Anda di halaman 1dari 11

SENGKETA JASA

KONSTRUKSI
DAN SANKSI
Kelompok 6
1. Natasya Amalia Putri 2006200345
2. Sabina Tiffani 2006200364
3. Sri Wahyunita Halim 2006300376
4. Fadhil Husni 2006200429
5. M. Ikhsan Pratama 2006200450
Konstruksi adalah salah satu industri yang sangat kompleks, hal ini karena dalam
proyek konstruksi terdapat multi disiplin ilmu dan berurusan dengan orang banyak
yang memiliki kepentingan masing - masing.

Sengketa dapat timbul karena dilatarbelakngi oleh beberapa hal diantaranya


perbedaan penafsiran baik mengenaibagaimana cara melaksanakan klausulk-lausul
perjanjian maupun tentang apa isi dari ketentuan- ketentuan didalam perjanjian, atau
pun disebabkan hal-hal lainnya.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan membutuhkan


biaya yg mahal dan proses yang lambat. Oleh karena
beberapa kekurangan penyelesa ian sengketa melalui
pengadilan itulah maka sebagian orang lebih memilih
penyelesaian sengketa di luar pengadilan
Bentuk - Bentuk Sengketa
Konstruksi
A. SENGKETA SEGI TEKNIS
Contoh sengketa dari segi teknis yang berikutnya pada
posisi kedua adalah kegagalan pada bangunan di sekitar
proyek akibat metode konstruksi yang kurang tepat yang
memiliki nilai mean.

B. SENGKETA SEGI ADMINISTRASI


Contohnya adalah claim yang objektif tetapi tidak didukung
persyaratan administratif yang memiliki nilai mean tertinggi.
C. SENGKETA SEGI HUKUM
Contohnya adalah pengaruh perubahan-perubahan terhadap
perjanjian dan masalah akibat shop drawing kurang lengkap
sehingga tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang
masing_x0002_masing memiliki kesamaan nilai mean tertinggi .

D. SENGKETA SEGI GABUNGAN


Contoh sengketa dari segi gabungan yang berikutnya pada
posisi kedua adalah kerugian akibat kegagalan target waktu
dimana unsur kekuranglengkapan dokumen, unsur birokrasi
yang berlebihan, unsur kecepatan /ketegasan & kejelasan policy
atau keputusan yang saling kait.
TATA CARA PENYELESAIAN
SENGKETA JASA KONSTRUKSI
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan (Litigasi)
Menurut Suyud Margono berpendapat bahwa:“Litigasi adalah gugatan atas suatu konflik
yang diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak
memberikan kepada seorang pengambilan keputusan dua pilihan yang bertentangan.”
Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana semua pihak yang
bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya di muka
pengadilan. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan
yang menyatakan win- losesolution. Prosedur dalam jalur litigasi ini sifatnya lebih formal
(very formalistic) dan sangat teknis (very technical). jangankan untuk mendapat putusan
yang berkekuatan hukum tetap, untuk menyelesaikan pada satu instansiperadilan saja, harus
antri menunggu.
Penyelesaian Sengketa Nonlitigasi
Penyelesaian sengketa secara nonlitigasi adalah
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
didasarkan kepada hukum. Penyelesaian sengketa di
luar pengadilan atau yang lebih dikenal dengan
Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat ditempuh
dengan berbagai cara.
ADR tersebut dapat berupa:
a. Arbitrase;
b. Mediasi;
c. Konsiliasi;
d. Minitrial;
e. Summary jury trial;f. Seetlement conerence;
Penyelesaian sengketa Konstruksi menurut Pasal 88 Ayat (1) Undang-undang Nomor 2
Tahun 2017, diselesaikan dengan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan.
Apabila tidak tercapai suatu kemufakat an, para pihak yang bersengketa menempuh
tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
SANKSI PELANGGARAN DALAM JASA KONTRUSKSI
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, Pasal 41 Penyelenggara
pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang ‑undang ini.

Pasal 42 :
1). Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa :
a.Peringatan tertulis;
b.Penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c.Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d.Pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
e.Pencabutan izin usaha dan/atau profesi.

2). Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa :
a.Peringatan tertulis;
b.Penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c.Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d.Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;
e.Pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
f.Pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

3). Ketentuan mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43 :
1). Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi
ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.

2). Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau
tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan
kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai
kontrak.

3). Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan
sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi
melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya
kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan kegunaan dikenai pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus)
dari nilai kontrak.
Kesimpulan
Perselisihan dapat timbul karena perbedaan penafsiran, baik mengenai pelaksanaan klausul
perjanjian maupun isi ketentuan dalam kontrak, dan lain-lain. Menyelesaikan perselisihan
melalui litigasi atau proses berbasis pengadilan sering kali menghasilkan win-lose (menang-
kalah) yang tidak memenuhi kepentingan bersama.
Pendekatan ini cenderung menimbulkan permasalahan baru, memperpanjang jangka waktu
penyelesaian, menimbulkan biaya yang besar, dan dapat memicu permusuhan di antara
pihak-pihak yang berkonflik. Menyadari kelemahan-kelemahan ini, beberapa orang lebih
memilih menyelesaikan perselisihan di luar ruang sidang.
TERIMA KASIH
Jika ada salah, kami manusia yang
banyak belajar mohon maaf karena yang
sempurna hanyalah Tuhan Yang Maha
Esa

Anda mungkin juga menyukai