Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : ARIK NOPIANTO

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 042673128

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4402/HUKUM PERJANJIAN

Kode/Nama UPBJJ : 47/PONTIANAK

Masa Ujian : 2023/2024 Ganjil (2023.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1.
a. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama
Kasus 1 (Sewa-Menyewa Tanah dan Bangunan)
Perjanjian sewa-menyewa tanah dan bangunan antara Santi dan Faizal dapat
dikategorikan sebagai perjanjian bernama. Hal ini karena perjanjian tersebut dibuat
secara tertulis, ditandatangani oleh kedua belah pihak, dan disaksikan oleh dua orang
saksi yang juga merupakan ahli hukum (Andin, S.H., dan Sapto, S.H.). Perjanjian ini
memiliki ciri-ciri perjanjian bernama yang umumnya diatur secara jelas dan terinci
dalam dokumen tertulis.
Kasus 2 (Jual Beli Borongan Durian)
Perjanjian jual beli borongan durian antara Bpk. Joni dan Bpk. Kardi dapat
dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama. Meskipun terdapat kesepakatan
harga dan pembayaran yang dibuat secara lisan, perjanjian ini tidak dibuat secara
tertulis. Umumnya, perjanjian yang tidak dibuat tertulis dan dilakukan secara lisan
diklasifikasikan sebagai perjanjian tidak bernama. Namun, penting untuk dicatat
bahwa perjanjian ini tetap sah dan mengikat pihak-pihak yang terlibat, meskipun tidak
ada bentuk tertulis.

b. Penyelesaian Hukum akibat Kejanggalan dari Perjanjian Sewa-Menyewa


Dalam kasus perjanjian sewa-menyewa antara Amirsyah dan Faizal, kejanggalan
muncul karena tanah yang disewakan merupakan milik suami Santi (Amirsyah), tetapi
perjanjian tersebut tidak mencantumkan izin dari Amirsyah sebagai pemilik tanah.
Penyelesaian Hukum:
1) Pembaharuan Perjanjian
Pihak-pihak yang terlibat dapat memutuskan untuk membaharui perjanjian dengan
mencantumkan izin dari Amirsyah sebagai pemilik tanah. Pembaharuan ini harus
dilakukan secara tertulis dan disetujui oleh semua pihak.
2) Penambahan Addendum atau Surat Persetujuan
Pihak-pihak dapat membuat addendum atau surat persetujuan tambahan yang
mencantumkan izin dari Amirsyah. Dokumen ini dapat ditambahkan sebagai
lampiran atau bagian integral dari perjanjian yang sudah ada.
3) Mediasi atau Negosiasi
Pihak-pihak dapat menjalani proses mediasi atau negosiasi untuk mencapai
kesepakatan terkait izin dari Amirsyah. Notaris Kamal, sebagai pihak yang
menangani perjanjian, dapat berperan sebagai mediator dalam proses ini.
4) Pemeriksaan dan Validasi Hukum
Pihak yang terkena dampak kejanggalan dapat meminta penilaian dan validasi
hukum dari ahli hukum atau kantor notaris untuk memastikan keabsahan
perjanjian. Pemeriksaan ini dapat membantu mengidentifikasi langkah-langkah
konkret yang perlu diambil.
2.
a. Dalam kasus tersebut, perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dengan PT. X mengenai Reklamasi Pulau G di DKI Jakarta disebut sebagai Nota
Kesepahaman (MoU). MoU biasanya mencerminkan hasil negosiasi antara pihak-
pihak yang terlibat. Meskipun istilah "nota kesepahaman" mungkin tidak secara
eksplisit menyiratkan negosiasi, namun proses penyusunannya kemungkinan
melibatkan diskusi dan perundingan antara pihak-pihak terkait. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa perjanjian ini merupakan hasil dari negosiasi.

b. Dampak Perjanjian Hasil Negosiasi dan Perjanjian Tanpa Negosiasi


1) Perjanjian Hasil Negosiasi
Keuntungan
• Memungkinkan pihak-pihak terlibat untuk menyatukan kepentingan dan
memperoleh kesepakatan yang dapat diterima bersama.
• Menciptakan rasa saling menguntungkan.
• Memungkinkan inklusi berbagai perspektif dan kebutuhan dari masing-masing
pihak.
Kerugian
• Proses negosiasi dapat memakan waktu dan sumber daya.
• Tergantung pada keahlian dan ketrampilan negosiasi dari pihak yang terlibat.
2) Perjanjian Tanpa Negosiasi
Keuntungan
• Proses yang lebih cepat karena tidak melibatkan tahap negosiasi yang rumit.
• Dapat diimplementasikan dengan lebih cepat.
Kerugian
• Risiko kesalahpahaman atau ketidaksetujuan di masa depan karena mungkin
tidak mencerminkan kebutuhan dan harapan semua pihak.
• Potensial untuk merugikan salah satu pihak jika tidak semua kepentingan
diakomodasi.

c. Tips Negosiasi yang Baik untuk Kasus Reklamasi:


1) Persiapkan dengan Baik
• Mengetahui dengan baik kepentingan, kebutuhan, dan batasan masing-masing
pihak.
• Memahami secara mendalam aspek hukum, tata ruang, dan ekonomi terkait
reklamasi.
2) Tentukan Prioritas dan Kompromi
• Identifikasi prioritas utama dan siap untuk melakukan kompromi pada aspek-
aspek yang mungkin tidak kritis.
3) Komunikasi Terbuka
• Jalin komunikasi yang terbuka dan jujur antara pihak-pihak yang terlibat.
• Diskusikan secara terbuka semua isu dan kekhawatiran yang mungkin timbul.
4) Gunakan Mediator atau Fasilitator
• Jika perundingan menjadi sulit, pertimbangkan untuk melibatkan mediator atau
fasilitator yang dapat membantu mencapai kesepakatan.
5) Rencanakan Pemantauan dan Evaluasi
• Tentukan mekanisme pemantauan dan evaluasi untuk memastikan bahwa
perjanjian dapat dijalankan dengan baik dan memenuhi harapan semua pihak.
6) Pastikan Payung Hukum yang Jelas
• Pastikan adanya payung hukum yang jelas dan mengikat untuk perjanjian
tersebut agar dapat memberikan kepastian hukum dan mencegah perselisihan
di masa depan.
3.
a. Dalam pertimbangan kasus ini, kemungkinan pertimbangan majelis hakim terkait
penggunaan Bahasa Inggris dalam perjanjian Loan Agreement dapat melibatkan dua
aspek utama :
1) Pemenuhan Persyaratan Formal
Perjanjian harus memenuhi persyaratan formal yang diatur dalam undang-undang.
Dalam konteks ini, Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan
menyatakan bahwa penggunaan Bahasa Indonesia adalah kewajiban dalam
perjanjian yang berlaku di Indonesia. Jika perjanjian menggunakan Bahasa Inggris
tanpa adanya terjemahan resmi ke dalam Bahasa Indonesia, maka dapat dianggap
melanggar persyaratan formal.
2) Kesulitan Penafsiran dan Keterbacaan
Penggunaan Bahasa Inggris dalam perjanjian di Indonesia dapat menciptakan
kesulitan dalam penafsiran, terutama jika para pihak atau hakim yang menilai tidak
memahami Bahasa Inggris dengan baik. Ini dapat memengaruhi kejelasan dan
keterbacaan isi perjanjian, sehingga bisa dianggap melanggar prinsip-prinsip
hukum kontraktual yang membutuhkan kesepakatan yang jelas dan dapat
dimengerti oleh semua pihak yang terlibat.

b. Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata


Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa
suatu perjanjian tidak sah jika tidak ada persetujuan yang bebas, kesalahan, paksaan,
atau larangan undang-undang. Dalam konteks ini, pembatalan perjanjian Loan
Agreement oleh majelis hakim dapat didasarkan pada beberapa pertimbangan:
1) Ketidakpatuhan Terhadap Persyaratan Formal
Penggunaan Bahasa Inggris tanpa terjemahan resmi ke dalam Bahasa Indonesia
dapat dianggap sebagai pelanggaran persyaratan formal yang diatur dalam
undang-undang. Hal ini dapat menyebabkan kesimpulan bahwa persetujuan yang
bebas tidak sepenuhnya terpenuhi.
2) Pelanggaran Undang-Undang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara
Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan mensyaratkan
penggunaan Bahasa Indonesia dalam perjanjian yang berlaku di Indonesia.
Pelanggaran terhadap undang-undang tersebut dapat dianggap sebagai larangan
undang-undang yang menjadi dasar pembatalan perjanjian.
3) Kesulitan Penafsiran dan Keterbacaan
Penggunaan Bahasa Inggris tanpa terjemahan dapat menciptakan kesulitan dalam
penafsiran isi perjanjian, yang dapat diartikan sebagai ketidakjelasan yang menjadi
dasar pembatalan berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata.

Anda mungkin juga menyukai