Anda di halaman 1dari 9

BURUNG BIDADARI HALMAHERA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biosistematika

Disusun Oleh :

Khomsatun Umi Marfuah

163112620120135

FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bidadari halmahera Semioptera wallacii merupakan burung paling atraktif dan menarik
perhatian dihutan, yang hanya ada pada sebagian pulau di Maluku Utara. Coates & Bishop
(1997) menyebutkan jenis ini hanya diketahui tersebar di tiga pulau saja, Halmahera, Kasiruta,
dan Bacan. Jenis ini termasuk dalam 27 jenis burung endemik untuk Kepulauan Maluku Utara
(BirdLife International, 2008).
Bidadari halmahera merupakan bagian dari kelompok besar 40 jenis dalam suku
Paradisaeidae (BirdLife International, 2008), yang umumnya tersebar dari bagian timur
Australia sampai ke Papua New Guinea dan Maluku.
Untuk mempromosikan objek wisata flora dan fauna di kawasan timur Indonesia,
khususnya Halmahera, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parenkraf) berencana
menjalin kerja sama dengan Pemkab Halmahera Barat untuk mengekspose keindahan burung
bidadari (Semioptera wallacii). Burung bidadari merupakan fauna endemik di Pulau Halmahera,
Provinsi Maluku Utara. Selain rupanya yang cantik, gayanya yang unik, suaranya pun cetar
membahana.
Burung bidadari ditemukan pertama kali oleh Alfred Russel Wallace di Pulau Bacan,
Maluku Utara, tahun 1858. Wallace menyebutnya sebagai bird of paradise karena kecantikan
burung ini. Penemuan itu lalu ditulisnya dalam sebuah laporan yang dikirim ke Inggris. Setahun
kemudian, laporannya menjadi bahan kajian para ornitholog di Inggris.
Burung ini kemudian ditetapkan berada dalam keluarga Paradisaeidae, dengan genus dan
nama spesies Semioptera wallacii. Nama ini sebagai penghargaan terhadap Wallace, naturalis
asal Inggris yang hidup pada tahun 1823 1913 itu.
Meski IUCN (International Union for Consevation of Nature) menetapkan statusnya
masih Least Concern (LC), atau belum mengkhawatirkan, para ahli di Indonesia justru
mengatakan burung ini terancam punah. Populasinya di alam bebas disebutkan hanya tinggal
50 100 ekor. Pemerintah pun memasukkan burung bidadari dalam daftar jenis burung yang
dilindungi berdasarkan PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Menipisnya populasi burung bidadari salah satunya disebabkan penangkapan burung,
penebangan dan penjarahan hutan di Halmahera, terutama jenis kayu matowa. Akibatnya,
spesies bidadari ini kehilangan habitat dan banyak yang mati.
Selain itu, kawasan hutan yang menjadi habitat burung bidadari juga beralih fungsi
menjadi lahan pertanian, lokasi transmigrasi, areal hak pengusahaan hutan (HPH), dan
pertambangan. Pihak yang paling bertanggung jawab atas rusaknya habitat burung bidadari
adalah alih fungsi area HPH dan pertambangan.
Karena umum ditemukan di rentang habitatnya yang terbatas, burung Bidadari
Halmahera dievaluasi beresiko rendah di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Appendix
II.
CITES terdiri dari tiga apendiks:
1. Apendiks I: daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala
bentuk perdagangan internasional
2. Apendiks II: daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah
bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan
3. Apendiks III: daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu
dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya bisa dinaikkan ke dalam
Apendiks II atau Apendiks I.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah burung bidadari halmahera.
2. Untuk mengetahui karakteristik burung bidadari halmahera.
BAB II
PEMBAHASAN

Burung Bidadari halmahera, Semioptera wallacii adalah jenis cendrawasih berukuran


sedang, sekitar 28 cm, berwarna cokelat-zaitun. Cendrawasih ini merupakan satu-satunya
anggota genus Semioptera. Burung jantan bermahkota warna ungu dan ungu-pucat mengkilat
dan warna pelindung dadanya hijau zamrud. Cirinya yang paling mencolok adalah dua pasang
bulu putih yang panjang yang keluar menekuk dari sayapnya dan bulu itu dapat ditegakkan atau
diturunkan sesuai keinginan burung ini. Burung betinanya yang kurang menarik berwarna
cokelat zaitun dan berukuran lebih kecil serta punya ekor lebih panjang dibandingkan burung
jantan.
George Robert Gray dari Museum Inggris menamai jenis ini untuk menghormati Alfred
Russel Wallace, seorang naturalis Inggris dan pengarang buku The Malay Archipelago, orang
Eropa pertama yang menemukan burung ini pada tahun 1858.
Burung Bidadari halmahera adalah burung endemik kepulauan Maluku dan merupakan
jenis burung cenderawasih sejati yang tersebar paling barat. Burung cantik ini dari Maluku Utara
yang dikenal juga sebagai weak-weka.Makanannya terdiri dari serangga, artropoda, dan buah-
buahan.
Burung jantan bersifat poligami. Mereka berkumpul dan menampilkan tarian udara yang
indah, meluncur dengan sayapnya dan mengembangkan bulu pelindung dadanya yang berwarna
hijau mencolok sementara bulu putih panjangnya di punggungnya dikibar-kibarkan.

Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Famili : Paradisaeidae
Genus : Semioptera
Spesies : Semioptera wallacii
Kegenitan burung berbulu indah ini terlihat terutama saat musim kawin. Burung jantan
akan memamerkan kecantikan bulu dan bentang sayapnya serta kegenitan dalam menari untuk
merayu dan menarik perhatian betinanya. Burung Bidadari betina akan menghampiri dan
memilih satu pejantan yang dinilai paling indah tarian dan bentangan sayapnya.
Burung bidadari dijuluki pula sebagai cendrawasih kecil, karena panjang tubuhnya hanya
sekitar 28 cm. Sebagaimana burung bidadari, cendrawasih pun berada dalam genus yang sama,
yaitu Semioptera.
Warna bulu pada burung bidadari umumnya cokelat zaitun. Pada burung jantan terdapat
mahkota berwarna ungu atau ungu-pucat yang mengkilat. Sedangkan bagian leher dan dadanya
berwarna hijau zamrud. Bulu dadanya terlihat seperti perisai atau bulu pelindung. Tetapi makin
ke bawah, bulu-bulunya seperti terpisah menjadi dua bagian, masing-masing ke arah sayap
kanan dan kiri. Yang khas dari burung ini adalah keberadaan dua pasang bulu (4 helai) yang
panjang dan melengkung, yang keluar dari pangkal sayapnya. Warna bulu khas ini putih susu,
yang dapat dijulurkan atau diturunkan sesuai dengan keinginan si burung.
Bulu khas itu tidak lebar, tetapi sangat lembut dan seperti teranyam pada sayapnya.
Panjang bulu khas bisa mencapai 15 cm, dan hanya menjulur pada saat-saat tertentu yang
diinginkan burung. Biasanya, si jantan akan menjulurkan bulu khasnya saat fajar menyingsing,
saat melakukan atraksi di puncak pohon untuk menarik perhatian pasangannya.
Bulu khas hanya dimiliki burung jantan. Burung betina tidak memilikinya. Bahkan warna
bulu betina cenderung monoton, didominasi warna cokelat zaitun. Selain itu, postur betina juga
lebih kecil daripada burung jantan. Tetapi bulu ekornya justru lebih panjang.
Kaki burung bidadari berwarna kuning kemerahan, sedangkan paruh berwarna seperti
tanduk, dan matanya hijau seperti buah zaitun.
Si jantan akan memamerkan bulu-bulunya, dengan terbang sambil membentangkan
sayapnya, serta menari dengan genitnya. Ia juga akan mengembangkan bulu pelindung dadanya
yang berwarna hijau, serta menjulurkan dua pasang bulu khasnya yang berwarna putih susu. Jika
tertarik, burung betina akan menghampiri dan memilih salah satu pejantan yang dinilainya paling
jago dalam menari.
Burung bidadari mendiami kawasan hutan di Tanah Putih, Gunung Gamkonora, hutan
Domato (Halmahera Barat), hutan Labi-labi di area Taman Nasional Aketajawe, hutan Lolobata
(Halmahera Timur). Selain kawasan tersebut, burung bidadari terkadang bisa ditemui di kawasan
hutan Wasiley (Halmahera Tengah), Gunung Sibela dan Pulau Bacan (Halmahera Selatan).
Masyarakat setempat menyebutnya burung weka-weka. Sedangkan literatur perburungan
internasional disebut sebagai standardwing, standard-wing bird of paradise, atau wallaces
standardwing.
Beberapa lokasi yang menjadi habitat burung Bidadari nan genit lagi indah ini adalah
hutan Tanah Putih, gunung Gamkonora, dan hutan Domato (Halmahera Barat), hutan Labi-labi
di area Taman Nasional Aketajawe dan hutan Lolobata (Halmahera Timur). Burung bernama
lokal weak-weka ini juga ditemukan di pulau Bacan.
Populasi burung Bidadari (Semioptera wallacii) tidak diketahui dengan pasti tetapi
dipastikan telah menurun jika dibandingkan dengan tahun 1980-an lantaran banyaknya kawasan
hutan habitat burung bidadari yang mengalami deforestasi. Penurunan populasi juga diakibatkan
oleh perburuan liar untuk menangkap burung Bidadari jantan yang mempunyai bulu indah.
Sayangnya burung Bidadari (Semioptera wallacii) yang endemik Maluku Utara ini
semakin hari semakin langka. Meskipun semakin sulit ditemukan di habitatnya, namun oleh
IUCN Redlist, status konservasi burung ini masih dianggap aman sehingga masih
diklasifikasikan sebagai Least Concern. Sedangkan oleh CITES, burung Bidadari Halmahera
didaftarkan sebagai Apendiks II. Pemerintah Indonesia, meskipun tidak spesifik menyebut nama
spesies burung Bidadari dalam lampiran PP No. 7 Tahun 1999, namun burung ini tetap termasuk
sebagai salah satu satwa yang dilindungi. Ini lantaran semua anggota famili Paradisaeidae atau
berbagai jenis Cenderawasih, merupakan satwa yang dilindungi. Populasinya di alam bebas
disebutkan hanya tinggal 50 100 ekor.
Menipisnya populasi burung bidadari bukan disebabkan penangkapan burung, melainkan
akibat penebangan dan penjarahan hutan di Halmahera, terutama jenis kayu matowa. Akibatnya,
spesies ini bidadari kehilangan habitat dan banyak yang mati.
Upaya yang dapat dilakukan dengan konservasi in- situ fauna burung bidadari endemik
(Semioptera wallacii),melalui pendekatan sosial masyarakat dan berguna sebagai acuan bagi
masyarakat setempat dalam upaya menjaga kelestarian alam.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Burung bidadari pertama kali ditemukan oleh Alfred Russel Wallace di pulau Bacan,
Maluku Utara pada tahun 1858. Burung bidadari disebut juga bird of paradise dan mempunyai
nama latin Semioptera wallacii. Burung ini merupakan salah satu jenis burung Cendrawasih
yang menjadi fauna endemik di Provinsi Maluku Utara.
Burung Bidadari ini berukuran sedang, sekitar 28 cm. Berwarna coklat kehijauan zaitun.
Pada jantan mempunyai mahkota warna ungu dan ungu pucat mengkilat serta warna hijau
zamrud pada dadanya. Terdapat pula dua pasang bulu (4 helai) yang panjang dan melengkung
yang keluar dari pangkal sayapnya, warna bulu khas ini putih susu yang dapat dijulurkan atau
diturunkan sesuai dengan keinginan si burung. Pada betina berukuran lebih kecil dengan warna
coklat zaitun dan serta punya ekor lebih panjang dianding burung jantan.
B. Saran
Akibat pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan hutan beralih fungsi untuk
memenuhi kebutuhan manusia, sehingga habitat satwa ataupun flora fauna berkurang. Burung
Bidadaripun (Semioptera wallacii) terkena imbasnya sehingga diperlukan penambahan kawasan
hutan habitat burung ini dan perlindungan dari perburuan liar untuk menangkap burung ini.
Upaya yang dapat dilakukan dengan konservasi in-situ fauna burung bidadari endemik melalui
pendekatan sosial masyarakat dan berguna sebagai acuan bagi masyarakat setempat dalam upaya
menjaga kelestarian alam.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Bidadari_halmahera (diakses 01 Desember 2017)


https://www.hbw.com/species/standardwing-bird-paradise-semioptera-wallacii (diakses 01
Desember 2017)
http://www.tribunnews.com/travel/2017/07/18/mengamati-bidadari-halmahera-burung-ikonik-
maluku-utara-yang-hampir-punah (diakses 01 Desember 2017)
http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/146693/0 (diakses 01 Desember 2017)
http://www.burung.org/detail_txt.php?op=article&id=91 (diakses 01 Desember 2017)
news.okezone.com/read/2009/06/10/1/227774/habitat-baru-burung-bidadari-ditemukan (diakses
01 Desember 2017)
sains.kompas.com/read/2010/06/06/11420954/Burung.Bidadari.di.Ambang.Kepunahan (diakses
01 Desember 2017)

Anda mungkin juga menyukai