Anda di halaman 1dari 7

PRA- PROPOSAL

TINJAUAN HUKUM TERKAIT MONOPOLI PASAR YANG


DILAKUKAN OLEH PT AERO CITRA KARGO DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

NAMA : Arvin Rozan Sudarmoko

NRP : 120119309

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SURABAYA

2023
Problematika Hukum

 PT Aero Citra Kargo (ACK), merupakan perusahaan logistic atau forwarder


 Selain itu PT Aero Citra Kargo juga merupakan satu-satunya perusahaan logistic yang
menyediakan jasa kargo ekspor benih bening lobster.
 PT Aero Citra Kargo merupakan satu-satunya perusahaan ekspor Benih Bening
Lobster setidaknya sejak terbit Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 hingga
tanggal 25 November 2020
 Adanya penguasaan pangsa pasar jasa ekspor Benih Bening Lobster lebih dari 50%
dilihat dari keterangan para eksportir apabila tidak menggunakan jasa transportasi
milik Terlapor maka ekspor pengiriman Benih Bening Lobster tidak dapat
dilaksanakan sehingga para eksportir tidak mempunyai pilihan lain
 PT Aero Citra Kargo menguasai pangsa pasar yang melebihi dari 50% (lima puluh
persen), sehingga memiliki posisi monopoli dalam pasar bersangkutan, yakni jasa
pengurusan transportasi pengeluaran (ekspor) Benih Bening Lobster dengan
menggunakan transportasi udara untuk tujuan keluar wilayah Negara Republik
Indonesia ke Negara Vietnam, Taiwan dan Hongkong pada periode bulan Juni –
November 2020.
 Dalam KUH Perdata dikatakan bahwa Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau
beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

DASAR HUKUM

 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat
- Pasal 14
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
- Pasal 17
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga
atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila: a. barang
dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau b.
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c. satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
- Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: a. menolak dan atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama
pada pasar bersangkutan; b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar
bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
- Pasal 21
Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi
dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa
yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat

 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2021

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Program yang dilakukan PT Aero Citra Kargo telah memenuhi praktik
monopoli pasar sebagaimana dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 ?
Kajian State of Art

1. PEMBADANAN HUKUM FINTECH SEBAGAI INSTRUMEN


PENGATURAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT
Karya oleh Otih Handayani dan Adi Sulistiyono
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana UndangUndang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat memayungi kepentingan pelaku
usaha, mitra usaha, pesaing, dan pengguna jasa pada bisnis Financial
Technology Era Revolusi 4.0.?
b. Bagaimana pembadanan hukum fintech dapat menjadi instrumen pengaturan
persaingan usaha yang sehat?
Hasil Penelitian :
Beranjak dari isu hukum yang merupakan pokok masalah yang kemudian
dianalisa melalui pembahasan, maka penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut: Pertama, pada Revolusi Industri 4.0 aspek penguasaan teknologi
menjadi kunci penentu daya saing, munculnya fenomena sharing economy antar pihak
yang berbisnis termasuk inovasi di bidang keuangan Financial Technology (Fintech)
sejatinya dapat mendorong ekonomi inklusif. Keberadaan UU No. 5 tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang saat ini
berlaku belum dapat memayungi kepentingan pelaku usaha, mitra usaha, pesaing, dan
pengguna jasa. Hal ini tampak dari adanya dugaan kartel bunga Fintech P2P Lending
yang mengakibatkan konsumen kurang memiliki pilihan apabila hendak
menggunakan jasa keuangan tersebut.
Simpulan kedua, pembadanan (embodying) prinsip-prinsip, norma, dan aturan
hukum Fintech merupakan pengembanan hukum yang signifikan. Sebagai bisnis
Revolusi Industri 4.0, hokum Fintech belum memiliki pengaturan yang
menerjemahkan prinsip, norma dan aturan yang terkait terutama perihal larangan
praktek mononopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antaranya pengaturan
tentang: definisi pelaku usaha, pasar yang bersangkutan, dan pengaturan tentang
ekstrateritorialitas.
Berdasarkan simpulan tersebut, maka penulis menyampaikan saran sebagai
berikut: Pertama, sebagai pendorong ekonomi inklusif, Fintech P2P Lending harus
dimanfaatkan secara maksimal dengan meminimalkan resiko baik bagi pemberi dana,
penyelenggara, maupun penerima dana. OJK sebagai Lembaga yang menaungi bisnis
model baru ini harus mensosialisasikan hak dan kewajiban pemberi dan penerima
dana serta mengawasi penyelenggara secara intensif guna meminimalkan terjadinya
Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam bisnis ini. Kedua, pembadanan (embodying)
prinsip-prinsip, norma, dan aturan hukum Fintech harus segera dibuat dalam bentuk
peraturan perundang-undangan mengingat Fintech P2P Lending sudah terlaksana
sehingga para pihak yang terlibat didalamnya dapat memperoleh kemanfaatan,
keadilan dan kepastian hukum.

2. PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT OLEH


KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM KERANGKA
EKSTRATERITORIAL
Karya oleh Meita Fadhilah
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha sebagai suatu lembaga yang diberi tugas dan kewenangan dalam
penegakan hokum persaingan usaha ?
Hasil Penelitian :
KPPU pada dasarnya tidak memiliki kewenangan ekstrateritorial dalam penegakan
hukum persaingan usaha dan tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Prinsip ekstrateritorial adalah prinsip di mana suatu negara memiliki wewenang untuk
menerapkan hukum suatu Negara di wilayah yang bukan merupakan wilayah negara.
Kewenangan penegakan hukum persaingan usaha yang terjadi di luar wilayah
yurisdiksi Indonesia (dalam kerangka ekstrateritorial) tidak menjadi perhatian KPPU
selama tidak memengaruhi kondisi persaingan usaha di Indonesia.
Pasal 1 angka (7) dan Pasal 1 angka (5) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat apabila kita pahami
lebih dalam, kedua pasal ini menganut adanya unsur prinsip territorial. Adanya kedua
Pasal ini memberikan kewenangan kepada KPPU dalam melaksanakan penegakan
hukum persaingan usaha baik di wilayah Indonesia maupun dalam kerangka
ekstrateritorial.
Adanya prinsip penerapan per se illegal dalam putusan pengambilalihan saham ini di
mana putusan diputus dengan terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa Toray
Advanced Material Korea Inc., (TAK) melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Adanya pelanggaran tersebut dan dengan adanya ketentuan dalam Pasal 1 angka 7 dan
Pasal 1 angka 5 ini maka KPPU dalam hal ini berwenang untuk membuat suatu
putusan dalam kerangka ekstrateritorial dibuktikan dengan adanya putusan KPPU No.
17/KPPU-M/2015 dan putusan ini bersifat wajib ditaati oleh Toray Advanced
Material Korea Inc., (TAK) dan wajib membayar denda sesuai dengan besaran yang
telah ditetapkan oleh KPPU melalui putusan KPPU No. 17/KPPU-M/2015.

3. PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP BISNIS DIGITAL


(E-COMMERCE) OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
(KPPU) DALAM PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Karya oleh Basri Effendi
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana pengawasan dan penegakan hukum yang akan dilakukan oleh
KPPU menurut ketentuan UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persingan usaha Tidak Sehat, tehadap pelaku usaha dan
kegiatan usaha model baru seperti bisnis digital/e-commerce yang berpotensi
menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dengan bisnis konvensional ?
Hasil Penelitian :
Dalam melakukan pengawasan terhadap bisnis platform digital, KPPU memiliki
Deputi Pencegahan.KPPU juga berperan dalam melindungi seluruh pelaku ekonomi
agar tetap berada dalam jalur persaingan usaha yang sehat dan adil. Dari aspek
kebijakan KPPU juga memiliki kewenangan untuk memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah mengenai kebijakan maupun pembentukan
peraturan perundang-undangan tentang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, khususnya dalam sector ekonomi digital. KPPU dapat berperan
dengan mencegah praktek monopoli persaingan usaha tidak sehat seperti diskriminasi,
eksploitasi dari platform ke supplier atau antar platform, perjanjian eksklusif,
predatory pricing, penyalahgunaan posisi dominan, dan berbagai bentuk persaingan
usaha tidak sehat lainnya. Dalam aspek penegakan hukum, terdapat berbagai kasus
yang terindikasi sebagai persaingan usaha tidak sehat sedang dalam proses investigasi
dan proses peradilan oleh KPPU. Salah satunya adalah kasus Grab yang diduga
membuat system kerjasama yang menguntungkan salah satu mitranya. Pada gelar
sidang perkara Nomor 13/KPPU- I/2019, Grab dan TPI diduga melakukan
pelanggaran Pasal 14, Pasal 15 Ayat 2 dan Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang larangan Monopoli dan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Anda mungkin juga menyukai