Anda di halaman 1dari 4

1.

Distributor mie instan merek QWERTY menukar semua produk mie instan merek
ASDF dengan mie instan merek QWERTY di took-toko kota Z. Penukaran 1 (satu) mie
instan ASDF ditukar dengan 2 (dua) mie instan merek QWERTY. Hal tersebut
dilakukan sebagai kesepakatan antara toko dengan distributor mie instan QWERTY
agar hanya menjual mie merek QWERTY. Tawaran kesepakatan semakin menarik
karena distributor akan memberikan diskon 3% (tiga per sen) kepada toko-toko di kota
Z tersebut. Jelaskan apakah tindakan distributor QWERTY melanggar UU No. 5
Tahun 1999?

Perbuatan yang dilakukan QWERTY yang melancarkan strategi marketing dengan cara
menukar semua produk mie instan merek ASDF dengan mie instan merek QWERTY di toko-
toko kota Z, melalui kesepakatan antara toko dengan distributor mie instan QWERTY agar
hanya menjual mie merek QWERTY telah memenuhi unsur dari Pasal 24 dan 19 UU No 5
Tahun 1999, Pasal 19 tersebut melarang pelaku usaha untuk melakukan Tindakan dalam hal
ini melakukan kesepakatan dan strategi marketing dengan menukar semua produk mie instan
merek ASDF dengan mie instan merek QWERTY di toko-toko kota Z, yang mana perbuatan
tersebut dilakukan Bersama pelaku usaha lain dalam hal ini Toko z, yang dari perbuatan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik persaingan usaha tidak sehat dan monopoli.

Kegiatan yang dilakukan Distributor mie instan merek QWERTY Bersama Toko z menurut
kami telah memenuhi unsur pada Pasal 19, yaitu Pasal 19 huruf b. bahwa Distributor mie
instan merek QWERTY mencoba menghambat usaha pesaingnya dalam hal ini merek ASDF
untuk melakukan kegiatan usaha di pasar yang sama yakni mie instan, sehingga perbuatan
tersebut menimbulkan praktik persaingan usaha tidak sehat dan/atau monopoli. Jika kita lihat
dari fakta-fakta yang ada, kesepakatan yang dilakukan QWERTY dan Toko z jelas melanggar
Pasal 19 huruf b, sebab Tindakannya telah mematikan usaha pesaingnya yang juga berada di
pasar yang sama. Tindakan mematikan ini telah dilakukan dengan cara menghambat
pemasaran produk mie instan merek ASDF. Selanjutnya, menurut kami Pasal 24 UU No
Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa :
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang
dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik
dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.”

Pasal tersebut juga telah dilanggar oleh Distributor mie instan merek QWERTY. Jika melihat
dari fakta-fakta yang ada bahwa Distributor mie instan merek QWERTY telah bersekongkol
dengan Toko z untuk menghambat pemasaran barang pelaku usaha pesaing dalam hal ini
yaitu merek ASDF dengan cara melakukan kesepakatan untuk menukar semua produk mie
instan merek ASDF dengan mie instan merek QWERTY di toko-toko kota Z.

Maka berdasarkan fakta-fakta dan kententuan yang ada kami menyimpulkan bahwa perbuatan
yang dilakukan oleh Distributor mie instan merek QWERTY telah melanggar Pasal 19 dan 24
UU No 5 Tahun 1999. yang mana Tindakan tesrebut mengakibatkan terjadinya praktik
persaingan usaha tidak sehat dan monopoli.

2. Toko Macan Ketawa menjual produknya dengan harga yang berbeda-beda kepada
pembelinya. Jika pembelinya adalah penjual kembali (reseller), toko tersebut
memberikan diskon sebesar 15% dengan pembelian mulai dari 3 (tiga) lusin. Jika
pembelinya adalah penjual kembali (reseller) yang membeli lusinan di bawah 3 (tiga)
lusin, toko tersebut akan memberikan diskon sebesar 8%. Jika pembelinya adalah
konsumen biasa tidak ada potongan harga atau diskon. Apakah perbuatan Toko
Selamat Sentausa melanggar UU No. 5 Tahun 1999? Mengapa?

Tindakan yang dilakukan Toko Macan Ketawa dalam menjual produknya dengan harga yang
berbeda-beda kepada pembelinya, yaitu Jika pembelinya adalah penjual kembali (reseller),
toko tersebut memberikan diskon sebesar 15% dengan pembelian mulai dari 3 (tiga) lusin.
Jika pembelinya adalah penjual kembali (reseller) yang membeli lusinan di bawah 3 (tiga)
lusin, toko tersebut akan memberikan diskon sebesar 8%. Jika dilihat sekilas perbuatannya ini
telah melanggar pasal 6 UU No 5 Tahun 1999. Yang mana perbuatan tersebut termasuk
kedalam diskriminasi harga. Secara harfiah, ketentuan Pasal 6 UU Nomor 5 1999 adalah
mengenai diskriminasi harga yang disepakati untuk pembeli terhadap suatu barang atau jasa.
Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa :
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain
untuk barang dan/atau jasa yang sama”.

Dalam pasal tersebut yang dilarang adalah membuat perjanjian yang memberlakukan
diskriminasi terhadap kedudukan konsumen yang satu dengan konsumen yang lainnya,
dengan jalan memberikan harga yang berbeda-beda terhadap barang/jasa yang sama.

Singkatnya dalam melarang suatu diskriminasi harga, hukum anti monopoli harus secara bijak
mempertimbangkan factor-faktor sebagai berikut: (a) Kesamaan marginal cost, (b) Kesamaan
cost untuk memproduksi, menjual dan delivery, (c) Kesamaan kualitas dan kuantitas barang
yang dijual; (d) Marketability dari barang tersebut harus sama; (e) Komponen harga yang
berbeda.

Maka jika dilihat dari faktor-faktor diatas, bahwa tidak semua pemberian harga yang berbeda
kepada konsumen tersebut dilarang oleh hukum UU No 5 Tahun 1999, bahwa dalam kasus ini
jika kualitas dan kuantitas barang yang diberikan oleh penjual (dalam hal ini Toko Macan
Ketawa) untuk satu konsumen dengan kosumen lainnya berbeda (dalam hal ini reseller
dengan pembelian mulai dari 3 lusin, reseller yang membeli lusinan di bawah 3 lusin,
konsumen biasa) maka secara logis tentu harga akan berbeda juga. Dan Menurut kami
pemberian diskon yang dilakukan oleh Toko Macan Ketawa merupakan suatu strategi harga
untuk menarik konsumen, yang biasanya dilakukan oleh pelaku usaha lainnya.

Kembali kepada Pasal 6 UU No 5 Tahun 1999, Tindakan yang dilakukan toko macan ketawa
tidak memenuhi unsur-unsur pada pasal tersebut, misalnya seperti pada unsur “adanya
perjanjian” jelas bahwa Toko Macan tidak melakukan perjanjian dengan pihak lain maka
disini unsur “adanya perjanjian” dalam hal ini tidak jelas dengan siapa toko macan ketawa
mengadakan perjanjian. Lalu selanjutnya pada unsur “Komponen harga yang berbeda”
menurut kami pemberian harga barang yang berbeda disebabkan oleh kuantitas barang yang
dibeli konsumen, yang oleh karena itu diberikan penawaran diskon oleh penjual. Maka
kesimpulan kami adalah Tindakan yang dilakukan Toko Macan Ketawa tidak melanggar
segala ketentuan dalam UU No 5 Tahun 1999 .
3. Amway menetapkan harga jual distributornya dan dianggap melanggar Federal Trade
Commission Act di Amerika Serikat. Apakah perusahaan farmasi yang menetapkan
Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk harga jual obat juga melakukan pelanggaran
yang sama terhadap UU No. 5 Tahun 1999? Pelanggaran manakah yang dimaksud?
Dalam UU No 5 Tahun 1999, dijelaskan bahwa tidak semua perjanjian penetapan harga oleh
pelaku usaha bertentangan dengan ketentuan dalam UU No 5 Tahun 1999, dalam Pasal 50
UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
mengatur pengecualian tentang hal tersebut dan pelaku usaha tidak dilarang melakukan
perjanjian penetapan harga asal sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Pasal 50 Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat tersebut.

Jika didasarkan rule of reason, meskipun suatu perbuatan penetapan harga telah memenuhi
ketentuan larangan dalam peraturan perundang-undangan, namun jika ada alasan-alasan yang
wajar atau reasonable maka perbuatan tersebut tidaklah merupakan pelanggaran hukum.
Penerapan hukumnya bergantung pada akibat yang ditimbulkan, apakah perbuatan tersebut
telah menimbulkan praktek monopoli atau tidak.

Maka menurut kami, jika penetapan harga eceran tertinggi yang dilakukan oleh perusahaan
farmasi tersebut masih sesuai dan tidak bertentangan dengan harga eceran tertinggi obat yang
sudah ditetapkan pemerintah melalui perundang-undangan, dan harga yang ditetapkan oleh
perusahaan tersebut masih reasonable, maka berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang No. 5
Tahun 1999, Tindakan penetapan harga tersebut tidaklah merupakan pelanggaran hukum.
Terhadap UU No 5 Tahun 1999.

4. Ojek pangkalan di kota X menolak adanya ojek motor online beroperasi di kota X
tersebut. Apabila ada driver ojol yang ketahuan oleh ojek pangkalan mengambil
penumpang di kota tersebut, driver tersebut akan dimintai denda dan bahkan dipukuli.
Dari sudut pandang hukum kompetisi, apakah ada pelanggaran hukum terhadap UU
No. 5 Tahun 1999 terhadap kasus tersebut? Jika ya, pihak manakah yang melanggar
hukum? Jelaskan mengapa demikian?

persaingan antara ojek pangkalan dengan ojek online tidak dapat dikategorikan sebagai suatu
perbuatan melanggar hukum terhadap UU No 5 Tahun 1999.

Sebab di Indonesia UU persaingan usaha memiliki empat tujuan yang disesuaikan dengan
system perekonomian di Indonesia yang berasaskan kekeluargaan untuk mencapai
kemakmuran Bersama, oleh sebab itu salah satu tujuan dari pembentukan UU No 5 Tahun
1999 yaitu untuk menjamin adanya kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha
besar,menengah, dan kecil.

Mengingat adanya berbagai kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil (dalam hal ini
Ojek pangkalan) maka pemerintah memberikan pengecualian terhadap pelaku usaha yang
tergolong usaha kecil tersebut agar dapat ikut bersaing memperbutkan pasar dengan pelaku
usaha menengah ataupun usaha besar. Pengecualian pelaku usaha kecil ini, secara jelas untuk
tujuan yang diharapkan pemerintah.

Pertama, untuk menciptakan iklim usaha kondusif, pengecualian pelaku usaha kecil disini
dapat mencipatkan iklim usaha kondusif. Dengan segala kelemahan usaha kecil, perlu
kebijakan untuk memperdayakan usaha kecil ini dapat dilihat dari pemberian pengecualian
pada UU no 5 Tahun 1999 tersebut, dimana hal ini akan menciptakan lingkungan yang baik
bagi usaha kecil (dalam hal ini Ojek pangkalan di kota X) .
Kedua, UU No 5 Tahun 1999 sebagai upaya mencegah terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat anatara pelaku usaha menengah ataupun pelaku usaha besar
besar sengan pelaku usaha kecil. Seperti yang diketahui bahwa tedapat perbedaan
kemampuan dalam suatu kegiatan usaha antara ketiga pelaku usaha tersebut menimbulkan
persolan keadilan, yakni manakala pelaku usaha kecil bersaing dengan pelaku usaha besar
dalam memenuhi sumber daya ekonomi. Oleh karena itu harus ada peran pemerintah untuk
melakukan campur tangan, yaitu dengan memberikan perlindungan kepada usaha kecil
(dalam hal ini Ojek pangkalan) dalam melakukan kegiatan usahanya dengan pemberian
pengecualian dalam UU No 5 Tahun 1999 tersebut.

Oleh karena itu, kesimpulan dari kami bahwa perbuatan melanggar hukum yang dilakukan
Ojek pangkalan di kota X (dalam hal ini melakukan Tindakan memintai uang denda dan
kekerasan terhadap ojek online) tidak dapat disarkan pada UU No 5 Tahun 1999, sebab UU
tersebut di kecualikan untuk pelaku usaha kecil (dalam hal ini Ojek pangkalan). Menurut
kami Tindakan Ojek pangkalan di kota X merupakan Tindakan penganiayaan yang
seharusnya diancam dengan pasal 351 ayat 1 KUHP dan/atau Pasal 368 ayat 1 KUHP.

Anda mungkin juga menyukai