Anda di halaman 1dari 6

HKUM4307-3

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : NIZAM

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044964675

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4307/Hukum Persaingan Usaha

Kode/Nama UPBJJ : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA
NASKAH TUGAS MATA KULIAH
UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2022/23.2 (2023.1)

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/Nama MK : HKUM4307/Hukum Persaingan Usaha
Tugas 3

No. Soal
1. Kasus :
Sebuah perusahaan waralaba yang bergerak di bidang swalayan, PT. YummyMart membuat perjanjian
waralaba dengan mitranya CV. B. Dalam ketentuannya bahwa CV. B harus menerapkan harga jual
barangnya sesuai dengan yang ditetapkan oleh PT. YummyMart, CV. B juga dilarang untuk menerima
pasokan barang dari pihak lain selain PT. Yummy Mart. Sehingga barang hanya dipasok oleh PT.
Yummy Mart saja.

Telaah oleh saudara apa saja yang menjadi pengecualian menurut UU No. 5 Tahun 1999? Berikan
contohnya!

2. Kasus :
Sebuah perusahaan waralaba yang bergerak di bidang swalayan, PT. YummyMart membuat perjanjian
waralaba dengan mitranya CV. B. Dalam ketentuannya bahwa CV. B harus menerapkan harga jual
barangnya sesuai dengan yang ditetapkan oleh PT. YummyMart, CV. B juga dilarang untuk menerima
pasokan barang dari pihak lain selain PT. Yummy Mart. Sehingga barang hanya dipasok oleh PT.
Yummy Mart saja.

Analisis oleh saudara apakah kegiatan waralaba diperbolehkan dalam pasar persaingan usaha atau
dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat? Kaitkan dengan kasus diatas!

3. Kasus :
Sebuah perusahaan waralaba yang bergerak di bidang swalayan, PT. YummyMart membuat perjanjian
waralaba dengan mitranya CV. B. Dalam ketentuannya bahwa CV. B harus menerapkan harga jual
barangnya sesuai dengan yang ditetapkan oleh PT. YummyMart, CV. B juga dilarang untuk menerima
pasokan barang dari pihak lain selain PT. Yummy Mart. Sehingga barang hanya dipasok oleh PT.
Yummy Mart saja

Bagaimana langkah yang dapat ditempuh oleh KPPU untuk mencegah terjadinya persaingan usaha
tidak sehat dalam kegiatan waralaba. Jelaskan!

1 dari 1
1. Negara demokrasi memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negaranya untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi. Di Indonesia, setiap pelaku usaha harus
mewujudkan persaingan yang sehat dan wajar.
Iklim usaha yang sehat dapat mencegah munculnya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku
usaha tertentu. Pemerintah pun mengeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat untuk mendukung hal ini.
UU tersebut memuat kegiatan-kegiatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Larangan ini
tercantum dalam Pasal 17 sampai 28.
Pada Pasal 17 hingga 24, ada empat kegiatan yang dilarang bagi para pelaku usaha, yaitu
monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan.
Selain itu, pelaku usaha juga dilarang menyalahgunakan posisi dominannya, merangkap jabatan,
memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, dan menggabungkan atau melebur
badan usaha yang menyebabkan persaingan tidak sehat.

Monopoli
Monopoli merupakan penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan jasa yang dapat
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Menurut Pasal 17, pelaku usaha diduga atau
dianggap menguasai produksi atau pemasaran barang dan/atau jasa jika:
 produk yang bersangkutan belum ada substansinya

 mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang
dan/atau jasa yang sama satu pelaku usaha atau satu kelompok
 pelaku usaha menguasai lebih dari 50 persen dari satu pangsa pasar.

Monopsoni
Monopsoni merupakan penguasaan penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas
barang dan/atau jasa dalam pasar yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Dalam Pasal 18, pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal jika satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50 persen dari satu pangsa pasar.

Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar merupakan penguasaan satu atau beberapa kegiatan oleh satu pelaku usaha
maupun bersama pelaku usaha lain.
Dalam Pasal 19, kegiatan yang dilarang, yaitu:
 menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha
yang sama pada pasar yang bersangkutan
 menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk melakukan
hubungan usaha dengan pesaingnya itu

 membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa pada pasar yang
bersangkutan

 melakukan praktik monopoli terhadap pelaku usaha tertentu.


Terkait penguasaan pasar ini, pelaku usaha juga dilarang melakukan pemasokan barang dan/atau
jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah untuk
menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya.
Para pelaku usaha pun dilarang curang dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lain yang
menjadi bagian dari komponen harga barang dan/atau jasa.

Persekongkolan
Persekongkolan merupakan usaha bersekongkol antara pelaku usaha dan pihak lain untuk
mengatur dan/atau menentukan pemenang tender.
Pelaku usaha juga dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi rahasia
terkait kegiatan usaha pesaingnya.
Selain itu, pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan
pemasaran produk pesaingnya dengan maksud agar produk tersebut berkurang, baik dari jumlah,
kualitas, maupun ketepatan waktu.
Tak hanya itu, UU Nomor 5 Tahun 1999 juga melarang pelaku usaha untuk menggunakan posisi
dominannya untuk:

 menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk menghalangi konsumen


memperoleh produk yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas
 membatasi pasar dan pengembangan teknologi

 menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar
bersangkutan.
Seorang yang menjabat direksi atau komisaris suatu perusahaan juga dilarang merangkap jabatan
sama pada perusahaan lain. Aturan ini berlaku jika perusahaan-perusahaan tersebut berada dalam
pasar yang sama dan secara bersama dapat menguasai pangsa pasar tertentu.
Pelaku usaha pun dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis dalam
bidang yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama.
Terakhir, UU ini juga mengatur larangan terkait penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
badan usaha. Pelaku usaha dilarang melakukan tindakan-tindakan ini jika dapat mengakibatkan
terjadinya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

2. Perjanjian waralaba seharusnya dilarang memuat klausul yang mengarah pada praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Sejumlah peraturan perundang-undangan hanya menyinggung soal pentingnya kerjasama bisnis


pemilik hak kekayaan intelektual dengan pengusaha kecil. Semangat kerjasama itu misalnya
tercantum dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, yang mengaitkan waralaba dengan
‘kemitraan'. Pasal 6 PP No. 16 Tahun 1997 hanya mengisyaratkan agar usaha waralaba
‘memperhatikan perkembangan sosial dan ekonomi dalam rangka pengembangan usaha kecil
dan menengah.

bentuk dan isi perjanjian waralaba tidak boleh memuat antara lain ketetapan terwaralaba
(franchisee) membeli semua produk, bahan baku atau bahan penunjang dari pewaralaba
(franchisor) apalagi kalau harganya lebih mahal dari harga pasar. Selain itu, perjanjian waralaba
seharusnya tidak pula memuat kesepakatan tentang penetapan harga jual produk (fixed pricing).
Pemerintah segera menerbitkan PP pengganti PP No. 16/1997, dan PP pengganti perlu
mempertegas hal-hal yang dilarang. Jika tidak, ia khawatir waralaba akan menjadi tempat
berlindung perusahaan-perusahaan besar dari dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat.

perjanjian waralaba dan lisensi tidak mutlak dikecualikan UU No. 5 Tahun 1999. Sebab, apabila
dikecualikan secara mutlak, waralaba sebagai suatu metode perluasan usaha sangat potensial
mengarah pada praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. contoh di Amerika Serikat,
dimana waralaba tidak dikecualikan oleh Anti Trust Law dan tetap tunduk pada ketentuan
praktek bisnis yang sehat.

Namun, Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tegas menyebutkan bahwa
perjanjian waralaba dikecualikan dari ketentuan undang-undang tersebut. Selain perjanjian
waralaba, yang dikecualikan adalah lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk
industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997, waralaba adalah perikatan dimana salah
satu pihak diberi hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual
atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang/jasa.

3. Untuk mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 dibentuklah suatu komisi.


Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34 UU No. 5 Tahun 1999 yang menginstruksikan
bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi ditetapkan melalui
Keputusan Presiden (Keppres). Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres No. 75
Tahun 1999457 dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.

Dengan demikian, penegakan hukum persaingan berada dalam kewenangan KPPU. Namun
demikian, tidak berarti bahwa tidak ada lembaga lain yang berwenang menangani perkara
monopoli dan persaingan. Pengadilan Negeri (PN) dan Mahkamah Agung (MA) juga diberi
wewenang untuk menyelesaikan perkara tersebut. PN diberi wewenang untuk menangani
perkara keberatan terhadap putusan KPPU dan menangani pelanggaran hukum persaingan
yang menjadi perkara pidana karena tidak dijalankannya putusan KPPU yang sudah inkracht.
MA diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hukum persaingan apabila
terjadi kasasi terhadap putusan PN tersebut.

Sebagai suatu lembaga independen, dapat dikatakan bahwa kewenangan yang dimiliki
Komisi sangat besar yang meliputi juga kewenangan yang dimiliki oleh lembaga peradilan.
Kewenangan tersebut meliputi penyidikan, penuntutan, konsultasi, memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara.

Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1999 menentukan bahwa tugas KPPU meliputi:

1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik


monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha;

4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan
dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5 Tahun 1999; dan

7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan DPR.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya tersebut, Pasal 36 UU No. 5 Tahun 1999 memberi wewenang
kepada KPPU untuk:

1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;

3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku
usaha atau yang ditemukan Komisi sebagai hasil penelitiannya;

4. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

5. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
UU No. 5 Tahun 1999;

6. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran ketentuan UU No. 5 Tahun 1999;

7. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap
orang yang dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 yang tidak
bersedia memenuhi panggilan Komisi;

8. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan
atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999;

9. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain untuk
keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan;

10. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain
atau masyarakat;

11. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; dan

12. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan UU No. 5 Tahun 1999.

Anda mungkin juga menyukai