Anda di halaman 1dari 5

NON-COMPETITION CLAUSE: DIPERBOLEHKAN ATAU TIDAK?

Hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja lazimnya ditandai dengan adanya
perjanjian kerja antar kedua belah pihak tersebut. Perjanjian kerja mengatur hak dan
kewajiban dari masing-masing pihak serta hal-hal lainnya yang telah disepakati secara
bersama dan mengikat kedua belah pihak.

Di dalam perjanjian kerja, biasanya terdapat pasal mengenai non-competiton clause atau
larangan persaingan. Banyak perusahaan yang menggunakan klausula tersebut di dalam
perjanjian kerjanya terutama perusahaan-perusahaan besar maupun perusahaan yang
memiliki spesialis di bidang tertentu untuk melindungi perusahaan dari persaingan dengan
kompetitornya.

Non-competition clause dalam Black’s Law dictionary 9th edition adalah a promise usually
in a sale-of business, partnership or employment contract, not to engage in the same type of
business for a stated time in the same market as the buyer, partner or employer.

Yang terjemahan bebasnya diartikan sebagai janji biasanya dalam hal bisnis penjualan,
kemitraan atau kontrak kerja, untuk tidak terlibat dalam jenis bisnis yang sama dalam jangka
waktu tertentu pada pasar yang sama dengan pembeli, mitra, atau pemberi kerja yang lain.

Non-competition clause pada intinya mengatur pembatasan bahwa pekerja tidak akan bekerja
pada perusahaan/organisasi lain yang bergerak di bidang yang sama dalam jangka waktu
tertentu setelah pekerja keluar maupun putus hubungan kerja dengan perusahaan. Maka, non-
competition clause mulai berlaku sejak tanggal pekerja putus hubungan kerja dengan
perusahaan.

Meskipun non-competition clause pada praktiknya sudah banyak digunakan dalam perjanjian
kerja tetapi tidak sedikit pihak yang beranggapan bahwa non-competition clause tidak
perbolehkan karena bertentangan dengan berbagai peraturan sebagai berikut:

Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:

“setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja”

Pasal 31 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:


“setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,
mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di
dalam atau di luar negeri”

Pasal 38 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi:

“Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak
pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil”

Berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang telah diuraikan diatas, perjanjian kerja


yang mengatur mengenai non-competition clause tidak sah atau tidak memenuhi syarat
sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, khususnya pada syarat obyektif
suatu perjanjian yaitu syarat “suatu sebab yang tidak dilarang”, maka perjanjian kerja tersebut
batal demi hukum.

Tujuan Penggunaan Non-Competition Clause

Di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia belum ada peraturan yang


mendefinisikan mengenai non-competition clause termasuk mengenai pembatasan maupun
larangan klausula tersebut. Tidak ada peraturan yang secara tegas mengatur pembatasan
maupun larangan pencantuman non-competition clause dalam perjanjian kerja.

Sebagian negara-negara barat di Eropa maupun Amerika telah mengatur mengenai non-
competition clause. Ada beberapa negara yang memperbolehkan klausula ini dimuat dalam
perjanjian kerja, di samping itu juga ada beberapa negara yang tidak memperbolehkan
pencantuman klausula tersebut dalam perjanjian kerja. Biasanya negara-negara yang
memperbolehkan klausula ini memberikan pembatasan-pembatasan sangat ketat seperti
misalnya tidak boleh lebih dari waktu tertentu (biasanya 2 tahun), tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan publik, tidak menyebabkan perlindungan yang berlebihan terhadap suatu
kegiatan usaha selain rahasia dagang serta tidak boleh menyebabkan pembatasan yang
berlebihan sehingga menghambat pekerja tersebut kesulitan mencari nafkah.

Makud dan tujuan dari perusahaan mencantumkan non-competition clause untuk digunakan
sebagai perlindungan perusahaan dari kompetitornya. Hal ini juga terkait dengan rahasia
dagang yang diakui oleh hukum Indonesia dengan UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang). Dengan adanya pencantuman non-competition
clause diharapkan pekerja tidak membocorkan rahasia dagang maupun segala informasi yang
bersifat rahasia kepada perusahaan pesaing. Trade secret (rahasia dagang) pada dasarnya
adalah informasi dalam bentuk apapun yang mempunyai nilai ekonomis karena
kerahasiaannya dan dilakukan upaya-upaya untuk tetap menjaga kerahasiaannya.

Rahasia Dagang

Rahasia dagang menurut Pasal 1 angka 1 UU Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak
diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.

Lingkup dari rahasia dagang menurut UU Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode
pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang
memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Pembocoran rahasia dagang dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dalam bidang
Hukum Kekayaan Intelektual yang telah diatur dalam UU Rahasia Dagang. Meskipun tidak
ada peraturan khusus dalam suatu perjanjian rahasia dagang agar dibuat secara tertulis,
namun pemilik rahasia dagang berhak melarang pihak lain menggunakan rahasia dagangnya
untuk kepentingan komersial. Pemilik rahasia dagang dapat menggugat siapapun yang
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan atau mengungkapkan rahasia dagangnya kepada
pihak ketiga, dalam bentuk tuntutan ganti kerugian atau menghentikan perbuatan yang
dilarang tersebut.

Keabsahan Non-Competition Clause

Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan di
Indonesia yang membatasi maupun melarang secara tegas mengenai non-competition clause.
Maka, untuk dapat menilai keabsahan perjanjian kerja yang mencantumkan non-competition
clause dapat dianalisa berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya
perjanjian.

Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan syarat sahnya perjanjian harus memenuhi 4 (empat)
syarat sebagai berikut:

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;


2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif karena mengenai orang atau
subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan
syarat obyektif karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.

Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta supaya perjanjian itu dibatalkan (dapat dibatalkan). Perjanjian yang telah dibuat itu
akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan
oleh hakim di persidangan atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut.

Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi
hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada
suatu perikatan.

Non-competition clause dalam perjanjian kerja berkaitan dengan syarat obyektif dalam suatu
perjanjian, khususnya mengenai syarat “suatu sebab yang tidak terlarang”. Syarat ini dalam
perjanjian kerja dimaksudkan bahwa obyek yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal ini apakah syarat tersebut terpenuhi atau tidak, harus dilihat mengenai tujuan dari
perusahaan yang mencantumkan non-competition clause dalam perjanjian kerja. Selama
tujuan itu wajar dan dapat dibuktikan bahwa kepentingan tersebut harus dilindungi dan tidak
melakukan pembatasan hak secara berlebihan maka syarat yang diperbolehkan ini terpenuhi.
Tetapi apabila suatu perusahaan yang berkepentingan mencantumkan klausula ini dalam
perjanjian kerja dengan tidak memberikan batasan yang jelas mengenai perusahaan mana saja
yang dianggap sebagai pesaing, batas waktu maupun geografis maka dapat dikatakan tidak
memenuhi syarat keempat sebagaimana yang telah disebutkan diatas.

Dengan demikian, penggunaan non-competition clause dalam ketentuan hukum di Indonesia


secara tidak langsung sama dengan ketentuan yang berlaku di negara-negara barat yang
memperbolehkan klausula tersebut dengan pembatasan yang sangat ketat.
Sumber tulisan:

1. UUD NRI 1945


2. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Black’s Law dictionary 9th edition
5. Rizky Amalia, ”Non Competition Clause dalam Perjanjian Kerja”, Jurnal Yuridika,
Volume 26 No. 2, Mei-Agustus 2011
6. Windi Afdal, Wulan Purnamasari, “Kajian Hukum Non-Competition Clause dalam
Perjanjian Kerja Menurut Perspektif Hukum Indonesia”, Jurnal Komunikasi Hukum,
Volume 7 No. 2, Agustus 2021.

Anda mungkin juga menyukai