Anda di halaman 1dari 18

PERANCANGAN KONTRAK

1.       Pengertian :

Perancangan Kontrak adalah dalam bahasa Inggeris disebut dengan “contract Drafting”. Dalam
bahasa Indonesia paling tidak dikenal 3 istilah yang berkaitan dengan perancangan (drafting),
yaitu 1. Rancangan; 2. Merancang; 3. Perancangan

-          Rancangan adalah segala sesuatu yang direncanakan


-          Merancang adalah mengatur /merencanakan segala sesuatu
-          Perancangan adalah proses atau cara merancang

Contract adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum atau hak dan kewajiban (prestasi). Oleh karena itu, merancang
kontrak adalah merupakan suatu aktivitas untuk mengatur dan merencanakan struktur (susunan),
anatomi dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

1.      Struktur (susunan)
-   Kepala = Judul
-   Leher  = komparasi --àidentitas para pihak
-   Badan  = isi kontrak, pasal demi pasal
-   Kaki = penutup

2.      Anatomi = keterkaitan = hubungan antara bagian-2 atau sistem.


3.      Substansi = isi kontrak, terdiri dari 2 macam, yaitu
-  isi kontrak yang dinegosiasi --àkontrak para pihak
-  isi kontrak yang tidak dinegosiasi--à kontrak standar, menurut UU no. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen dianggap tidak pernah ada.

Kontrak biasa disebut dengan perjanjian (berlaku pasal 1338 KUH Perdata (selanjutnya disebut
KUHPer), merupakan suatu perjanjian yang berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak
yang  membuatnya.

 2.        Perjanjian terdiri dari :


- tertulis
- tidak tertulis

Perjanjian à Selama diakui oleh para pihak harus ditaati, bila tidak maka disebut wanprestasi,----
à Pengadilan. Bila dari awal ada rangkaian kata-kata bohong, maka ada unsur penipuan.

a.       Wanprestasi :
-        Melaksanakan tapi tidak sebagaimana mestinya
-        Terlambat dilaksanakan
-        Dilaksanakan sebagian
-        Keliru melaksanakan----ada perbedaan (disparitas)
b.      Unsur –unsur sahnya suatu Perjanjian disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPer

1).  Sepakat kedua belah pihak

2).  Cakap/legal capacity

3).  Objek tertentu

4).  Causa yang halal

Unsur-unsur tersebut disebut Rule of contract = aturan perilaku

c.       Sumber-sumber Perikatan :

Buku III KUHPer menebutkan bahwa Perikatan bersumber dari Perjanjian dan Undang-undang.
Undang-undang terdiri dari Undang-undang saja dan Undang-undang karena perbuatan manusia
(perjanjian). Perbuatan manusia ada yang sukarela dan ada yang melawan hukum
(onrechtmatige).

d.      Jenis-jenis  Perjanjian

-  Nominat = bernama (ada pada buku III KUHPer) misalnya Jua-beli, pinjam-meminjam, sewa-
menyewa.

- Innominat -à tidak ada dalam pasal-pasal KUHPer misalnya Sewa-beli(muncul setelah KUHPer
dibuat), tetapi dasar hukumnya adalah Pasal 1338 ayat (1) KUHPer = kebebasan berkontrak

3.    Fungsi kontrak  

1). Fungsi ekonomi --à menggerakan dari yang tidak bernilai menjadi bernilai

2). Fungsi hukum ---à merupakan instrumen hukum atau sebagai alat bukti                 

4. Asas-Asas atau Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak.

Di dalam Buku III KUHPer dikenal 5 macam asas hukum yaitu :

1). Asas Kebebasan berkontrak

2). Asas konsensualisme

3). Asas Pacta Sunt Servanda= asas kepastian hukum

4). Asas itikad baik

5). Asas Kepribadian

Ad 1) Kebebsan Berkontrak
Pasal 1338 ayat (1) KUHPer = kebebasan berkontrak dengan prinsip (asas) adalah :
a.           Setiap orang berhak membuat perjanjian atau tak membuat perjanjian
b.           Setiap orang bebas mengadakan pernjanjian dengan siapa saja--àtidak boleh lepas dari pasal
1320 KUHPer tentang sahnya suatu perjanjian.
c.           Setiap orang Bebas memutuskan :
. isi perjanjian
. pelaksanaan perjanjian
. perssyaratan perjanjian
d.          Setiap orang bebas menentukan bentuk perjanjian apakah tertulis atau lisan.

Kebebasan ini dibatasi oleh Undang-undang dan kesusilaan.

Ad 2).  Asas Konsensualisme-àpraising

Di dalam  asas kepemilikan disebutkan bahwa semua orang berhak memiliki sesuatu. Asas
kepemilikian ini mempunyai norma hukum Pasal 362 KUHP, yang pada prinsipnya tidak boleh
mengambil milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya, bila mengambil tanpa pertujuan,
maka dikenakan pasal 362 KUHP tentang pencurian  ( Norma = siku-siku = aturan ).

Asas konsensualisme -àPasal 1320 KUHPer

1.        Sepakat kedua belah pihak


2.        Cakap/legal capacity
3.        Objek tertentu
4.        Causa yang halal

Menurut Prof Subekti,  butir 1 dan 2 merupakan unsur subjektif bila tidak memenuhi syarat-
syratnya dapat dibatalkan. Butir 3 dan 4 merupakan unsur objketif bila idak memenuhi unsur ini,
maka kontrak atau perjanjian batal demi hukum. Batal/tidak batal melalui proses pengadilan.

Ad 3). Asas Pacta Sunt Servanda= asas kepastian hukum.

Pacta = Pactum = Perjanjian.

Adalah asas yang menggariskan bahwa semua pihak termasuk Hakim harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah Undang-undang.

Asas Pacta Sunt Servada dapat ditemukan dalam Pasal 1338 ayat (1)  KUHPer yang berbunyi
“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”  

Ad 4. Causa yang hal

Objek atau hal-hal yang dapat diperjanjikan hanyalah hal-hal yang diizinkan oleh hukum dan
kesusilaan.
5.    Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam Perancangan kontrak.

Pada dasarnya kontrak yang dibuat para pihak berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya artinya kontrak dibuat oleh para pihak disamakan kekuatan mengikatnya dengan
Undang-undang. Oleh karena itu untuk merancang kontrak diperlukan ketelitian dan kecermatan
dari para pihak baik dari pihak kreditor maupun debitor, pihak investor maupun daripihak negara
yang bersangkutan.Begitu pula terhadap perancangan kontrak dan notaris.

Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan para pihak yang akan mengadakan dan membuat
kontrak adalah :

1).  Kewenangan hukum para pihak = kemampuan para pihak sebagai subjek hukum (orang atau
Badan Hukum)

2).  Perpajakan

3). Alas hak yang sah

4). Masalah keagrariaan

5). Pilihan hukum (choice of law)

6). Penyelesaian sengketa

7). Pengakhiran kontrak

8). Bentuk Perjnjian Standar

Ad 1). Kemapuan para pihak atau legal capacity sebaga subjek hukum orag atau badan hukum

Ad 2). Pada dasarnya setiap kontrak yang dibuat para pihak menyandang kewajiban untuk membayar
pajak kepada negara, apakah PPH (pajak penghasilan). Bea peralihan hak atas tanah dan
bangunan, bea meterai.Akan tetapi perlu diketahui bahwa pengenaan pajak tergantung pada
objek kontrak.

Ad 3). Alas hak yang sah:

Sebelum kontrak disetujui oleh para pihak, harus diperhatikan mengenai objek kontrak apakah
merupakan milik yang sah dari para pihak atau bukan. Alas hak adalah peristiwa hukum yang
merupakan dasar penyerahan suatu barang, misalnya tukar-menukar, jual-beli, sewa-menyewa.

Ad 4). Keagrariaan.

Perancang kontrak juga harus memperhatikan masalah-masalah hukum yang berkaitan dengan
keagrariaan. Pemahaman keagrariaan berkaitan dengan transaski yang objeknya tanah karena
sudah menjadilogika umum bahwa pada dasarnya semua orang dapat memiliki hak atas tanah,
yang membedakannya adalah jenis hak atas tanah yang boleh dimilikinya.      
Ad 5). Pilihan hukum

Di dalam kontrak yang berlaku secara internasional, pilihan hukum menajdi hal yang sangat
penting dalam pembuatan dan perancangan kontrak. Istilah pilihan hukum adalah terjemahan
dari bahasa Inggeris Choice of Law yaitu pilihan yang berkaitan dengan hukum apakah yang
digunakan jika terjadi sengketa antara para pihak. Hukum yang digunakan adalah hukum yang
ditentukan dalam kontrak-àlihat hukum kontrak internaasional.

Ad 6). Penyelesaian sengketa

Kontrak tidak selamanya dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu dalam setiap
perjanjian perlu dimasukkan klausula mengenai penyelesaian sengketa, apabila salah satu pihak
tidak memenuhi perjanjian atau wanprestasi.

Penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan 2 cara, yaitu :

1). Dispute resolustion --à tradisional – Pengadilan/litigasi

2). Alternative Dispute resolution (ADR) --à alternatif penyelesaian masalah-ànon litigasi , yaitu :

-  Negosiasi

-  Mediasi

-  Arbitrase

-  Konsiliasi

-  Jasa-jasa dsb

Bila cara penyelesian sengketa ditempuh cara arbitrase, maka Putusan arbitrase adalah final and
binding = terakhir dan mengikat.

Cara ini juga telah diatur dalam Undng-undang No 30 tahun 1999 ----àArbitrase sebagai ADR
(alternative dispute Resolution)

Pola penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk atau kerangka untuk mengakhiri suatu pertikaian
atau sengketa yang terjadi antara para pihak.

Pola penyelesaian sengketa dapat dibagi menjadi 2 macam :

1.      Melalui Pengadilan (litigasi)


2.      Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)-non litigasi

6.    Penggunaan Sistem Litigasi atau Pengadilan Mempunyai Kelebihan dan Kekurangan dalam
Penyelesaian Sengketa.
a.       Keuntungan-Keuntungan Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi :
1). Dalam mengambil alih keputusan para pihak, litigasi sekurang-kurangnya dalam batas tertentu
menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin ketenteraman
sosial.

2)      Litigasi sangat baik untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan masalah-masalah dalam posisi
pihak lawan.
3)      Litigasi memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas
kepada para pihak untuk didengarkan keterangannya sebelum mengambil keputusan.
4)      Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi.
5)      Dalam sistem litigassi para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang terkadung dalam
hukum untuk menyelesaikan sengketa. Pasal 27 UU Kehakiman menyebutkan bahwa hakim
wajib menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sebelum memutus perkara.
b.      Kekurangan Litigasi yaitu :
1).  Memaksa para pihak pada posisi yang ekstrim
2). Memerlukan pembelaan (advokasi) atas setiap maksud yang dapat mempengaruhi putusan
3). Benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara, baik persolahan materi
(substantif) maupun prosedur untuk persamaan kepentingan dan mendorong para pihak elakukan
penyelidikan fakta yang ekstrim.
4)   Menyita waktu dan meningkatkan biaya—keuangan
5). Fakta-fakta yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan. Para pihak tidak selalu
mampu mengungkapkan kehawatiran mereka yang sebenarnya.
6). Tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan para pihak yang
bersengketa.
7). Tidak cocok untuk sengketa yang bersifat Policentris yaitu sengketa yang melibatkan banyak
pihak, banyak persoalan dan beberapa kemungkinan.

AKTA

Tinjauan yuridis tentang akta


1.    Pengertian Akta

Istilah akta merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda , yaitu acta, Perancis = Acte = Inggeris
Died.

Menurut I G Ray Wijaya bahwa akta adalah suatu pernyataan tertulis yang ditanda tangani dibuat
oleh seseorang atau oleh pihak-pihak dengan maksud dapat digunakan sebagai alat bukti dalam
proses hukum.

Dalam kamus bahasa Indonesia, akt diartikan sebagai surat tanda bukti berisi pernyataanresmi
yang dibuat menurut peraturan yang berlaku yang disaksikan dan disahkan oleh notaris atau
pejabat pemerintah yang berwenang.
2.        Unsur-unsur akta ada 4 macam :
1.      Surat tanda bukti
2.      Isinya pernyataan resmi
3.      Dibuat menurut peraturan yang berlaku
4.      Disahkan, disaksikan oleh notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang.

Ad 1. Surat tanda bukti merupakan tulisan yang menyatakan kebenaran sesuatu peristiwa atau perbuatan
hukum.

Ad 2.  Isinya; pernyataan resmi artinya bahwa apa yang tertulis dalam akta itu merupakan pernyataan resmi
atau sah dari pejabat atau para pihak.   

Ad 3. Dibuat menurut peraturan yang berlaku artinya bahwa akta yang dibuat di muka pejabat atau dibuat
oleg para pihak selalu berdaasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya
akta perkawinan berdasarkan UU No 1 tahun 1974.

Ad.4.  Disahkan oleh notaris atau pejabat yang berwenang (untuk akta otentik)

3.    Jenis-Jenis Akta

Pada dasarnya akta dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu

1.      Akta di bawah tangan


2.      Akta otentik

Ad 1. Akta di bawah tangan

Adalah merupakan akta yang dibuat oleh para pihak tanpa perantaraan seorang pejabat.

Akta ini dapat dibagi menjadi 3 jenis :

a.    Para pihak menada tangani kontrak diatas meterai


b.    Akta di bawah tangan yang didaftar atau waarmerken = warmerking = didaftar oleh notaris atau
pejabat yang berwenang, misalnya disahkan oleh notaris adalah pada tanggal didaftar misalnya
tgl 12-1-2012 bukan pada tanggal dibuatnya akta tersebut.
c.    Akta di bawah tangan yang di legalisasi oleh notaris atau pejabat yang berwenang. Menurut UU
No 30 thn 2004 tentang jabatan notaris. Pasal 15 ayat (2) huruf a dan b menyatakan bahwa istilah
yang digunakan untuk akta di bawah tangan yang dilegalisasi Adalah akta di bawah tangan yang
di sahkan. Sementara istilah akta di bawah tangan yang didaftar (waarmerken) adalah akta yang
dibukukan.

Makna dilakukan pengesahan akta di bawah tangan (dilegalisasi) :

1.        Notaris menjamin bahwa benar orang yang tercantum namanya dalam kontrak adalah orang
yang menanda tangani kontrak.
2.        Notaris menjamin bahwa tanggal tanda tangan tersebut dilakukan dengan dalam tanggal yang
disebutkan dalam kontrak.

Ad 2. Akta otentik

 Adalah akta yang dibuat dengan beberapa formalitas tertentu dihadapan seorang notaris atau
pejabat yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Akta otentik
dikonstruksikan dari segi bentuk akta dan pejabat yang membuatnya adalah sebagai berikut :

1.        Notaris
2.        Walikota/bupati
3.        Panitra
4.        Pejabat-pejabat yang memenuhi syarat.
 
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ( MoU )

1.        Pengertian
 MoU atau kerjasama saling mengerti atau nota kesepahaman adalah suatu istilah yang
terdiri dari 2 (dua) kata yaitu Memorandum dan Understanding. Seacara gramatika MoU
diartikan sebagai nota kesepahaman. Menurut kamus hukum (Balck Law Dictionary) bahwa
yang dimaksud dengan memorandumadalah dasar memulai penyusunan kontrak formal di masa
yang akan datang. Sedangkan understanding adalah pernyataan persetujuan secara tidak
langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun secara
tertulis. Jika dua kata itu diterjemahkan, maka dapat dirumuskan bahawa MoU adalah dasar
penyusunan kontrak pada masa yang akan datang yang didasarkan pada hasil permufakatan para
pihak, baik secara lisan maupun secara tertulis.

Menurut Munir Fuady bahwa yang dimaksud dengan MoU adalah perjanjian pendahuluan
dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara
detail. Oleh karena itu memorandum of understanding berisikan hal-hal yang pokok saja. Begitu
pula Erman Rajaguguk mengartiakn MoU sebagai dokumen yang memuat saling pengertian di
antara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi dari MoU harus dimasukkan ke dalam kontrak,
sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat.

2. Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian MoU adalah :

1). MoU sebagai perjanjian pendahuluan

2). Isi MoU hanya mengenai hal-hal yang pokok

3). Isi MoU dimasukkan ke dalam kontrak.

3.        Dasar Hukum Pengaturan MoU :


MoU tidak diatur secara khusus dalam Undang-undang tetap di dalam KUHPer diatur
secara tersirat pada pasal 1320 dan 1338 KUHPer (dapat ditafsirkan secara tersirat). Pasal 1338
KUHPer menjadi dasar hukum kebebasan berkontrak yaitu :

-   Bebas berbuat atau tidak berbuat


-   Bebas melakukan perjanjian kepada ssiapa saja
-   Bebas menentukan isi perjanjian
-   Bebas menentukan bentuk perjanjian
Kebebasan dibatasi oleh Undang-undang dan kesusilaan
Secara internasional dapat ditemukan dalam Undang-undang no 24 tahun 2000 tentang
perjanjian internasional. Pasal 1 huruf a disebutkan bahwa perjanjian internasional adalah
perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat
secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.

Dari pnegertian tersebut maka perjanjian internasional dalam prakteknya dapat dissamakan
dengan :
1.      Treaty = perjanjian
2.      Konvention = perjanjian yang pesertanya lebih dari dua negara.
3.      Agreement = persetujuan
4.      Memorandum of Understanding = nota kesepahaman
5.      Protokol = surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan atau pernyataan resmi dari hasil
perundingan
6.      Charter = piagam
7.      Declaration = deklarasi = pernyataan
8.      Final act = keputusan final = keputusan akhir
9.      Exchange of note = pertukaran nota
10.         Agreed minutes = notulen yang disetujui.
PERANCANGAN KONTRAK (Contract Drafting)

Sekilas apabila kita mendengar kata kontrak, kita akan langsung berpikir bahwa yang
dimaksud dengan kontrak adalah suatu perjanjian tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap
sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian. Kesan ini tidaklah salah mengingat
penekanan kontrak selalu dianggap sebagai medianya suatu perjanjian yang dibuat secara
tertulis.
Kontrak merupakan salah satu bagian penting dari Hukum Perdata yang mengalami
perkembangan dalam rangka memberikan kepastian hukum pada bidang ekonomi dan stabilitas
nasional, baik bagi kegiatan usaha orang-perorangan maupun badan seperti pemerintah, swasta
dan koperasi. Esensi kontrak adalah sekumpulan janji yang dapat dipaksakan pelaksanaannya.
Sebagai sekumpulan janji yang wajib ditunaikan, maka suatu kontrak akan memiliki
kekuatan yang lebih apabila diwujudkan dalam bentuk tulisan atau biasa disebut sebagai kontrak
tertulis. Penyusunan suatu kontrak (tertulis) tidak semudah menulis di atas kertas. Karena suatu
kontrak yang disusun atau dirancang harus memenuhi unsur-unsur dan melewati berbagai
tahapan.

A.  Istilah dan Pengertian Perancangan Kontrak


Istilah perancangan kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract drafting.
Perancangan adalah proses, cara, atau perbuatan merancang. Sedangkan kontrak adalah
hubungan hukum antara dua orang atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum hak dan kewajiban. Jadi, perancangan kontrak merupakan proses atau cara
merancang kontrak.
Merancang kontrak adalah mengatur dan merencanakan struktur, anatomi, dan substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak. Struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan
dibuat atau dirancang oleh para pihak. Anatomi kontrak adalah berkaitan dengan letak dan
hubungan antara bagian-bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Substansi kontrak
merupakan isi yang akan dituangkan dalam kontrak yang akan dirancang oleh para pihak.
Substansi kontrak ada yang dinegosiasi oleh para pihak dan ada yang telah ditentukan secara
sepihak oleh salah satu pihak. Kontrak semacam ini disebut dengan kontrak baku (standard
contract).[1]

B.  Asas-asas Hukum dalam Perancangan Kontrak


Dalam Buku III KUHPerdata dikenal lima asas hukum, yaitu asas konsensualisme, asas
kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), asas iktikad baik, dan
asas kepribadian. Namun dari kelima asas tersebut yang berkaitan erat dengan perancangan
kontrak hanyalah asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda (asas kepastian
hukum).
1.    Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak diatur dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang
berbunyi: ”Semua perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.” Asas kebebasan berkontrak adalah suatu kontrak yang memberikan kebebasan
para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian
dengan siapapun; (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; dan (4)
menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.[2]
2.    Asas Pacta Sunt Servanda
Asas Pacta Sunt Servanda disebut juga kebebasan kepastian hukum. Asas ini berhubungan
dengan akibat dari suatu perjanjian. Asas pacta sunt servandamenggariskan bahwa hakim atau
pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana
layaknya sebuah undang-undang, sehingga mereka tidak berhak melakukan intervansi terhadap
substansi kontrak tersebut. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata,
yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang.”

C.  Sumber-sumber Perancangan Kontrak


Sumber hukum dari perancangan kontrak yang berasal dari undang-undang adalah sumber
hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah atas
persetujuan DPR, di antaranya:
1.    KUHPerdata (BW)
a.    Buku III BW tentang Perikatan, khususnya Pasal 1338 ayat (1).
b.    Buku IV KUHPerdata tentang pembuktian dan daluarsa, khususnya dari Pasal 1865 sampai
dengan Pasal 1894 yang berkaitan dengan pembuktian dan tulisan.
2.    Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999, yaitu Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 22.
3.    Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1986
tentang Hak Tanggungan atas Tanah Serta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.
4.  Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
5.    Pasal 38 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
6.    Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Selain undang-undang yang disebutkan di atas, terdapat pula sumber hukum perancangan
kontrak lainnya, seperti traktrat dan yurisprudensi. Traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat
antara dua negara atau lebih dalam bidang keperdataan, sedangkan yurisprudensi merupakan
produk yudikatif yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang
berperkara, dalam hal ini terutama mengenai pembatalan kontrak.

D.  Prinsip-prinsip dalam Perancangan Kontrak


Setiap perancangan kontrak, baik itu kontrak yang terdapat dalam KUHPerdata maupun
kontrak yang hidup dan berkembang dalam masyarakat tentunya harus memperhatikan prinsip-
prinsip di dalam merancang kontrak. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip dalam perancangan
kontrak adalah dasar atau asas yang harus diperhatikan dalam merancang sebuah kontrak. Erman
Rajaguguk mengemukakan ada sepuluh prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam kontrak-
kontrak yang lazim digunakan di Indonesia dan patut menjadi perhatian perancang kontrak
dagang internasional.[3] Kesepuluh prinsip tersebut meliputi:
1.    Penggunaan istilah,
2.    Prinsip kebebasan berkontrak,
3.    Prinsip penawaran dan penerimaan,
4.    Iktikad baik,
5.    Peralihan risiko,
6.    Ganti kerugian,
7.    Keadaan darurat,
8.    Alasan pemutusan,
9.    Pilihan hukum, dan
10.     Penyelesaian sengketa.
Di samping itu, Peter Mahmud mengemukakan dua prinsip yang harus diperhatikan dalam
mempersiapkan kontrak, yaitu beginselen der contractsvrijheid atau party autonomy dan pacta
sunt servanda. Beginselen der contractsvrijheid atau party autonomy, yaitu para pihak bebas
untuk memperjanjikan apa yang mereka inginkan, dengan syarat tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Langkah pertama yang mesti dilakukan oleh
para pihak untuk menghindari ketidakjelasan maksud para pihak ialah dengan menjelaskan
sejelas-jelasnya kepada mereka yang terlibat dan bertugas di dalam melakukan transaksi.
Sementara itu, kewajiban pertama perancang kontrak adalah mengomunikasikan kepada kliennya
apakah yang telah dirumuskannya tersebut sudah sesuai dengan keinginan kliennya.[4]

E.  Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan dalam Perancangan Kontrak


Sebagaimana telah dijelaskan di atas, pada dasarnya kontrak yang dibuat oleh para pihak
berlaku sebagai undang-undang yang membuatnya. Oleh karena itu, untuk merancang suatu
kontrak diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para pihak, baik pihak kreditur maupun
debitur, pihak investor maupun pihak yang bersangkutan, perancang kontrak maupun notaris.
Namun dalam kenyataannya, dalam pembuatan kontrak tidak ditentukan format tertentu
karena dalam undang-undang tidak ada yang mengaturnya secara tegas. Kontrak yang dibuat
secara tertulis yang memang telah diperintahkan berdasarkan undang-undang dengan ancaman
bahwa kontrak tersebut tidak mengikat jika tidak dibuat secara tertulis, atau biasa disebut dengan
perjanjian formal, biasanya sudah ada format tertentu yang telah disiapkan oleh notaris kalau
kontrak tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris. Tetapi perjanjian tersebut bukan
merupakan perjanjian formal, dalam arti tidak diwajibkan oleh undang-undang untuk dibuat
secara tertulis, kontrak semacam inilah yang biasanya dirundingkan secara langsung oleh para
pihak. Namun ada pula yang dibuat dalam bentuk perjanjian kontrak atau kontrak standar.[5]
Karena tidak ada ketentuan undang-undang yang mengatur tentang format kontrak maka
dalam membuat kontrak, hal yang paling penting yang harus diperhatikan oleh para pihak adalah
syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yang pada intinya
mengatur tentang:
1.    Kesepakatan para pihak,
2.    Kecakapan (termasuk juga kewenangan) para pihak;
3.    Hal atau objek tertentu; dan
4.    Kausa atau sebab yang halal.
Selain syarat sahnya perjanjian, hal yang penting yang harus diperhatikan oleh para pihak
adalah unsur-unsur perjanjian, yakni unsur esensialia, unsur aksidentalia, dan unsur naturalia.
§    Unsur esensialia; dalam perjanjian ini sangat terkait dengan syarat hal tertentu dalam perjanjian,
karena unsur esensialia merupakan unsur pokok yang harus ada dalam suatu perjanjian. Misalnya
unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah adanya barang yang sudah ditentukan atau dapat
ditentukan dan adanya harga barang. Sedangkan klausul-klausul lainnya yang bukan merupakan
hal pokok dalam kontrak itulah yang disebut unsur aksidentalia.
§  Unsur aksidentalia; biasanya baru akan ada jika diperjanjikan oleh para pihak, termasuk di
dalamnya cara pembayaran, tempat pembayaran, tempat dan cara penyerahan, dan lain-lain.
Apabila tidak dicantumkan oleh para pihak, pengaturannya diatur dalam undang-undang yang
biasa disebut unsur naturalia.
§   Unsur naturalia; merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam perjanjian, dalam arti apabila
para pihak tidak mengaturnya, maka pengaturannya diatur dalam undang-undang.[6]
Dalam sumber lain disebutkan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh para pihak
yang akan mengadakan dan membuat kontrak adalah:
1)   Kemampuan hukum para pihak
Kemampuan para pihak yaitu kecapakatan dan kemampuan para pihak untuk mengadakan
dan membuat kontrak. Dalam KUHPerdata ditentukan bahwa orang yang bercakap atau mampu
untuk melawan hukum adalah orang yang telah dewasa, yakni mereka yang telah berumur 21
tahun atau pernah menikah. Orang di bawah umur atau di bawah pengampuan tidak wenang
membuat kontrak, sehingga apabila mereka membuat dan menandatangi kontrak dengan orang
yang sudah dewasa maka kontrak tersebut dapat memintakan pembatalan kepada pengadilan.
2)   Perpajakan
Pada dasarnya didalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak mengandung kewajiban
untuk membayar pajak pada negara, baik itu PPh, BPHTB, dan bea materai. Pengenaan pajak ini
disesuaikan dengan objek kontrak.
3)   Alas hak yang sah
Yang dimaksud dengan alas hak adalah peristiwa hukum yang merupakan dasar penyerahan
barang, seperti tukar menukar, jual beli, dan sebagainya. Alas hak yang sah ini berkaitan dengan
cara seseorang memperoleh atau menguasai suatu benda dengan cara yang sah. Sehingga
sebelum disetujui kontrak para pihak harus memperhatikan objek kontraknya, apakah objek
kontrak tersebut milik yang sah dari para pihak atau tidak. 
4)   Masalah keagrariaan
Perancang kontrak juga harus memperhatikan masalah-masalah yang berkenaan dengan
hukum agraria, apabila objek kontrak atau perjanjian berupa tanah atau semacamnya.
5)   Pilihan hukum
Dalam suatu kontrak yang berlaku secara internasional, pilihan hukum menjadi sangat
penting dalam perancangan kontrak. Pilihan hukum ini berkaitan dengan hukum apakah yang
akan digunakan. Apabila terjadi sengketa antara para pihak.
6)   Penyelesaian sengketa
Perjanjian tidak selalu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dalam
setiap kontrak perlu dimasukkan klausul mengenai sengketa apabila salah satu pihak ingkar janji
(wanprestasi).
7)   Pengakhiran kontrak
Dalam Pasal 1266 KUHPerdata ditentukan bahwa: “Tiap-tiap pihak yang akan mengakhiri
kontrak harus dengan keputusan pengadilan yang mempunyai yurisdiksi atas kontrak.”
Ketentuan ini bertujuan melindungi pihak yang lemah.
8)   Bentuk perjanjian standar
Perjanjian standar atau biasa disebut dengan standard contract adalah perjanjian yang
ditentukan oleh satu pihak  dan dituangkan dalam bentuk formulir.

F.   Tahap-tahap Perancangan Kontrak


Pada dasarnya, setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak harus dirancang dengan benar.
Dalam merancang kontrak tersebut tentunya harus diperhatian berbagai tahapan dalam
perancangan kontrak. Akan tetapi, hingga kini belum ada aturan ataupun model yang baku dalam
perancangan ini. Para ahli berbeda pendapat tentang tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam
perancangan kontrak.
Hikmahanto Juwana mengemukakan bahwa terdapat 7 tahap dalam perancang kontrak
khususnya kontrak bisnis, yang meliputi:
1.    Kesepakatan para pihak,
2.    Pembuatan kontrak,
3.    Penelahaan kontrak,
4.    Negosiasi perancang kontrak,
5.    Penandatanganan kontrak,
6.    Pelaksanaan, dan
7.    Sengketa.[7]
Namun dalam pandangan ini kurang lengkap karena tidak menganalisis pada tahap
prakontraktual berupa penawaran dan penerimaan, sehingga harus dilengkapi dengan menjadikan
penawaran dan penerimaan sebagai tahap pertama sebelum adanya kesepakatan para pihak.
Dalam pandangan lain disebutkan bahwa secara sistematis terdapat 3 tahap dalam
perancangan kontrak di Indonesia sebagai berikut:

a)   Tahap Pra-Perancangan Kontrak


Tahap pra-perancangan merupakan tahap sebelum kontrak dirancang dan disusun. Sebelum
kontrak disusun, terdapat empat hal yang harus diperhatikan oleh para pihak, yang meliputi:
1.    Identifikasi para pihak
Tahap identifikasi para pihak merupakan tahap untuk menentukan dan menetapkan identitas
para pihak yang akan mengadakan kontrak itu. Identitas para pihak harus jelas dan para pihak
harus memiliki kewenangan hukum untuk membuat kontrak sebagaimana di tentukan pada Pasal
1330 KUHPerdata. Selain itu, hal ini penting untuk mengetahui para pihak yang benar-benar
mempunyai full power sebagai representatif dari suatu perusahaan yang bonafit atau tidak.[8]
2.    Penelitian awal aspek terkait
Pada dasarnya pihak-pihak yang membuat kontrak berharap bahwa kontrak tersebut dapat
menampung semua keinginan yang menjadi hakikat kontrak tersebut secara terperinci dan jelas.
Perancangan kontrak harus menjelaskan hal-hal yang tertuang dalam kontrak yang bersangkutan,
konsekuensi yuridis, serta alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan, dalam penelitian ini pula
diteliti dalam beberapa aspek yang berkaitan dengan kondisi politik dakam negeri para pihak,
sistem hukum, dampak sosial, dan aspek ekonomi. Hal ini perlu dilakukan agar pelaksanaan
kontrak tersebut tidak banyak mendapat hambatan. Pada akhirnya perancang kontrak akan
menyimpullkan hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait dengan isi kontrak, seperti unsur
pembayaran, ganti rugi, dan perpajakan.
3.    Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU)
Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) merupakan nota kesepahaman yang
dibuat oleh para pihak sebelum kontrak itu dibuat sebelum kontrak itu dibuat secara
terperinci. Memorandum of Understanding (MoU) ini memuat berbagai kesepakatan para pihak
dalam berbagai bidang, seperti di bidang investasi, pasar modal, pengembangan pendidikan,
kesepakatan dalam bidang ekonomi, dan lain-lain. Bentuk MoU ini dalam praktik dapat
berbentuk nota kesepahaman, nota kesepakatan, perjanjian pendahuluan, dan lain sebagainya.[9]
4.    Perundingan (negosiasi)
Negosiasi mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam perancangan
kontrak, karena tahap ini merupakan tahap untuk menentukan objek dan substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak. Negosiasi ini memiliki 2 corak, yaitu negosiasi dengan perunding lunak
(soft bergainer) dan negosiasi dengan perunding keras (hard bergainer). Negosiasi dengan
perunding lunak banyak dilakukan di lingkungan keluarga, antara sahabat dan sebagainya, yang
bertujuan untuk membina hubungan baik. Kelebihan corak ini adalah cepat menghasilkan
kesepakatan, namun mengandung risiko berupa pola menang-kalah (win-lose). Adapun negosiasi
dengan perunding keras sering menemui kebuntuan lantaran adanya tekanan dan ancaman,
terutama pada situasi di mana perunding keras saling bertemu. Sehingga yang paling efektif
dalam bernegosiasi adalah dengan memadukan kedua corak, yaitu menganut asaswin-win
solution.[10]

b)   Tahap Perancangan Kontrak


Tahap kedua dalam membuat kontrak adalah tahap perancangan kontrak, yang memerlukan
ketelitian dan kejelian para pihak maupun notaris. Tahap perancangan kontrak ini terbagi dalam
beberapa bagian yaitu:
1.    Perumusan dan pembuatan naskah kontrak
Naskah atau draf kontrak merupakan konsep kontrak yang dirancng oleh para pihak. Dengan
tahap ini para pihak akan merumuskan dan membuat kontrak yang mana selanjutnya akan
diserahkan pada pihak lain dan dikaji lebih mendalam. Naskah kontrak ini meliputi judul
kontrak, pembukaan kontrak, pihak-pihak dalam kontrak, resital, substansi kontrak, dan penutup.
Adapun di Amerika, kontrak ini berisi hal-hal sebagai berikut, yaitu: recital (penjelasan
resmi/latar belakang terjadinya suatu kontrak), consideration (berisi tentang prestasi), warranties
and reseprentation (garansi/jaminan dan perwakilan), risk allocatian(pembagian
resiko), coditions and terms (syaratnya), dates and termination(mulai dan pengakhiran
kontrak), boilerplate dan signature (tanda tangan para pihak).[11]
2.    Perundingan atau negosiasi lanjutan
Setelah para pihak selesai membuat naskah kontrak, maka naskah kontrak ini akan ditukar.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada para pihak untuk mempelajari isi kontrak
yang telah disusun. Apabila salah satu pihak tidak menyetujui perihal salah satu kontrak, pihak
tersebut dapat mengusulkannya untuk dirundingkan bersama. Selanjutnya para pihak akan
merundingkan atau menegosiasikan lanjutan dalam isi kontrak. Apabila pada hasil perundingan
tersebut telah tercapai kesepakatan, usulan tadi dapat dimasukan dalam draf kontrak yang
selanjutnya dapat dilakukan revisi terhadap rancangan naskah kontrak.
3.    Pembahasan naskah akhir kontrak
Pembahasan naskah hasil kontrak merupakan tahap penyelesaian akhir, yaitu upaya untuk
membereskan atau menyudahi naskah kontrak yang dibuat oleh para pihak, dan telah menyetujui
naskah kontrak yang telah dirancang, baik oleh salah satu pihak maupun secara bersama oleh
para pihak. 
4.    Penandatanganan naskah hasil kontrak
Bagian akhir dari tahap-tahap perancangan kontrak ini adalah tahap penandatangannan
kontrak, yang merupakan wujud persetujuan atau kesepakatan atas segala substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak

c)    Tahap Pasca-Perancangan Kontrak


Setelah melalui tahap pra dan perancangan kontrak, naskah kontrak yang telah
ditandatangani oleh para pihak akan memasuki tahap pasca tahap peancangan yang meliputi
tahap pelaksanaan dan penasfsiran, serta penyelesaian sengketa.
1.    Pelaksanaan
Setelah suatu kontrak selesai disusun dan ditandatangani oleh para pihak, barulah kontrak
tersebut dapat dilaksanakan. Pelaksanan kontrak ini harus sesuai dengan substansi-substansi
yang telah disepakati dalam isi kontrak, karena sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata bahwa setiap perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi
para pembuatnya.
2.    Penafsiran
Pada dasarnya, suatu kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dapat
dimengerti dan dipahami isinya. Akan tetapi pada kenyataannya banyak kontrak yang isinya
membingungkan bagi para pihak. Penafsiran kontrak dilakukan apabila dalam kontrak yang telah
disepakati maupun dalam pengimplementasian kontrak terdapat kata-kata atau kalimat yang
membingungkan, sehingga menimbulkan hambatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan dari
para pihak. Penafsiran dalam kontrak diatur dalam Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351
KUHPerdata.
Dalam Pasal 1342 KUHPerdata disebutkan bahwa apabila suatu kontrak memiliki kata-kata
yang jelas, maka tidak diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran.
Barulah apabila kata-katanya tidak jelas dapat dilakukan penafsiran terhadap isi kontrak dengan
memperhatikan beberapa aspek, di antaranya:
a)    Jika kata-kata dalam kontrak memberikan berbagai macam penafsiran, maka harus menyelidiki
maksud para pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1343 KUHPerdata).
b)   Jika suatu janji memberikan berbagai penafsiran, maka harus diselidiki pengertian untuk
memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksanakan (Pasal 1344 KUHPerdata).
c)    Jika kata-kata dalam perjanjian mengandung dua macam pengertian, maka harus dipilih
pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian (Pasal 1345 KUHPerdata).
d)   Apabila terjadi keragu-raguan, maka harus ditafsirkan menurut kebiasaan dalam negeri atau di
tempat perjanjian dibuat (Pasal 1346 KUHPerdata).
e)    Jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang meminta
diperjanjikan suatu hal, dan untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal
1349 KUH Perdata).[12]
3.    Penyelesaian sengketa
Dalam pelaksanan kontrak tidak menutup kemungkinan terjadinya sengketa. Dalam hal
seperti ini para pihak bebas menentukan cara yang akan ditempuh jika timbul perselisihan atau
sengketa di kemudian hari. Penyelesaian sengketan ini biasanya diatur secara tegas dalam
kontrak. Secara garis besarnya, penyelesaian sengketa ini dibagi menjadi dua, yaitu melalui
pengadilan (litigasi) dan di luar pengadilan (non-litigasi), seperti mediasi, arbitrase dan
negosiasi.

G. Format Kontrak
Salah satu unsur paling penting dalam merancang kontrak adalah memperhatikan struktur
dan anatomi kontrak yang dibuat. Struktur kontrak adalah susunan kontrak yang akan dirancang,
sedangkan anatomi kontrak berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian satu dengan
bagian lainnya.
Apa yang dimuat di dalam masing-masing bagian tentunya tidak sama pentingnya antara
satu kontrak dengan kontrak lainnya, karena biasanya kontrak yang sederhana tidak banyak
dicantumkan hal-hal dalam bagian pendahuluan maupun penutupnya. Sedangkan bagian isilah
yang biasanya mengatur berbagai hal yang dikehendaki oleh para pihak, baik itu unsur esensialia
maupun unsur aksidentalia.[13]
Dalam suatu kontrak terdapat beberapa syarat. Banyaknya macam syarat yang dicantumkan
dalam pasal-pasal tentang persyaratan yang diinginkan beberapa pihak biasanya sangat
bergantung pada besarnya nilai ontrak atau rumitnya permasalahan pada kontrak tersebut.
[14] Akan tetapi, yang harus diingat bahwa unsur esensial dari kontrak tersebut harus
dicantumkan sedangkan unsur lainnya boleh juga tidak dimuat karena telah diatur oleh undang
undang.
Pada umumnya kontrak terbagi atas tiga bagian utama, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi,
dan penutup.
1.    Bagian Pendahuluan
a.    Sub bagian pembuka (description of the instruments)
Sub bagian ini memuat beberapa hal, yaitu:
§  Sebutan atau nama kontrak dan peyebutan lainnya (penyingkatan yang akan dilakukan);
§  Tanggal dari kontrak yang dibuat dan ditandatangani; dan
§  Tempat dibuat dan ditandatanganinya konttak (catatan: tidak selalu ada).[15]
b.    Sub pencantuman identitas para pihak (caption)
Dalam sub bagian ini dicantumkan identitas para pihak yang mengikatkan diri dalam
kontrak dan siapa-siapa yang menandatangi kontrak. Ada tiga hal yang harus diperhatikan
tentang identitas para pihak, yaitu:
§  Para pihak harus disebutkan dengan jelas;
§  Orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai apa; dan
§  Pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.[16]
c.    Sub bagian penjelasan
Pada sub bagian ini diberikan penjelasan mengapa para pihak mengadakan kontrak (sering
disebut sebagai premis, witnesseth, whereby, recitals, menerangkan terlebih dahulu, dan lain-
lain).[17]

2.    Bagian Isi
Pada bagian isi terdapat empat hal pengaturan, yaitu sebagai berikut.[18]
a.    Klausul definisi (definition)
Pada klausul ini biasaanya dicantumkan sebagai definisi untuk keperluan kontrak, di mana
definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat mempunyai arti khusus dari
pengertian umum. Klausul definisi dalam rangka mengefesienkan klausul-klausul selanjutnya
karena tidak perlu diadakan pengulangan.
b.    Klausul transaksi (operative language)
Klausul transaksi adalah klausul-klausul yang berisi tentang transaksi yang akan dilakukan.
Misalnya dalam jual beli aset, harus diatur tentang objek yang akan dibeli dan pembayarannya.
Demikian pula dengan suatu kontrak patungan, perlu diatur tentang kesepakatan para pihak
dalam kontrak tersebut.
c.    Klausul spesifik
Klausul spesifik mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi. Artinya, klausul
tersebut tidak terdapat dalam kontrak dengan transaksi yang berbeda.
d.   Klausul ketentuan umum
Klausul ketentuan umum adalah klausul yang seringkali dijumpai dalam berbagai kontrak
dagang maupun kontrak lainnya. Klausul ini antara lain mengatur tentang domisili hukum,
penyelesaian sengketa, pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain.

3.    Bagian Penutup
Pada bagian penutup terdapat hal-hal berikut.[19]
a.     Sub bagian kata penutup (closing)
Kata penutup biasanya menerangkan bahwa perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani
oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu. Atau para pihak menyatakan ulang bahwa
mereka akan terikat dengan isi kontrak.
b.    Sub bagian ruang penempatan tanda tangan
Sub bagian ini merupakan tempat di mana pihak-pihak menandatangani perjanjian dengan
menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam kontrak, nama jelas “orang” yang menandatangani
dan jabatan dari orang yang menandatangani.
c.     Lampiran (apabila ada)
d.    Status lampiran
Lampiran selalu disebut sebagai sesuatu yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
kontrak.
e.    Isi lampiran
Lampiran pada dasarnya dapat berisi berbagai hal, termasuk dokumen-dokumen pendukung.
Format kontrak-kontrak yang menyertai kontrak utama, format legal opinion, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai