan melakukan kombinasi ini akan
didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam
proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat
menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus
menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga
mendekati 100%.
Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakit tidak hanya
dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah
yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup
ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas.

Dalam Modul Pelatihan Pengelolaan Limbah Medis RS dan Puskesmas


(2009), diuraikan tentang pembuangan akhir sampah medis padat pada dasarnya
limbah medis yang sudah mengalami proses pengolahan dapat dikategorikan sebagai
limbah yang aman bagi lingkungan dan kesehatan.
Limbah yang sudah aman dan tergolong dalam limbah domestik dapat dibuang
dengan cara :
1. Sanitary Landfill
Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah.
Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam
tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi
dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan
membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate).
Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan
masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus
mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan

23
gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane
(pada proses anaerobiknya).
Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem
pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa
yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu
terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.
Sanitary landfill adalah system pemusnahan yang paling baik. Dalam metode
ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah
yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada diruang
terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat.
Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyaratan berikut :
 Tersedia tempat yang luas
 Tersedia tanah untuk menimbunnya
 Tersedia alat-alat besar.
 Lokasi sanitary landfill yang lama dan sudah tidak dipakai lagi dapat dimanfaaatkan
sebagai tempat pemukiman, perkantoran dan sebagainya.
2. Encapsulation
Encapsulation adalah suatu pengolahan limbah dengan cara limbah
dimasukkan dalam container, kemudian ditambahkan zat yang dapat menyebabkan
sampah tidak dapat bergerak, dan kemudian container ditutup dengan adukan semen
atau pasir bitumen, dan setelah kering tuang ke lokasi landfill. Limbah yang dapat
diproses dengan cara ini antara lain benda tajam, residu bahan kimia atau sediaaan
farmasi.
3. Inertisasi
Proses ini merupakan pencampuran sampah dengan semen dengan maksud
untuk meminimalkan resiko berpindahnya substansi yang ada dalam limbah ke air
permukaan atua air tanah. Metode ini sangat sesuai untuk limbah sediaan farmasi atau
abu insenerasi.  
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa
diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam
berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum
”dilempar” menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan
tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini
digunakan. limbahnya dibuang.
Banyak pihak yang menyadari tentang bahaya ini. Namun, lemahnya peraturan
pemerintah tentang pengelolaan limbah rumah sakit mengakibatkan hingga saat ini
hanya sedikit rumah sakit yang memiliki IPAL khusus pengolahan limbah cairnya.

2.7 Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan


Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan
berbagai masalah seperti:
1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen,
larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.

24
2. Kerusakan  harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif,
karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan
di sekitar rumah sakit.
3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa
nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.
4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri,
virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang
berasal dari bagian kedokteran gigi.
5. Gangguan genetik dan reproduksi, meskipun mekanisme gangguan belum
sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan
gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida,
bahan radioaktif.

2.8 Dampak sampah secara khusus berdasarkan sampah yang dihasilkan.


a. Bahaya Sampah Infeksius dan Benda Tajam
            Sampah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen.
Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :
1) Akibat tusukan, lecet, atau luka di kulit
2) Melalui membran mukosa
3) Melalui pernapasan
4) Melalui ingesti
 Kekhawatiran muncul terutama terhadap HIV serta virus hepatitis B dan C
karena ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa virus tersebut ditularkan melalui
sampah layanan kesehatan. Penularan umumnya terjadi melalui cedera dan jarum
spuit yang terkontaminasi darah manusia.
b. Bahaya Sampah Kimia dan farmasi
Banyak zat kimia dan bahan farmasi berbahaya digunakan dalam layanan
kesehatan (misalnya zat yang bersifat toksik, genotoksik, korosif, mudah terbakar,
reaktif, mudah meledak, atau yang sensitif terhadap guncangan). Kuantitas zat
tersebut umumnya rendah di dalam limbah layanan kesehatan, kuantitas yang lebih
besar dalam limbah umumnya ditemukan jika instansi membuang zat kimia atau
bahan farmasi yang sudah tidak terpakai lagi atau sudah kadaluarsa.
Kandungan zat itu di dalam sampah dapat menyebabkan intoksikasi atau
keracunan, baik akibat pajanan secara akut maupun kronis dan cedera, termasuk luka
bakar.
c. Bahaya sampah Limbah Genotoksik
            Pajanan terhadap zat genotoksik di lingkungan layanan kesehatan juga dapat terjadi
selama masa persiapan atau selama terapi yang menggunakan obat atau zat tertentu. Jalur
pajanan utama adalah dengan menghirup debu atau aerosol, absorbsi melalui kulit, tanpa
sengaja menelan makanan yang terkontaminasi obat – obatan sitotoksik, zat kimia, atau
limbah, dan kebiasaan buruk saat makan, misalnya menyedot makanan. Pajanan juga dapat
terjadi melalui kontak dengan cairan dan sekret tubuh pasien yang menjalani kemoterapi.
d. Bahaya Sampah Radioaktif

25
Jenis penyakit yang disebabkan sampah radioaktif bergantung pada jenis dan
intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa sakit kepala, pusing, dan
muntah sampai masalah lain yang lebih serius. Karena sampah radioakti, seperti
halnya sampah bahan farmasi, bersifat genotoksik, maka efeknya juga dapat mengenai
materi genetik. Penanganan sumber yang sangat aktif, misalnya terhadap sumber
tertutup dalam instrumen diagnostik, dapat menyebabkan cedera yang jauh lebih
parah (misalnya kerusakan jaringan, keharusan untuk mengamputasi bagian tubuh)
dan karenannya harus dilakukan dengan sangat hati – hati.
e. Sensivitas publik
Selain rasa takut akan dampak kesehatan yang mungkin muncul, masyarakat
juga sangat sensitif terhadap dampak visual sampah anatomi, bagian-bagian tubuh
yang dapat dikenali, termasuk janin (A.Pruss, 2005).

26
BAB 3 : KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat
mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan
sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006). Setiap ruangan/unit kerja di rumah sakit
merupakan penghasil sampah. Jenis sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai
dengan penggunaan dari setiap ruangan/unit yang bersangkutan. Sampah di rumah
sakit terbagi atas dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat terbagi atas
dua yaitu limbah medis dan limbah non medis. Sampah medis dapat digolongkan
menjadi limbah infeksius, limbah patologi, limbah farmasi (obat kadaluarsa), limbah
sitotoksik, limbah benda tajam, limbah radioaktif, limbah kimia, dan sampah plastik.
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan
penampungan, pengangkutan, dan pengolahan dan pembuangan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2008. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Hadiwijoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu : Jakarta.
Paramita, N. 2007. “Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto”. Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang.
Shofyan, M. 2010. Jenis Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya terhadap Kesehatan serta
Lingkungan. UPI
Suripto, A. 2002. “ Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit”. Buletin Alara
Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong.
Zaenab. 2009. Teknologi Pengolahan Limbah “Medis” Cair. Makassar.
Biro Bina Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 1998. Laporan Neraca Kualitas
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta. Biro Bina Lingkungan Hidup
Provinsi DKI Jakarta.
Depkes RI. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Kesehatan Lainnya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai