Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Manajemen Pengelolaan Limbah

‘’Manajemen Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit’’

Disusun oleh:

Anisa Triyana (NIM : 2019717004)

Sukma Widya Yanti (NIM : 2019717010)

Tasa Putri Sagita (NIM : 2019717006)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya untuk
membimbing kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan
judul “Manajemen Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit” serta dapat terselesaikan dengan baik.

Tujuan kami menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Pengelolaan Limbah. Tidak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih kepada selaku
Dosen Ibu Sri Endah, MRDM pembimbing mata kuliah Manajemen Pengelolaan Limbah
Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik
dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini, untuk pelajaran
bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang. Semoga dengan
adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Tangerang, 08 Oktober 2020

( Penulis )
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................................5
1.3 TUJUAN...........................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................6
2.1 Perundang-Undngan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit.......................................................6
2.2 Jenis dan Cara Pemaparan Limbah Rumah Sakit Pada Manusia dan Lingkungan................7
2.3 Manajemen Pengelolahan Limbah di Rumah Sakit.............................................................11
BAB III..........................................................................................................................................19
PENUTUP.....................................................................................................................................19
3.1 KESIMPULAN...............................................................................................................19
3.2 SARAN...........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan sekaligus
sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian, ternyata memiliki dampak
positif dan dampak negative terhadap lingkungan sekitarnya. Rumah sakit dalam
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat
darurat, pelayanan medik dan non-medik menggunakan teknologi yang dapat mempengaruhi
lingkungan di sekitarnya, atau dengan menghasilkan limbah medis.
Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan
dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan limbah rumah sakit mengandung
berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera,
disentri dan hepatitis sehingga limbah tersebut harus diolah sesuai dengan pengelolaan
limbah medis sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).
Rumah sakit dan instalasi kesehatan lainnya memiliki “kewajiban untuk memelihara”
lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta memiliki tanggung jawab khusus yang berkaitan
dengan limbah yang dihasilkan instalasi tersebut. Kewajiban yang dipikul instalasi tersebut
diantaranya adalah kewajiban untuk memastikan bahwa penanganan, pengolahan serta
pembuangan limbah yang mereka lakukan tidak akan menimbulkan dampak yang merugikan
kesehatan dan lingkungan. Dengan menerapkan kebijakan mengenai pengelolaan limbah
layanan kesehatan, fasilitas medis dan lembaga penelitian semakin dekat dalam memenuhi
tujuan mewujudkan lingkungan yang sehat dan aman bagi karyawan mereka maupun
masyarakat sekitar (A.Pruss, 2005).
Pada saat ini masih banyak rumah sakit yang kurang memberikan perhatian yang serius
terhadap pengelolaan limbahnya. Pengelolaan limbah masih terpinggirkan dari pihak
manajemen RS. Hal ini terlihat dalam struktur organisasi RS, divisi lingkungan masih
terselubung dibawah bagian umum. Pemahaman ataupun pengetahuan pihak pengelola
lingkungan tentang peraturan dan persyaratan dalam pengelolaan limbah medis masih dirasa
minim. Masih banyak yang belum mengetahui tata cara dan kewajiban pengelolaan limbah
medis baik 4 dalam hal penyimpanan limbah, incinerasi limbah maupun pemahaman tentang
limbah B3 sendiri masih terbatas
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana gambaran karakteristik limbah medis meliputi sumber, jenis limbah
medis, dan jumlah timbulan limbah medis di Rumah Sakit ?
2. Bagaimana upaya minimisasi limbah medis meliputi reduksi pada sumber dan
pemanfaatan limbah (reuse, recycle, dan recovery) di Rumah Sakit ?
3. Bagaimana gambaran proses pengelolaan limbah medis mulai dari tahap awal
hingga akhir yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, penampungan,
dan pemusnahan limbah medis di Rumah Sakit ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui karakteristik limbah medis meliputi sumber, jenis limbah medis,
dan jumlah timbulan limbah medis di Rumah Sakit.
2. Untuk mengetahui upaya minimisasi limbah medis meliputi reduksi pada sumber dan
pemanfaatan limbah (reuse, recycle, dan recovery) di Rumah Sakit.
3. Untuk mengetahui proses pengelolaan limbah medis mulai dari tahap awal hingga
akhir yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, penampungan, dan
pemusnahan limbah medis di Rumah Sakit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perundang-Undngan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Limbah medis adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Limbah
rumah sakit menurut Kepmenkes RI nomor: Peraturan Menteri Kesehatan No. 7/2019
tentang Kesehatan Lingkungan rumah Sakit.

PP No 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun

Mengatur pengelolaan limbah dari penetapan hingga pembuangan. Limbah klinis


infeksius, farmasi kadaluwarsa tergolong kategori limbah bahaya 1

Permenkes No. 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Mengatur teknis kewajiban fasyankes untuk melaksanakan pencegahan dan


pengendalian infeksi salah satunya bersumber limbah medis.
2.2 Jenis dan Cara Pemaparan Limbah Rumah Sakit Pada Manusia dan
Lingkungan
Limbah yang dihasilkan dari rumah sakit mempunyai tiga kategori yaitu :

a. Limbah umum (domestik), termasuk limbah yang tidak terkontaminasi dan jumlahnya
sekitar 80% dari total produksi limbah rumah sakit.
b. Limbah berbahaya, antara lain:
 Limbah infeksius kecuali benda tajam, meliputi limbah anatomi dan patologi,
limbah yang terkontaminasi darah atau cairan manusia. Kategori ini mencapai
75% dari total limbah berbahaya atau sekitar 15% total limbah rumah sakit.
 Residu bahan kimia dan farmasi, produk yang kadaluarsa.
 Kontainer bertekanan bekas yang tidak dapat di daur ulang, berbahaya jika
dibakar karena dapat meledak.
c. Limbah sangat berbahaya
 Benda tajam terutama jarum suntik
 Kotoran atau cairan tubuh dari pasien penderita penyakit sangat menular
 Bahan kimia yang kadaluarsa, seperti disinfektan keras atau limbah mengandung
merkuri.
 Kultur mikroba, jasad binatang percobaan, limbah patologi dan anatomi.
 Limbah genotoksik misalnya limbah radioaktif atau sitotoksik, biasanya
digunakan untuk kemoterapi kanker. Apabila program minimalisasi pengelolaan
limbah tengah diterapkan, zat genotoksik tidak digunakan di rumah sakit umum,
tetapi digunakan di bagian onkologi rumah sakit pendidikan.

Penggolongan kategori limbah medis dapat diklasifikasikan berdasarkan potensi bahaya yang
tergantung didalamnya, serta volume dan sifat persistensinya yang menimbulkan masalah
(Depkes, 2006; CDC, 2003) :
1. Limbah benda tajam yaitu limbah dengan materi padat yang dapat menyebabkan luka
iris atau tusuk. Limbah benda tajam meliputi jarum suntik, perlengkapan intravena,
pipet Pasteur, kaca sediaan (preparat glass), ampul/ vial obat, pecahan kaca, dll.
Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera
melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radioaktif.
2. Limbah infeksius yaitu limbah yang diduga mengandung mikroorganisme patogen
dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada orang
yang rentan. Limbah infeksius meliputi:
• kultur dan stok agen infeksius dari berbagai aktifitas laboratorium
• limbah hasil operasi atau otopsi dari pasien yang menderita penyakit menular
• limbah pasien yang menderita penyakit menular dari unit isolasi
• alat atau materi lain yang kontak langsung dengan orang yang sakit.
Di rumah sakit, sumber utama limbah infeksius meliputi ruang operasi, laboratorium,
ICU, laboratorium patologis, dialisis, dan poliklinik (Cheng et al, 2008).
3. Limbah patologi (jaringan tubuh) adalah limbah yang berasal dari jaringan atau organ
tubuh manusia, janin, darah, muntahan, urine, jaringan tubuh yang tampak nyata
(anggota badan dan placenta yang tidak melalui penguburan), atau cairan tubuh.
4. Limbah genotoksik adalah limbah yang sangat berbahaya dan bersifat mutagenik,
teratogenik, atau karsinogenik. Limbah genotoksik meliputi:
 obat-obatan sitotoksik yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau
menghentikan pertumbuhan sel dan digunakan dalam kemoterapi kanker
 muntahan, urine, atau tinja pasien yang diterapi dengan menggunakan obat-
obatan sitotoksik, zat kimia, maupun radioaktif.
 bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat
sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
5. Limbah farmasi berasal dari obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah kadaluarsa,
obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan
yang terkontaminasi, obat yang dikembalikan oleh pasien dan limbah yang dihasilkan
selama peracikan/ produksi obat. Barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk
menangani produk farmasi seperti sarung tangan, masker, botol obat berisi residu, dan
ampul obat.
6. Limbah kimia yaitu limbah yang mengandung zat kimia yang berasal dari kegiatan
diagnostik, pemeliharaan kebersihan, dan pemberian desinfektan. dihasilkan dari
penggunaan kimia dalam tindakan medis, veterinary, laboratorium, zat kimia
fotografis, formaldehid, proses sterilisasi, dan riset.
7. Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radionuklida yang terbentuk akibat
pelaksanaan prosedur seperti analisis in-vitro pada jaringan dan cairan tubuh,
pencitraan organ, dan lokalisasi tumor secara in-vivo serta terapi kanker.
8. Kontainer Bertekanan yaitu limbah medis yang berasal dari kegiatan di instalasi
kesehatan yang memerlukan gas. Limbah kontainer bertekanan meliputi (gas
cylinders, cartridge, kaleng aerosol).
9. Limbah yang mengandung logam berat merupakan limbah berbahaya dan dan
biasanya sangat toksik seperti limbah mercuri yang berasal dari peralatan kedokteran
yang pecah (termometer dan stetoskop), tambal gigi, limbah cadmium dari baterai
bekas, dll.
10. Limbah medis berupa limbah plastik seperti syringes, ringer’s solution set, kantong
darah. Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik ini adalah terutama karena
jumlahnya yang meningkat secara cepat seiring dengan meningkatnya penggunaan
benda medis disposable.
Jenis Limbah Medis Berdasarkan Sumbernya

No. Sumber Jenis Limbah Medis


1. Intalasi Gawat Darurat Jarum suntik, spuit, selang infus, botol infus,
(IGD) kateter, kassa bekas, sarung tangan disposible,
masker disposible, botol/ampul obat, kapas
terkontaminasi, perban terkontaminasi, alcohol
swab, kantong darah
2. Poliklinik/Rawat Jalan Jarum suntik, spuit, obatobatan, masker disposible,
sarung tangan disposible, botol/ampul obat, kapas
terkontaminasi, perban terkontaminasi, alcohol
swab
3. Rawat Inap Jarum suntik, spuit, selang infus, botol infus,
kateter, urine bag, kassa bekas, sarung tangan
disposible, masker disposible, botol/ampul obat,
kapas terkontaminasi, perban terkontaminasi,
alcohol swab, kantong darah
4. Intensive Care Unit (ICU) Jarum suntik, spuit, selang infus, botol infus,
kateter urine bag, kassa bekas, sarung tangan
disposible, masker disposible, botol/ampul obat,
kapas terkontaminasi, perban terkontaminasi,
alcohol swab, kantong darah
5. Ruang Bedah (OK) Jarum suntik, spuit, selang infus, botol infus,
kateter, urine bag, kassa bekas, sarung tangan
disposible, masker disposible, botol/ampul obat,
kapas terkontaminasi, perban terkontaminasi,
alcohol swab, kantong darah, dressing, penutup
kepala, jaringan tubuh, cairan tubuh, benang
operasi.
6. Perinatologi Jarum suntik, spuit, selang minum, selang infus,
botol infus, perban terkontaminasi, kassa
terkontaminasi, sarung tangan disposible, masker
7. Radiologi Jarum suntik, spuit, masker, sarung tangan
disposible, cairan fixer, cairan developer
8.
Laboratorium Jarum suntik, spuit, masker, sarung tangan
disposible, alcohol swab, objek glass, pot
urine/feses, kapas bekas, wadah specimen

9. Laundry Linen, perlak


10. Farmasi Obat-obatan kadaluarsa

Resiko penularan akan muncul saat pembuangan dari sumbernya, proses pengumpulan,
pengangkutan, penyimpanan hingga penanganan baik onsite maupun offsite (Colony, 2001).
Perlindungan untuk mencegah cedera menjadi sangat penting untuk semua pekerja yang
berisiko. Langkah-langkah penting dalam keselamatan dan kesehatan kerja meliputi (Wilburn &
Eijkemans, 2004):
 Pelatihan yang tepat terhadap para pekerja, terutama perawat dan petugas
kebersihan
 Penyediaan peralatan dan pakaian pelindung diri

 Melakukan program imunisasi dan pengawasan terhadap peralatan.


Prevalensi tinggi terhadap infeksi HBV terjadi dalam penanganan limbah medis dibandingkan
dengan limbah non medis sehingga dibutuhkan pelatihan tentang bagaimana menangani limbah
medis, imunisasi hepatitis, dan pengelolaan limbah medis yang tepat dapat mengurangi risiko
infeksi HBV. Upaya perlindungan terhadap pekerja dari risiko tertular penyakit atau kecelakaan
akibat kerja antara lain:
a. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan APD menjadi upaya pencegahan yang sangat penting. Jenis pakaian
pelindung yang dipakai tergantung pada besarnya risiko yang berhubungan dengan
limbah rumah sakit. Menurut WHO (2003), penggunaan APD dapat melindungi pekerja
dari pajanan cairan tubuh, darah, dan dapat meminimalkan dari kemungkinan terpotong,
tertusuk, atau tergores.
b. Pelatihan Pekerja dan Keselamatan di Tempat kerja
Pada rumah sakit yang menerapkan program minimalisasi pengelolaan limbah disarankan
melakukan pelatihan terhadap para pekerja terutama petugas kebersihan. Hal ini sangat
penting karena program minimalisasi pengelolaan limbah kemungkinan dapat
menimbulkan risiko pajanan yang lebih besar bagi pekerjanya dibanding dengan metode
pengelolaan menyeluruh. Selain itu, teknisi yang bertugas dalam kegiatan desinfeksi
kimia harus dilatih untuk menerapkan tindakan pencegahan dan juga perawat akan risiko
pekerjaan yang berkaitan dengan penanganan benda tajam.
c. Personal Hygiene
Personal Hygiene merupakan salah satu upaya yang sangat penting untuk menurunkan
risiko penularan penyakit akibat penanganan limbah. Fasilitas untuk mencuci tangan
sebaiknya dilengkapi dengan air hangat dan sabun. Sarana ini sangat penting untuk
petugas kebersihan yang mengangkut limbah medis dan petugas yang membakar limbah
medis.
d. Imunisasi
Imunisasi hepatitis sangat dianjurkan untuk mencegah terinfeksi virus hepatitis B. Selain
itu, sebaiknya semua pekerja yang menangani limbah menerima imunisasi tetanus.

2.3 Manajemen Pengelolahan Limbah di Rumah Sakit


Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah klinis perlu dilakukan pemisahan penampungan,
pengangkutan, dan pengelolaan limbah .
1. Pemisahan
a) Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang
pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah klinis yang mudah
dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah
Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila
sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan
ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat
penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang
dengan cara sebagai berikut : Sampah dari haemodialisis Sampah hendaknya
dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving, tetapi kantung harus
dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.
(Catatan: Autoclaving  adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan
sterilisasi terutama untuk limbah infeksius). Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa
menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.
Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh pimpinan yang
bertanggungjawab, kepala Bagian Sanitasi dan Dinas Kesehatan c/q Sub Din PKL
setempat. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada
bak limbah klinis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan
dengan incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan
dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian
sanitasi atau bagian laboratorium.
b) Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah
ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau
dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan
ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan
dengan incinerator.

2. Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.
Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa keincinerator atau pengangkutan
oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :
a) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
b) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan
frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan
secara terpisah.
c) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
d) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari
infestasi serangga dan tikus.
e) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin) Sampah yang tidak
berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan
klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.

3. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau
ke incinerator (pengolahan  on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan
kereta dorong.
Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain
sedemikian rupa sehingga :
a) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
b) Tidak akan menjadi sarang serangga
c) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
d) Sampan tidak menempel pada alat angkut
e) Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali
f) Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :
a) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan
harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
b) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi
kebocoran atau tumpah.
b. Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik
dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah
sakit antara lain sebagai berikut:
1) Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah
sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup.
Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
a) Pump Swap  (pompa air kotor).
b) Stabilization Pond  (kolam stabilisasi) 2 buah.
c) Bak Klorinasi
d) Control room (ruang kontrol)
e) Inlet
f) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
g) Outlet  dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
2) Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan
lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar
agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air
limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya
air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau
sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying
bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
a) Pump Swap (pompa air kotor)
b) Oxidation Ditch (pompa air kotor)
c) Sedimentation Tank (bak pengendapan)
d) Chlorination Tank (bak klorinasi)
e) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
f) Control Room (ruang kontrol)
4. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air
limbah tersebut sebelumnya telah mengalamipretreatment dengan septic tank (inchaff
tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang
mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih
banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak
klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat
tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses
klorinasi nanti.
5. Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar
kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter
Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
a) Volume septic tank
b) Jumlah anaerobic filter
c) Volume stabilization tank
d) Jumlah chlorination tank
e) Jumlah sludge drying bed
f) Perkiraan luas lahan yang diperlukan

Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai
berikut :
1) Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan
sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta
menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas
dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
2) Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau
berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload.
Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi
kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna
seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong
berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna
ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah
dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan
tulisan “domestik”
3) Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau
ke incinerator (pengolahan  on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan
kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta
petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di
luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan
harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan
angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak
bocor.

4) Pengolahan dan Pembuangan


Metode yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada
faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang
berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik
pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :
a) Incinerasi
b) Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)°
c) Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
d) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan)
e) Inaktivasi suhu tinggi
f) Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
g) Microwave treatment
h) Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
i) Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.
5) Incinerator
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit
antara lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis
yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran
udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam
kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi
incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat
membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik,
infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas,
pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk
mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah
dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan
pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara
berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu
dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah.

1. Limbah B3 dan Non B3


Penyimpanan Limbah B3
Penyimpanan limbah B3 menggunakan wadah atau kemasan dengan warna sesuai dengan
jenis limbahnya yaitu warna kuning untuk limbah padat medis (limbah infeksius), warna
merah untuk limbah radioaktif, warna ungu untuk limbah sitotoksik dan warna cokelat
untuk limbah farmasi. Selain itu wadah / kemasannya juga sudah diberi simbol seperti
yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia No. P.56 Tahun 2015. Penyimpanan limbah padat B3 dilakukan di fasilitas
penyimpanan limbah B3 yaitu di TPS limbah B3 milik RSUD Dr. Soetomo yang bebas
banjir dan bencana alam serta memiliki fasilitas yang lengkap sesuai dengan yang
tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia No. P.56 Tahun 2015. TPS yang ada di lingkungan ini juga sudah memiliki
izin TPS yang dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Surabaya. Hal ini
serupa dengan penelitian Maulana (2017) penyediaan fasilitas rumah sakit dalam hal
penanganan limbah perlu perencanaan yang matang. Kementerian Lingkungan Hidup
(2014) menyebutkan penyimpanan limbah infeksius dan / atau yang terkontaminasi
limbah infeksius menurut peraturan dibatasi maksimum 48 jam. Waktu penyimpanan
limbah medis yang merupakan limbah infeksius tidak lebih dari 2 hari karena setiap
harinya limbah medis langsung dibakar menggunakan insinerator.
Hal ini dilakukan karena timbulan limbah padat medis yang dihasilkan dari kegiatan
pelayanan kesehatannya relatif besar (1200 – 1500 kg/hari), sehingga diharapkan dengan
begitu tidak ada penumpukan dan limbah tidak tercecer. Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan Astuti (2014) yang menyatakan bahwa ceceran limbah dan ruangan yang
kotor merupakan akibat dari tempat sampah yang telah penuh. Limbah yang perlu
penanganan khusus seperti limbah radiologi menunggu waktu luruhnya terlebih dahulu,
begitu pula limbah patologis menunggu waktu hingga 2 minggu (disimpan di unit
patologi anatomi) baru dilakukan insenerasi. Penyimpanan limbah B3 dilakukan dalam
wadah yang tertutup untuk mencegah kontak dengan manusia. Hal ini sesuai dengan
penelitian Pertiwi (2007), yang menyatakan tempat sampah tertutup memperkecil
kemungkinan manusia kontak dengan mikroba, gangguan estetika, dan bau. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Paramita (2007) di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto menjelaskan bahwa fungsi penyimpanan ini adalah untuk mengumpulkan
limbah B3 sebelum dibakar dan untuk mencegah terjadinya penularan baik melalui udara,
kontak langsung, maupun melalui binatang.

Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan sampah medis dibagi menjadi dua yaitu sebelum dibakar dan setelah
dibakar menggunakan insinerator. Pengangkutan sampah medis sebelum dibakar yaitu
menggunakan troli sampah medis namun sampah medis lunak dan sampah B3 diangkut
secara terpisah. Sampah medis tajam pengangkutannya mengikuti petunjuk pelaksanaan
pengambilan kontainer jarum. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan dilakukan sebanyak
3 kali dalam sehari melalui jalur umum yang juga digunakan oleh pasien dan pengunjung.
Berbeda dengan penelitian Triana (2006) yang menunjukkan pengangkutan sampah
medis yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya dilakukan hanya satu kali
sehari. Walaupun pengangkutan di RSUD Dr. Soetomo melalui jalur umum, namun
pengangkutannya dilakukan sebelum jam besuk pengunjung dan menggunakan troli
tertutup menuju ke lokasi insinerator. Sampah medis merupakan salah satu sarana
berkembang biak kuman dan vektor penyakit (Ditjen PPM dan PLP, 2002).
Pengangkutan menggunakan troli tertutup dimaksudkan untuk menghindari gangguan
estetika akibat adanya ceceran yang dikhawatirkan kontak dengan manusia.
Pengangkutan limbah B3 setelah dibakar yang berupa residu insinerator ke PT. PPLI
(Prasadah Pamunah Limbah Indonesia) mengunakan kendaraan dengan wadah kuat dan
tertutup untuk menghindari risiko penularan penyakit akibat limbah B3 rumah sakit.
Kendaraan yang disediakan oleh PT. PPLI dilengkapi dengan simbol dan disertai manifes
limbah B3 sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia No. P.56 Tahun 2015. Hal ini sesuai penelitian Paramita
(2007) yang menyebutkan risiko penularan penyakit dapat muncul mulai proses
pengumpulan, pengangkutan, maupun penyimpanan limbah. Oleh karena itu proses
pengangkutan memang sudah seharusnya dilakukan secara tertutup agar tidak berisiko
menyebabkan penularan penyakit.

Pengolahan Limbah B3
Pengolahan sampah medis dilakukan melalui proses insinerasi (pembakaran) dengan
menggunakan insinerator yang adengan suhu minimal untuk primary burner yaitu 800 oC
dan secondary burner yaitu min 1000 oC. Proses pemusnahan dengan insinerator
dilakukan karena sampah medis termasuk dalam kategori limbah B3 yaitu bersifat
infeksius dan berpotensi menularkan penyakit. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup
(2014) hingga awal abad 21 fungsi utama teknologi insenerasi sebagai penghancur
limbah medis infeksius adalah yang paling efektif dan tidak tergantikan oleh teknologi
lain. melakukan insinerasi setiap hari karena timbulan jumlah sampah yang dihasilkan
cukup besar. Tidak seperti hasil penelitian Triana (2006) di Rumah Sakit Umum Haji
Surabaya yang menunjukkan pemusnahan sampah medis.

Pengurangan limbah padat B3 dapat dilakukan melalui tata kelola yang baik terhadap
setiap bahan atau material yang berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan maupun gangguan kesehatan. RSUD Dr. Soetomo mewujudkan kegiatan
tersebut dengan cara melakukan pengelolaan terhadap limbah padat medis yang dihasil
dari kegiatan pelayanan kesehatan.Limbah non medis rumah sakit dan sampah domestik
apabila terkontaminasi limbah medis harus dikelola sebagaimana layaknya limbah medis,
maka upaya dini pencegahan kontaminasi limbah medis melalui pemilahan limbah sejak
awal dihasilkan harus diprioritaskan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014).

Pemilahan limbah B3 dilakukan dengan memisahkan tempat penampungan / wadah dari


sampah medis di ruangan menjadi tiga macam yaitu wadah sampah medis tajam, wadah
sampah medis lunak dan wadah sampah B3. Hal ini dilakukan dengan harapan limbah
padat B3 sudah terpilah mulai dari sumbernya di ruangan berdasarkan jenis, kelompok,
dan/atau karakteristik limbah B3.
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak
positif bagi masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak negatif itu berupa
cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang
benar. Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya
kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pasien yang lain maupun dari dan
kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada dilingkungan rumah sakit dan
sekitarnya perlu kebijakan sesuai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan
melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah
satu indikator penting yang perlu diperhatikan.
Rumah sakit sebagai institusi yang sosial ekonominya kerena tugasnya
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat  tidak terlepas dari tanggung jawab
pengelolaan limbah yang ditimbulkan.

3.2 SARAN
Semestinya lingkungan rumah sakit menjadi tempat yang mendukung bagi
pemulihan kesehatan pasien sebagai “environtment of care” dalam rangka “Patient Safety”
yang dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO. Oleh karena itu rumah sakit
harus bersih dan bebas dari sumber penyakit.Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan
atau kondisi yang bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi silang.
Rumah sakit juga harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk membudayakan
kebersihan dan upaya peningkatan kebersihan rumah sakit harus terus menerus
dilaksanakan dengan menggiatkan program supervise, monitoring dan evaluasi agar
kebersihan dapat dipertahankan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unimus.ac.id/2493/3/bab%202.pdf

http://dinkes.sumbarprov.go.id/images/2019/04/file/PENGOLAHAN_LIMBAH_MEDIS_-
_RAKERKESDA_SUMBAR_2019.pdf

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4228/1/YAHAR_opt.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/262/8/REPOSITORY%20BAB%20II.pdf

Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat dan
Limbah Cair di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal PPM & PPL dan Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik.

Puri Wulandari. (2011). UPAYA MINIMISASI DAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DI


RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA. Skripsi, Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai