Anda di halaman 1dari 7

UTS Kemahiran Peny, Kontrak Bisnis

Nama : Muhammad Raihan Fadhali

NRP : 2087023

1. UU No. 5 Tahun 1999 mengatur beberapa perjanjian yang dilarang untuk


dilakukan oleh pelaku usaha, diantaranya yaitu: (1) Oligopoli; (2) Penetapan
harga; (3) Kartel; (4) Oligopsoni. Hal tersebut disebabkan Perjanjian-perjanjian
ini berdampak tidak baik untuk persaingan pasar. Berikut penjelasan perjanjian
yang dimaksud :
a) Perjanjian Oligopoli, Perjanjian oligopoli (shared monopoly) ini dilarang
dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yang berbunyi: (1)
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan /atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak seha; (2) Pelaku usaha
patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana
dimaksud oleh ayat 1 apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Dari perumusan Pasal 4 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tersebut telah
terlihat bahwa suatu perjanjian yang menimbulkan oligopoli dilarang jika
terpenuhinya unsur-unsur sebagai berikut: (1) Adanya suatu perjanjian;
(2) Perjanjian tersebut dibuat antar pelaku usaha; (3) Tujuan dibuatnya
perjanjian tersebut adalah untuk secara bersama-sama melakukan
penguasan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa; (4) Perjanjian
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan curang; (5) Praktik monopoli atau persaingan curang patut
diduga telah terjadi jika dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar dari satu
jenis barang atau jasa.
b) Penetapan harga (price fixing), Pasal 5 ayat (1) melarang pelaku usaha
membuat perjanjian dengan pesaing-pesaingnya untuk menetapkan
harga atas suatu barang dan atau jasa bagi konsumen atau pelanggannya.
Jadi seharusnya para pelaku usaha yang mengadakan perjanjian tersebut
bersaing satu sama lain di dalam harga tetapi karena adanya perjanjian
tersebut, maka tidak ada lagi persaingan di antara mereka. Undang-
undang memberikan pengecualian terhadap larangan membuat
perjanjian ini jika perjanjian penetapan harga ini dibuat dalam hal usaha
patungan atau didasarkan pada undang-undang yang berlaku.
c) Kartel, Perjanjian untuk membentuk kartel tidak dibenarkan oleh Pasal
11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yaitu menyatakan bahwa pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi
dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian Kartel
merupakan salah satu perjanjian yang kerap kali terjadi dalam tindak
monopoli. Secara sederhana, kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan di
antara keduanya. Dengan perkataan lain, kartel (cartel) adalah kerja sama
dari produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk
mengawasi produksi, penjualan, dan harga serta untuk melakukan
monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.
d) oligopsoni , Perjanjian oligopsoni ini merupakan kebalikan dari oligopoli
yang terjadi di tingkat penjualan sedangkan oligopsoni terjadi di tingkat
pembelian. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lainnya untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan, agar dapat mengendalikan harga atas barang dan
atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Dugaan
bila pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
menguasai pembeliaan atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. Surat perjanjian jual beli merupakandokumen resmi yang wajib ditandatangani


pembeli dan penjual untuk menyepakati suatu transaksi. Sehingga surat
perjanjian jual beli dapat dijadikan sebagai bukti transaksi atau kesepakatan
kedua belah pihak. Berikut bagan dalam surat perjanjian jual beli :

Bagian
Pembuka

Bagian Isi

Bagian
Penutup

Terdapat juga hal penting dalam dukumen perjanjian jual beli :


Identitas Nilai Transaksi
Tanda Tangan di
masing- Objek Jual Beli dan Cara
Atas Materai
masing pihak Pembayaran

Bagian surat Perjanjian jual beli :


a) Bagian Pembuka
Bagian pertama dari surat perjanjian adalah pembuka. Ada beberapa hal
penting wajib dicantumkan dalam pembuka. Biasanya isi pembuka adalah
identitas masing-masing pihak baik pembeli dan penjual. Identitas diri
harus mengandung informasi seperti nama lengkap perseorangan atau
badan hukum, nomor identitas, alamat, peran masing-masing pihak dalam
surat perjanjian.
b) Bagian Isi
Bagian isi merupakan pokok utama surat perjanjian. Biasanya berisi
terkait pasal-pasal, aturan-aturan, kesepakatan, jangka waktu, sanksi bagi
pelanggar, tanggung jawab masing-masing pihak, besaran biaya yang
dibebankan pada masing-masing pelaku, dan arbitrase serta cara
menyelesaikan masalah.
c) Bagian Penutup
Bagian penutup merupakan bagian terakhir surat perjanjian. Pada bagian
ini berisi penegasan masing-masing menyepakati, nama seluruh pihak
terlibat beserta tanda tangan, bubuhan materai, stempel, tempat dan
tanggal diadakan perjanjian.

komponen wajib ada dalam dukumen perjanjian jual beli :


a) Identitas Masing-Masing Pihak
Komponen utama dalam surat perjanjian adalah identitas masing-
masing pihak baik pembeli dan penjual. Tidak hanya sekedar
mencantumkan nama saja, tetapi juga nomor identitas agar identitas
tertulis terikat pada jalur hukum. Anda bisa menggunakan KTP, SIM,
atau paspor sebagai dokumen identitas
b) Obyek Jual Beli
Obyek jual beli termasuk komponen penting dalam surat perjanjian
jual beli. Nama barang, nomor, hingga detail obyek harus jelas tertulis.
Hal ini bertujuan agar masing-masing pihak memastikan obyek yang
dijual tepat sasaran. Misalnya Anda menjual tanah, maka tulis lengkap
ukuran tanah, lokasinya, nomor sertifikatnya, dan sebagainya.

c) Nilai Transaksi dan Cara Pembayaran


Dalam jual beli pasti terjadi tawar menawar hingga menemukan
kesepakatan harga. Agar masing-masing pihak tidak lupa, maka
kesepakatan nilai transaksi harus ditulis. Begitu pula dengan cara
pembayaran harus jelas disepakati. Misalnya cara pembayaran lunas
atau dicicil, tunai atau non-tunai, dan sebagainya.

d) Tanda Tangan di Atas Materai


Komponen penting terakhir dalam surat perjanjian jual beli adalah
tanda tangan di atas materai. Surat perjanjian dianggap sah dan
terbukti benar apabila masing-masing pihak menyetujuinya. Bukti
pihak terlibat setuju dengan isi perjanjian yaitu mereka melakukan
tanda tangan di atas materai. Biasanya juga diperlukan cap sidik jari
untuk menambah kekuatan.

Berikut merupakan contoh dokumen perjanjian jual beli :

SURAT PERJANJIAN JUAL BELI

Kami yang bertanda tangan dibawah ini


1.        Nama : Nama Penjual*
Alamat : Alamat Penjual*
Pekerjaan : Pekerjaan Penjual*
Dalam perjanjian ini bertindak sebagai pihak pertama, selanjutnya disebut PENJUAL
dan

2.        Nama : Nama Pembeli*


Alamat : Alamat Pembeli*
Pekerjaan : Pekerjaan Pembeli*
Dalam perjanjian ini bertindak sebagai pihak kedua, yang selanjutnya disebut
PEMBELI

PASAL 1

PENJUAL menjual kepada PEMBELI degan cara Kredit (Angsuran) sebagaimana


PEMBELI membeli degan cara Kredit (Angsuran) dari PENJUAL, sebuah mobil XENIA
milik PENJUAL.-----

PASAL 2

Pada jual-beli degan cara Kredit (Angsuran)ini termasuk pula penyerahan STNK atas
mobil dengan nomor polisi BK 1165 MS lengkap dengan segala peralatannya. ----

PASAL 3
1. Perjanjian jual-beli ini dilakukan dengan harga sebesar Rp 52.000.000,- (lima puluh
dua juta rupiah). ---
2. Uang muka ANGSURAN mobil adalah sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah)
dan secara tunai kepada PENJUAL pada saat ditandatanganinya perjanjian ini.
Pembayaran berikutnya akan dilakukan pada tanggal 8 -10- 2014 yang harus sudah
dibayar oleh PEMBELI sebesar Rp. 16.000.000 (Enambelas juta rupiah) dan pada
tanggal 10–01-2015 sebesar Rp 16.000.000,- (Enambelas juta rupiah). untuk
kepengurusan KPM (Kredit Pemilikan Mobil) dilimpahkan kepada pihak
PEMBELI.----

PASAL 4
1.      Apabila Pihak PEMBELI tidak membayar angsuran/tidak dilunasi maka pihak
pertama menarik Mobil tersebut dan sekaligus menjadi hak milik pihak pertama
sampai tanggungan pihak kedua dilunasi.-----
2.      Pembayaran dianggap lunas bila pembayaran sudah mencapai nilai jual yang telah
disepakati.----

PASAL 5

Perjanjian jual beli ini berlaku lima hari setelah ditandatanganinya perjanjian ini dan
akan berakhir setelah mobil berpindah status kepemilikannya kepada PEMBELI.----

PASAL 6

Proses perpindahan kepemilikan mobil akan diurus oleh PEMBELI berikut


tanggungan yang timbul dan PENJUAL hanya akan membantu kelancaran
kepengurusan saja.
Perpindahan kepemilikan hanya akan diproses setelah semua kewajiban PEMBELI
dipenuhi.

PASAL 7
1. PEMBELI tidak diperkenankan untuk mengubah fungsi serta peruntukkan sebagai
pengguna mobil sampai pembayaran dianggap lunas.----
2. Segala kerusakan kecil maupun besar dari mobil tersebut menjadi tanggungan
sepenuhnya dari PEMBELI tanpa kecuali.-----
3. PEMBELI berkewajiban untuk memelihara mobil sebaik-baiknya, segala kerusakan
yang timbul selama perjanjian ini, menjadi kewajiban PEMBELI untuk perbaikannya,
menggantinya dengan biaya sepenuhnya tanggung jawab PEMBELI.

PASAL 8

Apabila di dalam pelaksanaan kerjasama PENJUAL atau PEMBELI tidak dapat


melaksanakan kewajiban dengan baik dan atau menimbulkan hal-hal lain yang
menyimpang dari ketentuan, maka PENJUAL atau PEMBELI harus melakukan
teguran lisan, dilanjutkan dengan teguran tertulis dan akhirnya dapat mengajukan
pemutusan perjanjian kerjasama.

PASAL 9

Apabila terjadi sengketa atas isi dan pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak
akan menyelesaikannya secara musyawarah. Apabila penyelesaian secara
musyawarah tidak berhasil, maka kedua belah pihak sepakat untuk menempuh jalur
hukum.

PASAL 10

Surat perjanjian ini disetujui, ditandatangani, serta dibuat rangkap dua, bermaterai,
dan masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Tanggal dan Tempat.


Pihak Kedua Pihak Pertama

Nama Pihak Kedua NamaPihak Pertama

Saksi:

Nama : NAMA :
Alamat : Alamat

3. :
a. Perjanjian yang dapat digunakan dalam kasus tersebut yaitu perjanjian
pinjdam pakai, berdasarkan pasal 1740 pinjam pakai adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang
lainnya untuk dipakai dengan Cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang
menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu
tertentu, akan mengembalikannya. Hukum Pinjam pakai diatur dalam pasal
1740 sampai dengan pasal 1753 KUP Perdata.
Dalam perjanjian pinjam pakai, peminjam berkewajiban untuk menjaga dan
dan memelihara obyek pinjam pakai itu sebaik mungkin. Undang-undang
mewajibkan bahwa peminjam wajib menyimpan dan memelihara barang
pinjaman itu sebagai seorang bapak rumah yang baik. pelaksanaan pinjam
pakai dilakukan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya
memuat : (a) Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; (b) Jenis, luas dan
jumlah barang yang dipinjamkan; (c) Jangka waktu peminjaman; (d)
Tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama
waktu peminjaman; dan (e) Persyaratan lain yang dianggap perlu.
Perjanjian pinjam pakai ini merupakan contoh dari suatu perjanjian sepihak
atau unilateral (dimana perkataan “sepihak” ditujukan pada hanya adanya
prestasi dari satu pihak saja). Sifatnya sepihak itu dinyatakan dengan
rumusan “dipakai dengan cuma-cuma”, artinya hanya pihak yang
meminjamkan yang berprestasi, sedangkan pihak yang meminjam hanya
menggunakan tanpa ada balas prestasi kepada yang meminjamkan. Yang
mana dalam kasus ini arif memberikan pinjaman kendaraan secara Cuma-
Cuma kepada bob, serta pada kasus ini bob tidak perlu mebayar sewa dan
cukup mengembalikan barang yang dipinjamkan pada waktu yang telah
ditentukan yaitu Ketika bob telah menyelessaikan skripsinya.

b. Unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian secara umum ada 3 (tiga)
yaitu unsur essensialia, unsur naturalia, unsur aksidentalia. : (a) esensialia,
merupakan unsur yang harus ada dan merupakan hal pokok dalam suatu
perjanjian, sehingga tanpa hal pokok tersebut perjanjian menjadi tidak sah
dan tidak mengikat para pihak yang membuatnya, dalam kasus ini contoh dari
unsur essensialia dalam perjanjian pinjam pakai harus ada kesepakatan
mengenai barang dan kewajiban penerima pinjaman karena tanpa
kesepakatan mengenai barang dan kewajiban dalam perjanjian jual beli,
perjanjian tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang
diperjanjikan. Bahwa terdapat kesepakatan mengenai barang antara arif dan
bob yakni berupa kendaraan yang dipinjamkan sebagai. (b) naturalia, unsur
yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya
diketahui secara pasti. Dalam kasus ini Misalnya dalam perjanjian yang
mengandung unsur esensialia pinjam pakai, pasti akan terdapat unsur
naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang
dijual dari cacat-cacat tersembunyi. (c) aksidentalia, Unsur aksidentalia
adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-
ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai
dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang
ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Contohnya dalam
perjanjian pinjam pakai yang diperjanjikan bahwa pihak peminjam lalai dalam
menjaga barang yang dipinjamkan, dikenakan ganti rugi sebesar kerugian
yang dialami oleh pemilik barang.

Anda mungkin juga menyukai