Anda di halaman 1dari 61

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Peternakan Skripsi Sarjana

2018

Potensi Produksi Hijauan Pakan Ternak


Ruminansia pada Pastura Alami di
Pulau Samosir Kabupaten Samosir

Lumban Gaol, Rina Daniaty


Universitas Sumatera Utara

https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/9995
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
POTENSI PRODUKSI HIJAUAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA
PADA PASTURA ALAMI DI PULAU SAMOSIR
KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh:

RINA DANIATY LUMBAN GAOL


120306011

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

Universitas Sumatera Utara


POTENSI PRODUKSI HIJAUAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA
PADA PASTURA ALAMI DI PULAU SAMOSIR
KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh:

RINA DANIATY LUMBAN GAOL


120306011

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana


di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

Universitas Sumatera Utara


Judul : Potensi Produksi Hijauan Pakan Ternak Ruminansia pada
Pastura Alami di Pulau Samosir Kabupaten Samosir
Nama : Rina Daniaty Lumban Gaol
NIM : 120306011
Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing

Dr. Nevy Diana Hanafi S.Pt, M.Si Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si
Ketua Anggota

Mengetahui

Prof.Dr.Ir. Hasnudi, MS
Ketua Program Studi Peternakan

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

RINA DANIATY LUMBAN GAOL, 2017: Potensi Produksi Hijauan


Pakan Ternak Ruminansia pada Pastura Alami di Pulau Samosir Kabupaten
Samosir. Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAFI DAN R.EDHY
MIRWANDHONO.
Kabupaten Samosir memiliki potensi pengembangan ternak yang cukup
besar, dimana sektor peternakan di daerah tersebut meliputi peternakan sapi,
kerbau, babi, kambing, ayam buras, dan itik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi produksi hijauan bahan
pakan ternak ruminansia pada pastura alami di Pulau Samosir kabupaten Samosir.
Penelitian di laksanakan di Kabupaten Samosir di mulai pada bulan Juli sampai
dengan Oktober 2016. Pengkajian Hijauan Pakan Ternak pada lahan padang
penggembalaan di Kabupaten Samosir meliputi, penentuan titik lokasi penelitian
berdasarkan ketinggian tempat, pengambilan sampel hijauan dan menghitung
produktivitas hijauan. Lokasi penelitian berjumlah 15 titik, dimana pada
ketinggian 905-1200 mdpl terdapat 9 lokasi penelitian yaitu Simbolon,
Simanindo, Unjur, Garoga, Marlumba, Suhisuhi Dolok, Parbaba Dolok, Onan
Runggu, Sabungan Nihuta. Sementara pada ketinggian diatas 1200 m dpl terdapat
6 lokasi penelitian diantaranya Tanjungan, Sidihoni, Lintong Sunut, Lumban
Simbolon, Sipira 32, dan Sipira 33.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan Produksi Bahan Segar
tertinggi pada ketinggian 905-1200 m dpl adalah 2.048,27 kg/ha/panen dan
produksi Bahan Kering (BK) 814,83 kg/ha/panen sementara rataan produksi
bahan segar pada ketinggian lebih dari 1200 m dpl adalah 1.696,1 kg/ha/panen
dan produksi BK yaitu 739,28 kg/ha/panen. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
ketinggian tempat pada padang penggembalaan memberikan pengaruh terhadap
produksi bahan segar maupun bahan kering hijauan.

Kata kunci: Produksi hijauan, pastura, ternak ruminansia, pulau samosir

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

RINA DANIATY LUMBAN GAOL, 2017 “Potential Forage


Production Ruminant Feed on Natural Pastures in Samosir Island Samosir
regency”. Supervised by NEVY DIANA HANAFI AND R.EDHY
MIRWANDHONO.
Samosir regency have potential sizable livestock development, where the
livestock sector in the region include beef cattle, buffaloes, pigs, goats, chicken
and duck.
This study aims to determine the potential of forage production ruminant
feed materials on natural pastures in Pulau Samosir Samosir regency. Research
carried on in Samosir began in July to October 2016. Assessment of Forage Feed
on pasture land in Samosir includes, determining the locations of the study based
on altitude, sampling forages and forage calculate productivity. Location of the
study amounted to 15 points, at an altitude of 905-1200 meters above sea level
there are nine (9)research sites that Simbolon, Simanindo, Unjur, Garoga,
Marlumba, Suhisuhi Dolok, Parbaba Dolok, Onan Runggu, Sabungan Nihuta.
While at an altitude up 1200 m above sea level, there are 6 locations including
research Tanjungan, Sidihoni, Lintong Sunut, Desa Lumban Simbolon, Sipira 32,
dan Sipira 33.
The results showed that the mean Production of Fresh highest at an
altitude 905-1200 meters above sea level is 2.048,27 kg/ha/harvest, and
production dry matter is 814,43 kg/ha/harvest. Temporarily the mean production
of fresh ingredients at an altitude up 1200 m above sea level is 1.696,1
kg/ha/harvest and production dry matter is 739,28 kg/ha/harvest. Conclusion
altitude on pasture give effect to the production of fresh and dry matter forage.

Keywords: Production of forage, pasture, ruminant, Samosir island

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Hutapaung 31 juli 1994 dari Ayahanda

Manerak Lumban Gaol dan Ibunda Resmina Pandiangan. Penulis putrid ketujuh

dari 9 bersaudra.

Pada tahun 2012 penulis lulus dari SMA NEGERI 1 POLLUNG dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui

Jalur Bidik Misi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Peternakan (IMAPET), aktif di Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK),

Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP), dan Ikatan Persatuan Muda-

mudi Hutapaung-Medan (PMHM). Penulis melaksanakan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

(BPTUHPT) Siborong-borong pada bulan Juli sampai Agustus 2015 .

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah

memberikan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari proposal ini adalah “Potensi Produksi

Hijauan Pakan Ternak Ruminansia Pada Pastura Alami di Pulau Samosir

Kabupaten Samosir”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua atas doa dan

bimbingan, semangat, nasehat dan pengorbanan material maupun moril yang

diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

Dr. Nevy Diana Hanafi S.Pt, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada

Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si selaku anggota pembimbing yang telah

memberikan arahan dalam penulisan Skripsi ini. Disamping itu penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada sivitas di program studi Peternakan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara serta semua teman-teman mahasiswa yang

telah membantu penulis dalam menyelesaian Skripsi ini.

Demikian Skripsi ini penulis sampaikan, semoga Skripsi ini dapat

membantu memberikan informasi dan bermanfaat bagi kita semua. Atas

perhatiannya, penulis mengucapkan terimakasih.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ....................................................................................................... i

ABSTRACT ....................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI TABEL ...................................................................................... viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
Kegunaan Penelitian......................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian.......................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Kabupaten Samosir............................................................. 5
Padang Penggembalaan.................................................................................... 7
Jenis-jenis Rumput pada Padang Penggembalaan .......................................... 11
Produktivitas Padang Penggembalaan ............................................................. 17
Kapasitas Tampung .......................................................................................... 21

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................... 24
Bahan dan Alat
Bahan.................................................................................................... 23
Alat ....................................................................................................... 23
Metode Penelitian................................................................................. 23
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penentuan Tempat Pengambilan Sampel ................................. 24
Penentuan dan Pengambilan Jumlah Cuplikan ........................ 24
Peubah yang diamati
Produksi Bahan Segar .............................................................. 25
Produksi Bahan Kering (BK) ................................................... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Wilayah Penelitian ........................................................................... 26
Produksi Hijauan Pertitik Pengamatan ............................................................ 29

Universitas Sumatera Utara


Data Penggunaan Lahan berdasarkan Ketinggian............................................ 32
Total Produksi Hijauan berdasarkan Ketinggian Tempat ................................ 33
Uji Perbandingan Produksi Bahan Segar dan Bahan Kering ........................... 36

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ...................................................................................................... 40
Saran ................................................................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 41

LAMPIRAN ..................................................................................................... .44

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Peta Kabupaten Samosir ............................................................................. 5

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Titik lokasi penelitian pada ketinggian 905-1200 dan pada ketinggian


diatas 120 mdpl ........................................................................................... 26

2. Pemetaan Pastura Alami berdasarkan Ketinggian di Pulau Samosir… ....... 28

3. Produksi Bahan Segar Berdasarkan Ketinggian………………………… .. 29

4. Produksi bahan kering berdasarkan ketinggian............................................ 31

5. Data Luasan berdasarkan Tata guna Lahan (Ha)………………………..…32

6. Rataan produksi ahan Segar dan produksi Bahan Kering di Pulau


Samosir berdasarkan data Luasan Lahan Pastura........................................ 33

7. Hasil uji beda rataan produksi bahan segar dan bahan kering pada padang
penggembalaan dengan ketinggian 905-1200 dan >1200 mdpl ................... 36

Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan dalam usaha

budidaya ternak karena mempengaruhi tinggi rendahnya produksi ternak. Pakan

utama (pokok) ternak ruminansia adalah hijauan yang berupa rumput-rumputan

maupun legume. Oleh karena itu, ketersediaan pakan hijauan dalam jumlah yang

cukup dengan kualitas yang baik merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam

meningkatkan produksi ternak ruminansia.

Upaya peningkatan produksi ternak harus seiring dengan peningkatan

kualitas dan kuantitas pakan hijauan. Karena pakan hijauan bukan hanya sebagai

pengenyang (bulky) melainkan juga sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin

dan mineral. Pertambahan populasi ternak yang begitu pesat akan menyebabkan

peningkatan kebutuhan suplai pakan hijauan, hal ini akan mengakibatkan lebih

banyak sumber daya lahan yang diperlukan untuk dijadikan sebagai tempat

penggembalaan ternak.

Salah satu sumber pakan hijauan yang penting adalah padang

penggembalaan alami. Pemanfaatan padang penggembalaan alami sebagai sumber

pakan sudah lama dilakukan oleh peternakan kecil (peternakan rakyat) di

pedesaan. Untuk memperoleh pakan hijauan bagi ternak yang dipeliharanya,

peternak menggembalakan ternaknya pada padang penggembalaan alami yang

berada di sekitar tempat tinggal peternak. Pada kenyataannya, sistem

pemeliharaan ternak ruminansia dengan cara tersebut cenderung menghasilkan

produksi yang relatif rendah.

Universitas Sumatera Utara


Kabupaten Samosir memiliki potensi pengembangan ternak yang cukup

besar, dimana sektor peternakan di daerah tersebut meliputi peternakan sapi,

kerbau, babi, kambing, ayam buras, dan itik. Budidaya dan produksi sektor

peternakan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Samosir. Hasil budidaya ternak

sapi di kabupaten Samosir yaitu populasinya sekitar 2.088 ekor, populasi kerbau

27.960 ekor, dan ternak kambing populasinya mencapai 9.821 ekor

(Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Samosir, 2014). Dari data tersebut dapat

kita lihat bahwa potensi populasi peternakan di kabupaten Samosir cukup besar

khususnya ternak ruminansia. Kabupaten Samosir merupakan daerah yang di

kelilingi oleh perbukitan yang cukup luas dan daerah perbukitan tersebut

mempunyai potensi padang rumput yang cukup besar sehingga para peternak

banyak memanfaatkannya dengan mengembalakan ternaknya di daerah tersebut.

Distribusi persentase populasi ternak sapi dan kerbau menurut Kecamatan

di Pulau Samosir Kabupaten Samosir menurut data Badan Pusat Statistik 2013

adalah pada Kecamatan Simanindo sekitar 15,61%, Kecamatan Pangururan 18,82

%, Ronggur Nihuta 10,00%, Kecamatan Nainggolan 17,67 %.

Usaha peternakan rakyat di kabupaten Samosir umumnya masih

menggunakan sistem peternakan secara eksktensif (tidak dikandangkan) dan

cukup hanya di gembalakan di atas perbukitan danau toba maupun di lereng-

lereng bukit, dan pada lahan-lahan kosong yang sering di gunakan peternak

sebagai padang penggembalaan ternaknya. Oleh karena itu potensi produksi

padang penggembalaan pada daerah tersebut sangat berperan penting untuk

perkembangan peternakan khususnya pada ternak ruminansia.

Universitas Sumatera Utara


Pada desa-desa penelitian umumnya banyak di jumpai padang

penggembalaan alami bagi ternak ruminansia (sapi dan kambing), padangan ini

sangat subur dan tumbuh berbagai vegetasi tanaman, termasuk didalamnya tanaman

pakan ternak, baik rumput-rumputan maupun leguminosa dan tidak ketinggalan ikut

juga tumbuh beberapa vegetasi tanaman yang bukan pakan ternak.

Sehingga perlu adanya survei untuk melakukan suatu penelitian dengan

tujuan mengetahui potensi produksi hijauan pada padang penggembalaan alami

tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi bagi peternak

tentang potensi bahan pakan ternak di Kabupaten Samosir.

Tujuan Penelitian

Mengetahui potensi produksi hijauan bahan pakan ternak ruminansia pada

pastura alami di Pulau Samosir kabupaten Samosir.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,

petani, peternak, dan pemerintah dalam mengatasi masalah pakan ternak dan

memberi nilai tambah bagi peternak mengenai pemanfaatan dan pengelolaan

hijauan pakan ternak secara maksimal. Hasil penelitian ini juga di harapkan

sebagai sumber informasi baik di kalangan akademis, peneliti, praktisi, dan

menjadi rekomendasi bagi petani peternak.

Universitas Sumatera Utara


Hipotesis Penelitian

Diduga bahwa ada perbedaan potensi produksi hijauan makanan ternak

pada ketinggian 905-1200 mdpl dengan ketinggian diatas 1200 mdpl pada pastura

alami di Pulau Samosir Kabupaten Samosir.

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Kabupaten Samosir

Batas-batas wilayah Kabupaten Samosir adalah adalah di sebelah utara

berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, disebelah

Selatan berbatasan dengan tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan,

di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat, dan di

sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2013).

Gambar 1. Peta Kabupaten Samosir

Sumber: Data Olahan Laboratorium GIS (Geographic Information System) FP USU, 2016

Secara geografis kabupaten Samosir terletak diantara 2º21’38”- 2 º49’48”

LU dan 98 º24’00”- 99 º01’48” BT dengan ketinggian antara 904-2.157 mdpl.

Universitas Sumatera Utara


Luas Wilayah sekitar 2.069,05 km² dan terdiri dari luas daratan ± 1.444,25 km²

atau sekitar 69,80%, yaitu seluruh pulau samosir yang di kelilingi oleh danau

Toba dan sebagian wilayah daratan Pulau Sumatera, dan luas wilayah Danau Toba

± 624,80 km² (30,20%). Menurut kecamatan, wilayah daratan yang paling luas

adalah kecamatan Harian dengan luas ± 560,45 km² (38,31%) diikuti oleh

kecamatan Simanindo ±198,20 km² (13,72%), Kecamatan Palipi ±129,55 km²

(8,97%), Kecamatan Pangururan ±121,43 km² (8,41%), Kecamatan Nainggolan

±87,86 km² (60,89%), Kecamatan Onanrunggu ±6,08 km² (4,22%)

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).

Kabupaten Samosir beriklim tropis basah dengan suhu sekitar 17ºC-29 ºC

dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04%. Sepanjang tahun 2015, rata-rata

curah hujan per bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan Onan Runggu 219,92

mm, Kecamatan Simanindo 168,50 mm, Kecamatan Pangururan 162,17 mm,

Kecamatan Palipi 143,25 mm, Kecamatan Nainggolan 92,58 mm, dan Kecamatan

Ronggur Nihuta 42 mm (Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).

Keadaan topografi dan kontur tanahnya beraneka ragam, yaitu datar,

berbukit, bergelombang, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan berada

pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Topografi dan kontur tanah di Kabupaten

Samosir dengan komposisi kemiringan: a) 0–20 (datar) ±10%, b) 2–150 (landai)

±20%, c) 15-400 (miring) ±55%, d) >400 (terjal) ±15%

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).

Universitas Sumatera Utara


Padang Penggembalaan

Padang penggembalaan di Indonesia secara umum merupakan padang

penggembalaan alam yang didominasi oleh tanaman perenial, sedikit atau tidak

terdapat semak belukar, gulma (weed) dan tidak ada pohon, dan tidak ada

pengaruh tangan manusia terhadap susunan floranya. Sumber lain menyatakan

bahwa tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan atau legum (jenis

rumput/legum yang tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk

menggembalakan ternak (Direktorat Perluasan Areal, 2009).

Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. Berbagai

upaya peningkatan produksi ternak dalam rangka memenuhi sumber protein

hewani sangat sulit di capai apabila ketersediaan hijauan tidak sebanding dengan

kebutuhan dan populasi ternak yang ada, sehingga produksi hijauan dari waktu ke

waktu semakin menurun seiring dengan beralihnya fungsi lahan untuk

pemukiman, jalan, industri, serta produksi tanaman pangan dan perkebunan,

sementara produksi hijauan dan padang penggembalaan sebagian besar dilakukan

pada lahan-lahan marjinal (Humpreys, 1991).

Hijauan Makanan Ternak yang dipergunakan untuk ternak ruminansia

sebagian besar rumput-rumputan, sehingga rumput memegang peranan penting

dalam penyediaan pakan dan telah umum digunakan oleh peternak dalam jumlah

besar. Dilihat dari cara tumbuhnya rumput dapat digolongkan menjadi dua, yaitu

rumput alami atau rumput liar dan rumput budidaya atau rumput pertanian

(Sofyan, 2003).

Universitas Sumatera Utara


Padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan di mana tumbuh

tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak dan dapat merenggutnya

berdasarkan pada kebutuhannya. Padang penggembalaan tersebut bisa terdiri dari

rumput atau legum. Fungsi padang penggembalaan adalah untuk menyediakan

bahan makanan bagi hewan yang paling murah, karena hanya membutuhkan

tenaga kerja sedikit, sedangkan ternak merenggut sendiri makanannya di padang

penggembalaan. Biomassa yang dikonsumsi ternak dapat memperbaiki kesuburan

tanah. Rumput yang dimakan oleh ternak dikembalikan ke padang penggembalaan

dalam bentuk kotoran yang menyuburkan dan menstabilkan produktivitas dari

tanah itu sendiri (McIlroy, 1976).

Padang penggembalaan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan

utama, yaitu : padang penggembalaan alam, padang penggembalaan permanen

yang sudah diperbaiki, padang penggembalaan buatan (Temporer), dan padang

penggembalaan dengan Irigasi. Padang penggembalaan dapat terdiri atas rumput-

rumputan, kacang-kacangan atau campuran keduanya. Hijauan makanan ternak

merupakan makanan pokok bagi hewan yang memamah biak diantaranya adalah

ternak kambing, sapi dan kerbau (McIlroy, 1977).

Padang penggembalaan alam adalah padang penggembalaan yang terdiri

dari tanaman dominan yang berupa rumput perennial, gulma (weed) dalam jumlah

yang sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali serta tidak ada pohon. Padang

penggembalaan alam sering disebut dengan padang penggembalaan permanen,

tidak ada campur tangan manusia terhadap susunan floranya (rumput dan legum)

manusia hanya mengawasi ternak yang akan digembalakan pada padang

penggembalaan tersebut (Reksohadiprodjo, 1985).

Universitas Sumatera Utara


Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah

merupakan salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi

dinamika populasi dalam keberhasilan pengembangan ternak. Dalam

memperhitungkan potensi suatu wilayah untuk mengembangkan ternak secara

teknis, perlu dilihat populasi ternak yang ada diwilayah tersebut dihubungkan

dengan potensi hijauan makanan ternak yang dihasilkan oleh wilayah yang

bersangkutan. Dalam memperhitungkan potensi yang sesungguhnya, maka lahan-

lahan yang potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang

diperhitungkan, antara lain: lahan pertanian, perkebunan, padang penggembalaan

dan sebagian kehutanan (Natasasmita dan Mudikdjo 1980).

Padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh

tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang merenggutnya menurut

kebutuhan dalam waktu singkat. Beberapa macam padang penggembalaan

diantaranya padang penggembalaan alam, padang penggembalaan permanen yang

sudah ditingkatkan, padang penggembalaan temporer dan padang penggembalaan

irigasi. Beberapa cara menggembalakan ternak di padang penggembalaan antara

lain yaitu cara ekstensif dengan menggembalakan ternak di padangan yang luas

tanpa rotasi, semi-ekstensif dengan melakukan rotasi namun pemilihan hijauan

masih bebas, cara intensif dengan melakukan rotasi tiap petak dengan hijauan

dibatasi, strip grazing dengan menempatkan kawat sekeliling ternak yang bisa

dipindah dan solling dengan hijauan padangan yang dipotong dan diberikan pada

ternak di kandang (Reksohadiprodjo, 1994).

Penggembalaan berlebihan menyebabkan kerusakan vegetasi yang

disebabkan oleh terlalu banyak ternak yang merumput terlalu lama dan melebihi

Universitas Sumatera Utara


daya dukung padang penggembalaan (pengangonan). Penggembalaan berat (over

grazing) dan defoliasi yang terlalu ringan (under grazing) harus dihindarkan,

karena keduanya akan merugikan. Pelaksanaan penggembalaan berat yang tidak

terkontrol akan merugikan akibat daya dukung pada penggembalaan yang tidak

sesuai maupun akibat penurunan daya dukung padang penggembalaan.

Penggembalaan yang berlebihan menyebabkan banyak tanah-tanah yang terbuka

karena rumput dan tanaman lain yang memegang tanah telah dimakan ternak.

Injakan kaki ternak mengakibatkan pemadatan tanah sehingga pori-pori tanah

tertutup dan air hujan akan mengalir di permukaan tanah dan menimbulkan erosi

tanah terutama pada lokasi yang miring (Taman Nasional Baluran, 2004).

Padang penggembalaan yang bersifat terbuka untuk semua penggembalaan

berupaya untuk memelihara dan membawa ternaknya sebanyak mungkin ke

padang penggembalaan, hingga menghasilkan persoalan yaitu jumlah ternak lebih

besar dari daya tampung padang penggembalaan yang berdampak pasokan dimana

produktivitas rumput padang penggembalaan menjadi berkurang dan rusak

(Tjitradjaja, 2008).

Padang penggembalaan yang baik mempunyai komposisi botani 60%

rumput dan 40% legum. Besarnya kadar air dan bahan kering yang harus dimiliki

oleh suatu padangan adalah 70-80% untuk kadar air dan bahan keringnya 20-30%.

Hijauan pada padang penggembalaan membutuhkan periode istirahat untuk

tumbuh kembali. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya adalah berkisar

16-36 hari setelah proses pemotongan. Oleh sebab itu, padang penggembalaan

digembalai secara rotasi untuk memberi kesempatan bagi hijauan untuk tumbuh

kembali serta untuk mencegah infeksi cacing yang menyerang ternak. Padang

Universitas Sumatera Utara


penggembalaan alam sebaiknya dilakukan proses pembakaran secara periodik,

karena hal ini dapat memusnahkan rumput yang tidak palatabel dan kering serta

untuk merangsang pertumbuhan tanaman muda yang lebih tinggi nilai gizinya 5

dan lebih disukai oleh ternak (Reksohadiprodjo dan Utama, 1983).

Jenis-jenis Rumput yang Umum pada Padang Penggembalaan

Rumput dalam pengelompokannya dibagi menjadi dua yaitu rumput

potong dan rumput gembala. Yang termasuk dalam kelompok rumput potongan

adalah rumput yang memenuhi persyaratan : memiliki produktivitas yang tinggi,

tumbuh tinggi secara vertikal dan banyak anakan serta responsive terhadap

pemupukan. Termasuk kelompok ini antara lain : Penisetum perpureum,

Panicum maximum, Euchaena mexicana, Setaria sphacelata, Panicum coloratum,

Sudan grass. Rumput gembala merupakan jenis rumput yang memiliki cirri-ciri

antara lain : tumbuh pendek atau menjalar dengan stolon, tahan terhadap

renggutan atau injakan, memiliki perakaran yang kuat dan tahan kekeringan.

Kelompok tersebut ini antara lain : Brachiaria brizhanta, Barachiaria ruziziensis,

Braciaria mustica, Paspalum dilatatum, Digitaria decumbents, Choris gayana,

african star grass (Cynodon plektostachyrus) (AAK, 1983).

Hijauan merupakan sumber makanan utama bagi ternak ruminansia untuk

dapat bertahan hidup,berproduksi serta berkembang biak. Produksi ternak yang

tinggi perlu didukung oleh ketersediaan hijauan yang cukup dan kontiniu dimana

sumber utama makanan ternak adalah dari rerumputan (BET, 1997).

Universitas Sumatera Utara


Digitaria decumbens (Rumput Pangola)

Digitaria decumbens yang dikenal juga sebagai rumput panggola adalah

rumput yang baik untuk pangonan, cepat tumbuh, hidup bertahun-tahun dan

disukai ternak. Tumbuhnya menjalar dan cepat membentuk hamparan yang lebat.

Berasal dari Afrika dan tumbuh subur di daerah-daerah yang tidak terlalu panjang

musim keringnya. Rumput panggola dapat bertahan di tempat yang kering atau

tergenang air, didataran rendah, maupun didataran tinggi. Rumput ini

menghasilkan sebanyak 125 ton hijauan segar tiap ha dalam setahun. Tiap ha

dapat menampung 9 atau 10 ekor sapi selama beberapa bulan dengan

menghasilkan kenaikan berat badan ± 450g sehari (Tafal, 1981).

Panicum maximum (Rumput Benggala)

Karakteristik rumput benggala adalah tanaman tumbuh tegak membentuk

rumpun mirip padi. Termasuk rumput tahunan, kuat, berkembang baik berupa

rumpun/pols yang sangat besar, dengan akar serabut menembus dalam tanah,

batangnya tegak, berongga tak berbulu. Tinggi tanaman 1,00 – 1,50 m, dengan

seludang-seludangnya berbulu panjang pada pangkalnya, lidah kadang-kadang

berkembang biak. Daun bentuk pita yang sangat banyak jumlahnya itu terbangun

garis, lancip bersembir kasar, berwarna hijau, panjang 40–105 cm dengan lebar

10–30 mm. Jenis rumput ini dapat tumbuh pada dataran rendah ataupun dataran

tinggi (0 - 1.200 mdpl atau lebih). Curah hujan 1.000- 2.000 mm/tahun. Dengan

demikian rumput ini akan lebih sesuai apabila ditanama di daerah yang banyak

curah hujannya. Namun demikian tanaman ini tak tahan genangan air. Produksi

rata-rata per tahun bisa mencapai 150 ton/Ha. (Sajimin et al., 2013).

Universitas Sumatera Utara


Bracharia ruziziensis (Rumput Ruzi)

Rumput Brachiaria adalah salah satu rumput gembala yang memiliki

produksi lebih baik jika dibandingkan dengan rumput lapangan, memiliki nilai

nutrisi yang tinggi, lebih tahan pada musim kemarau dan cocok untuk daerah

tropis. Rumput ini dapat tumbuh baik pada hampir setiap jenis tanah dan pada

ketinggian 0 - 1.000 mdpl atau lebih dengan curah hujan sekitar 1.000 mm/tahun.

Rumput ruzi / kongo termasuk dalam golongan rumput gembala ringan (domba

dan kambing) karena kurang tahan injak dan renggut. Ciri – ciri rumput ruzi/

kongo yakni tumbuh vertikal dan horizontal, membentuk hamparan dan mencapai

tinggi 60-120 cm. Rumput ini berasal dari daerah Afrika (Uganda, Kenya,

Tanzania) menyebar ke berbagai daerah termasuk ke daerah Asia dan pasifik. Dan

mulai di introduksikan ke Indonesia tahun 1958. Jenis rumput ini dapat dipanen

setelah umur penanaman 4 - 6 minggu (Fanindi dan Prawiradiputra, 2013).

Cyperus rotundus L. (Rumput Teki)

Cyperus rotundus L ialah gulma famili Cyperaceae. Rumput teki hidup

secara koloni, merupakan tanaman perennial/tahunan. Rumput ini tumbuh liar di

tempat terbuka atau hanya sedikit terlindung sinar matahari pada lapangan rumput

pinggir jalan, tegalan, atau lahan pertanian. Rumput ini bias tumbuh pada macam-

macam tanah dan terdapat dari 1-1000 meter dpl. Rumput teki dengan akarnya

yang berserat biasanya tumbuh 7- 40 cm dan mereproduksi secara luas oleh

rimpang dan umbi-umbian. Selain sebagai gulma, rumput teki dimanfaatkan

sebagai pakan ternak dan sebagai obat yang dimanfaatkan umbinya. Umbi dan

bagian-bagian yang ada di atas tanah juga dimanfaatkan sebagai makanan ternak

(Rusdiana dan Hutasoit, 2014).

Universitas Sumatera Utara


Ageratum Conyzoides (Bandotan)

Bandotan (Ageratum Conyzoides) ialah gulma famili asteraceae atau

Compositae yang umbuh di sawah-sawah, ladang, semak belukar, halaman kebun,

tepi jalan, tanggul, dan tepi air. Jenis gulma satu musim. Tanaman ini selain

menggangu tanaman budidaya juga dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida

(Yasin, 1993).

Brachiaria humidicola

Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput agresif yang tumbuh

rendah. Tanaman ini berkembang secara vegetatif dengan stolon. Hal ini karena

rumput tersebut mempunyai sifat stolonifer yang dapat membentuk anakan yang

banyak sehingga dapat membentuk rumpun yang lebih lebat. Setiap buku yang

bersinggungan dengan tanah dapat mengeluarkan akar dan timbul anakan. Stolon

begitu cepat menyebar sehingga bila ditanam di lapangan segera membentuk

hamparan. Rumput Brachiaria humidicola mempunyai helai daun berwarna hijau

terang (brigth green), lebar 5-16 mm dan panjang 12-25 cm. Jenis rumput ini

tumbuh baik pada ketinggian 600 mdpl dengan curah hujan 2.500 mm/tahun.

(Skerman dan Riveros, 1990).

Cynodon dactylon Pers (Rumput grinting)

Cynodon dactylon Pers ialah gulma famili Poaceae (suku rumput-

rumputan). Gulma ini mampu hidup lebih dari dua tahun atau hidupnya tidak ada

batasanya. Dalam pertumbuhannya sangat toleran terhadap kesuburan tanah yang

rendah tetapi tidak toleran terhadap naungan. Tumbuh paling baik pada tanah

berdrainase baik tetapi toleran terhadap banjir yang berkepanjangan. Rumput ini

Universitas Sumatera Utara


paling disukai hewan ternak, dan dipakai juga untuk mengendalikan erosi dan

sebagai rumput tanah. Rumput jenis ini dapat dipotong setelah umur 40 hari pada

saat musim penghujan atau umur 60 hari pada saat musim kemarau

(Sutaryono, 2005).

Imperata cylindrica (Alang-alang)

Nama ilmiahnya adalah Imperata cylindrica, atau dalam bahasa Inggris

dikenal sebagai bladygrass, spear grass, silver-spike atau cogongrass. Alang-

alang dapat berkembang biak dengan cepat, dengan benih-benihnya yang tersebar

cepat bersama angin, atau melalui rimpangnya yang cepat menembus tanah yang

gembur. Alang-alang (Imperata cylindrica) biasanya tumbuh pada lahan bekas

hutan yang rusak dan terbuka, bekas ladang, sawah yang mengering, tepi jalan

dan lain-lain. Sampai taraf tertentu, kebakaran vegetasi dapat merangsang

pertumbuhan alang-alang (Jayadi, 1991). Jenis rumput ini dapat tumbuh pada

elevasi 0 sampai ketinggian 300 meter dpl dengan curah hujan 500-5000 mm/thn

(Dwidjoseputro, 2009).

Chloris gayana (Rumput Rhodes)

Tanaman ini berasal dari Afrika timur dan selatan. Merupakan jenis

rumput berumur panjang dan membentuk rumpun yang lebat. Rumput ini

berkembang dengan stolon yang membentuk akar-akar pada buku-bukunya.

Rumput ini mudah tertekan oleh jenis rumput-rumput yang lebih agresif

seperti Cynodon plectostachyus. Tinggi tanaman bisa mencapai 60-150 cm.

Rumput ini dapat tumbuh pada tanah berstruktur ringan sampai berat dengan

ketinggian tempat 0-3.000 mdpl dan bercurah hujan 762-1.270 mm/tahun.

Universitas Sumatera Utara


Rumput rhodes dapat di potong setelah umur 40 hari setelah penanaman atau

sampai 60 hari pada musim kemarau (Sutedi et al., 2004).

Cynodon plectostachyus (Rumput Bintang Afrika)

Tanaman tahunan berstolon yang tumbuh cepat menutup tanah

membentuk hamparan yang padat. Tinggi tanaman bisa mencapai 120 cm. Jenis

rumput ini berasal dari Afrika timur tetapi umum terdapat di daerah-daerah tropis.

Cukup tahan terhadap penggembalaan. Dapat tumbuh pada semua jenis tanah

dengan ketinggian tempat yang rendah dan curah hujan berkisar 500-800

mm/tahun. Rumput ini peka terhadap pemupukan N. Biasanya diperbanyak

dengan sobekan rumpun (pols) atau stolon. Jenis rumput ini disukai oleh ternak

(Siregar, 1996).

Paspalum conjugatum (Rumput Paitan)

Rumput paitan merupakan jenis hijauan pakan ternak yang berasal dari

Amerika dan Asia Tenggara. Paspalum conjugatum banyak digunakan sebagai

pakan ternak terutama kerbau, sehingga sering juga disebut rumput kerbau.

Rumput paitan atau rumput kerbau sangat disukai oleh ternak ruminansia seperti

kerbau, kambing, sapi, dan domba. Paitan tumbuh dengan baik di daerah dengan

ketinggian hingga 1700 meter dpl. Jenis rumput ini Sering ditemukan di lapangan

atau tumbuh dibawah pohon (Sutaryono et al., 2002).

Chloris gayana (Rumput Rhodes)

Rumput rhodes atau juga disebut rumput Chloris gayana merupakan jenis

tanaman rumput yang tergolong unggul dan sifatnya tumbuh sepanjang tahun.

Keunggulan rumput ini mampu bertahan hidup di daerah yang kering, Sehingga

Universitas Sumatera Utara


dapat dijadikan alternatif dalam memenuhi ketersediaan rumput dikala musim

kemarau. rumput ini dapat tumbuh pada tanah berstruktur ringan sampai berat

dengan ketinggian tempat 0-3.000 m dpl dan bercurah hujan 762-1.270 mm/tahun.

Rumput ini berasal dari dataran Afrika Selatan dan Afrika Timur yang kemudian

menyebar ke beberapa daerah tropis salah satunya Indonesia. Setidaknya ada 3

jenis dan kultivar rumput Rhodes yakni C. gayana cv. Pioneer, C. gayana cv

Samford, dan C. gayana cv katambora. Ketiga jenis tersebut dapat berproduksi

rumput segar mencapai 50 ton tiap tahunnya (Sunderson and Paul, 2008).

Produktivitas Padang Penggembalaan

Pengembangan ternak ruminansia besar sangat ditentukan oleh potensi

daya dukung wilayah khususnya ketersediaan pakan ternak yang berupa hijauan

pakan (rumput dan leguminosa). Pakan ternak dapat bersumber dari rumput

budidaya di samping bersumber dari areal padang penggembalaan sebagai ajang

penggembalaan ternak. Hijauan dapat diperoleh dari hasil penanaman maupun

rumput lapang yang tersedia tanpa budidaya. Rumput lapang umumnya

berkembang di lahan di luar usaha tanaman pangan maupun pada areal padang

penggembalaan (Cullison, 1975 dalam Reksohadiprodjo, 1985).

Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah

merupakan salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi

dinamika populasi dalam keberhasilan pengembangan ternak, khususnya ternak

herbivora. Dalam memperhitungkan potensi suatu wilayah perlu dilihat populasi

ternak yang ada diwilayah tersebut dihubungkan dengan potensi hijauan makanan

ternak yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan, maka lahan-lahan yang

Universitas Sumatera Utara


potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang diperhitungkan,

antara lain: lahan pertanian, perkebunan, padang penggembalaan dan sebagian

kehutanan (Natasasmita dan Mudikdjo 1980).

Ada dua faktor dominan penyebab rendahnya produksi ternak dengan

sistem pemeliharaan tersebut di atas, yaitu : 1) rendahnya kualitas padang

penggembalaan alami dan 2) jumlah ternak yang dipelihara pada padang

penggembalaan alami tersebut tidak sesuai dengan kapasitas tampung. Tinggi

rendahnya kualitas suatu padang penggembalaan berkaitan erat dengan komposisi

botanis (tumbuhan) yang terdapat pada padang penggembalaan tersebut.

Sedangkan padatnya ternak yang dipelihara menyebabkan ketersediaan pakan

hijauan yang terdapat pada padang penggembalaan alami tersebut tidak

mencukupi kebutuhan seluruh ternak yang digembalakan

(Subagyo dan Kusmantoro, 1988).

Rumput dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah asam

yang kesuburannya sangat rendah sampai tanah berpasir yang mempunyai pH

tinggi. Rumput ini dapat tumbuh baik pada iklim tropika basah dengan musim

kemarau yang singkat atau tanpa musim kemarau (Horne dan Stur, 1999).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah cahaya,

temperatur, air, ketersediaan komponen udara dan kesuburan tanah. Sementara

faktor internal yang mendukung pertumbuhan mencakup semua proses fisiologi

dari jaringan, kondisi stomata, akumulasi atau ketersediaan bahan makanan

seperti

glukosa dan perubahan struktural dari jaringan tumbuhan sebagai respon terhadap

pertumbuhan, peningkatan umur pohon, serta penyakit yang terdapat pada bagian

Universitas Sumatera Utara


tumbuhan (Fritts, 1976).

Produktivitas hijauan pakan suatu padang penggembalaan dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ketersediaan lahan yang

memadai, dimana lahan tersebut harus mampu menyediakan hijauan pakan yang

cukup bagi kebutuhan ternak. Disamping itu faktor kesuburan tanah, ketersediaan

air, iklim dan topografi turut berpengaruh terhadap produktivitas padangan dalam

pengadaan hijauan pakan. Kualitas hijauan pakan ternak juga ditentukan oleh

komposisi hijauan dalam suatu areal padang penggembalaan dapat mengalami

perubahan dimana kondisi tanah yang kurang bagus atau mengalami kekeringan

karena musim kemarau yang berkepanjangan. Padang penggembalaan dikatakan

baik yaitu jika memiliki kapasitas tampung 0,4 hektar untuk 1 ST, atau satu hektar

lahan dapat menampung 2,5 ST/tahun (Susetyo, 1980).

Semakin besar kemiringan lereng menyebabkan peningkatan laju aliran

permukaan. Adapun sifat tanah yang mempengaruhi aliran permukaan adalah

tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan bawah dan tingkat

kesuburan tanah (Arsyad, 1980).

Topografi dalam hal ini tingkat kemiringan lereng dapat dinyatakan dalam

derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang mempunyai

selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama

dengan kecuraman 45º (Arsyad, 1980). Pengaruh dari topografi sangat kompleks,

termasuk didalamnya adalah perbedaan tanah, temperatur udara, evapotranspirasi,

dan cahaya matahari. Tempat tumbuh dengan topografi yang sama menunjukkan

keseragaman yang tinggi terhadap variabilitas lingkaran tumbuh dari tahun ke

tahun (Oberhuber dan Kofler, 2000).

Universitas Sumatera Utara


Secara umum, padang penggembalaan adalah areal untuk

menggembalakan ternak ruminansia dengan manajemen pemeliharaan diliarkan

(grazing) dalam mendukung efisiensi tenaga kerja dalam budidaya ternak. Dengan

sistem ternak diumbar di lahan tertentu pada periode tertentu, ternak bebas

memilih hijauan yang dibutuhkan, sehingga memacu produktivitas ternak itu

sendiri. Untuk mendukung pengembangan peternakan dalam antisipasi

ketersediaan daya dukung pakan yang semakin terbatas, saat ini telah berkembang

teknologi model integrasi ternak-tanaman (Crop Livestock System/CLS), yakni

ternak diintegrasikan dengan komoditas tanaman untuk mencapai kombinasi

optimal,sehingga input produksi menjadi lebih rendah (low input) dengan tidak

mengganggu tingkat produksi yang dihasilkan. Pada konsep pengembangan pola

pembibitan, faktor input produksi (biaya) dapat ditekan, karena output yang

diterima peternak adalah produksi anak dalam jangka panjang. Ketergantungan

terhadap hijauan pakan murah sangat dibutuhkan, khususnya yang bersumber dari

padang penggembalaan. Dengan sistem penggembalaan (ekstensif), peternak akan

mampu memelihara ternak dengan skala besar dan memperoleh keuntungan

optimal dibandingkan pola intensif (Priyanto dan Yulistiani, 2005).

Berbagai aktivitas peternak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

lingkungan sekitarnya. Sistem padang penggemnalaan merupakan kombinasi

antara pelepasan ternak di padang penggembalaan bebas dengan pemberian

pakan. Di indonesia sistem penggembalaan bebas hanya di temukan diwilayah

timur indonesia dimana terdapat areal padang rumput alami yang luas. Dibeberapa

tempat ternak dilepas untuk merumput di tepi jalan, halaman rumah atau tanah

Universitas Sumatera Utara


kosong di sekitar desa. Sistem ini menggunakan sedikit tenaga kerja. peternak

menggunakan sistem penggembalaan ini sepanjang tahun (Hadi, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas padang penggembalaan

adalah air, intensitas sinar, kekompakan tanah, temperatur (suhu) dan curah hujan

(CH). Air yang terbatas mempengaruhi fotosintesis dan perluasan daun karena

tekanan air mempengaruhi pembukaan stomata perluasan sel

(Susetyo Dan Suwarni, 1981). Produksi rumput di padang penggembalaan

ditentukan oleh beberapa faktor seperti iklim, pengelolaan, kesuburan tanah,

pemeliharaan dan tekanan penggembalaan (Reksohadiprodjo, 1994).

Curah hujan yang sangat besar dan jauh melebihi kebutuhan tanah dan

tanaman menyebabkan tanah tererosi dan terlindih berat yang mengakibatkan

terangkutnya garam terlarut. Pada suasana tersebut kecuali komponen asam hanya

Fe dan Al serta beberapa logam oksida saja yang dapat tahan terhadap pelapukan,

oleh karena itu reaksi tanah menjadi asam atau sangat asam (Tan, 1991).

Kapasitas Tampung

Kapasitas tampung adalah kemampuan padang penggembalaan untuk

menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak

yang

digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan

untuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1994).

Kapasitas tampung juga dapat diartikan sebagai kemampuan padang

rumput dalam menampung ternak atau jumlah ternak yang dapat dipelihara per

satuan luas padang penggembalaan. Kapasitas tampung identik dengan tekanan

penggembalaan (stocking rate) yaitu jumlah ternak atau unit ternak per satuan

Universitas Sumatera Utara


luas padang penggembalaan. Tekanan penggembalaan optimum merupakan

pencerminan dari kapasitas tampung yang sebenarnya dari padang

penggembalaan, karena baik pertumbuhan ternak maupun hijauan dalam keadaan

optimum atau merupakan pencerminan keseimbangan antara padang rumput

dengan jumlah unit ternak yang digembalakan (Susetyo, 1980). Kapasitas

tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah,

pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak/satwa yang

digembalakan atau terdapat di suatu padangan (Subagio dan Kusmartono, 1988).

Salah satu faktor yang diperlukan untuk menganalisis kapasitas tampung

ternak ruminansia di suatu wilayah adalah dengan menghitung potensi hijauan

pakan. Hijauan pakan untuk ternak ruminansia terdiri dari rerumputan, dedaunan

dan limbah pertanian. Estimasi potensi hijauan pakan pada masing-masing

wilayah dipengaruhi oleh keragaman agroklimat, jenis dan topgrafi tanah dan

tradisi budidaya pertanian (Ma’sum, 1999).

Pengembangan peternakan akan berjalan lambat apabila usaha tersebut

masih dianggap sebagai usaha sampingan. Pengembangan peternakan di suatu

wilayah perlu mengukur potensi wilayah bagi ternak yang akan dikembangkan,

karena produksi ternak akan banyak bergantung pada daya dukung pakan yaitu

sekitar 80 % yang tercermin dari luas lahan hijauan serta sisa-sisa hasil pertanian

(Makka, 2004).

Kuantitas produksi hijauan dalam kuadran 1 m². Menetapkan Proper Use

Factor (PUF) tergantung pada jenis ternak yang digembalakan, spesies hijauan,

dan kondisi tanah padang penggembalaan. Penggunaan padang penggembalaan

Universitas Sumatera Utara


ringan, sedang, dan berat nilai PUF nya masing-masing 25-30%, 40-45%, dan 60-

70% (Subagyo dan Kusmartono, 1988).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian di laksanakan di Kabupaten Samosir di mulai pada bulan Juli

sampai dengan Oktober 2016.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang di gunakan adalah sampel hijauan yang di ambil dari

Kabupaten Samosir, Pulau Samosir.

Alat

Alat yang di gunakan adalah kuadran persegi 1x1 m sebagai alat untuk

mengukur produksi hijauan, gunting untuk memotong hijauan, label name untuk

memberi tanda pada sampel yang di ambil, timbangan untuk menimbang sampel

hijauan, plastik dan amplop sebagai wadah untuk menyimpan sampel, oven untuk

menganalisis Bahan Kering (BK) hijauan tersebut dan kamera sebagai alat

dokumentasi.

Metode Penelitian

Pengkajian Hijauan Pakan Ternak pada lahan padang penggembalaan di

Kabupaten Samosir meliputi, penentuan titik lokasi penelitian berdasarkan

ketinggian tempat, pengambilan sampel hijauan dan menghitung produktivitas

hijauan.

Universitas Sumatera Utara


Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan tempat pengambilan sampel

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Pulau

Samosir Kabupaten Samosir yaitu :

a. Pada ketinggian 905 – 1200 yang terdiri dari Desa Garoga 46, Desa unjur,

Desa Marlumba, Desa Harianja, Desa suhisuhi Dolok, Desa Sigaol, dan Desa

Lumban pinggol dusun I.

b. Pada ketinggian 1205 – Up atau maksimal 1690 mdpl yang terdiri dari Desa

Tanjungan, Desa Sipira 33, Desa Sipira 33, Desa Parbaba Dolok, Desa

Sidihoni, Desa Lumban Simbolon I, dan Desa Peasunut.

2. Pengambilan dan penentuan jumlah cuplikan

Pengambilan cuplikan dilakukan secara acak dan sistematik

(Reksohadiprodjo, 1994) yang dimulai dari titik yang telah di tentukan kemudian

cuplikan-cuplikan diambil pada jarak-jarak tertentu sepanjang garis yang

memotong padang rumput dengan langkah-langkah sebagai berikut

(Susetyo, 1980) :

a. Petak cuplikan seluas 1m² atau lingkaran dengan garis tengah 1m.

b. Petak cuplikan pertama diletakkan secara acak.

c. Petak cuplikan kedua diambil pada jarak sepuluh langkah kekanan dari petak

cuplikan pertama dengan luas yang sama. Kedua petak yang berturut-turut

tersebut membentuk satu kumpulan (Cluster).

Universitas Sumatera Utara


d. Cluster selanjutnya diambil pada jarak lurus 125 m dari cluster sebelumnya.

Tiap satu cluster diambil mewakili area seluas 1,3 ha.

e. Pengambilan cuplikan pada lahan pastura alami di Kabupaten Samosir Pulau

Samosir pada dataran tinggi dan rendah dilakukan sebanyak 71 cuplikan.

Pada ketinggian 905 – 1200 mdpl (pada ketinggian terendah) pengambilan

cuplikan dilakukan sebanyak 58 cuplikan dan pada ketinggian 1205 – up atau

maksimal 1690 mdpl pengambilan cuplikan dilakukansebanyak 13 cuplikan.

Setelah petak cuplikan ditentukan, semua hijauan yang terdapat didalamnya

dipotong sedekat mungkin dengan tanah.

f. Hijauan tersebut dimasukkan kedalam amplop dan ditimbang berat segarnya.

g. Catatan berat segar tersebut dapat di ketahui hijauan segar per kg/ha

3. Peubah yang diamati

3.1 Produksi Bahan Segar

Produksi segar hijauan disetiap kuadran diperoleh dengan melakukan

penimbangan hijauan dalam keadaan segar atau tanpa dilakukan pengeringan pada

hasil pemotongan yang dilakukan dan hasilnya dicatat sebagai produksi bahan

segar.

3.2 Produksi Bahan Kering (BK)

Produksi bahan kering diperoleh dari sampel yang diambil dari setiap

perlakuan hasil penimbangan berat segar, kemudian dijemur atau

dikeringanginkan. Selanjutnya di ovenkan pada suhu 1050C selama 48 jam,

kemudian ditimbang berat kering rumput tersebut. Produksi berat segar

dikonversikan kedalam berat kering untuk mengetahui produksi berat kering.

Untuk menentukan persentase bahan kering dapat digunakan rumus :

Universitas Sumatera Utara


% BK = Berat setelah pengeringan x 100%
Berat segar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Wilayah Penelitian

Tabel. 1 Titik lokasi penelitian pada ketinggian 905-1200 dan pada ketinggian
diatas 1200 mdpl

No. Titik Elevate Easten North Lokasi

Titik lokasi penelitian pada ketinggian 905-1200 m dpl


1 Simbolon 910 m 098◦ 75' 407" 02◦ 52' 091" Campuran
2 Unjur 919 m 098◦ 82' 665" 02◦ 68' 184" Lahan terbuka
3 Garoga 932 m 098◦ 84' 245" 02◦ 66' 522" Persawahan
4 Marlumba 964 m 098◦ 80' 240" 02◦ 72' 133" Lahan terbuka
5 Suhi - Suhi Dolok 990 m 098◦ 70' 580" 02◦ 66' 494" Lahan terbuka
6 Parbaba Dolok 1034 m 098◦ 70' 537" 02◦ 67' 752" Persawahan
7 Lumban Pinggol 1037 m 098◦ 70' 773" 02◦ 61' 658" Lahan terbuka
8 Onan Runggu 1053 m 098◦ 97' 001" 02◦ 47' 775" Lahan terbuka
9 Peanabolak 1149 m 098◦ 44' 063" 02◦ 35' 344" Lahan terbuka
Titik lokasi penelitian pada ketinggian diatas 1200 m dpl
10 Tanjungan 1305 m 098◦ 89' 423" 02◦ 56' 211" Lahan terbuka

11 Sidihoni 1312 m 098 44' 685" 02◦ 36' 002" Lahan terbuka

12 Lintong Sunut 1344 m 098 45' 756" 02◦ 34' 796" Lahan terbuka
13 Lumban Simbolon 1345 m 098◦ 45' 878" 02◦ 34' 444" Lahan terbuka
14 Sipira 32 1405 m 098◦ 91' 439" 02◦ 54' 110" Lahan terbuka
15 Sipira 33 1405 m 098◦ 90' 982" 02◦ 54' 366" Lahan terbuka
Sumber : Berdasarkan Data GPS (Global Positioning System), (2016)

Daerah lokasi pengambilan sampel pada ketinggian 905 - 1200 m dpl

berjumlah 9 titik, sementara pada ketinggian diatas 1200 m dpl berjumlah 6 titik.

Titik keseluruhan pengambilan sampel hijauan di Kabupaten Samosir Pulau

Samosir yaitu berjumlah 15 lokasi dengan titik terendah 910 m dpl terletak pada

02◦ 52' 091" Lintang utara dan 098◦ 75' 407" Lintang selatan, berada di Simbolon

dengan jenis rumput yang tersedia adalah pastura campuran. Titik tertinggi 1405

mdpl berada pada titik Sipira 33 yang terletak pada 02◦ 54' 366" Lintang utara dan

Universitas Sumatera Utara


098◦ 90' 982" Lintang selatan, jenis rumput yang tersedia umumnya rumput

lapangan.

Berdasarkan ketersediaan lahan penggembalaan, seluruh lokasi merupakan

lahan yang potensial digunakan sebagai lahan penggembalaan karena lahan yang

tersedia cukup luas dan mempunyai topografi lahan yang baik sehingga peternak

tidak terlalu sulit untuk menggembalakan ternaknya. Hal ini sesuai dengan

Pernyataan Susetyo (1980), yang menyatakan bahwa produktivitas hijauan pakan

suatu padang penggembalaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

faktor ketersediaan lahan yang memadai, dimana lahan tersebut harus mampu

menyediakan hijauan pakan yang cukup bagi kebutuhan ternak. Disamping itu

faktor kesuburan tanah, ketersediaan air, iklim dan topografi turut berpengaruh

terhadap produktivitas padangan dalam pengadaan hijauan pakan.

Penentuan Tempat Penelitian

Penentuan titik lokasi penelitian di lakukan dengan melakukan pendataan

lapangan. Dimana pada saat pendataan dilakukan dengan memakai alat GPS

(Global Positioning System). Kegunaan alat ini yaitu untuk menentukan lokasi

pastura berdasarkan ketinggian tempat dan sebagai acuan untuk menentukan titik-

titik lokasi lahan padang penggembalaan yang telah didapat berdasarkan mapping

atau pemetaan lahan dengan GPS (Global Positioning System). Berdasarkan

pengambilan data GPS tersebut maka di peroleh data bahwa terdapat 63 titik lahan

pastura alami di pulau Samosir. Titik-titik lokasi tersebut merupakan titik lokasi

yang sudah di tentukan berdasarkan kriteria tafsiran luasan yang layak untuk

dijadikan sebagai objek penelitian. Dengan di dapatnya titik lokasi yang potensial

di Pulau Samosir berdasarkan surve yaitu sebanyak 63 titik setelah itu lokasi

Universitas Sumatera Utara


penelitian dipetakan berdasarkan ketinggian tempat, kelas kemampuan lahan dan

berdasarkan tata guna lahan untuk menentukan titik-titik lokasi dimana sampel

akan di ambil. Penggolongan titik-titik lokasi pengambilan sampel penelitian

tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Pemetaan pastura alami berdasarkan ketinggian di Pulau Samosir


Kelas
Ketinggian Tempat Kemampuan Penggunaan lahan
Semak Tanah Lahan
Sawah Rawa
Lahan belukar terbuka kering
KKL II - - 4 - -
905- 1200 m dpl KKL III - - - - -
KKL IV - 23 - -
KKL II - - - - -
Lebih dari
1205 m dpl KKL III - - - - -
KKL IV 1 1 9 3 1
Sumber: Data Olahan Laboratorium GIS (Geographic Information System) FP USU, 2016

Berdasarkan hasil Tabel 2 penentuan titik-titik sampel dapat dilihat

berdasarkan kelas kemampuan lahan dimana kelas kemampuan lahan dibagi dua

bagian berdasarkan ketinggian yaitu pada ketinggian 905-1200 m dpl terdapat 3

tempat kkl yaitu pertanian lahan kering dan tanah terbuka dan pada ketinggian

lebih dari 1200 mdpl terdapat lima lokasi yaitu pada kkl IV di semak belukar,

tanah terbuka, pertanian lahan kering, rawa dan sawah. Berdasarkan hasil

pemetaan lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan (KKL) oleh Laboratorium

GIS (Geographic Information System) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, 2016 dari data lokasi 63 titik tersebut maka diperoleh hasil bahwa pada ke

dua (2) ketinggian hanya terdapat 15 titik lokasi penelitian yaitu pada ketinggian

905-1200 m dpl sebanyak 9 titik dan pada ketinggian diatas 1200 m dpl sebanyak

6 titik lokasi penelitian. Berdasarkan titik lokasi tersebut maka dilakukan

Universitas Sumatera Utara


pengambilan data produksi hijauan yang di bedakan berdasarkan ke dua

ketinggian sehingga didapat data hasil produksi segar hijauan pada lahan pastura

alami di Pulau Samosir Kabupaten Samosir di sajikan pada tabel berikut:

Produksi Hijauan per Titik Pengamatan

Tabel 3. Produksi Bahan Segar berdasarkan Ketinggian adalah sebagai berikut:


Titik Lokasi Produksi Bahan Segar
g/m² kg/ha/panen
Ketinggian Tempat 905 - 1200 m dpl
1 Simbolon 140,50 1.405,0
2 Unjur 179,77 1.797,7
3 Garoga 254,50 2.545,0
4 Marlumba 161,80 1.618,0
5 Suhi - Suhi Dolok 218,20 2.182,0
6 Parbaba Dolok 258,80 2.588,0
7 Lumban Pinggol 213,90 2.139,0
8 Onan Runggu 249,90 2.499,0
9 Peanabolak 166,08 1.660,8
Rataan 204,827 2.048,27

Titik lokasi penelitian pada ketinggian diatas 1200 m dpl


10 Tanjungan 266,60 2.666,0
11 Sidihoni 86,75 867,5
12 Lintong Sunut 323,40 3.234,0
13 Lumban Simbolon 81,53 815,3
14 Sipira 32 98,40 984,0
15 Sipira 33 161,47 1.614,7
Rataan 169,691 1.696,91

Rataan Produksi Bahan Segar tertinggi pada ketinggian 905-1200 m dpl

adalah 2.048,27 kg/ha/panen sementara total produksi Bahan Segar pada

ketinggian lebih dari 1200 m dpl adalah 1.696,91kg/ha. Rataan produksi Bahan

Segar tertinggi pada ketinggian 905-1200 m dpl adalah berada pada titik lokasi

Parbaba Dolok dengan produksi hijauan sekitar 2.588,0 kg/ha/panen dan produksi

terendah berada di titik lokasi Simbolon yaitu dengan produksi segar 1.405,0

kg/ha/panen. Rataan produksi segar tertinggi terdapat pada titik lokasi Parbaba

Dolok yaitu 2.588,0 kg/ha sementara itu produksi terendah terdapat di Simbolon

Universitas Sumatera Utara


dengan rataan produksi segar 1.405,0 kg/ha/panen. Rendahnya produksi hijauan

pada titik lokasi Simbolon di sebabkan karena lahan padang penggembalaan di

lokasi ini merupakan lahan pinggiran bekas tanaman palawija oleh warga

setempat sehingga hijauan yang tumbuh disana pun tidak begitu mendominasi

kerena kebanyakan di tumbuhi oleh semak-semak ataupun tumbuhan paku-pakuan

yang bukan merupakan makanan ternak.

Produksi Bahan Segar tertinggi pada ketinggian diatas 1200 m dpl berada

di titik lokasi Lintong sunut dengan produksi 3.234,0 kg/ha/panen dan produksi

terendah berada di titik lokasi Lumban Simbolon 815,3 kg/ha/panen. Produksi

Hijauan pada setiap lokasi penelitian berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena

curah hujan pada setiap lokasi penelitian juga tidak sama. Dimana rata-rata curah

hujan per bulan yang tertinggi terdapat di ketinggian 905-1200 m dpl yaitu sekitar

219,92 mm, sedangkan pada ketinggian lebih dari 1200 m dpl rata-rata curah hujan

per bulan sekitar 42 mm (BPS, 2016). Berdasarkan data curah hujan tersebut

terdapat perbedaan curah hujan pada kedua ketinggian secara signifikan dimana

rata-rata curah hujan pada ketinggian 905-1200 m dpl memiliki curah hujan paling

tinggi dibanding dengan ketinggian diatas 1200 m dpl. Hal ini menyebabkan

produksi hijauan pada ketinggian 905-1200 m dpl memiliki rataan produksi hijauan

tertinggi di bandingkan dengan ketinggian diatas 1200 m dpl. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Mcllroy (1976), yang menyatakan bahwa Faktor iklim terkait pada

cahaya,curah hujan, suhu, dan kelembaban. Cahaya matahari dapat mempengaruhi

kecepatan pertumbuhan, fotosintesis kecepatan tranlokasi atau kehilangan air yang

mengakibatkan meningkatnya kebutuhan air tanaman. Curah hujan mempengaruhi

pertumbuhan, produksi dan kualitas hijauan. Hujan yang terlalu tinggi

Universitas Sumatera Utara


mempercepat pengikisan unsur hara tanah di lahan terbuka, sehingga produktivitas

tanaman menjadi rendah. Tingginya suhu lingkungan, rusaknya zat warna daun

(klorofil) serta terhambatnya aktivitas berbagai jenis hormon tanaman, sedangkan

bila suhu terlalu rendah maka akan memperlambat proses dan penyebaran hasil

fotosintesis

Tabel 4. Produksi Bahan Kering berdasarkan Ketinggian adalah sebagai berikut:


Produksi Bahan Kering
g/m² kg/ha/panen
Ketinggian Tempat 905 - 1200 mdpl
1 Simbolon 63,73 637,3
2 Unjur 79,51 795,1
3 Garoga 109,49 1094,9
4 Marlumba 53,24 532,4
5 Suhi - Suhi Dolok 99,37 993,7
6 Parbaba Dolok 88,65 886,5
7 Lumban Pinggol 89,61 896,1
8 Onan Runggu 77,23 772,3
9 Peanabolak 72,16 721,6
Rataan 81,443 814,43
Titik lokasi penelitian pada ketinggian >1200 mdpl
10 Tanjungan 122,64 1.226,4
11 Sidihoni 33,67 336,7
12 Lintong Sunut 136,91 1.369,1
13 Lumban Simbolon 30,60 306,0
14 Sipira 32 46,68 466,8
15 Sipira 33 73,07 730,7
Rataan 73,928 739,28

Rataan produksi Bahan Kering pada ketinggian 905-1200 m dpl adalah

814,43 kg/ha/panen sementara pada ketinggian lebih dari 1200 m dpl yaitu 739,28

kg/ha/panen. Produksi Bahan Kering Hijauan tertinggi per titik pengamatan pada

ketinggian 905-1200 m dpl yaitu pada titik lokasi Garoga, dengan produksi Bahan

Kering sekitar 1094,9 kg/ha/panen dan produksi terendah yaitu berada di titik

Marlumba 532,4 kg/ha/panen. Sementara total produksi BK tertinggi pada

ketinggian lebih dari 1200 m dpl berada pada lokasi Lintong Sunut yaitu sekitar

1.369,1 kg/ha/panen dan produksi BK terendah pada lokasi Simbolon dengan

Universitas Sumatera Utara


jumlah produksi BK 306,0 kg/ha/panen. Produksi hijauan pada setiap titik

pengambilan kuadaran berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Williamson and payne (1993), yang menyatakan bahwa Produksi bahan kering

dari hijauan tiap unit tanah tergantung pada jenis tanaman yang tumbuh, jumlah

radiasi yang didapat, tersedianya kelembaban tanah dan zat-zat makanan untuk

tanaman dan cara pengelolaan. Tersedianya air tanah tergantung pada jumlah

curah hujan, musim dan tipe tanah. Kualitas hijauan tergantung terutama pada

curah hujan yang efektif dan intensitas radiasi sinar matahari. Kualitas hijauan

pada musim hujan dan kemarau berbeda. Kandungan BK pada musim hujan

umumnya lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini disebabkan

oleh pengairan pada saat musim penghujan yang menyebabkan tanaman tidak

mengalami krisis air dan pertumbuhan tanaman akan semakin baik karena kadar

air pada tanaman akan semakin meningkat sehingga kadar bahan kering hijauan

menjadi rendah pada saat panen. Berbeda dengan musim kemarau, pada saat

tanaman mengalami krisis air maka kadar bahan kering (BK) tanaman tersebut

akan semakin meningkat.

Data Penggunaan Lahan berdasarkan Ketinggian Tempat

Tabel 5. Data Luasan berdasarkan Tata Guna Lahan (Ha)


Ketinggian (m dpl)
Penggunaan Lahan
905-1200 1200-1690 Total
1 Hutan lahan kering sekunder 0,00 280,19 280,19
2 Hutan tanaman 276,48 7.602,13 7.878,61
3 Semak belukar 1.669,78 1.637,08 3.306,86
4 Pemukiman 179,78 0,00 179,78
5 Tanah terbuka 5.375,81 7.387,26 12.763,07
6 Tubuh air 0,00 32,95 32,95
7 Pertanian lahan kering 17.196,00 10.218,72 27.414,72
8 Sawah 206.34 261,92 468,26
9 Rawa 0,00 243,93 243,93
Total 24.904,19 27.664,18 52568,37

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Data Olahan Laboratorium GIS (Geographic Information System) FP USU, 2016
Berdasarkan data olahan laboratorium GIS (Geographic Information System)

Berdasarkan data luasan tata guna lahan di Pulau Samosir pada ketinggian

905-1200 m dpl diperoleh data luas lahan pastura alami dengan total sekitar

22.778,15 Ha. Berdasarkan hasil olahan data penggunaan lahan pastura berasal

dari tanah terbuka yaitu dengan luasan 5.375,81 Ha, pertanian lahan kering

17.196,00 Ha, sawah 206.34 Ha. Berdasarkan data luasan lahan penggembalaan

alami pada ketiga jenis tersebut merupakan sumber potensi hijauan yang di

jadikan lahan pastura alami oleh para peternakan rakyat di Kabupaten Samosir.

Sementara pada ketinggian 1200-1690 m dpl diperoleh data hasil luasan

lahan penggembalaan alami dengan total 11.462,83 Ha. Berdasarkan hasil olahan

data penggunaan lahan penggembalaan pada ketinggian ini, biasanya para

peternak menggembalakan ternaknya pada lahan terbuka dengan total luasan

7.387,26 Ha, pertanian lahan kering 10.218,72 Ha, sawah 261,92 dan rawa 243,93

Ha.

Total Produksi Hijauan berdasarkan Ketinggian Tempat

Tabel 6. Rataan Produksi Bahan Segar dan Produksi Bahan Kering di Pulau
Samosir Kabupaten Samosir berdasarkan data Luasan Lahan Pastura
Produksi Produksi
Ketinggian Luasan Asumsi Asumsi
Bahan Segar Bahan Kering
Tempat (ha) Ton/Ha/panen Ton/Ha/panen
(Kg/Ha/panen) (Kg/Ha/panen)
905-1200 22.778,15 2.048,27 46.655,80 814,43 18.551.208,70
>1200 11.462,83 1.696,1 19.442,10 739,28 8.474,24
Sumber: Data Primer (2016)

Rataan produksi Bahan Segar pada ketinggian 905-1200 m dpl dengan

luasan lahan penggembalaan 22.778,15 ha yaitu sekitar 2.048,27 ton/ha/panen

dan rataan produksi BK adalah 18.551.208,70 ton/ha/panen. Sementara asumsi

Universitas Sumatera Utara


produksi Bahan Segar per luas pastura dalam satu tahun pada ketinggian lebih dari

1200 mdpl dengan luasan lahan penggembalaan 11.462,83 ha adalah 19.442,10

ton/ha/panen dengan produksi BK sekitar 8.474,24 ton/ha/panen. Berdasarkan

hasil olahan data tersebut dapat diketahui bahwa produksi bahan segar dan

produksi bahan kering hijauan tertinggi berada pada ketinggian 905-1200 mdpl

dan produksi hijauan terendah berada pada ketinggian diatas 1200 m dpl.

Berdasarkan data diatas di ketahui bahwa produksi hijauan di Kabupaten Samosir

tidak memiliki produksi yang cukup berpotensi jika di bandingkan dengan luasnya

lahan penggembalaan yang tersedia pada daerah tersebut. Hal ini dikarenakan

bahwa pada saat penelitian mengalami kemarau yang cukup lama yaitu sekitar 7

bulan sehingga menyebabkan hijauan pada lahan pasture di Kabupaten Samosir

mengalami krisis air sehingga sulit untuk bertumbuh dengan baik. Hal ini tentu

saja sangat berpengaruh terhadap rendahnya produksi hijauan pada lahan-lahan

pasture di daerah tersebut sehingga menurun sangat signifikan di banding tahun

sebelumnya. Pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi produktivitas

rumput yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan yang mencakup keadaan tanah

dan kesuburannya, pengaruh iklim termasuk cuaca dan perlakuan manusia atau

manajemen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mc. Ilroy (1977) menjelaskan

bahwa produktivitas rumput tergantung pada faktor- faktor seperti persistensi,

agresivitas, kemampuan tumbuh kembali, sifat tahan kering dan tahan dingin,

penyebaran produksi musiman, kesuburan tanah dan iklim.

Hijauan yang mendominasi pada lahan penggembalaan di Pulau Samosir

seperti Panicum maximum (rumput benggala), Axonopus compresus, Penisetum

clandestinum, Digitaria decumbens (rumput pangola) dan imperata cylindrica

Universitas Sumatera Utara


(rumput alang-alang). Rumput ini dapat tumbuh pada tanah berstruktur ringan

sampai berat dengan ketinggian tempat 0-3.000 mdpl dan bercurah hujan 762-

1.270 mm/tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agus (2008), yang

menyatakan bahwa jenis rumput yang sering tumbuh pada pastura alam adalah

alang-alang dan Axonopus compressus. Axonopus compressus dapat menghasilkan

produksi produksi sekitar 60 ton/ha/thn. Sementara hijauan axonopus

compresusus dapat menghasilkan rata-rata produksi sekitar 40 ton/ha/tahun, dan

hal ini di tambahkan oleh pernyataan Prayitno (2010) menyatakan bahwa rumput

pangola dapat menampung ternak 9-10 ekor sapi selama beberapa bulan atau

menghasilkan berat badan sekitar 450 g/hr. Digitaria decumbens dapat

menghasilkan produksi sekitar 125 ton hijauan segar tiap ha dalam setahun.

Rendahnya potensi produksi hijauan di Kabupaten Samosir sebabkan

karena pada saat pengambilan sampel hijauan bertepatan pada musim kemarau

sehingga hijauan yang terdapat di Kabupaten Samosir tersebut mengalami krisis

air dan produksi hijauan menurun secara signifikan. Kemarau panjang yang

melanda daerah ini mengalami krisis pangan khususnya pada ternak ruminansia

karena hijauan pada lahan penggembalaan sangat sulit untuk tumbuh. Hal ini

sesuai dengan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir (2016), yang

menyatakan bahwa data curah hujan per bulan tertinggi terdapat di Kecamatan

Onan Runggu 219,92 mm, dan curah hujan terendah berada pada Kecamatan

Ronggur Nihuta yaitu 42 mm. Sesuai data tersebut dapat kita ketahui bahwa

rendahnya curah hujan di Kabupaten Samosir menyebabkan kekeringan yang

berdampak pada produktivitas hijauan sehingga menurun secara signifikan.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Subagiyo dan Kusmartono (1988), musim terutama curah hujan

sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas hijauan. Hal ini di sebabkan

karena kandungan nilai gizi rumput berasal dari unsur hara dalam tanah. Dengan

berkurangnya kadar air tanah pada musim kemarau akan menurunkan kuantitas

produksi rumput hal ini di sebabkan karena kurangnya absorbsi rumput terhadap

air dalam tanah.

Uji Perbandingan Produksi Bahan segar dan Bahan Kering

Tabel 7. Hasil uji beda rata produksi bahan segar dan bahan kering pada padang
penggembalaan dengan ketinggian 905-1200 dan >1200 mdpl
Ketinggian (mdpl)
Produksi Sig.
905-1200 > 1200
Bahan segar (kg/ha/panen) 2.048,27 1.696,1 0,020
Bahan kering (kg/ha/panen) 814,43 739,28 0,012
Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan analisis Independent Sample T-test pada Tabel 7, dapat

diketahui bahwa terdapat perbedaan produksi bahan segar pada ketinggian 905-

1200 m dpl dan ketinggian lebih dari 1200 m dpl secara signifikan. Hal ini terlihat

dari hasil analisis pada program SPSS dimana nilai probabilitas pada uji t sebesar

0,020 (P< 0,1).

Rataan produksi bahan segar tertinggi berada pada ketinggian 905-1200

mdpl, yaitu 2.048,27 kg/ha, sementara pada daerah dengan ketinggian diatas 1200

m dpl memiliki rataan produksi segar 1.696,1 kg/ha/panen. Berdasarkan data hasil

produksi hijauan diketahui bahwa produksi bahan segar maupun produksi bahan

kering pada padang penggembalaan memiliki perbedaan produksi yang sangat

nyata pada kedua ketinggian. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Reksohadiprodjo (1985), yang menyatakan bahwa bangsa hijauan dan faktor

Universitas Sumatera Utara


lingkungan dipengaruhi oleh tanah dan iklim. Sedangkan menurut

Soepardi (1983), kesuburan tanah adalah kemampuan tanah menyediakan unsur

hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang bagi pertumbuhan suatu tanaman

tertentu disamping faktor lain seperti air dan cahaya. Temperatur keasaman tanah,

dan keadaan fisik tanah (tekstur, peredaran udara, drainase dan sebagainya)

berada dalam keadaan memungkinkan. Kesuburan tanah ditentukan oleh

kesuburan fisik, kimia dan biologi (Soebagyo, 1969).

Berdasarkan analisis Independent Sample T-test pada Tabel 7, dapat

diketahui bahwa terdapat perbedaan produksi bahan kering pada ketinggian 905-

1200 mdpl dan ketinggian lebih dari 1200 mdpl secara signifikan. Hal ini terlihat

dari hasil analisis pada program SPSS dimana nilai probabilitas pada uji t sebesar

0,012 (P< 0,1).

Produksi bahan kering pada padang penggembalaan dengan ketinggian

905-1200 adalah 814,43 kg/ha sedangkan pada ketinggian di atas 1200 m dpl,

yaitu 739,28 kg/ha. Bahan kering dapat diketahui melalui analisis proksimat.

Analisis proksimat mulai dikembangkan oleh Wilhelm Henneberg dan asistennya

Stohman pada tahun 1960 di laboratorium Wende di Jerman. Oleh karena itu

analisis model ini dikenal juga dengan analisis Wende. Pada prinsipnya bahan

pakan terdiri atas dua bagian yaitu air dan bahan kering yang dapat diketahui

melalui pemanasan pada suhu 105̊ C. selanjutnya bahan kering ini dapat

dipisahkan antara kadar abu dan kadar bahan organik melalui pembakaran dengan

suhu 500 ̊ C (Sutardi, 2012).

Dari hasil surve yang telah dilaksanakan diketahui bahwa lahan

penggembalaan pada kedua ketinggian memiliki daerah yang cukup baik untuk

Universitas Sumatera Utara


lahan penggembalaan ternak, hal ni disebabkan karena areal padang

penggembalaan pada kedua ketinggian tersebut cukup landai atau tidak begitu

curam sehingga peternak tidak sulit untuk menggembalakan ternaknya. Jenis

padang penggembalaan di Kabupaten Samosir sesuai surve lapangan adalah

padang penggembalaan alam dengan lahan terbuka berupa hamparan luas dan

padang penggembalaan temporer (sementara). Padang penggembalaan temporer

seperti lahan bekas perkebunan yang sudah tidak di olah lagi serta lahan

persawahan pada saat selesai panen. Dimana pemanfaatan lahan kosong pada

persawahan dapat di manfaatkan sebagai lahan penggembalaan sementara selama

6 bulan kedepan setelah selesai panen. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Reksohadiprodjo (1985), yang menyatakan bahwa pastura alam terdiri dari

beberapa macam, yaitu : pastura alam yang sudah ditingkatkan, pastura buatan

(temporer), dan pastura dengan irigasi. Pastura alam merupakan padangan yang

terdiri dari tanaman dominan yang berupa rumput perennial, sedikit atau tidak ada

sama sekali belukar gulma (weed), tidak ada pohon, sering disebut padang

penggembalaan permanen, tidak ada campur tangan manusia terhadap susunan

floranya, tetapi hanya mengawasi ternak yang digembalakan. Pastura alam yang

sudah ditingkatkan yaitu dimana Spesies-spesies hijauan makanan ternak dalam

padangan belum ditanam oleh manusia, tetapi manusia telah mengubah komposisi

botaninya sehingga didapat spesies hijauan yang produktif dan menguntungkan

dengan jalan mengatur pemotongan (defoliasi).

Berdasarkan surve penelitian di Pulau Samosir Kabupaten Samosir sistem

pemeliharaan ternak dilakukan secara ekstensif atau tidak dikandangkan. Dimana

peternak hanya menggembalakan ternaknya pada lahan pastura sepanjang hari.

Universitas Sumatera Utara


Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1999), yang menyatakan bahwa

sistem pemeliharaan ternak terdapat 3 jenis yaitu secara ekstensif, intensif dan

semi intensif. Sistem pemeliharaan secara intensif yaitu ternak hanya

dikandangkan sepanjang hari (dikandangkan), sedangkan sistem pemeliharaan

ekstensif adalah ternak hanya digembalakan pada lahan padang penggembalaan

secara bebas sepanjang hari dan pada sore hari ternak akan di kandangkan

kembali.

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ketinggian tempat pada padang penggembalaan alami di Pulau Samosir

Kabupaten Samosir memberikan pengaruh terhadap produksi bahan segar maupun

produksi bahan kering hijauan.

Saran

Disarankan untuk melakukan penanaman tanaman yang sudah adaptif

pada lahan pastura alami yang telah ada, sehingga kedepannya tersedia hijauan

makanan ternak untuk pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Samosir.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1983. Hijauan Makanan Ternak. Yayaasan Kanisius, Yogyakarta.

Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Bagian Nutrisi dan
Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Arsyad, S. 1980. Pengawetan Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ashari, F., E. Juarini, Sumanto, B. Wibowo, Suratman, 1995. Pedoman Analisis


Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan Peternakan. Balai
Penelitian Ternak dan Direktorat Bina Penyebaran dan Pengembangan
Peternakan. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Samosir 2014.

Balai Embrio Ternak [B.E.T]. 1997. Performans Rumput Gajah cv. Taiwan.
B.E.T. Cipelang. Bogor.

Direktorat Perluasan Areal, 2009. Pedoman Teknis Perluasan Areal Padang


Penggembalaan. Direktorat Perluasan Areal. Direktorat Jenderal
Pengelolaan Lahan Dan Air Departemen Pertanian.

Dwidjoseputro, D. 1999. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Fritts, H.C. 1976. Tree Rings and Climate. Academic Press Inc. London.

Hadi, P.U. 2002. Improving Indonesia’s Beef Industry. ACIAR Monograph


Series. Canberra. http://www.aciar.gov.ay.

Horne, P. M. & W. W. Stur. 1999. Mengembangkan Teknologi Hijauan Makanan


Ternak (HMT) bersama Petani dan Cara Memilih Varietas Terbaik untuk
Ditawarkan Kepada Petani di Asia Tenggara. ACIAR dan CIAT.
Monograf ACIAR No. 65, Manila.

Humphryes, L.R. 1991. Tropical Pasture Utilization. Cambridge University Press.


Cambridge.

Jayady, S. 1991. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan. Institut


Pertanian Bogor.

Makka, .J. 2004. Prospek kumpulan karya ilmiah pengembangan sistem integrasi
peternakan yang Berdaya Saing. Prosiding Seminar Nasional Sistem
Integrasi Tanaman Ternak. Denpasar, Bali 20-22 juli 2004.

Universitas Sumatera Utara


Matulessy DN, Kastanja . 2013. Potensi hijauan bahan pakan ternak di kecamatan
Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. J. Agroforestri. 8:(4)286 293.
Ma’sum, M., 1999. Kemungkinan Pengunaan Data Satelit untuk Mengestimasi
Produksi Pakan Ruminansia. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia
8 (1). Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Deptan. Bogor.

McIlroy, R.J.1976. Pengantar Budi Daya Padang Rumput Tropika. PT. Paramita
Jakarta.

1977. Pengantar Budi Daya Padang Rumput Tropika. PT. Paramita


Jakarta.
Natasasmita, A dan Mudikdjo, K. 1980. Beternak Sapi Pedaging. Dalam Rangka
Penataan Rural Credit Project BRI Angkatan II. Unit Penataran Rural
Credit Project-BRI. Jakarta.

Oberhuber W, & W. Kofler. 2000. Topographic influences on radial growth of


Scots pine (Pinus sylvestris L.) at small spatial scales. Plant Ecol. 146:231-
240.

Parakkasi, A.1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa,


Bandung.

Prayitno, E, 2010. Pasture (Padang Penggembalaan/Tanaman Padangan)


http://www.Ilmuternakkita.pdf. Diakses pada tanggal 3 februari 2017.

Priyanto, D. dan D. Yulistiani. 2005. Estimasi Dampak Ekonomi Penelitian


Partisipatif Penggunaan Obat Cacing dalam Meningkatkan Pendapatan
Peternak Domba di Jawa Barat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor,
hlm 512-520.

Reksohadiprodjo, S & R. Utama. 1983. Adaptasi Hijauan Makanan Ternak


Terhadap Lingkungan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.


Edisi Ketiga. BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Edisi Ketiga.


BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rusdiana, S. dan R. Hutasoit. 2014.Pemanfaatan hijauan pakan ternak brachiaria


ruziziensis dan stylosanthes guianenis mendukung usaha ternak kambing
di kabupaten asahan. Loka Penelitan Kambing Potong Sei Putih Medan
No.1 Galang Medan-Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


Sajimin, I. P. Kompiang, Supriyati dan N. P. Suratmini. 2013. Penggunaan
Biofertilizer untuk Penigkatan Produktifitas Hijauan Pakan Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum cv Afrika) pada Lahan Marjinal di Subang Jawa
Barat. Media Peternakan, 24 (2) : 46 - 50.

Sanderson, M. A. and R. A., Paul. 2008. Perennial forages as second Generation


bioenergy crops. International Journal of Molecular Sciences.

Siregar, M.E., 1996. Produksi Hijauan dan Nilai Nutrisi Tiga Jenis Rumput
Pennisetum dengan Sistem Potong Angkut. Balai Penelitian Ternak.
Ciawi, Bogor

Skerman, P. J. & F. Riveros. 1990. Tropical Grasses. Food and Agriculture


Organization of the United Nations. Rome.
Soebagyo. 1969. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soepardi. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sofyan, I., 2003. Kajian Pengembangan Bisnis Pengusahaan Kebun Rumput


Gajah untuk Penyediaan Pakan pada Usaha Penggemukan Sapi Potong
PD. Gembala Kabupaten Garut Jawa Barat. Program Studi Manajemen
Agribisnis, Fakultas Pertanian. IPB.
Subagyo, I. dan Kusmartono. 1988. Ilmu Kultur Padangan. Nuffic. Universitas
Brawijaya. Malang.
1988. Ilmu Kultur Padangan. Nuffic. Universitas Brawijaya. Malang.
Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Susetyo, I. Kismono & B. Suwardi. 1981. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat


Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

1987. Padang Penggembalaan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian


Bogor, Bogor.

Sutardi, T.R. 2012. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Sutaryono, Y.A. 2005. Strategi penyediaan Pakan Hijauan pada Peternakan sapi
rakyat di lahan kering Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar Nasional
Peternakan. FK8PT Dikti. Kupang.

Sutaryono, Yusuf., dan Partridge, Ian J. 2002. Mengelola Padang Rumput alam di
Indonesia Tenggara. Universitas Mataram. Lombok

Universitas Sumatera Utara


Tafal, Z, B. 1981. Ranci Sapi Usaha Peternakan yang lebih Bermanfaat. Penerbit
Bharatara Karya Aksara. Jakarta.

Tan, K.H. 1991. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York.

Taman Nasional Baluran. 2004. Inventarisasi Penggembalaan Liar di Taman


Nasional Baluran. Laporan Kegiatan Taman Nasional Baluran.
Williamson, G. and W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Yasin, H. G.1993. Sistem Pertanaman lorong sebagai penghasil pakan ternak
pada lahan krisis bergelombang. Penelitian usahatani Balittan maros.
Ujung Pandang Hal. 22 - 27

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai