Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4401/INTERPRETASI DAN PENALARAN HUKUM
Kode/Nama UPBJJ : 47/PONTIANAK
Masa Ujian : 2023/2024 Ganjil (2023.2)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TERBUKA 1. Analisis Kasus Detournement de Pouvoir dengan Metode Hermeneutik Hukum : 1) Definisi Detournement de Pouvoir Hermeneutik Hukum : Dalam melihat Pasal 53 ayat (2) huruf b UU No. 5 Tahun 1986, hermeneutik dapat digunakan untuk menggali makna dan tujuan legislator dalam menggunakan istilah "detournement de pouvoir". Hermeneutik memungkinkan hakim untuk memahami asal-usul konsep ini dan bagaimana pengertiannya dapat relevan dengan konteks hukum administrasi negara. 2) Perbandingan dengan Pasal Lain Hermeneutik Hukum : Menggunakan metode ini, hakim dapat membandingkan penggunaan istilah "penyalahgunaan kewenangan" dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Hermeneutik membantu melihat perbedaan atau persamaan makna antara istilah-istilah ini. 3) Konteks Penyalahgunaan Wewenang: Hermeneutik Hukum: Metode hermeneutik memungkinkan hakim untuk menyelidiki konteks kasus konkret yang melibatkan penyalahgunaan wewenang, sehingga dapat lebih baik memahami implikasi dan parameter dari istilah tersebut dalam kasus-kasus spesifik.
Kelebihan Metode Hermeneutik :
a. Ketajaman Kontekstual: Hermeneutik memungkinkan hakim untuk mendekati hukum dengan konteks historis, budaya, dan sosial yang relevan. Ini membantu memahami evolusi dan perubahan makna istilah seiring waktu. b. Pentingnya Tujuan Legislator: Hermeneutik membantu hakim memahami maksud dan tujuan legislator saat merumuskan aturan hukum. Dengan menempatkan diri dalam konteks pengambilan keputusan legislator, hakim dapat memberikan interpretasi yang lebih akurat.
Kekurangan Metode Hermeneutik
a. Subjektivitas: Hermeneutik melibatkan unsur subjektivitas dalam interpretasi. Pengalaman dan latar belakang hakim dapat memengaruhi pemahaman terhadap teks hukum. Hal ini bisa menciptakan perbedaan interpretasi di antara hakim-hakim yang berbeda. b. Kompleksitas Analisis: Hermeneutik membutuhkan analisis yang lebih mendalam terhadap teks dan konteks hukum, yang dapat menjadi tugas yang kompleks dan memakan waktu. c. Penerapan Hermeneutik pada Kasus Detournement de Pouvoir: • Langkah Pertama, Hakim akan mengidentifikasi istilah "detournement de pouvoir" dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b UU No. 5 Tahun 1986. • Langkah Kedua, Hakim menggunakan hermeneutik untuk memahami makna dan asal-usul istilah tersebut. Ini melibatkan memeriksa catatan legislative, pidato legislator, dan konteks historis pembuatan undang-undang. • Langkah Ketiga, Hakim membandingkan istilah ini dengan istilah "penyalahgunaan kewenangan" dalam undang-undang lain, melibatkan hermeneutik untuk memahami perbedaan dan persamaan makna keduanya. • Langkah Keempat, Hakim menerapkan pemahaman yang diperoleh dari hermeneutik untuk memberikan interpretasi yang sesuai dengan konteks dan tujuan legislator pada kasus konkret Detournement de Pouvoir yang dihadapi oleh Adrian. Dengan demikian, hermeneutik hukum membantu hakim dalam menggali makna dan konteks hukum, menghadirkan pemahaman yang lebih mendalam tentang peraturan- peraturan hukum yang diberlakukan. Meskipun memiliki kelebihan dan kekurangan, metode ini memainkan peran penting dalam memastikan interpretasi hukum yang sah.
2. Analisis Klasifikasi dengan Pendekatan Sistematis: Penyalahgunaan Wewenang vs.
Penyalahgunaan Kewenangan Dalam konteks interpretasi hukum, klasifikasi antara "penyalahgunaan wewenang" dan "penyalahgunaan kewenangan" adalah langkah penting untuk memahami perbedaan makna dan implikasi kedua konsep tersebut. Pendekatan sistematis dapat digunakan untuk merinci perbedaan dan kemiripan antara keduanya. 1) Definisi dan Framing Hukum • Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir) Terdapat dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. • Penyalahgunaan Kewenangan Ditemukan dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 2) Konteks dan Ruang Lingkup • Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir) Fokus pada penggunaan wewenang atau kekuasaan dengan cara yang bertentangan dengan tujuan atau maksud yang seharusnya. Terutama berkaitan dengan tindakan para pemangku kepentingan hukum dalam peradilan tata usaha negara. • Penyalahgunaan Kewenangan Lebih umum merujuk pada penggunaan kewenangan atau wewenang secara melampaui batas atau tujuan yang diizinkan oleh hukum. Melibatkan berbagai aspek, termasuk pemberantasan tindak pidana korupsi dan administrasi pemerintahan. 3) Lingkup Tempat dan Yurisdiksi • Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir) Fokus pada kasus-kasus yang berada di bawah yurisdiksi peradilan tata usaha negara di Indonesia. • Penyalahgunaan Kewenangan Lingkup lebih luas dan dapat terjadi di berbagai konteks hukum, termasuk tindak pidana korupsi dan administrasi pemerintahan. 4) Perbandingan Unsur-unsur • Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir) Unsur utamanya adalah penggunaan wewenang atau kekuasaan yang bertentangan dengan tujuan atau maksud yang seharusnya. • Penyalahgunaan Kewenangan Unsur-unsur melibatkan melampaui batas kewenangan atau wewenang yang diberikan oleh hukum, termasuk pemenuhan kepentingan pribadi atau tujuan yang melanggar norma hukum. 5) Klasifikasi Tindakan yang Terlibat • Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir) Lebih terkait dengan tindakan atau keputusan dalam konteks peradilan tata usaha negara, yang terpengaruh oleh motivasi yang tidak sesuai. • Penyalahgunaan Kewenangan Melibatkan berbagai tindakan, termasuk korupsi dan tindakan administrasi pemerintahan yang merugikan kepentingan umum. 6) Implikasi Hukum • Penyalahgunaan Wewenang (Detournement de pouvoir) Implikasi hukum terutama terkait dengan pembatalan atau peninjauan kembali tindakan atau keputusan yang disinyalir sebagai penyalahgunaan wewenang. • Penyalahgunaan Kewenangan Implikasi hukum dapat mencakup sanksi pidana, administratif, atau ganti rugi tergantung pada konteks dan kebijakan hukum yang berlaku. Kesimpulan Pendekatan sistematis membantu mengklasifikasikan dengan jelas perbedaan dan persamaan antara "penyalahgunaan wewenang" dan "penyalahgunaan kewenangan." Ini penting untuk memastikan pemahaman yang tepat dalam konteks hukum tertentu dan mengidentifikasi implikasi serta tanggung jawab hukum yang sesuai. Dengan demikian, pendekatan sistematis memfasilitasi analisis yang lebih mendalam dan pemahaman yang komprehensif terhadap kedua konsep tersebut dalam konteks hukum Indonesia.