0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan12 halaman
Terdapat perbedaan pandangan mengenai penerapan asas kebebasan berkontrak dalam kontrak baku. Pihak yang setuju menyatakan bahwa konsumen masih diberikan pilihan untuk menerima atau menolak syarat-syarat yang diajukan pelaku usaha. Namun, pihak yang tidak setuju menyatakan bahwa apabila terdapat ketidakseimbangan antara para pihak, maka pihak lemah tidak bebas menentukan isi perjanjian yang mengunt
Terdapat perbedaan pandangan mengenai penerapan asas kebebasan berkontrak dalam kontrak baku. Pihak yang setuju menyatakan bahwa konsumen masih diberikan pilihan untuk menerima atau menolak syarat-syarat yang diajukan pelaku usaha. Namun, pihak yang tidak setuju menyatakan bahwa apabila terdapat ketidakseimbangan antara para pihak, maka pihak lemah tidak bebas menentukan isi perjanjian yang mengunt
Terdapat perbedaan pandangan mengenai penerapan asas kebebasan berkontrak dalam kontrak baku. Pihak yang setuju menyatakan bahwa konsumen masih diberikan pilihan untuk menerima atau menolak syarat-syarat yang diajukan pelaku usaha. Namun, pihak yang tidak setuju menyatakan bahwa apabila terdapat ketidakseimbangan antara para pihak, maka pihak lemah tidak bebas menentukan isi perjanjian yang mengunt
apa saja baik yang sudah ada pengaturannya maupun belum diatur • Bebas menentukan sendiri isi kontraknya • Tidak Mutlak Dibatasi namun dengan tidak boleh bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan 2 asas umum Freedom of Contract • 1. Asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak, asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat- syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat. • 2. Asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Dengan asas umum ini dikemukakan bahwa asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Asas kebebasan berkontrak menurut Hukum Perjanjian Indonesia • 1.Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; • 2.Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa akan membuat perjanjian; • 3.Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang dibuatnya; • 4.Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian; • 5.Kebebasan untuk syarat-syarat suatu perjanjian, termasuk kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional). KONTRAK BAKU/KONTRAK STANDAR • Berupa kontrak yang sebelumnya oleh pihak tertentu (perusahaan) telah menentukan secara sepihak sebagian isinya dengan maksud untuk digunakan secara berulang- ulang dengan berbagai pihak (konsumen perusahaan) • Sebagian besar isinya sudah ditetapkan oleh pihak (perusahaan) tidak membuka kemungkinan negoisasi, sebagian lagi dikosongkan untuk memberi kesempatan negoisasi dengan pihak konsumen yg baru diisi setelah terjadi kesepakatan • Contoh: – Perusahaan Perbankan = perjanjian kredit – Perusahaan asuransi = polis asuransi – Perusahaan pengankutan = perj. pengangkutan barang • Untuk kepentingan bisnis kontrak baku cukup praktis dan ekonomis (tdk perlu membuat kontrak baru untuk setiap transaksi bisnis yg terjadi) • Secara hukum syah apabila memenuhi pasal 1320 = Berlaku prinsip “Take it or leave it” • PRINSIP TAKE IT OR LEAVE IT Kebebasan diberikan kepada konsumen untuk memilih/menentukan sendiri keberadaan perikatan tersebutApabila ia menandatangani secara hukum dianggap sudah menyetujui. Apabila ia tidak menyetujui tentu tidak tidak menandatangani Perjanjian baku dapat dibedakan dalam tiga jenis: • 1. Perjanjian baku sepihak, adalah perjanian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat dalam hal ini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi kuat dibandingkan pihak debitur. Kedua pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada perjanjian buruh kolektif. • 2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, ialah perjanjian baku yang mempunyai objek hak-hak atas tanah. Dalam bidang agraria misalnya, dapat dilihat formulir-formulir perjanjian sebagaimana yang diatur dalam SK Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Agustus 1977 No. 104/Dja/1977, yang berupa antara lain akta jual beli, model 1156727 akta hipotik model 1045055 dan sebagainya. • 3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat, terdapat perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan, yang dalam kepustakaan Belanda biasa disebut dengan “contract model”. WANPRESTASI (Ingkar Janji) • Bentuk Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan • SANKSI Utk mencegah wanprestasi dan memberikan keadilan serta kepastian hukum kpd para pihak • Hukum menyediakan sanksi berupa : ganti rugi, pembatalan perjanjian dan pengalihan resiko GANTI RUGI • Ganti rugi yang dpt digugat thd wanprestasi adalah : penggantian kerugian materiil yg nyata akibat wanprestasi tsb. • Ganti rugi tsb dpt berupa ganti rugi thd:- biaya yg telah dikeluarkan- kerugian yg diderita- keuntungan yg seyogyanya didapatkan seandainya tdk terjadi wanprestasi • Juga ada penggantian kerugian immaterial berupa: kehilangan kesempatan, kenikmatan dll yg semua hrs dihitung besaran dlm uang Perbedaan Pandangan Mengacu kepada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dapat diasums ikan adanya penyimpangan penerapan asas kebebasan berkontrak dala m kontrak baku kegiatan bisnis, karena kesepakatan bisnis yang terjadi bukan karena proses negosiasi yang seimbangi antara para pihak, tetapi perjanjian itu terjadi dengan c ara pihak yang satu telah menyiapkan syarat- syarat baku (klausula baku) pada suatu formulir perjanjian yang s udah dicetak dan disodorkan kepada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak yang lain untuk melakukan negosiasi atas syarat-syarat yang disodorkan. Setuju • Pihak yang lemah (biasanya dalam hal ini konsumen) hanya diperkenankan untuk membaca syarat- syarat yang diajukan pihak yang kedudukannya kuat, apabila menyetujui persyaratan tersebut maka konsumen dipersilahkan untuk menandatanganinya (take it), namun sebaliknya apabila konsumen tidak menyetujui persyaratan yang diajukan pelaku usaha, maka transaksi tidak dapat dilanjutkan (leave it). Itulah sebabnya perjanjian baku ini kemudian dikenal dengan penyebutan “take it or leave it contract.” • Adanya unsur pilihan ini oleh sementara pihak dikatakan, perjanjian baku tidaklah melanggar asas kebebasan berkontrak (Pasal 1320 Jo. Pasal 1338 KUHPerdata) dengan masih diberikannya hak kepada konsumen untuk menyetujui (take it) atau menolak perjanjian yang diajukan kepadanya (leave it). Tidak Setuju • Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimban g, maka pihak yang lemah biasanya tidak dalam keadaan yang betul- betul bebas untuk menentkan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal yang demikian pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya mempergunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausula-klausula tertentu dalam kontrak baku, sehingga isi perjanjian hanya mengakomodir kepentingan pihak yang kedudukannya lebih kuat. Sehingga dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausul-klausul yang menguntungkan baginya atau meringankan atau menghapus beban- beban atau kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi bebannya, yang biasa dikenal dengan “klausula eksonerasi”. • Oleh karena itu, apabila terdapat posisi yang tidak seimbang di antar a para pihak, maka hal ini harus ditolak karena akan berpengaruh terhadap substansi maupun maksud dan tujuan dibuatnya kontrak tersebut. Penerapan klausul-klausul tertentu yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang lemah, biasanya dikenal dengan “penyalahgunaan keadaan.” Penyalahgunaan keadaan terjadi apabila orang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, keadaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman tergerak melakukan suatu perbuatan hukum, meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti bahwa sebenarnya ia harus mencegahnya. Misalnya nasabah debitur pada lembaga perbankan tidak memiliki kehendak bebas dalam menerima atau menolak formulirerjanjian kredit yang diajukan bank, karena terdesak kebutuhan dana yang harus segera dipenuhinya terpaksa menyetujui syaratsyarat yang ditentukan secara sepihak oleh bank, walaupun syarat-syarat tersebut berpotensi merugikan nasabah debitur.