Anda di halaman 1dari 15

PELAKSANAAN JUAL BELI GAS ANTARA AGEN DENGAN

PANGKALAN SERTA PERMASALAHANNYA DI KOTA JAMBI

Oleh :
Masriyani, S.H., M.H
Tommydo Alvis Sanjaya, S.H., M.H

Abstract

Sistem pelaksanaan jual-beli gas yang dilakukan dengan pihak agen


dengan pangkalan adalah melalui pemesanan gas terlebih dahulu, pengiriman
gas dari agen ke pangkalan, pembayaran. Selanjutnya sistem perjanjian dalam
jual-beli gas antara pihak agen dengan pihak pangkalan, adalah diatur dalam
suatu surat perjanjian bersama, dimana agen sebagai pihak pertama, dan
pangkalan sebagai pihak kedua. Keduanya sepakat melakukan perjanjian yang
dimuat dalam pasal demi pasal. Permasalahan maupun kendala dalam
pelaksanaan jual-beli gas di sini adalah sering kelangkaannya gas, yang
berpengaruh dari naiknya harga BBM secara menyeluruh, dan juga disebabkan
persediaan gas dari pihak pertamina itu sendiri, sehingga hal ini berpengaruh ke
agen, kepangkalan dan juga kepengecer atau masyarakat/konsumen itu sendiri.

Key Note : Jual Beli Gas, Agen dengan Pangkalan,Kota Jambi

A. Latar Belakang
Dalam dunia usaha atau bisnis jual-beli adalah merupakan kegiatan
yang sangat penting di dalam meningkatkan dan mempelancar gerak
pasar. Jual-beli merupakan suatu proses pertukaran barang yang diukur,
berdasarkan nilai uang sebagai satuan hitung. Pada hakekatnya jual-beli
adalah kegiatan yang dilakukan dalam suatu perusahaan untuk
memperoleh pendapatan dari pertukaran barang tersebut. Selain itu
penjualan mempunyai arti penting dalam suatu perusahaan, karena tanpa
adanya penjualan, maka barang yang tersedia dan siap untuk dijual akan
mengalami kesulitan, dan juga akan menimbulkan bertumpuk-tumpuknya
di gudang, yang akhirnya perusahaan mengalami kerugian.
Salah satu aktivitas utama yang penting dilakukan oleh pihak
perusahaan, bahwa perusahaan dagang adalah penjualan barang
dagangannya, yang mencakup beberapa aspek penting diantaranya adalah
:
1. Penjualan mengakibatkan penerimaan kas atau piutang dagang.
2. Penjualan mengakibatkan pengeluaran (berkurangnya) barang
dagangan.

Masriyani, S.H., M.H. adalah Dosen Tetap PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Batanghari Jambi.
Tommydo Alvis Sanjaya. adalah Mahasiswa PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Batanghari Jambi.

58
Dari dua hal di atas terlihat bahwa penjualan akan berakibat
langsung pada posisi keuangan perusahaan. Makin tinggi frekwensi
penjualan dalam suatu perusahaan makin sering pula posisi keuangan
perusahaan berubah-ubang. Perusahaan yang berarti pula berubahnya
harta kekayaan perusahaan tersebut.
Perubahan harta kekayaan dalam suatu perusahaan harus terkendali
dan dapat diikuti setiap saat. Hal ini sangat erat dengan pengamanan harta
kekayaan perusahaan. Untuk itulah suatu perusahaan yang melaksanakan
perlu mempunyai sistem penjualan yang baik dan dapat memenuhi
persyararatan cepat, aman dan murah.
Bila bisnis adalah menjual barang atau produk, yang pertama harus
dimiliki adalah rencana penjualan. Seperti halnya mendirikan suatu rumah
(tempat), bukan bahan baku yang pertama atau pekerja konstruksinya.
Yang diperlukan disini adalah sebuah rencana. Demikian pula dengan
penjualan, tidak cukup untuk menyewa sebuah tempat dan mengisi
dengan barang-barang. Karena itu dalam pelaksanaan dan kegiatan sangat
diperlukan suatu rencana penjualan, agar pelaksanaan dan suatu
penerapan di lapangan akan memberikan suatu kelancaran dan
keberhasilan.
Kegiatan jual beli adalah merupakan kegiatan yang banyak
dilakukan oleh orang, sehingga berbagai bentuk produk maupun barang
dapat dilakukan jual-beli, terutama bahan yang memang menjadi
kebutuhan pokok bagi kehidupan masyarakat.
Dalam kegiatan sehari-hari bahwa jual beli yang dilakukan oleh
masyarakat tidak lain adalah untuk memperoleh suatu keuntungan
sebanyak mungkin, melalui penjualan tentunya akan semakin
PHQLQJNDWQ\D SHQGDSDWDQ PHODOXL NHXQWXQJDQ \DQJ PHUHND SHUROHK ´,QL
adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu menyanggupi akan
menyerahkan hak milik atas sesuatu barang, sedang pihak lainnya
menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebaJDL KDUJDQ\Dµ 1
Untuk terjadinya perjanjian, cukup jika kedua belah pihak sudah
mencapai persetujuan tentang barang dan harganya. Si penjual
mempunyai dua kewajiban pokok, yaitu pertama menyerahkan barangnya
serta menjamin si pembeli dapat memiliki barang dapat memiliki barang
itu dengan tenteram, dan kedua bertanggung jawab terhadap cacat-cacat
yang tersembunyi. Kewajiban si pembeli, membayar harga pada waktu
dan di tempat yang telah ditentukan. Barang harus diserahkan pada waktu
perjanjian jual beli ditutXS VDDW GLWXWXSQ\D SHUMDQMLDQ ´UHVLNRµ PHQJHQDL
barangnya sudah beralih kepada sipembeli, artinya jika barang itu rusak
hingga tak dapat diserahkan pada sipembeli, maka orang ini masih tetap
harus membayar harganya. Sampai pada waktu penyerahan itu, si penjual
harus merawat barangnya baik-baik. Jika si penjual melalaikan
kewajibannya, misalnya pada waktu yang telah ditetapkan belum
menyerahkan barangnya, maka mulai saat itu ia memikulkan resiko
terhadap barang itu, dan dapat dituntut untuk memberikan kerugian.

1 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta : Widiya Karya, 1978, hal, 161.

59
Barang-barang yang dijual atas dasar beratnya, jumlahnya atau ukurannya,
mulai menjadi tanggungan si pembeli setelah barang-barang itu ditimbang,
dihitung atau diukur. Karena baru mulai saat penimbangan, perhitungan
atau pengukuran itu dianggap barang-barang itu disediakan untuk si
pembeli.
Peraturan-peraturan tentang penyerahan (levering) dan resiko yang
diterangkan di atas ini, berlaku jika pihak-pihak yang membuat perjanjian
tidak membuat sendiri peraturan-peraturan tentang itu. Justru dalam hal
jual beli ini dalam praktek banyak sekali dibuat peraturan-peraturan
sendiri dalam kontrak-kontrak yang bertujuan menyimpang dari
ketentuan-ketentuan undang-undang.
Dalam kaitan dengan masalah di atas, bahwa masyarakat di daerah
Kota Jambi gas sebagai bahan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga tidak mengherankan banyak masyarakat yang melakukan
kegiatan jual-beli gas. Karena itu banyak pula masyarakat yang menjadi
agen-agen penjualan sebagai tempat pengadaan gas yang dipasarkan
terutama kepada para pengecer dan para pedagang kecil. Karena itu
peranan agen dalam pengadaan bahan bakar gas sangat penting, dimana
agen dalam memperoleh sumber gas melalui pangkalan, dalam
pelaksanaan jual beli antara agen dna pangkalan tentunya adanya
beberapa permasalahan yang terjadi, baik menyangkut tentang masalah
pengangkutan, sistem pembayaran, kemudian bila terjadi kekurangan
takaran/ukuran liter, termasuk bila terjadi masalah-masalah diluar
tanggung jawab pangkalan, karena itu pelaksanaan jual beli diperlukan
upaya-upaya perjanjian yang lebih jelas, sehingga tidak menimbulkan
kerugian di semua pihak.
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian jual beli gas,
sistem pembayaran, pengangkutan dan permasalahan yang terjadi antara
pihak agen dan pangkalan, maka penulis merasa tertarik untuk
PHQJDGDNDQ VXDWX NDMLDQ GDQ SHQHOLWLDQ \DQJ EHUMXGXO ´PELAKSANAAN
JUAL BELI GAS ANTARA AGEN DENGAN PANGKALAN SERTA
PERMASALAHANNYA DI KOTA JAMBIµ

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah pelaksanaan jual-beli antara pihak agen dengan pihak
pangkalan.
2. Bagaimanakah sistem pembayaran dan pengangkutan gas antara
pihak agen dan pangkalan.
3. Apa permasalahan yang terjadi antara pihak agen dengan pihak
pangkalan dalam pelaksanaan jual-beli minyak tanah.

C. Tinjauan Umum Perjanjian


Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, maka
berikut ini penulis kemukakan beberapa pendapat yang penulis kutip
sebagai berikut :
Dalam undang-undang telah memberikan batasan tentang
pengertian perjanjian, dimana hal ini tercantum dalam pasal 1313

60
KUHPerdDWD \DQJ PHQ\HEXWNDQ ´6XDWX SHUMDQMLDQ DGDODK VXDWX
perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
VDWX RUDQJ DWDX OHELKµ
Dengan demikian bahwa perjanjian itu merupakan suatu
kesepakatan dan persetujuan kedua belah pihak, ataupun orang
melakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Karena itu untuk
menghindari segala sesuatu maka diperlukan adanya perjanjian secara
tertulis.
Dalam hal ini banyak para sarjana hukum yang menilai bahwa isi
pasal tersebut kurang lengkap dan juga terlalu luas karena menyangkut
perjanjian yang sepihak saja dan mencakup pula perjanjian yang timbul
dari perbuatan dalam lapangan hukum keluarga. Ketidak setujuan atas arti
perjanjian yang diberikan undang-undang menimbulkan pendapat-
pendapat baru dari sarjana hukum mengenai pengertian perjanjian. Untuk
lebih jelasnya penulis akan memberikan pengertian perjanjian dari
beberapa sarjana sebagai berikut :
Prof. Dr. Soebekti, SH mengemukakan pendapatnya mengenai
SHUMDQMLDQ 3HUMDQMLDQ PHQJDQGXQJ DUWL ´6XDWX SHULVWLwa dimana seseorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana 2 (dua) orang itu saling berjanji
XQWXN PHODNVDQDNDQ VXDWX KDOµ 2
Abdul Kadir Muhammad, SH mengatakan bahwa perjanjian adalah
´6XDWX SHUVHWXMXDQ GHQJDQ PDQD GXD RUDQJ DWDX OHELK VDOLQJ
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan
KDUWDQ\Dµ 3
5 6HWLDZDQ 6+ PHPEHULNDQ SHQJHUWLDQ SHUMDQMLDQ DGDODK ´6XDWX
persetujuan dalam perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih dirinya
saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau leELKµ 4
Menurut pendapat M. Yahya Harahap memberikan pendapatnya
EDKZD SHUMDQMLDQ DGDODK ´6XDWX KXEXQJDQ KXNXP NHND\DDQ DWDX KDUWD
benda antara 2 (dua) atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada satu
pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak
ODLQ XQWXN PHQXQDLNDQ SUHVWDVLµ 5
Menurut pendapat di atas bahwa perjanjian suatu ikatan kedua belah
pihak atau kelompok memberikan suatu kekuatan pada satu pihak lain
untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pihak lain untuk
melaksanakan perjanjian tersebut.
Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa perjanjian adalah
´6XDWX SHUKXEXQJDQ KXNXP PHQJHQDL KDUWD EHQGD DQWDUD VXDWX SLKDN
dlaam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan
sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal sedang pihak lain berhak
PHQXQWXW SHODNVDQDDQ MDQML LWXµ 6

2 R. Soebekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 1979, hal. 1.


3 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perserikatan, Bandung : Citra Aditiya Bakti, 1992, hal. 78.
4 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung : Bina Cipta, 1979, hal. 49.

5 M. Yahya Harahap, Pokok-pokok Hukum Perserikatan, Bandung : Alumni, 1982, hal. 4.

6 Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Bandung : Sumur, 1966, hal. 9.

61
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa pada dasarnya perjanjian merupakan kesepakatan yang
telah dicapai oleh seseorang dengan orang lain untuk melakukan sesuatu
hal. Dalam hal ini apabila ada orang yang berjanji tentu yang dimaksudkan
di sini adalah subjek hukum yakni setiap orang atau pihak menjadi
pendukung hal dan kewajiban.
Syarat-syarat Perjanjian
Suatu perjanjian dapat berlaku sebagai undang-undang yang
mengikat para pihak yang membuatnya apabila perjanjian itu memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan oelh ketentuan undang-undang.
Adapun syarat sahnya suatu perjanjian menurut peraturan perundang-
undangan diatur pasal 1320 KUHPerdata yang nyatakan :
Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat
yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.

Dari keempat syarat-syarat sahnya perjanjian itu, maka syarat


pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena menyangkut orang-
orang yang mengadakan perjanjian atau subjek hukum, sedangkan syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena menyangkut
mengenai objek dari perbuatan hukum yang diperjanjikan.
Dalam hal syarat subjektif terdapat cacat atau tidak terpenuhi, maka
salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu
dibatalkan pihak yang dapat meminta perbuatan itu adalah pihak yang
tidak cakap menurut hukum atau pihak yang memberikan sepakatnya.
Jadi perjanjian yang dibuat itu bersifat mengikat selama tidak
dibatalkan atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalannya.
Sebaliknya jika syarat objektif tidka terpenuhi, maka perjanjian ini batal
demi hukum. Maksudnya disini adalah bahwa dari semula dianggap tidak
pernah dilahirkan suatu perjanjian, sehingga tujuan para pihak yang
mengadakan perjanjian tersebut adalah gagal. Dengan demikian tidak ada
dasar untuk saling menuntut di muka sidang pengadilan.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai syarat-
syarat sahnya suatu perjanjian, maka penulis akan menguraikan satu
persatu yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu hal yang
sangat penting karena kata sepakat itu yang menentukan apakah
pelaksanaan perjanjian itu dapat dilangsungkan atau tidak. Hal ini
dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 1321 KUHPerdata yang
PHQ\DWDNDQ EDKZD ´7LGDN VHSDNDW \DQJ VDK DSDELOD VHSDNDW LWX
diberikan karena kehilapan atau karena diperolehnya dengan
SDNVDDQ DWDX WLSXDQµ

62
Dalam kata sepakat itu kedua belah pihak telah menyetujui hal-
hal dari perjanjian yang diadakan itu, dimana pihak-pihak
memberikan kesepakatan dapat terjadi dengan cara :
a. Tegas, baik dengan mengucapkan kata-kata atau tertulis.
b. Diam-diam baik dengan suatu sikap maupun dengan isyarat.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Pada hakekatnya setiap orang yang telah dewasa dan sehat
pikirannya, menurut ketentuan undang-undang maupun dalam
bentuk peraturan, perjanjian dan lain sebagainya, termasuk
memenuhi persyaratan tertentu.
Menurut ketentuan undang-undang yang terdapat dalam pasal
.8+3HUGDWD WHODK GLWHQWXNDQ EDKZD ´6HWLDS RUDQJ DGDODK
cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-
undang tLGDN GLQ\DWDNDQ WLGDN FDNDSµ $GDSXQ ODZDQ GDUL SDGD
cakap adalah tidak cakap, dimana hal ini diatur dalam pasal 1330
KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

Tak cakap untuk membuat suatu persetujuan-persetujuan adalah :


1. Orang yang belum dewasa.
2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.
3. Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan
oleh undang-undang dan pada umumnya orang
kepada siapa undang-undang telah melarang
membuat persetujuan tertentu.
3. Suatu hal tertentu.
Hal ini menyangkut hal-hal yang diperjanjikan yaitu hak-hak
yang ditentukan bagi masing-PDVLQJ SLKDN ´'HPLNLDQ MXJD
mengenai adanya prestasi dan kontra prestasi yang timbul dari
perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak tersebut. Sudah
barang tentu pula hak dan kewajiban itu telah disepakati oleh
masing-masing pihak yang terlibat dalam perjanjian. Dalam hal ini
terdapat banyak kemungkinan-kemungkinan sesuai dengan
kehendak dari pihak yang mengadakan perjanjian.
0HQXUXW NHWHQWXDQ SDVDO .8+3HUGDWD ´<DQJ GDSDW
dijadikan sebagai pokok perjanjian hanya barang-barang yang dapat
GLSHUGDJDQJNDQµ %DUDQJ \DQJ GLPDNVXGNDQ GDODP SHUMDQMLDQ
minimal harus ditentukan jenis dan jumlahnya tidak perlu
ditentukan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan. Hal
ini ditentukan dalam pasal 1333 KUHPerdata, sedangkan dalam
pasal 1334 KUHPerdata menentukan pula bahwa barang-barang
yang baru ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu
perjanjian dan pasal ini juga menentukan hal atau warisan yang
pewarisnya belum meninggal dunia sekalipun izin si pewaris atau
warisan yang belum terbuka.
4. Suatu sebab yang halal.
Yang dimaksud dengan suatu sebab yang halal adalah
mengenai isi dari perjanjian tersebut. Dengan demikian suatu

63
perjanjian haruslah mengenai sesuatu hal yang baik, sehingga
pelaksanaannya tidak bertentangan dengan norma-norma hukum
yang berlaku. Jadi jelaslah bahwa hal yang diperjanjikan oleh
masing-masing pihak tidak dilarang oleh undang-undang, kesusilaan
atau ketertiban umum. Hal itu dikarenakan pada dasarnya undang-
undang tidak memperdulikan apa yang menyebabkan seseorang
membuat suatu perjanjian, yang diperhatikan oleh undang-undang
itu adalah isi dari perjanjian itu sendiri.
Bentuk-bentuk Perjanjian
Pada dasarnya perjanjian dapat dibagi dalam beberapa jenis
perjanjian antara lain adalah :
1. Perjanjian timbal balik, yang terbagi dalam :
a. Timbal balik tidak sempurna.
b. Perjanjian sepihak.
2. Perjanjian yang dibuat dengan cuma-cuma dan perjanjian yang
dibuat dengan hak atas beban.
3. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama.
4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator.
5. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil.
Perjanjian timbal balik sering kali disebut dengan perjanjian bilateral
atau dapat juga disebut dengan perjanjian dan pihak perjanjian timbal
balik adalah perjanjian yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban kepada
kedua belah pihak, hak dan kewajiban tersebut mempunyai hubungan satu
sama lainnya. Perjanjian yang termasuk dalam jenis perjanjian timbal balik
adalah perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar dan lain-lain.
Sedangkan perjanjian adalah yang menimbulkan kewajiban pada satu
pihak saja, sedangkan pada pihak lainnya hanya mempunyai hak saja.
Perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian sepihak adalah hibah,
pemberian hadiah dan perjanjian kuasa tanpa upah. Jenis perjanjian yang
dibuat dengan cuma-cuma dan perjanjian yang dibuat dengan hak atas
beban dalam ketentuan pasal 1314 KUHPerdata disebutkan bahwa :
Suatu persetujuan dibuat dengan cuma-cuma atas beban.
Suatu persetujuan dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan
dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan
kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi
dirinya sendiri.
Suatu perjanjian atas beban adalah suatu persetujuan yang
mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuatu
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

Berdasarkan ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa perjanjian


yang dibuat dengan cuma-cuma pada dasarnya hampir sama dengan
perjanjian sepihak sedangkan perjanjian yang dibuat dengan hak atas
beban mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Adanya prestasi dari satu pihak.
2. Adanya kontrak prestasi dari pihak yang lain.

64
3. Adanya hubungan hukum antara prestasi dan kontrak prestasi
tersebut.
Mengenai perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama diatur
dalam ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata. Perjanjian bernama dapat
disebut juga perjanjian khusus, sedangkan perjanjian tidak bernama
disebut juga dengan perjanjian umum. Perjanjian bernama adalah
perjanjian yang mempunyai nama sendiri yang dikelompokkan dengan
perjanjian khusus, sedangkan perjanjian tidak bernama dapat disebut juga
perjanjian umum. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai
nama sendiri yang dikelompokkan dengan perjanjian khusus, misalnya
perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar dan pertanggungan.
Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang di dalam
praktek kehidupan sehari-hari mempunyai nama atau sebutan tertentu dan
tidak diatur dalam undang-undang atau belum ada peraturannya
perjanjian sewa beli, fiducia dan lain sebagainya.

D. Pembahasan
A. Sistem Pelaksanaan Jual Beli Gas
Dalam pelaksanaan jual beli antara pihak agen dengan pihak
pangkalan dilakukan beberapa prosedur antara lain adalah :
1. Pemesanan Gas.
Pemesanan gas dilakukan oleh pihak pangkalan kepada pihak
agen, yang mempunyai stok gas untuk diperjual belikan. Dalam
prakteknya bahwa pemesanan dilakukan biasanya 3 ² 4 hari, karena
bila kondisi dan persediaan gas sangat terbatas, maka pihak
pangkalan tidak sepenuhnya pesanan dipenuhi, dan juga dibagi
dengan pihak pangkalan yang lainnya. Karena bila tidak memesan
terlebih dahulu, maka pihak pangkalan tidak adak kebagian gas,
apabila bila kondisi seperti ini kelangkaan gas dimana-mana terjadi,
karena dari pertamina sendiri mempunyai persediaan yang sangat
terbatas.
Hal ini dikemukakan oleh saudara Ivan Pranata pihak agen
yang mengatakan bahwa :
Kepada pihak pangkalan untuk memesan gas jauh-jauh hari
sebelumnya, karena bila tidak maka pihak pangkalan tidak
terlayani dan kebagian. Sebab pangkalan yang menajdi
anggota pelanggan ini sangat banyak sekali, sementara gas
kadang kala mengalami kelangkaan.7

Karena itu pemesanan gas pihak pangkalan harus dilakukan


jauh-jauh hari, sebab bila tidak dilakukan pemesanan terlebih
dahulu, maka pangkalan tidak kebagian gas, sedangkan permintaan
akan gas dalam kondisi seperti semakin meningkat.
2. Pengiriman gas dari agen ke pangkalan Gas.

7 Wawancara pribadi dengan Ivan Pranata, Agen Gas, Tanggal 20 Juli 2013.

65
Setelah dilakukan pemesanan, maka pihak agen mengantarkan
gas kepada pangkalan, sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
Dalam pelaksanaan pengiriman gas dari agen ke pangkalan, maka
dilakukan langsung oleh pihak agen dengan menggunakan mobil,
dengan jumlah sesuai dengan perjanjian.
Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Bapak Asmari pihak
pangkalan yang mengatakan bahwa :
Pihak agen harus mengirim atau mengantar gas ke pihak
pangkalan sesuai dengan perjanjian, termasuk jumlah
berapa tabung, yang harus di kirim karena seperti mana
biasanya maka pengiriman gas adalah tanggung jawab
pihak agen, sehingga pihak pangkalan hanya menunggu di
tempat.8

Dari hasil wawancara tersebut di atas, maka dapat diambil


suatu pemahaman bahwa setelah gas dipesan pihak pangkalan, maka
selanjutnya pihak agen langsung mengirimkan gas kepada para
pangkalan yang memesan.
3. Pembayaran.
Setelah dilakukan baik sebelum pengiriman gas maupun pada
saat pengiriman dari pihak agen, karena itu pembayaran dilakukan
sesuai dengan kesepakatan di saat pemesanan gas tersebut.
Termasuk dalam masalah ketepatan waktu pengiriman dan
pembayaran juga merupakan masalah yang penting antara pihak
agen dengan pihak pangkalan. Sehingga dalam masalah pembayaran
tetap saling menguntungkan kedua belah pihak.
Hal ini dikemukakan oleh Bapak Nukman Syarkowi, BBA
pihak agen yang mengatakan bahwa :
Pembayaran biasanya dilakukan tergantung kedua belah
pihak, yang jelas pembayaran tidak bisa dilakukan setelah
gas dikirim dalam wkatu beberapa hari baru dibayar,
namun paling lambat di saat pengiriman atau pengisian gas
ke pangkalan selesai, maka pembayaran juga dilanjutkan.
Lebih baik sebelum gas dikirim pihak pangkalan sudah
menyetor uangnya ke agen.9

Dengan demikian bahwa permasalahan pembayaran yang


dilakukan adalah merupakan hal yang penting, sehingga antara
pihak agen dengan pihak pangkalan harus benar-benar melakukan
suatu perjanjian pembayaran dalam pelaksanaan jual-beli gas
tersebut, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Bila pembayaran
dilakukan sebelum pengiriman kemudian gas tidak mencapai target
apa yang telah dijanjikan, maka pihak agen dapat mengembalikan
sisa uang tersebut.

8 Wawancara pribadi dengan Bapak Asmari, Pihak Pangkalan Gas, Tanggal 23 Juli 2013.
9 Wawancara pribadi dengan Bapak Nukman Syarkowi, BBA, Pihak Agen Gas, 24 Juli 2013.

66
Dari beberapa sistem permasalahan pelaksanaan jual-beli, maka
dapat diambil suatu pemahaman dalam pelaksanaan jual-beli gas antara
pihak agen dengan pihak pangkalan dilakukan berdasarkan proses
sebagaimana penulis kemukakan di atas tadi.
B. Sistem Perjanjian Jual-Beli Gas Antara Pihak Agen Dengan
Pangkalan
Di samping dalam sistem perjanjian jual-beli dalam hal penyaluran,
maka diperlukan suatu perjanjian kerjasama, dalam kegiatan kerja sama ini
tentunya antara pihak agen dan pihak pangkalan selalu memegang dalam
isi perjanjian tersebut.
Dalam kaitan tersebut, maka masalah isi perjanjian kerjasama
penyaluran gas antara pihak agen dengan pihak pangkalan adalah sebagai
berikut :
1. Perusahaan gas berkedudukan di Jambi Jln. Gajah Mada No. 69
dalam hal ini diwakili oleh Ivan Pranata selaku agen gas Niap : ......
dan berdasarkan surat perjanjian Pertamina UPPDN II Palembang
selanjutnya dalam perjanjian ini disebut pihak Pertama.
2. Drs. Asmari selaku pangkalan gas berkedudukan di Jln. KS. Tubun
RT. 7 Nomor 23 Kel. Simp. IV Sipin Jambi, tanggal 20 Januari 2012
selanjutnya disebut pihak Kedua.
Dengan demikian menyatakan bahwa kedua belah pihak masing-
masing sepakat dan setuju untuk mengikat diri dalam suatu perjanjian
dengan ketentuan dan syarat-syarat yang telah tercantum dalam pasal
demi pasal dalam isi perjanjian tersebut.
Tujuan dilakukannya suatu perjanjian dimaksud adalah untuk
memudahkan kedua belah pihak melakukan upaya-upaya hukum, bila
mana suatu saat terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan jual-beli
maupun dalam penyalurannya.
Dalam surat perjanjian Nomor 01/12/2000, tanggal 04 Desember
2000, pasal 1 yang menebutkan bahwa :
1. Pihak pertama, menunjuk pihak kedua, dan pihak kedua menerima
penunjukkan ini untuk menjadi pangkalan gas dari pihak pertama.
2. Pengelolaan pengusaha gas tersebut dilakukan oleh pihak kedua
dengan petunjuk dan pengawasan pihak pertama dan harus
dilaksanakan pihak kedua dengan sebaik-baiknya.
Kedua pasal tersebut merupakan isi perjanjian yang harus disepakati
oleh kedua belah pihak dalam hal penyaluran, penjualan gas itu sendiri.
Dengan demikian pihak kedua telah diberi kepercayaan oleh pihak
pertama (agen) untuk menjadi pangkalan.
Dalam pasal 2 dalam surat perjanjian tersebut juga ditegaskan yang
maksudnya bahwa :
1. Pihak kedua memesan dan membeli gas dari pihak pertama sejumlah
...... pada setiap hari penyaluran untuk para konsumen/ masyarakat
pemakai gas, dan pihak pertama menyetujui untuk menjual gas
tersebut kepada pihak kedua.

67
2. Pihak kedua wajib menyalurkan gas sebesar volume kontrak harian
yang disebut pada ayat (1) pasal ini kepada konsumen/masyarakat
pemakai gas yang menjadi pelanggaran tetap dari pihak kedua.
3. Pihak kedua hanya dibenarkan menyalurkan gas ini bagi konsumen
yang tujuan penggunaannya untuk keperluan rumah tangga
(memasak).
4. Pihak kedua wajib menyelesaikan pengambilan volume kontrak
harian.
5. Apabila pihak kedua tidak dapat menyelesaikan pengambilan
volume kontrak harian gas secara penuh pada satu hari penyaluran,
maka sisa yang tidak terambil oleh pihak kedua tersebut tidak dapat
dialihkan kehari-hari berikutnya.
6. Pihak kedua dikenakan denda atas jumlah gas yang tidak terambil
pada satu hari penyaluran apabila jumlah tidak terambil tersebut
melebihi batas yang ditentukan sesuai pasal 4 ayat (1) dalam
perjanjian tersebut.
7. Setiap kali hal yang dimaksud pada ayat (5) pasal ini terjadi, pihak
pertama akan memberitahukan secara tertulis serta melakukan
penagihan kepada pihak kedua.
Selanjutnya bila kesepakatan pada pasal 2 di atas sudah terpenuhi,
maka dalam hal ini penyerahan harga dan pembayaran sebagaimana
ditegaskan dalam pasal 3 isi perjanjian ini antara lain adalah :
1. Pihak pertama menyerahkan kepada pihak kedua jumlah tiap
pembelian gas oleh pihak kedua di tempat Kantor pihak pertama
dengan harga-harga Rp. 15.000/tabung yang ditetapkan oleh
pemerintah/pihak pertama.
2. Pihak kedua menjual gas kepada masyarakat/konsumen harus
sesuai dengan HET yang berlaku (yang telah ditentukan oleh Pemda
Tingkat I Jambi) Rp. 15.000/tabung (sesuai dengan SK GUB No. 05
tahun 2002).
3. Pihak kedua terlebih dahulu harus melunasi pembayaran jumlah
harga pembelian gas kepada pihak pertama, selambat-lambatnya
satu hari sebelum penyerahan gas dilaksanakan oleh pihak pertama
kepada pihak kedua.
4. Jika karena sebab-sebab teknis pihak pertama belum dapat
menyerahkan jumlah gas yang dibeli pihak kedua pada satu hari
penyaluran, maka penyaluran akan dilakukan pada hari berikut,
kecuali apabila ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh hal-hal
diluar kekuasaan pihak pertama (sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 perjanjian ini).
Berkaitan dengan permasalahan perjanjian jaul-beli gas, maka
adanya denda dari pihak pertama kepada pihak kedua. Adapun denda
dimaksud dalam isi perjanjian ini adalah :
1. Pihak pertama mengenakan denda kepada pihak kedua apabila tidak
terambil sesuai dengan kontrak.
2. Denda dikenakan sebanyak 2 % dari jumlah yang tidak terambil.
3. Perhitungan denda 2 % dari jumlah denda x harga beli.

68
4. Pihak kedua harus melunasi denda yang terjadi paling lambat 7
(tujuh) setelah tanggal pemberitahuan tertulis pengenaan denda oleh
pihak pertama sesuai dengan pasal 2 ayat (7).
5. Jika pihak kedua pada satu periode berlakunya surat perjanjian
penunjukkan pangkalan gas ini, rata-rata pengambilannya perhari
kerja berada volume kontrak harian. Yang ditentukan pada pasal 2
ayat (1), maka untuk periode berlakunya surat perjanjian penunjukka
pangkalan gas berikutnya, volume kontrak harian gas pihak kedua
akan dipotong seusai dengan jumlah rata-rata gas yang tidak
terambil pada periode yang telah berjalan tersebut. Dengan kata lain,
volume kontrak harian gas berikutnya akan disesuaikan dengan
realisasi pengambilannya pada periode yang telah berjalan.
Berkaitan dengan mutu gas dalam isi perjanjian tergambar pada
pasal 5 yang menyatakan bahwa :
1. Pihak kedua wajib mempertahankan, menjaga dan memelihara mutu
gas yang disalurkan.
2. Pihak kedua tidak diperbolehkan merubah dan atau menyuruh
merubah mutu dan atau komposisi gas yang disalurkan.
Dari beberapa pasal demi pasal yang penulis kemukakan di atas
dalam pelaksanaan perjanjian jual-beli gas antara pihak agen dengan pihak
pangkalan, maka dapat diketahui bahwa isi perjanjian sebelumnya harus
diketahui oleh semua pihak, baik pihak pertama maupun pihak kedua.
Hal ini sebagaimana dikemukakan Bapak Nurkman Syarkowi pihak
agen yang mengatakan bahwa :
Isi perjanjian sebelumnya harus dibaca dan diketahui oleh pihak
kedua (pangkalan), sehingga sebelum melakukan pembelian
terhadap gas ke agen pihak ekdua benar-benar mematuhi
ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga diharapkan dalam
pelaksanaan penjualan dan penyaluran gas tidak ada pihak yang
dirugikan.10

Dari hasil komentar tersebut atas, maka dapat dipahami bahwa isi
perjanjian dalam jual-beli gas sebagai salah Satu landasan hukum bagi
kedua belah pihak dalam melaksanakan kegiatan, kontrak kerja sama, dan
perjanjian penyaluran gas antara pihak agen dan pihak pangkalan.

C. Permasalahan Yang Terjadi Dalam Pelaksanaan Jual-Beli Gas Antara


Pihak Agen Dengan Pangkalan
Dalam pelaksanaan jual-beli gas antara pihak agen dengna pihak
pangkalan dalam suatu saat adanya beberapa permasalahan yang terjadi,
baik yang menyangkut dengan sistem pelaksanaan jual-beli, maupun
dalam masalah perjanjian kerjasama dalam jual-beli gas tersebut.

10 Wawancara pribadi dengan Bapak Nukman Syarkowi, Pihak Agen, tanggal 24 Juli 2013.

69
Dari hasil penelitian yang diperoleh dilapangan, maka ada beberapa
permasalahan maupun kendala-kendala dalam pelaksanaan jual-beli gas
antara lain adalah :
1. Terjadinya kelangkaan gas.
Dalam hal penyediaan gas dari pihak agen terbatas sehingga
tidak seluruh pangkalan terpenuhi sesuai dengan permintaan.
Hal sebagaimana hasil wawancara penulis dengan pihak
pangkalan yang mengatakan bahwa :
Masalah kelangkaan gas menjadi permasalahan bagi pihak
pangkalan, sementara permintaan masyarakat/konsumen
sangat tinggi. Karena bagi masyarakat di Jambi sebagian
besar sudah menggunakan gas untuk memasak, sementara
yang menggunakan kompor minyak dan juga kayu bakar
sudah berkurang.11

Dari komentar di atas, maka hal ini sangat menyulitkan pihak


pangkalan untuk melakukan penjualan kepada
masyarakat/konsumen.
2. Harga gas mengalami kenaikan.
Kenaikan harga gas juga dipengaruhi harga BBM secara
menyeluruh, sehingga tidak hanya masyarakat yang bermasalah,
namun pihak pangkalanpun juga akan sangat berpengaruh dengan
kenaikan harga gas tersebut.
Hal ini sebagaimana dikemukakan pihak pangkalan yang
mengatakan bahwa :
Kelangkaan gas akhir-akhir ini sebagai sumber dan akibat
kenaikan harga minyak di atas standar penjualan, yang
biasanya 1 tabung berat 15 Kg hanya Rp. 15.000,- maka
dalam kelangkaan gas bisa mencapai Rp. 30.000,-/tabung.
Karena itu diharapkan harga gas yang stabil ini akan sangat
mempengaruhi terhadap penjualan.12
Hasil komentar di atas merupakan salah satu permasalahan
bagi pihak pangkalan dan juga pihak agen, karena secara umum dari
pihak pertamina sendiri penyediaan gas juga sangat terbatas,
sehingga kondisi ini sangat mempengaruhi gas dipasaran, baik
pangkalan pengecer maupun pedagang kecil.
Dalam kenyataannya bahwa perkembangan agen dan
pangkalan di Jambi tetap bertahan dalam melakukan usahanya, dan
pada tahun 2013 mengalami peningkatan. Untuk mengetahui
perkembangan agen dan pangkalan gas di Jambi selama 4 tahun,
maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1 : Perkembangan Agen Dan Pangkalan Gas Selama 4 Tahun
di Kota Jambi.
Tahun Jumlah Agen Jumlah Keterangan

11 Wawancara pribadi dengan Bapak Otong, Pihak Pangkalan, Tanggal 22 Juli 2013.
12 Wawancara pribadi dengan Fahmi Ismail, Pihak Pangkalan, Tanggal 23 Juli 2013.

70
Pangkalan
2010 16 300
2011 16 320
2012 16 330
2013 19 400
(Sumber data : Agen Ivan Pranata Imran Jambi 2013)
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diambil suatu
pemahaman bahwa, perkembangan agen selama 4 tahun yaitu dari
tahun 2010 ² 2013 tetap tidak mengalami penambahan, sedangkan
pangkalan mengalami penambahan. Sedangkan tahun 2013 agen
mengalami penambahan dari 16 agen menjadi 19 agen dan jumlah
pangkalan meningkatkan menjadi 400 pangkalan.
Dengan demikian bahwa perkembangan bisnis gas khususnya
di Kota Jambi mengalami peningkatan, hal ini sebagaimana yang kita
lihat pada perkembangan agen dan pangkalan di Kota Jambi.
Dari beberapa permasalahan di atas, maka diperlukan suatu
usaha yang mengarah kepada masalah yang menyangkut tentang :
1. Standarisasi harga gas di pasaran.
2. Pengadaan gas yang mencukupi kebutuhan pangkalan.
3. Koordinasi kepada pihak pertamina.
4. Adanya peraturan pemerintah daerah yang lebih kongkrit dan
tegas.
5. Pemberian sanksi kepada pihak pangkalan yang menaikan
harga gas tanpa adanya koordinasi dengan pihak agen.

Dari beberapa upaya dan solusi di atas, maka diharapkan


masalah kelangkaan gas yang terjadi selama ini akan selalu teratasi,
dan juga harganya tetap stabil.

E. Kesimpulan
Dari beberapa permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka
dalam bab penutup ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Sistem pelaksanaan jual-beli gas yang dilakukan dengan pihak agen
dengan pangkalan adalah melalui pemesanan gas terlebih dahulu,
pengiriman gas dari agen ke pangkalan, pembayaran.
2. Sistem perjanjian dalam jual-beli gas antara pihak agen dengan
pihak pangkalan, adalah diatur dalam suatu surat perjanjian
bersama, dimana agen sebagai pihak pertama, dan pangkalan
sebagai pihak kedua. Keduanya sepakat melakukan perjanjian yang
dimuat dalam pasal demi pasal.
3. Permasalahan maupun kendala dalam pelaksanaan jual-beli gas di
sini adalah sering kelangkaannya gas, yang berpengaruh dari
naiknya harga BBM secara menyeluruh, dan juga disebabkan
persediaan gas dari pihak pertamina itu sendiri, sehingga hal ini
berpengaruh ke agen, kepangkalan dan juga kepengecer atau
masyarakat/konsumen itu sendiri.

71
F. Saran-saran
Dari beberapa permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka
dalam masalah saran di sini, maka ada beberapa hal yang penulis
kemukakan di sini antara lain adalah :
1. Diharapkan antara pihak agen dan pangkalan selalu
meningkatkan kerjasama dan mengantisipasi sebab-sebab
kelangkaan gas dari pihak Pertamina maupun di pasaran.
2. Adanya pengawasan kepada para pihak pangkalan yang selalu
menaikkan harga gas tanpa adanya suatu peraturan yang
mengatur, seperti peraturan dari pemerintah daerah.
3. Selalu melakukan penjajakan dan koordinasi, agar penyediaan gas
tetap dipertahankan dan guna menghindari segala kemungkinan
kemacetan dan kelangkaan terhadap gas tersebut.

G. Daftar Pustaka
Harahap, M. Yahya, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Penerbit, Alumni
Bandung, 1982.
Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perjanjian, Penerbit Citra Aditiya Bakti,
Bandung, 1992.
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Penerbit Alumni, Bandung,
1982.
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1986.
Prodjodikoro, Wiryono, Azas-azas Hukum Perjanjian, Penerbit, Sumur
Bandung, 1990.
Subekti, R dan Tjitrosudibjo, Kitab Undang-undang Hukum Dagang,
Penerbit Galia Indonesia, 1987.
-----------------------------------------, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Penerbit, Pradnya Jakarta, 1986.
---------------, Pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa Jakarta,
1987.
---------------, Aneka Perjanjian, Citra Aditiya Bakti, Bandung Cetakan Yang
ke-8, 1989.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta, 1989.
Universitas Batanghari, (1997), Buku Pedoman Penyusunan Skripsi, Jambi :
Universitas Batanghari.
Wirdjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, PT. Bale Bandung
Cetakan ke-3, 1989.

72

Anda mungkin juga menyukai