Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL

ANALISIS YURIDIS NON-COMPETITION CLAUSE DALAM KONTRAK


KERJA

Mata Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum – I

Dosen Pengampu:
Abdul Jalil S.H., M.H.

Disusun Oleh:
Melissa Virginia Beatrice Silalahi
11000120130576

PROGRAM STUDI S1 HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam suatu perjanjian terdapat 4 (empat) syarat agar suatu
perjanjian dapat dikatakan sah yakni sebagaimana yang tertuang dalam
Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat
syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.”
Berdasarkan syarat sahnya perjanjian, terdapat 2 (dua) pembagian yakni
syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif terdiri dari
kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak, sehingga apabila syarat
subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan. Syarat objektif
terdiri dari suatu hal tertentu dan suatu sebab yang tidak terlarang,
sehingga apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian akan batal
demi hukum.
Kontrak kerja merupakan suatu perjanjian yang dilakukan oleh
pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau tulisan, berisikan syarat-
syarat kerja, hak, dan kewajiban. Kontrak kerja biasanya diberikan oleh
perusahaan pada saat awal bekerja, dimana kontrak kerja tersebut menjadi
bentuk persetujuan bagi pekerja dan perusahaan serta menjadi acuan
dalam waktu tertentu. Dalam sebuah perjanjian kerja tidak hanya
mengatur mengenai hak, kewajiban serta larangan pekerja dengan
pengusaha selama sebelum dan saat berlangsungnya hubungan kerja,
melainkan juga mengatur hubungan kerja saat pekerjaan berakhir (post
employment).1 Berdasarkan 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan perjanjian
kerja dibuat atas dasar: (a) kesepakatan kedua belah pihak; (b) kemampuan

1
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 87.

2
atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; (c) adanya pekerjaan yang
diperjanjikan; dan (d) pekerjaan yang diperjanjiakan tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundangan yang
berlaku.
Dalam kontrak kerja, terkadang mengandung klausul non
kompetisi antara pekerja dengan pemberi kerja yakni pengusaha. Black’s
Law Dictionary 9th edition menjelaskan bahwa “Non Competition Clause
is a promise usually in a sale-of business, partnership or employment
contract, not to engage in the same type of business for a stated time in the
same market as the buyer, partner or employer.”2 Klausul non kompetisi
biasa terdapat dalam kontrak kerja bertujuan agar pekerja tidak terlibat
dalam jenis bisnis yang sama dalam jangka waktu tertentu. Pembatasan
kepada pekerja dengan tidak memperbolehkan bekerja pada
perusahaan/organisasi lain yang bergerak di bidang yang sama dalam
jangka waktu tertentu setelah pekerja keluar maupun putus hubungan kerja
dengan perusahaan.
Dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 diatur mengenai
hak seseorang dalam bekerja yang menyatakan bahwa “Setiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja”. Selain itu, Pasal 31 UU Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur mengenai hak tenaga kerja
yakni: “setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama
untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri”. Sehingga, non-
competition clause yang berada di dalam kontrak atau perjanjian kerja
telah bertentangan dengan hukum yang berlaku. Ketika merujuk pada
syarat perjanjian yang ke 4 (empat) yakni suatu sebab yang tidak terlarang
atau sebab yang halal berarti dalam perjanjian tersebut tidak bertentangan
dengan hukum yang berlaku. Artinya, syarat objektif dari suatu perjanjian

2
Hukum Online, (2013), “Masalah Klausul Non-Kompetisi (Non-Competition Clause) dalam Kontrak
Kerja”, diakses dari https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt514f29fbb8c02/masalah-
klausul-nonkompetisi-non-competition-clause-dalam-kontrak-kerja”, diakses pada 6 November 2021.

3
tidaklah terpenuhi dan kontrak atau perjanjian kerja antara pekerja dan
pengusaha ialah batal demi hukum.
Gustav Radburch dalam bukunya yang berjudul “einführung in die
rechtswissenschaften” menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) nilai dasar
hukum yaitu, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.3 Ketiga nilai
dasar hukum tersebut ialah berorientasi untuk terciptanya harmonisasi
pelaksanaan hukum. Non-competition clause dalam kontrak kerja telah
mencederai adanya nilai keadilan dari hukum dimana ketika seseorang
dibatasi dalam hal pekerjaannya meskipun sudah tidak bekerja pada
tempat yang sama. Artinya keberadaan non-competition clause dalam
kontrak kerja justru telah bertentangan dengan nilai dasar hukum yaitu
keadilan dan menciptakan ketidakharmonisan dalam pelaksanaan hukum.
Suatu perjanjian seharusnya menghendaki asas itikad baik dimana
para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan isi perjanjian, dengan
siapa pihak membuat perjanjian, dan setiap perjanjin selalu didasari pada
asas iktikad baik, tidak melanggar peraturan perundang-undangan, serta
tidak melanggar kepentingan masyarakat.4 Pembatasan yang timbul dari
adanya non-competition clause dalam suatu perjanjian menunjukan tidak
adanya itikad baik dalam suatu kontrak kerja. Tercederainya asas itikad
baik dalam kontrak kerja membuat penerapan non-competition clause
jelas bertentangan dengan hukum. Dapat disimpulkan bahwa adanya non-
competition clause dalam kontrak kerja tidak memenuhi adanya syarat
objektif suatu perjanjian, bertentangan dengan ketentuang Undang-
Undang, tidak sejalan dengan nilai dasar keadilan, dan perjanjian kerja
tersebut tidak menghendaki asas itikad baik, sehingga seharusnya non-
competition clause tidak diatur dalam kontrak kerja.
Berdasarkan latar belakangan dan permasalahan di atas, penulis
ingin menulis lebih lanjut ke dalam penelitian dengan judul: “Analisis
Yuridis Non Competition Clause dalam Kontrak Kerja”.

3
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 45.
4
Luh Nila Winarni, “Asas itikad Baik Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian
Pembiayaan”, DIH Jurnal Hukum, Vol. 11, No. 21, 2015, hlm. 3-4.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagimana bentuk pembatasan kebebasan berkontrak dalam ranah hukum
perdata berkaitan dengan non-competition clause?
2. Bagaimana perlindungan bagi tenaga kerja terhadap eksistensi non-
competition clause dalam suatu perjanjian kerja?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk pembatasan kebebasan berkontrak dalam
ranah hukum perdata yang berkaitan dengan non-competition clause.
2. Untuk memahami perlindungan bagi tenaga kerja terhadap eksistensi
non-competition clause dalam suatu perjanjian kerja.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat seperti:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan pemikiran khususnya dalam hal keabsahan
non-competition clause yang diatur dalam kontrak kerja sesuai dengan
hukum positif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi
mengenai keberadaan non-competition clause pada kontrak
kerja yang menghambat terciptanya harmonisasi hukum.
b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan memberikan
wawasan mengenai eksistensi non-competition clause dalam
kontrak kerja.

E. Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori yang
dikemukakan oleh Gustav Radburch dalam bukunya yang berjudul
“einführung in die rechtswissenschaften” menyatakan bahwa terdapat 3
(tiga) nilai dasar hukum yaitu, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
hukum. Saat ini keberadaan non-competition clause dalam kontrak kerja
justru telah bertentangan dengan nilai dasar hukum yaitu keadilan dan

5
menciptakan ketidakharmonisan dalam pelaksanaan hukum. Teori
tersebut nantinya akan dielaborasikan dengan teori hukum responsif yang
dikemukakan oleh Nonet dan Selznick.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Perjanjian


Perjanjian merupakan sebuah persetujuan tertulis atau lisan yang
dibuat oleh dua pihak atau lebih, dimana masing-masing pihak sepakat
akan menaati isi dari perjanjian tersebut. Perjanjian atau persetujuan
menurut Pasal 1313 KUH Perdata disebut sebagai suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya. Pengertian ini sebenarnya tidak
begitu lengkap, tetapi dengan pengertian ini, sudah jelas bahwa dalam
perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan diri kepada pihak lain.
Pengertian ini sebenarnya seharusnya menerangkan juga tentang adanya
dua pihak yang saling mengikatkan diri tentang sesuatu hal.5 Menurut
Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang atau lebih
berjanji kepada pihak lain untuk melaksanakan suatu hal. Pendapat lain
dikemukakan oleh Rutten dalam Prof. Purwahid Patrik yang menyatakan
bahwa perjanjian adalah perbuatan yang terjadi sesuai dengan formalitas
dari peraturan hukum yang ada tergantung dari kesesuaian antara
kehendak dua atau lebih dengan tujuan meghadirkan akibat hukum dari
kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan
masing-masing pihak secara timbal balik.6
Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah sah
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.”

5
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW),
(Jakarta: Rajagarfindo Perdasa, 2008), hlm. 63.
6
Purwahid Patrik, Hukum Perdata II, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan Undang-undang,
(Semarang: FH Undip,1988), hlm. 1-3.

7
Berdasarkan syarat sahnya perjanjian, terdapat 2 (dua) pembagian yakni
syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif terdiri dari
kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak, sehingga apabila syarat
subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan. Syarat objektif
terdiri dari suatu hal tertentu dan suatu sebab yang tidak terlarang,
sehingga apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian akan batal
demi hukum. Dalam hal perjanjian dapat dibatalkan maka salah satu pihak
dapat meminta pembatalan, yakni perjanjian tidak serta merta batal demi
hukum akan tetapi harus dimintakan pembatalan ke pengadilan.
Sedangkan, perjanjian batal demi hukum berarti perjanjian batal dari
semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu
perikatan.

B. Tinjauan Umum Kontrak Kerja


Kontrak merupakan bentuk dari perjanjian. Kontrak kerja hadir
dengan tujuan sebagai pengikat antara pekerja dan yang memperkerjakan,
Perjanjian kerja diatur secara khusus pada Bab VII KUH Perdata tentang
persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan. Dalam Pasal 1 angka
14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban
para pihak.7 Dalam perjanjian kontrak kerja tentu terdapat beberapa unsur
yang terkandung di dalamnya, antara lain:8
1. Adanya pekerjaan, dimana dalam perjanjian kerja harus mengandung
pekerjaan yang harus dilakukan oleh pekerja sehingga pekerjaan yang
akan dikerjakan oleh pekerja berdasar dan berpedoman pada isi
perjanjian tersebut.
2. Adanya unsur di bawah perintah, pekerja dituntut untuk tunduk
kepada pentih pemberi kerja.

7
Sentosa Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang
Ketenagakerjaan, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2005), hlm. 17.
8
Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 28.

8
3. Adanya upah tertentu. Upah dalam hal ini merupakan imbalan dari
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Upah dapat berupa uang atau
bukan uang (in natura).
4. Adanya waktu. Di dalam perjanjian kontrak tercantum jangka waktu
kontrak tersebut berlaku. Oleh karena itu, dalam melakukan
pekerjaannya pekerja tidak boleh melakukan sekehendak dari pemberi
kerja dan juga tidak boleh dilakukan dalam seumur hidup.

Sahnya kontrak kerja diatur dalam bab IX tentang Hubungan Kerja, yaitu
pada Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, yaitu:

1. Kesepakatan kedua belah pihak;


2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Tinjauan Umum Non-Competiition Clause


Dalam kontrak kerja akan didapatin klausul non-kompetisi atau
non-competition clause. Black’s Law Dictionary 9th edition menjelaskan
bahwa “Non Competition Clause is a promise usually in a sale-of business,
partnership or employment contract, not to engage in the same type of
business for a stated time in the same market as the buyer, partner or
employer.” Klausul non kompetisi bertujuan agar pekerja tidak terlibat
dalam jenis bisnis yang sama dalam jangka waktu tertentu. Pembatasan ini
dilakukan dengan tidak memperbolehkan para pekerja bekerja pada
perusahaan/organisasi lain yang bergerak di bidang yang sama dalam
jangka waktu tertentu setelah pekerja keluar maupun putus hubungan kerja
dengan perusahaan. Artinya,non- competition clause mulai berlaku sejak
tanggal pekerja putus hubungan kerja dengan perusahaan.
Pada awalnya klausul non-kompetisi ini dibuat dengan tujuan
untuk melindungi rahasia dagang perusahaan. Namun dalam prakteknya
hal tersebut membatas hak pekerja dan bertentangn dengan hukum positif

9
Indonesia.9 Klausul non-kompetisi diatur bahwa pekerja setuju untuk tidak
akan bekerja sebagai karyawan pada perusahaan lain yang dianggap
sebagai pesaing atau bergerak pada bidang usaha yang sama untuk periode
atau jangka waktu tertentu setelah tanggal pemberhentian atau pemutusan
hubungan kerja.

9
Rahmi Jened, Perlindungan “Trade Secret” (Rahasia Dagang) dalam Rangka Persetujuan TRIPs,
Jurnal Yuridika, Vol. 14, No. 1.

10
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara melakukan sesuatu dengan
menggunakan pikiran secara seksama demi tercapainya sebuah tujuan
melalui cara pencarian, pencatatan, perumusan, pnganalisisan, hingga
penyusuanan laporan.10 Atas dasar tersebut penulisan karya ini
menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan
berdasarkan bahan hukum dengan cara menelaah teori, konsep, asas
hukum serta peraturan perundangundangan. Selain itu pendekatan ini
dikenal sebagai pendekatan kepustakaan, yaitu dengan mempelajari
berbagai sumber bacaan seperti buku, peraturan perundang-undangan, dan
dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.11

B. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, spesifikasi yang digunakan ialah yuridis
normatif, di mana penulis akan nmenguraikan penelitian dengan cara
menganalisis menggunakan teori-teori hukum, asas-asas hukum, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti. Pendekatan tersebut juga menyinkronkan
ketentuan hukum yang berlaku dalam perlindungan hukum terhadap
norma atau peraturan hukum lainnya.12

C. Jenis Data
Mengenai jenis data yang digunakan dalam karya ini adalah data
sekunder. Adapun sumber penelitian ini diperoleh dari bahan penelitian
kepustakaan yang mencakup bahan hukum primer dan sekunder. Berikut
ini adalah bahan hukum yang penulis susun secara sitematis:

10
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm. 1.
11
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri Cetakan Kelima, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 53.
12
Burhan Asofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 15.

11
1. Bahan Hukum Primer
Bahan penelitian yang berasal dari peraturan perundang-undangan
dan yurisprudensi yang berkaitan dengan penulisan yang
dilakukan antara lain:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);
3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan;
4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undnag Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
5) Putusan Sela Nomor 106/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.JKT.PST.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan penelitiaan yang memberikan penjelaskan atau petunjuk
mengenai bahan hukum primer. Terdiri atas buku-buku, jurnal,
hasil penelitian dan karya ilmiah, hasil karya kalangan hukum,
makalah, dokumen-dokumen resmi yang diterbitkan oleh
pemerintah maupun lembaga non pemerintah.13
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan penulisan yang memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, yang berasal dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dari penelitian ini menggunakan cara Literature
Research (Penelitian Kepustakaan). Teknik ini mengedepankan metode
pengumpulan dan pengkajian mendalam atas data sekunder berupa bahan
hukum primer, sekunder, dan tersier sebagaimana telah tersebutkan di
atas. Bahan-bahan tersebut disesuaikan dengan ranah keolaragaan sesuai
dengan bahasan utama dalam penelitian ini. Misalnya, peraturan

13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 52.

12
perundang-undangan, buku, jurnal, hasil penelitian, dan makalah dalam
sektor ketenagakerjaan.

F. Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh dari studi kepustakaan akan dianalisis dengan
teknik analisis deskriptif, artinya dengan memberikan gambaran atau
pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian
yang dilakukan, yaitu dengan menggambarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek
pelaksanaan hukum positif menyangkut permasalahan terkait eksistensi
non-competition clause dalam kontrak kerja.

13
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Buku
Asofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001).
Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1993).
Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2016).
Miru, Ahmadi dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna
Pasal 1233 Sampai 1456 BW), (Jakarta: Rajagarfindo Perdasa,
2008).
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2003).
Patrik, Purwahid, Hukum Perdata II, Perikatan yang Lahir dari
Perjanjian dan Undang-undang, (Semarang: FH Undip,1988).
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012).
Sembiring, Sentosa, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia Tentang Ketenagakerjaan, (Bandung: CV.
Nuansa Aulia, 2005).
Soekanto, Soerjono , Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,
1986).
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri
Cetakan Kelima, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994).

Jurnal
Winarni, Luh Nila, Asas itikad Baik Sebagai Upaya Perlindungan
Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan, DIH Jurnal Hukum,
2015, volume 11, nomor 21, halaman 3-4.
Jened, Rahmi, Perlindungan ‘Trade Secret’ (Rahasia Dagang) Dalam
Rangka Persetujuan Trade Related Aspects Of Intellectual
Property Rights (Trips), Jurnal Yuridika, 1999, volume 14,
nomor 1.

14
Website
Tobing, Letezia, Masalah Klausul Non-Kompetisi (Non-Competition
Clause) dalam Kontrak Kerja,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt514f29fbb8
c02/masalah-klausul-nonkompetisi-non-competition-clause-
dalam-kontrak-kerja, diakses pada 10 April 2023.

15

Anda mungkin juga menyukai