Anda di halaman 1dari 6

1. Jelaskan bagaimana kebijakan kesehatan mempengaruhi demand masyarakat saat ini ?

Prinsip dasar ekonomi lainnya menyatakan, demand akan sama dengan supply pada pasar sempurna.
Meskipun demand dan supply kesehatan dan pelayanan kesehatan tidak mengikuti pasar sempurna,
tetapi beberapa aspek supply dan demand tetap berlaku. Demand terhadap pelayanan kesehatan
dapat dihitung berdasarkan: Bed occupancy, Jumlah kunjungan rawat jalan, Jumlah tes diagnostik dsb

Menurut teori ekonomi, demand ditentukan oleh beberapa faktor: harga (tarif), pendapatan, kesukaan
(preferensi), dan barang alternatif.

 Harga. Makin tinggi harga, makin menurun demand pelayanan kesehatan


 Pendapatan individu. Makin rendah pendapatan, makin menurun demand pelayanan
kesehatan
 Harga dan ketersediaan komplemen dan substitusi – Harga barang substitusi (pengganti) yang
menurun akan menurunkan demand suatu barang. Harga barang komplementer (pelengkap)
yang menurun akan meningkatkan demand suatu barang.

Pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan pelayanan/jasa lainnya. Pelayanan kesehatan atau
pelayanan medis bersifat heterogen, terdiri atas banyak sekali barang dan jasa yang bertujuan
memelihara, memperbaiki, memulihkan kesehatan fisik dan jiwa seseorang. Karena sifat yang sangat
heterogen tersebut maka pelayaanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif.

Beberapa karakteristik khusus pelayanan kesehatan sebagai berikut :

1. Intangibility. Tidak seperti mobil atau makanan, pelayanan kesehatan tidak bisa dinilai
oleh panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat, mendengar, mencium,
merasakan, mengecap pelayanan kesehatan.
2. Inseparability. Produksi dan konsumsi pelayanan kesehatan terjadi secara simultan
(bersama). Makanan bisa dibuat dulu, untuk dikonsumsi kemudian. Tindakan operatif
yang dilakukan dokter bedah pada saat yang sama digunakan oleh pasien.
3. Inventory. Pelayanan kesehatan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat
dibutuhkan oleh pasien nantinya.
4. Inkonsistensi. Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien dari
dari seorang dokter dari waktu ke waktu, maupun pelayanan kesehatan yang
digunakan antar pasien, bervariasi.

Jadi pelayanaan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya pelayanan kesehatan diukur
berdasarkan ketersediaaan (jumlah dokter atau tempat tidur rumah sakit per 1,000 penduduk) atau
penggunaan (jumlah konsultasi atau pembedahan per kapita).

Untuk menjamin ketersediaan maka pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakatnya. Dalam hal efisiensi produktif, Sebuah puskesmas atau
Rumahsakit mencapai efisiensi produktif jika memproduksi kuantitas output dengan kuantitas input
seminimal mungkin, atau memproduksi semaksimal mungkin kuantitas output dengan kuantitas input
yang tersedia (Clewer dan Perkins, 1998). Pada setting Puskesmas, output tersebut misalnya “jumlah
pasien yang diobati”

Sementara dalam Efisiensi teknis. Sebuah puskesmas atau RS mencapai efisiensi teknis jika
memproduksi kuantitas output dengan kombinasi biaya seminimal mungkin, atau memproduksi
semaksmimal mungkin kuaantitas output dengan biaya yang tersedia (Clewer dan Perkins, 1998).

Lain halnya untuk Efisiensi alokatif. Efisiensi alokatif terjadi jika, dengan distribusi pendapatan yang
ada di masyarakat, tidak mungkin merealokasikan sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan
seorang (dalam arti kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi barang) tanpa menyebabkan
kesejahteraan paling tidak seorang lainnya menjadi lebih buruk. Efisiensi alokatif terjadi jika input
maupun output digunakan sebaik mungkin dalam ekonomi sehingga mencapai kesejahteraan
masyarakat yang optimal.
Di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah menjamin bahwa fakir miskin berada di
bawah tanggungan negara, bukan tanggungan sumber keuangan rumah sakit pemerintah atau swasta.
UUD 1945 memang mengisyaratkan bahwa Republik Indonesia sebenarnya berpaham welfare-state.
Paham ini terbukti dengan adanya JPS di Indonesia. Problemnya di Indonesia, program JPS pada
awalnya bukan dirancang sebagai suatu sistem pembiayaan rumah sakit yang permanen, sehingga
ada istilah exit strategy. Sehingga kadangkala masih menjadi permasalahan bagi mereka yang
bergolongan ekonomi lemah untuk merasakan pelayanan kesehatan yang baik.

Harusnya Kebijakan pemerintah melalui Pengembangan ke model badan usaha dalam sektor
kesehatan berdasarkan pasar (market-driven) harus dilakukan dengan syarat bahwa orang
miskin atau pihak-pihak yang perlu dibantu tetap dijamin aksesnya terhadap pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini dikenal konsep JPS.

Dibeberapa negara bentuk pelayanan kesehatan bersumber (dibayarkan dengan 4 cara), yaitu :

Out-of Pocket Payment (OOP). Dengan cara ini pasien membayar langsung kepada dokter atau
pemberi pelayanan kesehatan lainnya untuk pelayanan kesehatan yang sudah diterima. Aspek positif
metode ini, pasien menjadi lebih menghargai nilai ekonomi dari pelayanan kesehatan yang diterima
sehingga menghindari penggunaan pelayanan kesehatan secara berlebihan. Aspek negatifnya, pasien
dan keluarga akan sangat rentan untuk mengalami pengeluaran bencana (catastrophic expenditure)
karena harus membayar biaya kesehatan yang mahal pada suatu saat ketika sakit, sehingga bisa
menyebabkan pasien dan keluarganya jatuh miskin.

Pajak (Taxation). Pemerintah Inggris menarik pajak umum (general taxatin) dari warga yang antara
lain digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh NHS (National
Health Services). Pemerintah Indonesia juga menarik pajak umum. Pemerintah membayar sebagian
dari biaya pelayanan kesehatan pasien yang diberikan pada fasilitas kesehatan pemerintah, misalnya
Puskesmas dan RS pemerintah pusat maupun daerah. Pasien harus membayar sebagian dari
pelayanan kesehatan yang digunakan, disebut user fee (user charge). Di Indonesia terdapat skema
Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang membebaskan semua biaya pelayanan kesehatan
di tingkat primer maupun sekunder yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

Asuransi (Insurance). Sistem asuransi menarik premi yang dibayarkan oleh individu-individu peserta
asuransi. Beberapa negara mengoperasikan compulsory payroll tax yang bersifat wajib bagi pekerja
untuk membayar asuransi. Masalah yang jelas dari sistem wajib adalah membebankan biaya
pelayanan kesehatan kepada angkatan kerja sehingga dapat memperburuk ekonomi umum. Asuransi
kesehatan bisa diambil oleh masing-masing individu atau pekerja (seperti di AS), sehingga
menyebabkan sebagian penduduk tidak terasuransi, atau diselenggalarakan melaui skema nasional
untuk semua penduduk (misalnya, Kanada, Belanda).

Sebagian besar negara menggunakan campuran dari metode-metode di atas. Sebagai contoh, di
Indonesia pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan primer dan di Puskesmas dan sekunder di
RS pemerintah, tetapi membiayai hanya sebagian pelayanan kesehatan itu. Sebagian warga membeli
asuransi kesehatan swasta, baik secara individual atau melalui perusahaan tempat bekerja, sebagian
besar warga tidak terasuransi. Di Inggris, NHS membiayai semua pelayanan kesehatan, tetapi
sebagian warga membeli asuransi swasta. AS didominasi oleh asuransi swasta, tetapi terdapat sistem
yang didanai pemerintah untuk warga miskin (Medicaid) dan usia lanjut (Medicare), dan juga veteran
Angkatan Bersenjata AS ( Veterans Administration, disingkat VA).

Medical Saving Account. Medical Saving Account (MSA, personal savings account) mengharuskan
warga menabung uang untuk membiayai pelayanan keshatannya sendiri. Sejauh ini hanya Singapore
yang menggunakan sistem ini. Sistem ini memproteksi generasi berikutnya dari biaya-biaya akibat
generasi kini.

Melalui bentuk pembiayaan untuk pelayanan kesehatan masyarakat tersebut, maka akan
mempengaruhi tingkat demand pelayanan kesehatan masyarakat sebuah negara. Yang mencerminkan
kualitas kesehatan warganya
2. Bagaimana ilmu ekonomi diterapkan dalam bidang kesehatan dan jelaskan tantangan dalam
penerapan ekonomi kesehatan?

Ilmu ekonomi timbul berdasarkan gagasan bahwa kegiatan manusia dilakukan di dunia dengan sumber
daya yang terbatas (scarcity). Pelayanan kesehatan (health care) dapat dipandang merupakan sebuah
proses yang menggunakan sejumlah input untuk menghasilkan output.

Dalam ekonomi, kelangkaan disebabkan ketersediaan sumber daya terbatas, sedang keinginan (want)
untuk menggunakan sumber daya itu tidak terbatas . ekonomi kesehatan sebagai ilmu yang
mempelajari supply dan demand sumber daya pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya
pelayanan kesehatan terhadap populasi (manusia).

1. Kesehatan yang buruk seorang menyebabkan biaya bagi orang tersebut karena menurunnya
kemampuan untuk menikmati hidup, memperoleh penghasilan, atau bekerja dengan efektif.
Kesehatan yang lebih baik memungkinkan seorang untuk memenuhi hidup yang lebih
produktif.
2. Anggota keluarga yang harus membantu merawat anggota keluarga yang sakit akan
kehilangan waktu untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan
3. Pekerja yang memiliki kesehatan buruk akan mengalami menurunan produktivitas

Jadi diharapkan melalui pelayanan kesehatan yang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu
dan masyarakat. Status kesehatan penduduk yang baik dapat meningkatkan produktivitas kerja,
meningkatkan pendapatan per kapita, meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebuah negara.

3.Dalam menghadapi tantangan sektor kesehatan adakah peluang peluang yang bisa dijadikan
kekuatan untuk mendukung sekaligus mempercepat tercapainya universal health coverage
yang dicanangkan pemerintah?

Pemerintah menargetkan Indonesia akan mencapai Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan
kesehatan menyeluruh bagi seluruh penduduk Indonesia pada 1 Januari 2019 mendatang. Setiap
tahun BPJS Kesehatan menargetkan jumlah penduduk yang menjadi peserta terus bertambah dari
156,7 juta jiwa (2015) ke 188,7 juta (2016), 223 juta (2017), 235,1 juta (2018), dan mencapai 257,5 juta
atau seluruh penduduk pada 2019.

Guna mewujudkan jaminan kesehatan cakupan semesta (universal health coverage) pada tahun 2019.
Pemberlakukan otonomi daerah merupakan salah satu langkah strategis yang perlu diambil oleh
Pemerintah Daerah (Pemda) adalah melakukan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke
dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dikelola BPJS
Kesehatan.

Dukungan pemerintah daerah (pemda) terhadap keberlangsungan program JKN-KIS dan mencapai
UHC ini sangat strategis. Salah satunya dengan mengintegrasikan program Jaminan Kesehatan
Daerah (Jamkesda) ke program JKN-KIS. Integrasi Jamkesda merupakan sinergitas penyelenggaraan
jaminan kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemda dengan skema JKN-KIS yang dikelola
oleh BPJS Kesehatan.

Namun permasalahan yang kemudian dihadapi adalah meliputi :

 Pertama, masalah infrastruktur yang belum merata dan memadai Karena dari 9.599
puskesmas dan 2.184 rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia, sebagian besarnya masih
berpusat di kota-kota besar
 Kedua, para Kepala Daerah juga memahami bahwa masih sulitnya masyarakat di daerah untuk
mengakses pelayanan kesehatan lantaran masih minimnya fasilitas kesehatan yang tersedia,
dan juga secara geografis di beberapa pulau sulit menjangkau rumah sakit rujukan.
Untuk mendukung program JKN-KIS, Kepala Daerah setidaknya harus memastikan alokasi
pembiayaan jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu, khususnya dalam
APBD. Untuk itu setidaknya diperlukan 3 (Tiga) peran penting pemda, yaitu : (1) memperluas cakupan
kepesertaan (2) meningkatkan kualitas pelayanan (3) peningkatan tingkat kepatuhan.

Beberapa daerah sudah menunjukkan komitmennya dengan mengintegrasikan program Jaminan


Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke program JKN-KIS. Dukungan pemda ini meliputi penganggaran
APBD, kepesertaan, Peraturan Daerah (Perda), maupun pembangunan infrastruktur pelayanan
kesehatan.

Selain integrasi Jamkesda, Mendagri juga minta seluruh kepala daerah mendukung kelancaran
pelaksanaan program JKN dengan mengalokasikan minimal 10 persen APBD untuk bidang kesehatan
sebagaimana perintah UU 36/2009 tentang Kesehatan. Anggaran ini selain untuk membiayai peserta
PBI yang dibiayai dari APBD, juga untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan yang mudah
dijangkau, nyaman dan dapat diterima oleh masyarakat. Fasilitas kesehatan yang tersedia dan bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan harus mudah diakses oleh masyarakat terutama dari sisi lokasi atau
jarak tempuh maupun biaya.

Pemda diminta memperhatikan infrastruktur layanan kesehatan yang belum memadai. Dari 9599
puskemas di seluruh Indonesia, dan 2186 rumah sakit rujukan, sebagian besar masih berpusat di kota
besar. Termasuk jumlah puskesmas di 187 kecamatan di wilayah perbatasan belum terpenuhi.
Sebagian besar masyarakat pun masih sulit mengakses fasilitas kesehatan, karena jarak tempuh yang
sangat jauh, utamanya di pulau terpencil dan perbatasan.

4. Jelaskan minimal 2 konsep evaluasi ekonomi dalam pelayanan kesehatan dan sertakan
setiap konsepnya dengan contoh penerapannya dalam evaluasi pelayanan kesehatan

 Evaluasi ekonomi didefinisikan sebagai perbandingan antara konsekuensi dari dua atau lebih
rangkaian alternative dari suatu keputusan. Biaya yang terjadi merupakan biaya yang
digunakan untuk menjalankan aktivitas yang merupakan implementasi dari suatu keputusan
yang akan menghasilkan outcome baik berupa outcome positif ataupun outcome negatif.
Evaluasi ekonomi memberikan penilaian terhadap efisiensi, yang menilai hubungan antara
hasil yang dicapai dan input yang digunakan dalam hal ini adalah biaya yang digunakan dalam
pelayanan kesehatan dimana terdapat beberapa elemen yang mungkin berhubungan dengan
biaya yang terjadi pada pelayanan kesehatan yaitu:

1 Penggunaan sumber daya untuk dapat melakukan pengobatan.

Sebagai contoh: pada terapi yang menggunakan obat, maka aspek-aspek yang terlibat adalah
produksi obat, distribusi obat, waktu yang digunakan untuk memproduksi obat tersebut, proses
manajemen dan monitoring Sumber daya kesehatan yang digunakan untuk mengobati efek
samping yang terjadi akibat pengobatan yang dilakukan. Bila sakit yang akan timbul berhasil
dicegah, sumber daya dalam hal ini biaya yang berhasil disimpan atau dihemat haruslah
dihitung.

biaya untuk proses diagnostik ataupun rujukan yang harus dilakukan termasuk rekomendasi
yang diberikan oleh farmasis termasuk hal yang harus diperhitungkan
Hidup yang berhasil diperpanjang karena adanya terapi, biaya untuk pelayanan kesehatan
yang dikonsumsi selama perpanjangan hidup tersebut termasuk yang juga harus
diperhitungkan. Hidup yang berhasil diperpanjang ini dikuantifikasikan dalam bentuk uang
merupakan hal yang masih diperdebatkan. Keseluruhan biaya yang terjadi tersebut dihitung
dan dijumlahkan dan hal

ini merupakan biaya yang terjadi dalam pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Biaya ini
merupakan biaya yang tertuang dalam cost effectiveness ratio. Dua aspek yang merupakan
konsekuensi dalam evaluasi ekonomi yaitu efektivitas dan utiliti dimana keduanya dikaitkan
dengan cost effectiveness analysis dan cost utility analysis. Efektivitas sendiri mengacu pada
tujuan dari pelayanan kesehatan ataupun pengobatan yang dilakukan, dimana ukuran yang
digunakan adalah years of lived saved yaitu jumlah tahun yang diselamatkan dikalikan dengan
rata-rata harapan hidup seseorang. Sedangkan utiliti merupakan ukuran yang digunakan untuk
penyesuaian dari lamanya hidup seseorang yang berkualitas yang dinilai dalam angka dengan
skala antara 0 – 1. Bila utiliti dikalikan dengan years of life maka hasilnya adalah quality
adjusted life years atau QALYs

2. Evaluasi ekonomi pada program kesehatan.


Analisis ekonomi pada program-program kesehatan masyarakat secara umum diidentifikasi
dengan menghitungnya terhadap nilai uang. Salah satu keterbatasan dalam analisis ekonomi
adalah tidak diperhitungkannya nilai dari rasa sakit ataupun penderitaan yang dialami yang
dinyatakan dalam uang. Dalam proses pengambilan keputusan hal tersebut termasuk yang
dipertimbangkan tetapi dalam analisis ekonomi yang terfokus pada akuntansi biaya hal ini
tidaklah dipertimbangkan.

Evaluasi ekonomi pada program kesehatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Terdapat 2 metode yang sering digunakan untuk melakukan evaluasi ekonomi secara penuh
pada intervensi kesehatan yang sudah dilaksanakan yaitu cost effectiveness analysis dan
cost benefit analysis.

• Cost Effectiveness Analysis (CEA) CEA merupakan suatu metode yang didesain untuk
membandingkan antara outcome kesehatan dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan
program tersebut atau intervensi dengan alternatif lain yang menghasilkan outcome yang
sama. Jadi CEA lebih banyak digunakan pada situasi dimana pengambilan kemputusan,
dengan budget yang telah ditetapkan mempertimbangkan pilihan yang terbatas dalam suatu
bidang. Teknik ini digunakan karena pengukuran konsekuensi secara spesifik terhadap suatu
program atau pengobatan sulit untuk mengkaji biaya peluang (benefit yang hilang dari program
lain dengan budget yang sama)

Hasil CEA disajikan dalam bentuk rasio misalnya biaya per LY diperoleh. Contoh : Jika ada
pengobatan A dan B dibandingkan, biaya lebih rendah untuk A dan outcome lebih baik, maka
jenis pengobatan A dikatakan mendominasidan dengan basis analisis ekonomi kesehatan.

Outcome kesehatan diekspresikan dalam terminologi yang obyektif dan terukur seperti jumlah
kasus yang diobati, penurunan tekanan darah yang dinyatakan dalam mmHg, dan lain-lain dan
bukan dalam terminologi moneter.Dalam evaluasi ekonomi pengertian efektivitas berbeda
dengan penghematan biaya, dimana penghematan biaya mengacu pada persaingan alternatif
program yang memberikan biaya yang lebih murah, sedangkan efektivitas biaya tidak semata-
mata mempertimbangkan aspek biaya yang lebih rendah. Dalam mempertimbangkan pilihan
suatu produk ataupun jenis pelayanan kesehatan yang akan dipilih tetap harus
mempertimbangkan efektivitas biaya bila: CEA membantu memberikan alternatif yang optimal
yang tidak selalu berarti biayanya lebih murah. CEA membantu mengidentifikasi dan
mempromosikan terapi pengobatan yang paling efisien. CEA sangat berguna bila
membandingkan alternatif program atau alternatif intervensi dimana aspek yang berbeda tidak
hanya program atau intervensinya tetapi juga outcome klinisnya ataupun terapinya. Dengan
melakukan perhitungan terhadap ukuran efisiensi ( cost effectiveness ratio ), alternatif dengan
perbedaan biaya, rate efikasi yang berbeda dan rate keamanan maka perbandingan akan
dilakukan secara berimbang. Outcome kesehatan yang digunakan sebagai denominator pada
cost effectiveness ratio dapat dinyatakan dalam satuan unit seperti jumlah tahun yang berhasil
diselamatkan atau indeks dari kegunaan atau kebutuhan seperti QALYs.
Banyak orang menggunakan QALYs sebagai denominator outcome CUA, tetapi saat ini
banyak ahli telah merekomendasikan pada CEA sedapat mungkin menggunakan QALYs3

Cost Benefit Analysis (CBA) Pada penelitian CBA, alternatif yang dipilih tidak mempunyai
outcome yang sama baik outcome maupun biaya yang terjadi dihitung dan diukur dengan
menggunakan satuan uang. Cost Benefit Ratio dihitung dengan membedakan alternatif mana
yang mempunyai keuntungan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan biaya yang terjadi.
Penelitian CBA dilakukan bila sumber daya terbatas dan pilihan harus
dilakukanterhadapbeberapaalternatifyangpalingmenguntungkan. Kesulitan utama pada
penelitian tipe ini adalah mengkonversikan outcome klinis dalam ukuran moneter. Penelitian
tipe ini lebih bermanfaat dalam analisis pelayanan kesehatan secara ekonomis dibandingkan
kegunaannya dalam pengobatan kepada pasien.

Berbeda halnya dengan CEA yangmana evaluasi yang dihasilkan akan menggunakan
terminologi biaya per unit dari perbaikan outcome kesehatan yang dicapai. Bila biaya netto dari
suatu intervensi adalah negative maka intervensi tersebut dikatakan sebagai cost saving. Bila
pada suatu keadaan dimana ratio cost effectiveness tidak bermakna, maka digunakanlah Cost
Benefit Analysis ( CBA ), dimana outcome kesehatan yang dicapai akan dikonversikan ke
dalam nilai uang. Metode ini jarang digunakan pada kesehatan karena ketidaksetujuan
terhadap validitas dan kesesuaian dalam mengukur status kesehatan dan hidup.

Cost Benefit Analyses (CBA) menggunakan bentuk evaluasi ekonomi yang komprehensif dan
secara teoretis baik, CBA mencari nilai keuangan pada kedua input dan output yaitu biaya
suatu program dan konsekuensi biaya. Dimana biaya dan konsekuesi diukur dengan unit
keuangan, memungkinkn untuk mengkalkulasi apakah program tersebut memberikan seluruh
manfaat pada masyarakat. Efek sebuah program seperti komplikasi, jumlah hari disabilitas dan
jumlah LY yang diperoleh, perlu dikonversi ke dalam biaya

Cost Benefit Analyses (CBA) memungkinkan perbandingan program dengan rentang yang luas
baik dalam sekjtor kesehatan maupun antara sector kesehatan dan non kesehatan, namun
kelemahan metode ini adalah menempatkan nilai keuangan dalam kehidupan yang dianggap
sebagai sesuatu yang berharga.

Cost Minimization Analysis (CMA) Merupakan teknik yang didesain untuk melakukan pilihan
diantara beberapa alternatif yang mungkin dilakukan dengan mendapatkan otucome yang
setara dengan melakukan identifikasi biaya yang dibutuhkan atau dikeluarkan dari alternatif-
alternatif tersebut.1 CMA merupakan alat yang sederhana yang digunakan untuk
membandingkan biaya dari dua atau lebih program dimana tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi alternatif dengan biaya yang terendah.1,2 Jadi pada CMA adalah obat dengan
biaya yang paling rendah, bila seluruh sumber daya digunakan. Bila tidak tersedia data untuk
mendukung alternatif terapi yang digunakan, maka harus digunakan metode yang lain. CMA
hanya menunjukkan biaya yang diselamatkan dari satu pengobatan atau program terhadap
pengobatan ataupun program yang lain.

Cost Utility Analysis Cost Utility Analysis mirip dengan Cost Effectiveness Analysis tetapi
outcome yang dihasilkan diukur dengan ukuran status kesehatan seseorang. Outcome
biasanya diukur dengan quality adjusted life years ( QALYs).1 Harapan hidup merupakan salah
satu ukuran outcome yang potensial dalam analisis pengambilan keputusan atau analisis biaya
efektivitas, dimana ukuran yang sering digunakan adalah QALYs ( quality adjusted life years )
Perhitungan QALYs dilakukanberdasarkanpadaperkiraanpenggunaan berbagai sumber daya
untuk menghasilkan status sehat. Perkiraan penggunaan tersebut merujuk pada nilai-nilai yang
biasa digunakan atau disukai oleh orang banyak dan nilai ini akan berbeda untuk setiap
negara.3 Cost utility analysis pada intervensi kesehatan dan dalam pengukuran dari penyakit,
perbedaan derajat dalam masalah kesehatan ditandai dengan menggunakan angka dengan
skala dari 0 sampai dengan 1. Penggunaan skala tersebut dihitung dari beratnya hidup yang
digunakan dalam Quality Adjusted of Life (QALYs) and Disability Adjusted Life Years ( DALYs).
Penilaian keduanya merupakan skala yang controversial, dimana DALYs adalah melihat
adanya devaluasi dari hidup seseorang akibat adanya kecacatan atau penyakit kronis.

Anda mungkin juga menyukai