Anda di halaman 1dari 27

Klaim dan

Perselisihan Kontrak
Konstruksi
Etika Profesi dan Aspek Hukum
Dosen: Dr. Ir. Mona Foralisa Toyfur
Klaim
• Klaim dapat diartikan sebagai permintaan atau tuntutan berupa
kompensasi biaya atau jadwal di luar kontrak.
• Klaim dapat datang dari pihak kontraktor maupun pemilik.
• Pada umumnya klaim diselesaikan dengan cara negosiasi.
Jarang ditempuh proses arbitrase atau litigasi.
Klaim vs Change Order

• Persamaan klaim dan change order: terjadi setelah kontrak


ditandatangani.
• Untuk change order, lingkupnya telah diketahui terlebih dahulu,
kemudian diproses pelaksanaannya sesuai prosedur.
• Untuk klaim, subyek yang menjadi persoalan telah terjadi, sehingga
tidak mudah untuk mencari titik temu permasalahannya.
Penyebab Klaim
• Dokumen kontrak yang tidak jelas
• Tidak lengkapnya spesifikasi/lingkup kerja
• Perbedaan interpretasi di antara pihak-pihak yang terlibat
• Perubahan kontrak/lingkup pekerjaan
• Perbedaan/perubahan kondisi lapangan
• Keterlambatan dan faktor penyebabnya
• Pekerjaan tambahan
• Percepatan/penangguhan waktu proyek
• Perubahan peraturan
Penanganan Klaim
• Lakukan antisipasi untuk mencegah terjadinya klaim, misalnya
dengan dokumentasi, pemahaman kontrak, dan perencanaan
yang matang.
• Apabila terjadi klaim, lakukan analisis tentang alasan klaim
yang diajukan
• Bila terdapat cukup alasan, besarnya kompensasi yang akan
diberikan didasarkan kepada: pencarian fakta, analisis yang
mendalam, estimasi biaya, & negosiasi
Perselisihan

• Kontrak pada proyek konstruksi sangat rentan


terhadap terjadinya perselisihan.
• Penyebab utama terjadinya perselisihan adalah
keterlambatan
• Perselisihan yang terjadi di antara pihak-pihak yang
terlibat dapat mengakibatkan terjadinya klaim.
• Perselisihan & klaim memerlukan tambahan
waktu, biaya, dan tenaga.
Penyelesaian Perselisihan

Perselisihan bisa diselesaikan dengan cara:


• Negosiasi
• Mediasi
• Arbitrase
• Litigasi
Negosiasi

• Negosiasi adalah cara penyelesaian yang hanya


melibatkan kedua belah pihak yang bersengketa,
tanpa melibatkan pihak-pihak yang lain.
• Dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat
• Umumnya kontraktor dan pemilik menunjuk
arsitek/insinyur sebagai penengah, di mana
kontraktor diminta untuk mengajukan klaim kepada
insinyur sebagai negosiator.
• Keputusan yang diambil tidak mengikat
Mediasi

• Merupakan cara untuk menyelesaikan masalah di


awal perselisihan.
• Melibatkan pihak ketiga yang tidak memihak dan
dapat diterima oleh kedua belah pihak
• Dapat menyelesaikan masalah dengan waktu yang
lebih cepat, murah, tertutup dan ditangani oleh para
ahli
• Keputusan yang dihasilkan tidak mengikat
Jenis-jenis Mediasi
• Ada 2 jenis mediasi yaitu di dalam pengadilan dan di luar pengadilan Mediasi di
luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta perorangan maupun sebuah
lembaga independen alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal sebagai
Pusat Mediasi Nasional (PMN)
• Mediasi yang berada di dalam pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah
Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003 yang mewajibkan ditempuhnya proses
mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata dengan mediator terdiri
dari hakim hakim Pengadilan Negeri tersebut yang tidak menangani perkaranya
Kelebihan Mediasi:
a. Lebih Sederhana Daripada Penyelesaian Melalui Proses Hukum
Acara Perdata
b. Efisien
c. Waktu Singkat
d. Rahasia
e. Menjaga Hubungan Baik Para Pihak
f. Hasil Mediasi Merupakan Kesepakatan
g. Berkekuatan Hukum Tetap
h. Akses Yang Luas Bagi Para Pihak Yang Bersengketa Untuk
Memperoleh Rasa Keadilan
Konsiliasi
• Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa kontrak pengadaan di luar
pengadilan melalui proses perundingan kedua belah pihak untuk
mencapai kesepakatan yang dibantu oleh Konsiliator dengan
memberikan pemecahan permasalahan kepada Para Pihak yang
bersengketa
• Lama proses penyelesaian sengketa selama 30 hari kerja
• Konsiliator tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa
untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir
merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para
pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di
antara mereka
Arbitrase

• Merupakan metode penyelesaian masalah yang dibentuk


melalui kontrak dan melibatkan para ahli di bidang konstruksi
yang tergabung dalam badan arbitrase.
• Penyelesaiannya lebih cepat dan murah dibandingkan dengan
litigasi
• Dilakukan secara tertutup dan ditangani oleh para ahli
• Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara ad hoc maupun arbitrase
melalui badan permanen institusi
• Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola
oleh badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(atau level internasional seperti The Rules of Arbitration dari The
International Chamber of Commerce ( di Paris, The Arbitration
Rules dari The International Centre for Settlement of Investment
Disputes ( di Washington
Tata Cara Fasilitasi Penyelesaian Sengketa Kontrak
Konstruksi Melalui Arbritase

1. Permohonan Arbitrase
2. Penunjukan Arbiter Pada dasarnya para pihak dapat menentukan apakah forum arbitrase akan
dipimpin oleh arbiter tunggal atau oleh Majelis
3. Tanggapan Termohon Apabila Badan Pengurus BANI menentukan bahwa BANI berwenang
memeriksa maka setelah pendaftaran Permohonan tersebut seorang atau lebih Sekretaris
Majelis harus ditunjuk untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase tersebut
Tata Cara Fasilitasi Penyelesaian Sengketa Kontrak
Konstruksi Melalui Arbritase

4. Tuntutan Balik Apabila Termohon bermaksud mengajukan suatu tuntutan balik rekonvensi atau upaya
penyelesaian bersama dengan Surat Jawaban atau selambat lambatnya pada siding pertama Atas tuntutan
balik rekonvensi tersebut dikenakan biaya tersendiri sesuai dengan cara perhitungan pembebanan biaya
adminsitrasi yang dilakukan terhadap tuntutan pokok konvensi yang harus dipenuhi oleh kedua belah
pihak
5. Biaya Permohonan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi sesuai
dengan ketentuan BANI Biaya administrasi meliputi biaya administrasi Sekretariat biaya pemeriksaan
perkara dan biaya arbiter serta biaya Sekretaris Majelis Mengenai biaya ini didasarkan juga pada besarnya
nilai tuntutan yang dicantumkan dalam permohonan arbitrase baik materiil juga imateriil
6. Sidang Pemeriksaan Dalam sidang pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan
secara tertutup Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau
majelis arbitrase Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus
Pihak ketiga dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui
arbitrase atas persetujuan para pihak dan arbiter
Litigasi

• Litigasi adalah proses penyelesaian masalah yang melibatkan


pengadilan.
• Proses ini sebaiknya dilakukan sebagai langkah akhir apabila
cara-cara yang lain tidak dapat menyelesaikan masalah
• Memerlukan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih
tinggi
• Keputusannya bersifat mengikat
PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK
KONSTRUKSI

1. Peraturan Lembaga LKPP nomor 18 tahun 2018


tentang Layanan Penyelesaian Kontrak
kontruksi dengan memperhatikan Perpres nomor
16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang /Jasa
Pemerintah ,
2. Undang Undang RI Nomor 2 Tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi dan
3. Undang Undang RI nomor 30 tahun 1999
tentang Arbritase dan Penyelesaian Kontrak.
Dewan Sengketa (Dispute Board)
• DB terdiri atas tiga atau satu tergantung pada ukuran dan
kopleksitas proyek anggota yang berpengalaman dan
memiliki pengetahuan tentang jenis konstruksi interprestasi
dokumen kontrak
• Suatu DB dibentuk pada permulaan proyek dan kepada
anggota DB harus diberikan dokumen kontrak seperti
persyaratan kontrak gambar spesifikasi dan program kerja
Dewan Sengketa (Dispute Board)
• Terdapat tiga jenis utama DB
a. Dispute Review Board ( DRB mengeluarkan suatu rekomendasi masing masing
pihak bisa menyatakan ketidakpuasannya atas rekomendasi dengan
mengeluarkan suatu pemberitahuan kemudian para pihak boleh melanjutkan
negosiasi atau salah satu pihak dapat meminta bantuan arbitrase atau
pengadilan
b. Dispute Adjudication Board ( DAB) merumuskan suatu keputusan yang
mengikat para pihak begitu dikeluarkan Bentuk DB yang paling umum
digunakan dalam kontrak konstruksi internasional
c. Combined Dispute Board ( CDB) adalah Dewan unik yang diperkenalkan oleh
ICC pada tahun 2004. Sesuai dengan namanya ini merupakan suatu proses
gabungan antara DRB dan DAB Tujuan dari bentuk baru ini adalah untuk
menggabungkan keuntungan dari DRB dan DAB
Case Studies
Case Study 1

• Owner was dissatisfied with the quality of Contractor’s


workmanship. Owner took the position that the poor workmanship
was a material breach of contract which justified a change in the
payment terms of the contract.
• The Court of Appeals of Indiana disagreed.
Given the complexity of a construction project,
it would be unfair to treat every workmanship
as a material breach of contract. Contractor was
entitled to notice of the problem and a
reasonable opportunity to correct it.
• Defective workmanship is an immaterial breach
of contract unless and until Contractor fails to
correct the problem after a reasonable
opportunity to do so. At that point it becomes a
material breach of contract.
Case Study 2

• Owner’s on-site representative inspected


Contractor’s installation of a roof. Contractor’s
work was later accepted and final payment was
made.
• After final acceptance and payment, Owner sued
contractor for defective workmanship in the roof
installation. Contractor responded that Owner’s
claim had been waived by final acceptance.
The California Court of Appeal agreed. The
Court said that Owner’s on-site representative
knew or should have known of the defects prior
to final acceptance. The knowledge of Owner’s
agent is imputed to Owner. Therefore, Owner
accepted the project with imputed knowledge of
patent, or apparent, defects and thereby waived
the right to bring a claim against Contractor for
those defects.
Case Study 3
Owner awarded Contractor a lump-sum
construction contract. Contract called for Owner
to make a monthly progress payments to
Contractor based on Architect’s certification of
Contractor’s percentage of completion.
Architect certified a particular percentage of
completion, but Owner refused to make a
progress payment for that amount unless certain
changes were made in the terms of contract.
Contractor sued Owner for breach of contract.
The Missouri Court of Appeals ruled that Owner
did breach the contract. When a contract
establishes Architect as the party responsible for
determining Contractor percentage of completion,
that determination is binding on both Owner and
Architect. Owner was not entitled to ignore
Architect’s certification or to impose additional
preconditions before making the progress
payment.

Anda mungkin juga menyukai