Anda di halaman 1dari 6

RESUME BUKU

PRINSIP HUKUM PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI INDONESIA

HUKUM PERIZINAN

Disusun Oleh :

Fakhira Puspita Julianka

02011382126362

DOSEN PENGAMPU HUKUM PERIZINAN :

1. DR. Iza Rumesten RS., S.H., M.Hum.


2. Agus Ngadino S.H., M.H
3. Muhammad Zainul Arifin S.H., M.H.
4. Taufani Yunithia Putri S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2023
BAB I
PENDAHULUAN

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945—selanjutnya disebut UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (Amendemen)—mengamanatkan tujuan didirikan Negara
Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penyelenggaraan pelayanan publik masih belum sesuai dengan
kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut disebabkan karena belum siap
untuk menghadapi permasalahan perizinan yang kompleks. Sementara
itu, pembangunan disegala bidang diharapkan terus merata seluruh
daerah di Indonesia terus dioptimalkan oleh Pemerintah Pusat.
Pelayanan publik dalam bidang pemberian sarana perizinan di
Indonesia masih menjadi permasalahan hukum yang kompleks karena
terdapat pemberian sarana perizinan yang menjadi wewenang Pemerintah
Pusat dan ada pula hanya menjadi wewenang Pemerintah Daerah tetapi
tidak menutup kemungkinan terdapat pemberian sarana perizinan yang
menjadi lingkup Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sistem
pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan desentralisasi
(otonomi daerah).

A. KERANGKA KONSEPTUAL
1. Konsep Negara Hukum Pancasila
Istilah negara hukum seringkah dipertukarkan dengan istilah rule
of law ataupun rechtsstaat. Pemakaian kedua istilah tersebut secara
bergantian untuk menggantikan istilah negara hukum terkesan
mengaburkan dua konsep yang berasal dari latar belakang berbeda.
Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V. Dicey terdiri dari tiga
aspek. Pertama, supremasi absolut atau superioritas dari regular law
untuk menentang pengaruh dan meniadakan kesewenang-wenangan, hak
prerogatif, serta kekuasaan diskresi yang luas dari pemerintah. Kedua,
persamaan di hadapan hukum atau penundukan secara sama dari semua
golongan kepada hukum umum dari negara yang dilaksanakan oleh
peradilan umum. Tidak ada orang yang berada di atas hukum sehingga
baik pejabat maupun warga negara biasa wajib mentaati hukum yang
sama. Implikasinya adalah tidak adanya peradilan administrasi. Ketiga,
konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land.

2. Konsep Pelayanan Perizinan


Perizinan berasal dari kata dasar izin atau “licere” dalam bahasa
Latin. Van der Pot membedakan perizinan tersebut dalam tiga klasifikasi,
yakni:
a. Dispensasi ialah suatu keputusan administrasi negara yang
membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan yang
menolak perbuatan tersebut.
b. Bila pembuat peraturan umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi
masih juga memperkenankannya asal saja diadakan seperti yang
ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka keputusan
administrasi negara yang memperkenankan perbuataan tersebut
bersifat suatu izin (vergunning)
c. Kadang-kadang pembuat peraturan beranggapan bahwa suatu
perbuatan yang penting bagi umum sebaiknya tetap dengan turut
campur pihak pemerintah. Suatu keputusan administrasi negara yang
memperkenankan ini memuat suatu

Izin bukan hanya untuk memberi perkenan dalam


keadaankeadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang
diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu sehingga dicantumkan
berbagai persyaratan dalam ketentuan-ketentuan bersangkutan.
Penolakan izin hanya dilakukan jika kriteria yang ditetapkan oleh
pemerintah tidak dipenuhi atau bila karena suatu alasan tertentu tidak
mungkin memberi izin kepada semua orang yang memenuhi kriteria.
3. Konsep Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
PTSP merupakan singkatan dari (Pelayanan Terpadu Satu Pintu),
yang pengertiannya adalah suatu kegiatan penyelenggaraan perizinan dan
non-perizinan berdasarkan pendelegasian atau pelimpahan wewenang
dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non-
perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan
sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu
tempat. Maksud dan tujuannya jelas, yaitu menyelengarakan layanan
perizinan dan non-perizinan yang cepat, efektif, efesien, transparan dan
memberikan kepastian hukum serta mewujudkan hak-hak masyarakat
dan investor untuk mendapatkan pelayanan di bidang perizinan.
Tingginya volume perizinan yang diajukan, tingkat kerumitan pemberian
pertimbangan/rekomendasi dalam perizinan, baik dikarenakan
kompleksitas dokumen perencanaan tata ruang yang dibutuhkan maupun
tingkat kehati-hatian yang diperlukan.

4. Konsep Pelayanan Publik


Pelayanan publik memiliki aspek yang “multidimensi”.
Pelayanan publik tidak hanya dapat didekati dari satu aspek saja,
misalnya aspek hukum atau aspek politik saja, tetapi juga melingkupi
aspek ekonomi dan aspek sosial budaya secara integratif. Dalam
perspektif ekonomi, pelayanan publik adalah semua bentuk pengadaan
barang dan jasa oleh pemerintah (sektor publik yang diperlukan oleh
warga negara sebagai konsumen). Pengadaan barang dan jasa ini harus
disediakan oleh pemerintah, ini karena sektor swasta tersebut tidak mau
memproduksi barang dan jasa tersebut sebagai konsekuensi dari
kegagalan pasar atau karena secara alamiah barang atau jasa tersebut
harus disediakan secara eksklusif oleh negara.

5. Konsep Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang
berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu
hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya. Dalam
pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjukan pada
pertanggungjawaban hukum yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang
dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan responsibility menunjuk
pertanggungjawaban politik

6. Konsep Perlindungan Hukum


Secara teoretis, suatu negara harus berlandasan pada teori negara
hukum yang menurut Friedrich Julius Stahl dicirikan unsurnya, yakni:
a. Adanya jaminan HAM.
b. Adanya pembagian kekuasaan.
c. Adanya legalitas.
d. Adanya peradilan administrasi.

Dengan “tindak pemerintahan” sebagai titik sentral (dikaitkan


dengan perlindungan hukum bagi rakyat) maka dapat dibedakan secara
teori menjadi dua macam menurut Philipus M. Hadjon, yaitu Teori
Perlindungan Hukum yang bersifat Preventif dan Teori Perlindungan
Hukum yang bersifat Represif.

B. METODE PENELITIAN
Menurut Peter Mahmud penelitian hukum adalah suatu proses
untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Metode penelitian hukum adalah sebagai cara kerja ilmuwan yang salah
satunya ditandai dengan penggunaan metode.

1. Tipe Penelitian
Penelitian hukum normatif yang nama lainnya yaitu penelitian
hukum doktrinal, disebut juga sebagai penelitian perpustakaan atau studi
dokumen karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada
peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain.
2. Pendekatan
Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa keterkaitan dengan
penelitian hukum normatif, pendekatan yang digunakan dalam penulisan
hukum sebagai berikut :
a. Pendekatan historis (historical approach).
b. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)
c. Pendekatan konseptual (conceptual approach).
d. Pendekatan kasus (case approach).
e. Pendekatan perbandingan (comparative approach).

3. Sumber Bahan Hukum


Jenis bahan hukum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dalam
Penelitian tentang Prinsip Hukum Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) ini, penulis menggunakan sumber bahan hukum, yaitu:
a. Bahan hukum primer, yang digunakan terdiri dari peraturan
perundang-undangan, catatan resmi, risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan hakim.
b. Bahan hukum sekunder, yang utama adalah buku teks, karena buku
teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan
pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai
kualifikasi tinggi.
c. Bahan hukum tertier, adalah bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengelolahan Bahan Hukum


Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk
memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan
hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penelitian ini
adalah studi dokumen (studi kepustakaan).

Anda mungkin juga menyukai