Anda di halaman 1dari 8

6.7.Profesi Advokat.

Tugas dan kedudukan advokat diatur dalam Reglement of de Rechtelijke Organisatie en het
Beleid der Justitie (RO) St 147 No 23) titel VI van advocaten en procureur Pasal186-Pasal 192, yang
menyebutkan bahwa seorang advokat adalah seorang pembela dan penasehat, sedangkan seorang
procureur adalah seorang ahli dalags hukum acara yang memberikan jasanya dalam mengajukan
perkara kepada Pengadilan dan mewakili orang yang beperkaradi muka pengadilan. Dalam Pasal 185
ditentukan bahwa para advokat dengan sendirinya merangkap tugas sebagai procureur, sifat tugas
dan pekerjaannya diatur dalam ketentuan undang-undang, baik mengenai acara perdata maupun
acara pidana. Kemudian Pasal 196 menentukan bahwa para advokat yang merangkap procureur
teersebut diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman (dulu Gubernur Jenderal). Untuk
menjadi pengacara harus memenuhi persyaratan antara lain:

1. Warga neegara Republik Indonesia (dulu Nederland Onderdaan),

2. Sarjana Hukum (Meester in de Rechten) lulusan Perguruan Tinggi Hukum/Fakultas Hukum Negeri,
baik di Nederland maupun di Indonesia.

Sebelum tahun 1955 Pasal 186 (lama) RO memperkenankan untuk diangkat menjadi
procureur saja -tidak juga sebagai advokat) mereka yang bukan sarjana hukum, tetapi telah lulus dari
ujian procureur yang pada waktu tertentu diadakan oleh Raad van Justitie yaitu pengadilan untuk
golongan Eropa dimana mereka nantinya melakukan praktek sebagai procureur itu. Dengan
demikian maka sejak tahun 1995 hanya orang yang bergelar sarjana hukum sajalah yang dapat
diangkat dalam jabatan advokat dan procureur. Mereka yang ingin diangkat sebagai pengacara harus
mengajukan kepada Menteri Kehakiman lewat Ketuan Pengadilan Tinggi setempat, dengan
memenuhi segala surat-surat yang diperlukan untuk itu, Mereka yang telah memperoleh surat
pengangkatan sebagai pengacara dari Menteri Kehakiman diwajibkan secepat mungkin
mendaftarkan diri pada Kepaniteraan Pengadilan Tinggi setempat Para pengacara yang telah
terdaftar itu, sebelum menjalankan pe kerjaannya harus mengucapkan sumpah di muka Ketua
Pengadilan Tinggi tersebut dalam suatu sidang luar biasa. Tentang sumpah dan janji advokat diatur
dalam Pasal 187 R O." Algemene Raad van de Nederlandse Orde van Advocaten menerbitkan buku
Advocaat en Procureur sebagaimana dikutip oleh Marthalena Pohan menyebut kan bahwa hampir
setiap advokat adalah sekali gus pengacara, sebagai advokat ia adalah penasihat dalam perkara-
perkara perdata dan penasihat hukum pada umumnya, sedangkan sebagai pengacara ia mewakili
pihak yang beperkara dalam sidang pengadilan dalam wilayah di mana ia bertugas dan
berkedudukan. Jadi tugas utama advokat dalam praktek penegakan hukum adalah memberi
pelayanan pada klien bukan semata-mata pada bidang hukum, namun dalam bidang pemberian
nasihat-nasihat hukum atau pun yang lain. Gagasan demikian didasari karena di dalam masyarakat
tidak banyak justisiabel memiliki pengetahuan hukum yang memadai, sehingga dalam beperkara
kemudian minta bantuan pada advokat.

Ada beberapa kewajiban advokat yang harus dipenuhi, secara umum dapat disimpulkan
karakteristiknya sebagai berikut:

1. Pemberian bantuan tidak termasuk persetujuan tentang pemberian kuasa antara advokat
dengan kliennya, selama campur tangan advokat tidak dibatasi sampai dengan melakukan tindakan-
tindakan hukum;

2. Seandainya terjadi persetujuan pemberian kuasa, persetujuan ini tidak menyatakan


hubungan apa-apa (hubungan bersifat khusus) antara advokat dengan klien. Persetujuan tersebut
sifatnya sui generis (bersifat khusus karena didasarkan atas kemauan dari kedua belah pihak) yaitu
persetujuan yang tidak termasuk dalam salah satu pengertian mengenai kontrak sebagaimana diatur
dalam Pasal 1359 BW

3. Kewajiban memberi bantuan itu, menurut ketentuan yang ber laku melekat pada tugas
pokok pada advokat yaitu pelayanan dan pengabdian atau ministerieplicht. Advokat yang ditunjuk
wajib memberi pelayanan, apabila menolak dianggap melanggar sumpah jabatan bahkan dianggap
melanggar peraturan kehormatan.

4 . Meski advokat berhak menentukan besarnya uang jasa pelayanan, namun tetap tidak
dibenarkan menolak permohonan bantuan dari justisiabel yang kurang mampu atau bahkan tidak
mampu di bidang keuangan juga tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan padanya yang
berakibat merugikan klien.

5. Pasal 58 dan Pasal 96 RV (Wetboek van Burgerlijk Rechtsvordering antara lain


menyebutkan;

Pasal 58.

Para advokat dan pengacara yang dalam pelayanannya melampaui batas wewenang mereka
dapat ditunjuk untuk membayar seluruh atau sebagian biaya, bahkan dapat dijatuhi hukuman ganti
rugi apabila ada alasan-alasan untuk itu.

Pasal 96.
Kesalahan advokat disamakan dengan kesalahan pengacara, termasuk mengganti biaya akte
proses perkara yang batal atau berkelebihan yang telah memungkinkanakibat dari kesalahan
tersebut.

Di samping sejumlah hal tersebut di atas advokat tidak diperkenankan mengucapkan


tuduhan yang menyakitkan pihak Iawan dan yang melebihi apa yang diperlukan untuk memenu
tugasnya. Kebebasan advokat sesungguhnya sama dengan kebebas an pada umumnya. Diharapkan
menjauhkan diri dari kecenderung untuk melukiskan secara gelap atau diepgrijs kelakuan dan tuj
pihak lawan, serta penghinaan sebagaimana yang dimaksud Pasal 1372 dan ucapan yang
bertentangan dengan kepentingan tugas umum darma baktinya: penegakan keadilan dan perhatian
terhadap kepentingan justisiabel dan klien.

6.7.1. Penegakan Kode Etik Advokat.

Sebagai profesi bebas atau free profession, praktek advokat memiliki dimensi yang lebih luas
daripada sekedar posisinya terhadap sistem dan lembaga peradilan -walaupun memang karena
tersebutlah advokat lazim disebut sebagai officer of the curt pada beberapa negara. Selaku
pekerjaan yang posisi dasar moralitasnya terletak pada pernyataan publik mengenai nilai-nilai yang
dianut dan cita cita keadilan yang ingin diperjuangkan, unsur kepercayaan publik merupakan faktor
absolut yang melegitimasi advokat.

Secara kultural tanpa akomodasi yang berarti, sekalipun dari sistem hukum dan sistem
peradilan yang berlaku, para advokat sebenarnya mampu dan tetap dapat memainkan peranan
strategis serta mendapatkan dasar legitimasi untuk memasuki proses pencapaian keadilan formal.
Para advokat dapat meletakkan eksistensinya dalam sistem kekuasaan kehakiman sesuai dengan
porsinya, apabila menyadari dasar moralitasnya yang terletak pada kepercayaan publik. Mereka
dapat menjadi pressure group yang efektif terhadap kebijakan peradilan, bahkan lebih jauh lagi
kebijakan pemerintah selama dapat meraih dukungan publik dan terus mempertahankan dukungan
tersebut. Pada hampir semua negara ke 3 (tiga) yang pemerintahannya banyak dikontrol oleh polisi
yang tidak dewasa, di mana kegiatan advokat sering mendapat tekanan, yang umumnya berasal dari
negara, kalangan advokat memang membutuhkan dukungan, terutama dari rakyat. Dukungan
tersebut dimungkinkan, selain dengan menyediakan pelayanan hukum yang terjamin kualitasnya,
serta menunjukkan kejujuran dan integritas melalui pelaksanaan tugas-tugasnya, juga melalui usaha
kolektif untuk turun tangan dalam masalah-masalah yang menyangkut kepentingan publik (public
interest issues).

Dalam konteks ini advokat dapat menekan, mendesak dan mempengaruhi suasana
penegakan hukum, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif agar lembaga-lembaga negara itu
dapat dan harus menciptakan suasana yang kondusif dalam proses penegakan hukum, keadilan dan
hak asasi manusia. Para advokat harus mengingatkan pemerintah agar seoptimal mungkin
menghindari sengketa-sengketa hukum antara pemerintah dan masyarakat. Advokat juga harus
mengingatkan pihak kepolisian, kejaksaan dan kehakiman agar kejujuran, keadilan dan kebenaran
substansial harus diwujudkan dalam bantuan hukum struktural.

Dalam kode etik advokat yang ditetapkan tanggal 23 Mei 2002 ada 5 (lima) bagian yang
diatur di dalamnya:

1. Kepribadian advokat (Pasal 2 dan Pasal 3);

Advokat bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dalam melaksanakan tugasnya
menjunjung tinggi hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini untuk
mewujudkan sikap untuk bekerja dengan bebas dan mandiri dalam menegakkan hukum, keadilan
dan kebenaran serta memperjuangkan hak-hak asasi manusia dalam negara hukom Indonesia, dan
dalam melaksanakan tugasnya tidak semata-mata mencari imbalan material. Dengan tetap
mempertahankan hak dan martabat advokat, maka seorang advokat dalam melaksan kan tugasnya
harus bersedia memberi nasihat dan bantua hukum kepada setiap orang yang memerlukannya tanga
membedakan agama, kepercayaan, suku, keturunan, keyakinan politik atau kedudukan sosialnya.
Juga harus bersikap sopas santun terhadap para pejabat penegak hukum, sesama advokat dan
masyarakat;

2. Solidaritas dan kesetiaan terhadap sesama advokat harus tetap melandasi perilakunya.
Seorang advokat senior harus har membimbing yang lebih muda dan apabila rekan sejaw diajukan
sebagai tersangka dalam suatu perkara pidana, na wajib dibela secara sukarela;

3. Hubungan dengan klien (Pasal 4);

Hubungan dengan kliennya berintikan tentang tanggung jawab advokat terhadap


kepentingan kliennya. Memperjuangkan kepentingan klien merupakan tekadnya dengan tetap
berpegang teguh pada prinsip-prinsip:

a. Mengutamakan penyelesaian damai bagi perkara-perkar perdata;

b Tidak memberi keterangan yang menyesatkan klien mengenai perkara yang diuruskan;
c. Tidak dibenarkan menjamin perkaranya akan dimenangkan kepada klien;

d. Tidak membatasi kebebasan klien untuk berpindah pada advokat lain;

e. Tidak membebani biaya yang tidak perlu dan/atau tidak mengingat kemampuan klien; f.
Mengurus perkara secara cuma-cuma bagi yang tidak mampu;

g Tidak merugikan klien karena kepentingannya sendiri.

Selain hal-hal tersebut, seorang advokat juga harus selalu meme gang teguh rahasia jabatan
dengan didasarkan pada kepercayaan diberikan klien kepadanya sampai berakhirnya hubungan
advokat dengan klien. Dalam hubungan dengan klien ini, advokat yang juga mempunyai hak-hak,
yaitu: hak retensi (menahan), hak memperoleh imbalan jasa, hak mengundurkan diri dan hak
menolak perkara yang tidak ada dasar hukumnya.

4. Hubungan dengan teman sejawat (Pasal 5);

Kesetiaan pada sesama advokat dan bertanggung jawab terhadap kepentingan klien
merupakan 2 (dua) sisi yang tidak dapat dikesampingkan. Artinya 2 (dua) orang advokat itu
bertarung di sidang pengadilan untuk kepentingan kliennya masing-masing pada perkara yang sama,
hubungan baik dan solidaritas antar sesama advokat harus tetap dijaga dan dijunjung tinggi tanpa
meninggalkan/mengesampingkan kepentingannya kliennya masing-masing. Saling menghormati,
mempercayai dan meng hargai sesama advokat ditunjukkan dengan cara-cara antara lain;

- Tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan atau menyakiti hati baik secara lisan maupun
tertulis, jika membicarakan teman sejawat ataupun dalam sidang pengadilan;
- Tidak dibenarkan untuk menyiarkan melalui media massa akibat tindakan seorang teman
sejawat yang dianggap bertentangan dengan kode etik advokat;
- Tidak menarik klien dari teman sejawat;
Saling membantu apabila terjadi pergantian advokat oleh klien, tanpa menimbulkan
kerugian bagi semua pihak, misalnya; advokat yang baru menanyakan kepada advokat
sebelumnya tentang kewajiban-kewajiban klien sudah dipenuhi atau belum kepadanya;
- Membela secara sukarela kepada teman sejawat yang dijadikan sebagai tersangka dalam
perkara pidana.

5. Cara bertindak dalam menangani perkara (Pasal 7);

Sebagaimana tersebut di atas bahwa advokat dalam menangani perkara perdata, harus
mengutamakan usaha-usaha penyelesaian secara damai dan apabila tidak tercapai maka surat-surat
ataupun isi pembicaraan perdamaian tersebut tidak diperbolehkan sebagai alasan pembelaan dalam
persidangan di pengadilan. Pengecualiannya ialah apabila ada itikad buruk dari pihak lawan,
sehingga surat-surat itu ditunjukkan. Namun untuk surat-surat yang dibuat dengan catatan sains
prejudice sama sekali tidak boleh ditunjukkan kepada hakim. Dengan demikian juga dalam
menangani perkara, advokat dilarang berbuat;

- Menghubungi saksi lawan;


- Menghubungi hakim tanpa bersama advokat lawan;
- Membuat surat kepada hakim tanpa tembusan pihak lawan;

Menambah catatan pada berkas di dalam ataupun di luar sidang tanpa memberikan waktu pada
advokat lawan untuk mempelajari dan menanggapi catatannya.

Tindakan tersebut dianggap bertentangan dengan kode etik atau menyimpang dari
kesepakatan bersama. Apabila advokat ingin berurusan tentang sesuatu hal di luar perkara yang
sedang ditanganinya, maka advokat tersebut dapat berhubungan langsung asal tidak membicarakan
atau menyinggung soal perkara yang sedang ditangani oleh rekan advokat sejawatnya. Demikian
juga seorang yang telah mempercayakan perkaranya pada seorang advokat, dan advokat pihak
lawan ingin berhubu ngan dengan kliennya, maka wajiblah advokat sejawatnya itu melalui dirinya.

Saling menghormati, mempercayai dan menghargai sesama advokat juga tetap dijaga dan
dipegang teguh. Oleh karena itu apabila advokat ingin berhubungan, membayar dan menagih klien
dari rekan sejawatnya, seyogianya dilakukan melalui rekan sejawatnya, setidak-tidaknya
memberitahukan kepada rekan sejawatnya tersebut.

6. Pelaksanaan kode etik advokat (Pasal 9).

Tanggal 5 April 2009 telah diundangkan Undang-Undang No. 18 tahun 2009 tentang
Undang-Undang Advokat, dan dengan lahirnya Undang-undang ini diharapkan adanya 1 (satu)
wadah organisasi advokat di Indonesia. Organisasi advokat ini diharapkan segera menyusun Kode
Etik Profesi dan membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Hal ini mengingat masih
banyaknya organisasi advokat, penasihat hukum, pengacara praktek dan konsultan hukum yang visi
dan misinya berbeda-beda meski terdapat kesamaan dalam prakteknya. Paling lambat 2 (dua) tahun
setelah Undang-Undang yang diberlaku kan, organisasi Advokat harus terbentuk. Kemudian
mengenai Kode Etik Organisasi Advokat yang belum terbentuk dan ketentuan tentang Dewan
Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (IAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara
Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan
mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis (dengan perubahan seperlunya menurut
keadaan, dengan perbedaan yang sudah dipertimbangkan) menurut Undang-Undang ini ada
ketentuan baru yang dibuat oleh organisasi advokat. sampai

Pengawasan atas pelanggaran terhadap ketentuan pasal-pasal Kode Etik dilaksanakan secara
eksplisit oleh Dewan Kehormatan yang terdiri atas 2 (dua) instansi, pada tingkat pertama adalah
Dewan Kehormatan Cabang dan pada tingkat ke dua atau tingkat banding disebut Dewan
Kehormatan Pusat. Keputusan Dewan Kehormatan Cabang dapat diajukan banding pada Dewan
Kehormatan Pusat yang keputusannya merupakan hasil akhir yang tidak dapat diganggu gugat.
Namun demikian Dewan Kehormatan Pusat dapat menerima langsung permohonan pihak-pihak
yang bersangkutan dalam persengketaan mereka, asalkan permohonan mereka dilampiri
persetujuan kedua pihak.

Putusan Dewan Kehormatan Pusat diumumkan pada masyarakat yang dapat berupa;

Menerima atau menyatakan bahwa pengaduan tidak diterima; Menerima pengaduan dan
menentukan hukumannya, yang dapat berupa;

a. peringatan biasa,

b. peringatan keras, dan

c. Pemecatan sementara untuk waktu tertentu.

Pemecatan bagi anggotaatas usulan Dewan Kehormatan Pusat,dan dicabut ijin prakteknya.
Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan lebih bersifat internal dengan cara dan sanksi
atas pelanggaran yang dilakukan secara tersendiri.

Undang-Undang No. 18 tahun 2003 Pasal 16 menyebutkan:

1. Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya; Bertindak atau berperilaku yang


tidak patut terhadap lawan (rekan seprofesinya);

Bersikap, berperilaku, bertutur kata atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak
hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan atau pengadilan;

Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan atau harkat dan martabat
profesinya; Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau tindakan
tercela;
Melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau Kode Etik Profesi Advokat.

Mengenai jenis tindakan yang dapat dikenakan pada advokat, yaitu; a. teguran lisan, b.
teguran tertulis, c. pemberhentian semen tara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas)
bulan, dan d. pemberhentian tetap dari profesinya. Ketentuan-ketentuan ini akan diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat, bagi advokat yang akan dikenai tindakan
diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. Sedangkan sanksi yang berupa penghentian
baik sementara maupun tetap, Organisasi Advokat menyampaikan putusan tindakan tersebut
kepada Mahkamah Agung.

Anda mungkin juga menyukai