Anda di halaman 1dari 4

Nama : Siti Zahra Suherman

Kelas : K-82
Mata Kuliah : Alternatif Penyelesaian Sengketa

1. a. Kelebihan :
1. Sidang Arbitrase adalah tertututp untuk umum, sehingga kerahasiaan sengketa para
pihak terjamin.
2. Kelambatan yang diakibatkan oleh hal procedural dan administratif dapat dihindari.
3. Para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya
mempunyai pengalaman, pengetahuan, jujur dan adil, serta latar belakang yang
cukup mengenai masalah yang disengketakan.
4. Sikap arbiter atau majelis arbiter dalam menangani perkara arbitrase didasarkan
pada sikap yang mengusahakan win-win solusion terhadap para pihak yang
bersengketa.
5. Pilihan hukum untuk menyelsesaikan sengketa serta proses dan tempat
penyelenggaraan arbitrase dapat ditentukan oleh para pihak.
6. Putusan arbitrase mengikat para pihak (final and binding) dan dengan melalui tata
cara (prosedur) sederhana ataupun langsung dapat dilaksanakan.
7. Suatu perjanjian arbitrase (klausul arbitrase) tidak menjadi batal karena berakhir
atau batalnya perjanjian pokok.
8. Didalam proses arbitrase, arbiter atau majelis arbitrase harus mengutamakan
perdamaian diantara para pihak yang bersengketa.
b. Kekurangan :
1. Putusan arbitrase ditentukan oleh kemampuan teknis arbiter untuk memberikan
keputusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
2. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase, maka perlu
perintah pengadilan untuk melaksanakan eksekusi atas putusan arbitrase tersebut.
3. Pada prakteknya pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing masih
menjadi hal sulit.
4. Pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa di arbitrase adalah perusahan-
perusahaan besar, oleh karena itu untuk mempertemukan kehendak para pihak yang
bersengketa dan membawanya ke badan arbitrase tidaklah mudah.
2. Disebutkan bahwa ada 10 alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan
permohonan pembatalan putusan arbitrase, yaitu:
 Apabila putusan diberikan melampaui batas-batas perjanjian;
 Apabila putusan diberikan berdasarkan:
 Suatu persetujuan yang batal, atau
 Telah lewat waktunya;
 Apabila putusan diambil oleh arbiter yang tidak berwenang memutus tanpa hadirnya
arbiter-arbiter yang lainnya;
 Apabila putusan:
 Telah mengabulkan hal-hal yang tidak dituntut; atau
 Telah mengabulkan lebih daripada yang dituntut;
 Apabila putusan mengandung keputusan-keputusan yang satu sama lain saling
bertentangan;
 Apabila arbiter telah melalaikan untuk memberikan keputusan tentang satu atau
beberapa hal yang menurut persetujuan, telah diajukan kepada mereka untuk
diputus;
 Apabila arbiter melanggar formalitas-formalitas hukum acara yang harus diturut,
dengan ancaman kebatalan putusannya;
 Apabila putusan didasarkan atas:
 Surat-surat yang palsu, dan kepalsuan itu diakui atau dinyatakan sebagai palsu
setelah keputusan dijatuhkan;
 Apabila setelah putusan diberikan:
 Diketemukan lagi surat-surat yang menentukan, dan yang dulu disembunyikan
oleh para pihak;
 Apabila putusan didasarkan atas:
 Kecurangan; atau
 Itikad buruk.
3. a. Novasi dan insolvensi ?
Novasi atau pembaruan utang merupakan salah satu penyebab hapusnya perikatan. Novasi
dapat diartikan sebagai perjanjian yang menggantikan perikatan yang lama dengan
perikatan yang baru, penggantian tersebut dapat terjadi pada kreditur, debitur, maupun
objek perikatan.
Insolvensi adalah insolvency yaitu ketidakmampuan seseorang atau badan untuk membayar
utang tepat pada waktunya atau keadaan yang menunjukkan jumlah kewajiban melebihi
harta.
b. Hak ingkar pihak ?
Hak ingkar atas arbiter adalah hak yang diberikan kepada pihak yang berperkara untuk
diajukan keberatan atas arbiter yang menyelesaikan perkara. Dalam Pasal 22 ayat (1)
Undang-undang Arbitrase disebutkan bahwa, terhadap arbiter dapat diajukan tuntutan
ingkar apabila terdapat cukup alasan dan cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan
bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam
mengambil putusan.
c. Hal khusus tertentu dan berikan contohnya ?
Hak khusus timbul dalam suatu relasi khusus antara beberapa manusia atau karena fungsi
khusus yang dimilki orang satu terhadap orang lain.
d. Sengketa menjadi gugur ?
Sengketa menjadi gugur apabila pemohon tidak datang menghadap pada hari pemeriksaan
pertama.
e. Jangka waktu penyelesaian sengketa oleh Arbiter ?
Sesuai dengan undang-undang, pemeriksaan sengketa melalui arbitrase paling lama
diselesaikan dalam jangka waktu 180 hari. Jangka watu ini bisa saja menjadi lebih lama
apabila terdapat keadaan-keadaan khusus dan kompleksnya sengketa yang harus
diselesaikan. Akan tetapi, perpanjangan ini dilakukan setelah diberikannya pemberitahuan
kepada para pihak yang bersengketa.
f. Koreksi terhadap kekeliruan administrasi ?
Yang dimaksud dengan "koreksi terhadap kekeliruan administratif" adalah koreksi terhadap
hal-hal seperti:
 Kesalahan penghitungan (komputasi), kekeliruan klerikal dan tipografis (typo
error) dalam penulisan nama, alamat Para Pihak atau anggota Tim Pemeriksa; dan
 Lain-lain kekeliruan semacam itu, yang tidak mengubah substansi Pendapat Yang
Mengikat.
g. Menambah atau mengurangi tuntutan ?
Dalam hal surat gugatan yang telah didaftarkan oleh penggugat, maka penggugat dapat
melakukan perubahan gugatan. Perubahan gugatan adalah salah satu hak yang diberikan
kepada penggugat dalam hal mengubah atau mengurangi isi dari surat gugatan yang dibuat
olehnya. Dalam hal ini, baik hakim maupun tergugat tidak dapat menghalangi dan melarang
penggugat untuk mengubah gugatannya tersebut. Perubahan gugatan harus tetap
mengedepankan nilai-nilai hukum yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Melalui sengketa ini kita diyakinkan bahwa Pilihan Hukum bukanlah topik yang populer di
Indonesia. Setidaknya ada dua poin penting yang dipahami secara tidak tepat mengenai
Pilihan Hukum dalam sengketa ini. Pertama, hukum yang dipilih disalahartikan sebagai
pemilihan terhadap hukum prosedural atau hukum acara. Padahal, Pilihan Hukum hanya
terbatas pada hukum materiil dari hukum asing yang dipilih, tidak termasuk hukum
formilnya. Kedua, pemahaman mengenai Pilihan Hukum dan Pilihan Forum yang
dicampuradukkan, sehingga secara serampangan Pilihan Hukum diartikan pula sebagai pula
Pilihan Forum.

5. Para pihak tetap dapat menyelesaikan permasalahannya melalui arbitrase. Dengan


catatan para pihak membuat perjanjian arbitrase tersendiri setelah timbul sengketa.
Tentunya perjanjian ini harus dibuat atas dasar kesepakatan dan iktikad baik.
6. Ruang Lingkup Hukum Dagang
Adapun pengertian perdagangan itu sendiri adalah pemberian perantaraan kepada
produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang
memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan itu (C.S.T. Kansil, 2006:15).
Yang dimaksud pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen itu meliputi aneka
macam pekerjaan seperti :
1. Pekerjaan orang perantara sebagai Makelar, Komisioner, pedagang, dan sebagainya;
2. Pembentukan badan-badan usaha seperti Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Firma
(Fa), Perseroan Komanditer (CV), Koperasi, dan sebagainya guna memajukan
perdagangan;
3. Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga, baik darat, laut maupun di udara;
4. Pertanggungan (Asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan agar pedagang
dapat menutup risiko pengangkutan dengan asuransi;
5. Perantara Perbankan (Bankir) untuk proses transaksi pembelanjaan barang;
6. Menggunakan surat-surat berharga (surat perniagaan) seperti wesel, cek, aksep, dan
lainnya sebagai alat pembayaran yang mudah dan untuk memperoleh kredit.
7. Arbitrase merupakan salah satu alternatif pilihan sengketa yang cukup banyak dipilih oleh
para pelaku bisnis. Prosesnya yang cepat dan sifatnya yang rahasia menjadi salah satu
alasan arbitrase dipilih sebagai salah satu forum dalam penyelesaian sengketa. Selain alasan
tersebut, sifat putusan arbitrase yang final dan mengikat juga menjadi daya tarik sendiri bagi
para pelaku bisnis yang enggan menempuh proses panjang dalam berperkara.
8. “Banding” adalah hanya terhadap pembatalan putusan arbitrase sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70. Dengan demikian menurut UU Arbitrase upaya hukum banding ke
Mahkamah Agung, hanya dapat diajukan dalam hal Majelis Hakim yang memeriksa
permohonan pembatalan putusan arbitrase membatalkan putusan arbitrase tersebut.
Sedangkan jika Majelis Hakim menolak permohonan tersebut dan putusan arbitrase tetap
berlaku, maka seharusnya menurut UU Arbitrase tidak ada upaya hukum yang dapat
diajukan.

Anda mungkin juga menyukai