Anda di halaman 1dari 3

Perjanjian Tertutup

Akibat pertumbuhan ekonomi yang meningkat membuat persaingan dalam


dunia usaha juga makin meningkat sehingga berdampak pada persaingan antara
pelaku usaha yang menjadi semakin ketat, maka tidak jarang terjadi praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Oleh sebab itu, perlu adanya larangan
bagi para pelaku usaha untuk membuat perjanjian tertutup. Bisnis yang bersifat
dinamis juga tajam menjadi salah satu tantangan bagi para pengusaha agar tetap
berada dalam lingkungan persaingan usaha yang sehat. Untuk itu, perjanjian
tertutup antara para pelaku usaha lain sangat dilarang.1

Larangan tersebut terdapat pada Pasal 15 dalam UU No. 5 Tahun 1999


Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Berdasarkan pasal 15 ayat (1) mengisyaratkan agar pelaku usaha dalam
melakukan perjanjian tidak diperkenankan untuk mensyaratkan pelaku usaha lain
agar menerima atau memasukan dan tidak menerima atau tidak memasukan
barang dan jasa kepada pihak tertentu saja, dalam pasal ini dirumusakn dengan
pendekatan perse illegal. Kemudian berdasarkan pasal 15 ayat (2) melarang agar
perjanjian antar pelaku usaha tidak boleh mensyaratkan agar pihak yang akan
mendapatkan barang serta jasa harus bersedia membeli barang serta jasa dari
pelaku usaha pemasok. Selanjutnya berdasarkan pasal 15 ayat (3) mengisyaratkan
agar pelaku usaha tidak boleh melakukan perjanjian penetapan harga dengan
pelaku usaha lain.2

Perjanjian Tertutup (exclusive agreement) adalah perjanjian antara pelaku


usaha selaku pembeli dan penjual untuk melakukan kesepakatan secara eksklusif
yang dapat berakibat menghalangi atau menghambat pelaku usaha lain untuk
melakukan kesepakatan yang sama. Di samping penetapan harga, hambatan
vertikal lain yang merupakan hambatan bersifat non-harga seperti yang termuat

1
Werner Wada Betu dan N. G. N. Renti Maharaini, “Analisis Yuridis Perjanjian Tertutup
Berdasarkan Undang-Undang Persaingan Usaha,” Reformasi Hukum Trisakti Vol. 4, no. 5 (3
Oktober 2022): 1350.
2
Ibid., 1351.
dalam perjanjian eksklusif adalah pembatasan akses penjualan atau pasokan, serta
pembatasan wilayah dapat dikategorikan sebagai perjanjian tertutup.3

Perjanjian tertutup adalah suatu perjanjian di mana pihak pertama (penjual)


menjual suatu produk, yang kemudian dinamakan tying product, kepada pihak
kedua (pembeli) dengan syarat pembeli tersebut harus pula membeli produk
lainnya, yang dinamakan tied product, dari penjual yang sama atau setidak-
tidaknya dari pihak ketiga yang ditunjuk pihak pertama. Dalam perjanjian bisnis
semacam ini, pembeli juga dibebani syarat untuk tidak membeli “tied product”
dari penjual lainnya. Undang-undang No. 5 tahun 1999 mengatur perihal “tien-
ins” ini pada Pasal 15 ayat (2) dan (3).4

Sebagai contoh, Pelaku UMKM Mina Makmur yang menjual bandeng


presto selalu menyertakan paket produk saus sambal merek lain (Merek X) yang
tidak diproduksi bersama bandeng presto. Praktek tying agreement seperti ini
akan merugikan konsumen yang tidak menyukai dengan saus sambal tersebut
merek X tersebut. Harga saus sambal merek X tersebut sudah termasuk dalam
harga paket bandeng presto tersebut sehingga konsumen mau tidak mau dengan
saus sambal merek X tersebut harus membelinya. Praktek tying agreement telah
menghilangkan hak konsumen untuk memilih secara merdeka jenis saus sambal
yang ingin dibeli. Hal ini dapat menyebabkan persaingan tidak sehat dengan
produsen saus sambal pesaing merek X.5

3
Pedoman Pasal 15 (Perjanjian Tertutup) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Jakarta: Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, 2011), 7.
4
Citra M. Harmain, Roy Victor Karamoy, dan Royke A. Taroreh, “Aspek Hukum Perbuatan
Perjanjian Yang Dilarang Dalam Kerangka Larangam Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat,” LEX PRIVATUM 10, no. 1 (17 Januari 2022): 25.
5
Ayup Suran Ningsih, “Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Pelaku Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM),” Jurnal Penelitian Hukum De Jure 19, no. 2 (26 Juni 2019): 212–13.
Betu, Werner Wada, dan N. G. N. Renti Maharaini. “Analisis Yuridis Perjanjian
Tertutup Berdasarkan Undang-Undang Persaingan Usaha.” Reformasi
Hukum Trisakti Vol. 4, no. 5 (3 Oktober 2022): 1349–62.
Harmain, Citra M., Roy Victor Karamoy, dan Royke A. Taroreh. “Aspek Hukum
Perbuatan Perjanjian Yang Dilarang Dalam Kerangka Larangam Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.” LEX PRIVATUM 10, no. 1
(17 Januari 2022).
Ningsih, Ayup Suran. “Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada
Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).” Jurnal Penelitian
Hukum De Jure 19, no. 2 (26 Juni 2019): 207–15.
Pedoman Pasal 15 (Perjanjian Tertutup) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2011.

Anda mungkin juga menyukai