Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : ARIK NOPIANTO

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 042673128

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4401/INTERPRETASI DAN PENALARAN HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : 47/PONTIANAK

Masa Ujian : 2023/2024 Ganjil (2023.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Analisis Kasus Detournement de Pouvoir dengan Metode Hermeneutik Hukum :
1) Definisi Detournement de Pouvoir
Hermeneutik Hukum : Dalam melihat Pasal 53 ayat (2) huruf b UU No. 5 Tahun 1986,
hermeneutik dapat digunakan untuk menggali makna dan tujuan legislator dalam
menggunakan istilah "detournement de pouvoir". Hermeneutik memungkinkan hakim
untuk memahami asal-usul konsep ini dan bagaimana pengertiannya dapat relevan
dengan konteks hukum administrasi negara.
2) Perbandingan dengan Pasal Lain
Hermeneutik Hukum : Menggunakan metode ini, hakim dapat membandingkan
penggunaan istilah "penyalahgunaan kewenangan" dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dalam UU No. 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Hermeneutik membantu melihat perbedaan
atau persamaan makna antara istilah-istilah ini.
3) Konteks Penyalahgunaan Wewenang:
Hermeneutik Hukum: Metode hermeneutik memungkinkan hakim untuk menyelidiki
konteks kasus konkret yang melibatkan penyalahgunaan wewenang, sehingga dapat
lebih baik memahami implikasi dan parameter dari istilah tersebut dalam kasus-kasus
spesifik.

Kelebihan Metode Hermeneutik :


a. Ketajaman Kontekstual: Hermeneutik memungkinkan hakim untuk mendekati hukum
dengan konteks historis, budaya, dan sosial yang relevan. Ini membantu memahami
evolusi dan perubahan makna istilah seiring waktu.
b. Pentingnya Tujuan Legislator: Hermeneutik membantu hakim memahami maksud dan
tujuan legislator saat merumuskan aturan hukum. Dengan menempatkan diri dalam
konteks pengambilan keputusan legislator, hakim dapat memberikan interpretasi yang
lebih akurat.

Kekurangan Metode Hermeneutik


a. Subjektivitas: Hermeneutik melibatkan unsur subjektivitas dalam interpretasi.
Pengalaman dan latar belakang hakim dapat memengaruhi pemahaman terhadap
teks hukum. Hal ini bisa menciptakan perbedaan interpretasi di antara hakim-hakim
yang berbeda.
b. Kompleksitas Analisis: Hermeneutik membutuhkan analisis yang lebih mendalam
terhadap teks dan konteks hukum, yang dapat menjadi tugas yang kompleks dan
memakan waktu.
c. Penerapan Hermeneutik pada Kasus Detournement de Pouvoir:
• Langkah Pertama, Hakim akan mengidentifikasi istilah "detournement de pouvoir"
dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b UU No. 5 Tahun 1986.
• Langkah Kedua, Hakim menggunakan hermeneutik untuk memahami makna dan
asal-usul istilah tersebut. Ini melibatkan memeriksa catatan legislative, pidato
legislator, dan konteks historis pembuatan undang-undang.
• Langkah Ketiga, Hakim membandingkan istilah ini dengan istilah "penyalahgunaan
kewenangan" dalam undang-undang lain, melibatkan hermeneutik untuk
memahami perbedaan dan persamaan makna keduanya.
• Langkah Keempat, Hakim menerapkan pemahaman yang diperoleh dari
hermeneutik untuk memberikan interpretasi yang sesuai dengan konteks dan
tujuan legislator pada kasus konkret Detournement de Pouvoir yang dihadapi oleh
Adrian.
Dengan demikian, hermeneutik hukum membantu hakim dalam menggali makna dan
konteks hukum, menghadirkan pemahaman yang lebih mendalam tentang peraturan-
peraturan hukum yang diberlakukan. Meskipun memiliki kelebihan dan kekurangan,
metode ini memainkan peran penting dalam memastikan interpretasi hukum yang sah.

2. Analisis Klasifikasi dengan Pendekatan Sistematis: Penyalahgunaan Wewenang vs.


Penyalahgunaan Kewenangan
Dalam konteks interpretasi hukum, klasifikasi antara "penyalahgunaan wewenang" dan
"penyalahgunaan kewenangan" adalah langkah penting untuk memahami perbedaan
makna dan implikasi kedua konsep tersebut. Pendekatan sistematis dapat digunakan
untuk merinci perbedaan dan kemiripan antara keduanya.
1) Definisi dan Framing Hukum
• Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir)
Terdapat dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara.
• Penyalahgunaan Kewenangan
Ditemukan dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
2) Konteks dan Ruang Lingkup
• Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir)
Fokus pada penggunaan wewenang atau kekuasaan dengan cara yang
bertentangan dengan tujuan atau maksud yang seharusnya. Terutama berkaitan
dengan tindakan para pemangku kepentingan hukum dalam peradilan tata usaha
negara.
• Penyalahgunaan Kewenangan
Lebih umum merujuk pada penggunaan kewenangan atau wewenang secara
melampaui batas atau tujuan yang diizinkan oleh hukum. Melibatkan berbagai
aspek, termasuk pemberantasan tindak pidana korupsi dan administrasi
pemerintahan.
3) Lingkup Tempat dan Yurisdiksi
• Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir)
Fokus pada kasus-kasus yang berada di bawah yurisdiksi peradilan tata usaha
negara di Indonesia.
• Penyalahgunaan Kewenangan
Lingkup lebih luas dan dapat terjadi di berbagai konteks hukum, termasuk tindak
pidana korupsi dan administrasi pemerintahan.
4) Perbandingan Unsur-unsur
• Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir)
Unsur utamanya adalah penggunaan wewenang atau kekuasaan yang
bertentangan dengan tujuan atau maksud yang seharusnya.
• Penyalahgunaan Kewenangan
Unsur-unsur melibatkan melampaui batas kewenangan atau wewenang yang
diberikan oleh hukum, termasuk pemenuhan kepentingan pribadi atau tujuan yang
melanggar norma hukum.
5) Klasifikasi Tindakan yang Terlibat
• Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir)
Lebih terkait dengan tindakan atau keputusan dalam konteks peradilan tata usaha
negara, yang terpengaruh oleh motivasi yang tidak sesuai.
• Penyalahgunaan Kewenangan
Melibatkan berbagai tindakan, termasuk korupsi dan tindakan administrasi
pemerintahan yang merugikan kepentingan umum.
6) Implikasi Hukum
• Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir)
Implikasi hukum terutama terkait dengan pembatalan atau peninjauan kembali
tindakan atau keputusan yang disinyalir sebagai penyalahgunaan wewenang.
• Penyalahgunaan Kewenangan
Implikasi hukum dapat mencakup sanksi pidana, administratif, atau ganti rugi
tergantung pada konteks dan kebijakan hukum yang berlaku.
Kesimpulan
Pendekatan sistematis membantu mengklasifikasikan dengan jelas perbedaan dan
persamaan antara "penyalahgunaan wewenang" dan "penyalahgunaan kewenangan." Ini
penting untuk memastikan pemahaman yang tepat dalam konteks hukum tertentu dan
mengidentifikasi implikasi serta tanggung jawab hukum yang sesuai. Dengan demikian,
pendekatan sistematis memfasilitasi analisis yang lebih mendalam dan pemahaman yang
komprehensif terhadap kedua konsep tersebut dalam konteks hukum Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai