Anda di halaman 1dari 19

Etika Profesi Hukum

Kode Etik Advokat di Indonesia

Dosen:

Thomas Abbon., SH., MH.

Oleh:

Dame Angela Parsaulian

NIM : 1340050902

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2016
KODE ETIK PROFESI ADVOKAT DI INDONESIA

A. Pengertian Advokat
Menurut UU Advokat, advokat adalah orang yang berprofesi memberikan
jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan undang-undang. Maka dengan hal ini berarti cakupan
advokat meliputi mereka yang melakukan pekerjaan baik di pengadilan maupun
di luar pengadilan, sebagaimana diatur didalam UU Advokat. Selanjutnya dalam
UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum yang memiliki
kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim, jaksa, dan polisi).
Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan
fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama lain.
Menurut Jimly Asshiddiqie, ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat
memberikan status kepada advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai
kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan
keadilan. Dalam kekuasaan yudikatif, advokat menjadi salah satu lembaga yang
perannya sangat penting, selain peran dari instansi kepolisian dan kejaksaan.
Kepolisian dan kejaksaan adalah lembaga yang mewakili kepentingan
pemerintah, sedangkan advokat mewakili kepentingan masyarakat. Dengan
demikian secara umum, dalam sistem kehakiman di Indonesia, hakim
ditempatkan sebagai pihak yang mewakili kepentingan negara, jaksa dan
kepolisian mewakili kepentingan pemerintah, sedangkan advokat menjaga dan
mewakili kepentingan masyarakat.
Pada posisi inilah peran advokat menjadi penting karena dapat menjaga
keseimbangan antara kepentingan negara dan pemerintah.1
Advokat merupakan suatu bentuk profesi terhormat sehingga ia sering
disebut sebagai officium nobile yakni sebagai pemberi jasa yang mulia dalam
hukum. Ia disebut mulia karena ia merupakan salah satu pilar dalam menegakkan

1
Kelik Pramudy dan Ananto Widiatmoko, “Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum”, Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2010, hal. 96.
supremasi hukum dan hak asasi manusia dan yang mengupayakan pemberdayaan
masyarakat dalam menyadarkan hak-hak fundamental mereka di depan hukum.2
Dalam menjalankan profesi, seorang advokat harus memiliki kebebasan yang
didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian advokat berpegang teguh kepada
kejujuran, kemandirian, kerahasiaan dan keterbukaan, guna mencegah lahirnya
sikap-sikap tidak terpuji dan berperilakuan kurang terhormat. Advokat
dikonsepsikan memiliki kedudukan yang subjektif dengan cara berpikir yang
objektif. Kedudukan subjektif advokat ini sebab ia mewakili kepentingan
masyarakat (klien) untuk membela hak-hak hukumnya. Namun, dalam membela
hak-hak hukum tersebut, cara berpikir advokat harus objektif menilainya
berdasarkan keahlian yang dimiliki dan kode etik profesi. Untuk itu, dalam kode
etik ditentukan diantaranya, advokat boleh menolak menangani perkara yang
menurut keahliannya tidak ada dasar hukumnya, dilarang memberikan informasi
yang menyesatkan dan menjanjikan kemenangan kepada klien. Seorang advokat
wajib berusaha memperoleh pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan sebaik-
baiknya tentang kasus kliennya, sebelum memberikan nasihat dan bantuan
hukum. Dia wajib memberikan pendapatnya secara terus terang (candid) tentang
untung ruginya (merus) perkara yang akan dilitigasi dan kemungkinan hasilnya.3
Sebagai pengemban profesi mulia, advokat dituntut untuk melaksanakan
profesi hukumnya dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai moralitas umum
(common morality) seperti:4
1. Nilai-nilai kemanusiaan (humanity), dalam arti penghormatan pada
martabat kemanusiaan;
2. Nilai-nilai keadilan (justice), dalam arti dorongan untuk selalu
memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya;
3. Nilai kepatuhan atau kewajaran (reasonableness), dalam arti bahwa upaya
mewujudkan ketertiban dan keadilan didalam masyarakat;

2
H. A. Sukris Sarmadi, “Advokat Litigasi & Non Litigasi Pengadilan Menjadi Advokat Indonesia Kini”,
Bandung: CV. Mandar Maju, 2009, hal. 56.
3
Irenna Becty, “Tinjauan Kode Etik Advokat”, http://hukum.bunghatta.ac.id/ tulisan.php?dw.7.
4
Frans Hendra Winata, “Citra Advokat Sebagai Officium Nobile dan Peranan Organisasi Advokat”,
http://variaadvokat.awardspace.info/vol6/frans.pdf.
4. Nilai kejujuran (honesty), dalam arti adanya dorongan kuat untuk
memelihara kejujuran dan menghindari diri dari perbuatan yang curang;
5. Kesadaran untuk selalu menghormati dan menjaga integritas dan
kehormatan profesinya;
6. Nilai pelayanan kepentingan public (to serve public interest), dalam arti
bahwa di dalam pengembangan profesi hukum telah imberent semangat
keberpihakan pada hak-hak dan kepuasan masyarakat pencari keadilan
yang merupakan konsekuensi langsung dari di pegang teguhnya nilai-nilai
keadilan, kejujuran, dan kredibilitas profesinya.
Syarat untuk menjadi pengacara (advokat) di Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat
(1) UU Advokat, yaitu sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh
Organisasi Advokat. Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi
hukum” adalah lulusan fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi hukum
militer, dan perguruan tinggi ilmu hukum.
Persyaratan lebih lanjut untuk menjadi advokat diatur dalam Pasal 3 ayat
(1) UU Advokat:
1. warga negara Republik Indonesia;
2. bertempat tinggal di Indonesia;
3. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
4. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
5. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
6. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
7. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor
advokat;
8. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
9. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas
yang tinggi;
Adanya ketentuan keharusan seorang advokat yang muda untuk
melakukan magang selama 2 tahun terus menerus pada kantor advokat
mempunyai maksud bahwa seorang advokat yang baru memerlukan persiapan diri
sebelum terjun menjadi seorang advokat yang profesional. Persiapan yang
dimaksud adalah:5
1. Persiapan mental, maksud dari persiapan mental ini adalah mental yang
berkaitan dengan penyesuaian kondisi dengan penegak hukum lain,
misalnya polisi, jaksa maupun hakim.
2. Persiapan pengalaman, maksud dari persiapan pengalaman ini adalah
untuk mendapatkan pengalaman dalam melakukan pekerjaan seorang
advokat, dikarenakan advokat adalah pekerjaan keterampilan sehingga
untuk menjadi seorang advokat membutuhkan pengalaman.
Advokat dalam melaksanakan tugasnya memiliki hak dan kewajiban yang telah
diatur dalam UU Advokat, sebagai berikut:
1. Pasal 14 menyebutkan bahwa advokat bebas mengeluarkan pendapat atau
pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di
dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi
dan peraturan perundang-undangan.
2. Pasal 15 menyebutkan bahwa advokat bebas dalam menjalankan tugas
profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya
dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-
undangan.
3. Pasal 16 menyebutkan bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara
perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad
baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
4. Pasal 17 menyebutkan bahwa dalam menjalankan profesinya, advokat
berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari
instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan
tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

5
Supriadi, “Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia”, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, hal. 60.
5. Pasal 18 menyebutkan bahwa:
a. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang
membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin,
agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan
budaya.
b. Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela
perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
6. Pasal 19 menyebutkan bahwa:
a. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau
diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang.
b. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien,
termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap
penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap
penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.
7. Pasal 20 menyebutkan bahwa:
a. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan
dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.
b. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta
pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat
atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan
tugas profesinya.
c. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas
profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut.

B. Fungsi dan Peranan Advokat


Peran advokat tidak akan lepas dari masalah penegakan hukum di
Indonesia. Profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan
hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata
negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan
penegak hukum lainnya. Dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik
mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus mata rantai
praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan atau tidak
bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin
kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat.6
Profesi advokat yang bebas mempunyai arti bahwa dalam menjalankan
profesinya membela masyarakat dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran
hukum tidak mendapatkan tekanan darimana pun juga. Kebebasan inilah yang
harus dijamin dan dilindungi oleh undang-undang yaitu UU Advokat agar jelas
status dan kedudukannya dalam masyarakat, sehingga bisa berfungsi secara
maksimal. Advokat adalah profesi yang bebas (free profession) yang tidak tunduk
pada hirarki jabatan dan tidak tunduk pada perintah atasan, dan hanya menerima
perintah atau order atau kuasa dari klien berdasarkan perjanjian yang bebas, baik
yang tertulis ataupun tidak tertulis, yang tunduk pada kode etik profesi advokat,
tidak tunduk pada kekuasaan publik, seperti notaris yang merupakan jabatan
publik, yang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab publik.7
Advokat memiliki banyak peranan dalam hukum, seperti:8
1. Peran advokat sebagai penegak hukum
Advokat itu berperan dalam mendorong penerapan hukum yang
tepat untuk setiap kasus, mendorong yang tidak bertentangan dengan
tuntutan kesusilaan maupun ketertiban umum dan mendorong agar hakim
tetap netral dalam memeriksa dan memutus perkara bukan sebaliknya
menempuh segala cara agar hakim tidak netral dalam menerapkan hukum
dikarenakan salah satu asas penting dalam pembelaan, apabila advokat
berkeyakinan seorang klien bersalah, maka advokat sebagai penegak
hukum akan menyodorkan asas “clemency” atau sekedar memohon
keadilan.
2. Peran advokat sebagai pengawas penegakan hukum

6
Kelik Pramudy dan Ananto Widiatmoko, Op.Cit., hal. 96-97.
7
Ropaun Rambe, “Teknik Praktek Advokat”, Jakarta: PT Grasindo, 2001, hal. 37.
8
Bagir Mannan, “Peran Advokat Mewujudkan Peradilan Yang bersih dan Berwibawa”, dalam Majalah
Hukum No. 240 September 2005, Jakarta: IKAHI, 2005.
Advokat itu berperan melakukan pengawasan terhadap penegakan
hukum. Pengawasan ini dijalankan oleh perhimpunan advokat yang
mencakup dua hal, yaitu:
a. Internal, secara internal peran perhimpunan advokat harus dapat
menjadi sarana efektif mengawasi tingkah laku advokat dalam
profesi penegakan hukum atau penerapan hukum. Harus ada cara-
cara yang efektif untuk mengendalikan advokat yang tidak
mengindahkan etika profesi dan aturan-aturan untuk menjalankan
tugas advokat secara baik dan benar.
b. Eksternal, secara eksternal baik perhimpunan advokat maupun
advokat secara individual harus menjadi pengawas agar peradilan
dapat berjalan secara benar dan tepat. Bukan justru sebaliknya,
advokat menjadi bagian dari upaya menghalangi suatu proses
peradilan.
3. Peran advokat sebagai penjaga kekuasaan kehakiman
Advokat berperan dalam menjaga kekuasaan kehakiman.
Perlindungan atau jaminan kehakiman yang merdeka tidak boleh hanya
diartikan sebagai bebas dari pengaruh atau tekanan dari kekuasaan negara
atau pemerintahan. Kekuasaan kehakiman yang merdeka harus juga
diartikan sebagai lepas dari pengaruh atau tekanan publik, baik yang
terorganisasi dalam infra struktur maupun yang insidental. Tekanan itu
dapat dalam bentuk melancarkan tekanan nyata, membentuk pendapat
umum yang tidak benar, ancaman dan pengrusakan prasarana dan sarana
peradilan. Tekanan tersebut dapat pula bersifat individual dalam bentuk
menyuap penegak hukum agar berpihak. Advokat sebagai penegak
hukum, terutama yang terlibat dalam penyelenggaraan kehakiman
semestinya ikut menjaga agar kekuasaan kehakiman yang merdeka dapat
berjalan sebagaimana mestinya.
4. Peran advokat sebagai pekerja sosial
Advokat itu berperan dalam melakukan pekerjaan sosial. Pekerja
sosial dalam hal ini adalah pekerja sosial di bidang hukum. Sebagaimana
diketahui, betapa banyak rakyat yang menghadapi persoalan hukum, tetapi
tidak berdaya. Mereka bukan saja tidak berdaya secara ekonomis tetapi
mungkin juga tidak berdaya menghadapi kekuasaan. Berdasarkan hal
tersebut, maka persoalan persoalan hukum yang yang dihadapi rakyat
kecil dan lemah yang memerlukan bantuan, termasuk dari para advokat.
Pasal 22 UU Advokat dalam hal ini 27 memaparkan bahwa advokat wajib
memberikan bantuan hukum secara cuma cuma kepada pencari keadilan
yang tidak mampu (pro bono legal aid).
Dalam sistem peradilan pidana masing-masing penegak hukum sudah
mempunyai tugas masing-masing. Polisi bertugas dibidang penyidikan, Kejaksaan
bertugas di bidang penuntutan, dan hakim mempunyai tugas akhir memutuskan
perkara. Sementara itu, advokat dalam menjalankan tugasnya berada pada posisi
masyarakat. Advokat dan hakim harus membantu sesama. Hakim akan lebih
mudah bekerja dan menjalankan tugasnya sehari-hari apabila para advokat yang
ada bermutu atau berkualitas dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Advokat dalam membela kliennya mempunyai suatu hubungan yang
sangat khusus dan khas antara advokat dan kliennya itu. Hal ini diakibatkan
karena adanya suatu hubungan fiduciary antara advokat dan kliennya itu. Dalam
hubungan antara advokat dan kliennya, ada suatu kepercayaan yang penuh (trust
& confidence) yang diberikan oleh klien kepada advokat tersebut. Hubungan
fiduciary, yang menimbulkan tugas fiduciary (fiduciary duties) dari advokat ini
merupakan ciri utama dan merupakan hal yang sangat penting bagi hubungan
antara advokat dan kliennya. Yang dimaksud dengan tugas fiduciary dari seorang
advokat adalah tugas yang terbit secara hukum (by the operation of law) dari
suatu hubungan hukum yang menerbitkan hubungan fiduciary antara advokat dan
kliennya, yang menyebabkan advokat berkedudukan sebagai trustee dalam
pengertian hukum trust, sehingga seorang advokat mempunyai tanggung jawab
moral dan hukum yang sangat tinggi terhadap kliennya, dan advokat haruslah
setiap saat mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad
baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap kliennya dengan derajat yang tinggi (high
degree) dan tidak terbagi. Karena itu, advokat haruslah mengutamakan
kepentingan kliennya melebihi dari kepentingan lain apa pun, termasuk melebihi
kepentingan advokat itu sendiri. Jadi, kewajiban fiduciary dari advokat
berhubungan bukan saja dengan kewajiban kepedulian (duty of care) yang
mensyaratkan advokat memiliki kemampuan dan pengetahuan, tetapi
mensyaratkan juga advokat untuk memiliki kewajiban berkepribadian, loyalitas,
integritas, dan bersikap (conduct) yang bijaksana.9
Selain dalam proses peradilan, peran advokat juga terlihat di jalur profesi
di luar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum advokat di luar proses peradilan pada
saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya
kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin
terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi,
negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi advokat ikut
memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan
hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam
penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Selain tugas diatas, peran advokat dapat juga bersifat futuristik, yang
berarti bahwa advokat itu ikut memikirkan dan memberikan sumbangan dalam
strategi pembangunan hukum pada masa yang akan datang. Yang dimaksud
dengan strategi pembangunan hukum adalah upaya dari kelompok sosial dalam
suatu masyarakat untuk mengambil bagian dari pembentukan, penerapan dan
pelembagaan dalam proses politik. Peran ini disebut sebagai agent of
development, yaitu untuk turut serta dalam pembangunan hukum (law
development), pembaharuan hukum (law reform), dan pembuatan formulasi
rumusan hukum (law shaping).10
Dalam pembangunan hukum (law development), advokat berperan untuk
mendorong dan mengarahkan undang-undang dan perkembangan hukum
kebiasaan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat yan berkembang ke arah
modernisasi. Dalam peran ini advokat harus membuka mata terhadap

9
Munir Fuady, “Profesi Mulia”, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 18.
10
V. Harlen Sinaga, “Dasar-dasar Profesi Advokat”, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011, hal. .22.
perkembangan di sekitarnya agar mereka dapat menyumbangkan pikirannya
dalam pembangunan hukum.11
Dalam pembaharuan hukum (law reform), advokat berperan untuk
merombak dan memperbarui hukum yang tertulis sesuai dengan peradaban dan
kemajuan kesadaran dan aspirasi yang hidup dalam masyarakat. Dalam peran ini
advokat harus siap untuk melakukan penggantian atau amandemen undangundang
yang telah ada.12
Dalam pembuatan dan penyusunan formulasi hukum (law shaping),
advokat berperan untuk membuat dan menyusun formalisasi hukum dalam
undang-undang dan hukum kebiasaan, secara tegas dan jelas untuk melindungi
hak asasi manusia dan keadilan sosial.13
Berdasarkan hal diatas, advokat seharusnya dapat memberikan andil atau
berbuat secara konket dalam menentukan arah perkembangan hukum nasional
yang disebut sebagai politik hukum, yang meliputi dua hal. Pertama adalah
pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan materi-materi
hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan. Kedua adalah pelaksanaan ketentuan
hukum yang telah ada, termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para
penegak hukum. Hal ini terkait dengan jenis dan peraturan perundang-undangan
sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan
bahwa advokat dapat memberikan sumbangan pikiran pembentukan undang-
undang sebagai bagian dari hukum.14

C. Kode Etik Profesi Advokat


Kode etik penting bagi profesi hukum karena profesi hukum merupakan
suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai
bersama, serta memiliki izin untuk menjalankan profesi hukum. Apalagi mereka
yang memiliki latar belakang pendidikan yang sama dan sama-sama memiliki
monopoli atas keahlian di bidang hukum dan tentu saja tertutup bagi orang lain.
11
Ibid.
12
Ibid, hlm.23.
13
Ibid.
14
Ibid.
Dengan adanya kode etik, kepercayaan masyarakat akan diperkuat karena setiap
klien merasa ada kepastian bahwa kepentingannya terjamin. Profesional hukum
memberikan pengayoman dan rasa keadilan. Akibatnya, selain masyarakat
mengetahui adanya hukum dan dapat memanfaatkan hukum, mereka pun merasa
hukum adalah miliknya karena mereka merasa diayomi oleh hukum. Hukum pun
mendapat pengakuan dan legitimasi dari masyarakat. Dengan begitu, kesadaran
hukum dan kepatuhan pada hukum akan eksis dalam masyarakat.15
Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian atau
keterampilan. Etika Profesi adalah peraturan yang ditujukan kepada perseorangan
yang menyandang pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian atau keterampilan
tertentu. Pasal 322 KUHP, terdapat kategori-kategori orang yang karena jabatan
atau pekerjaan dianggap wajib menyimpan rahasia. Rahasia pekerjaan, jika wajib
simpan rahasia pekerjaan dalam keadaan apa pun dan bagaimana pun wajib
menyimpan rahasianya, maka rahasia pekerjaan itu rahasia mutlak (absolut).
Sebaliknya rahasia pekerjaan relatif (nisbi) jika wajib simpan rahasia pekerjaan
itu harus membuka rahasianya, maka harus dikorbankan kepentingan yang lebih
besar daripada kepentingan yang dilindungi oleh rahasia itu. Untuk sampai pada
kesimpulan membuka rahasia itu bukan pekerjaan mudah, karena si wajib simpan
rahasia itu akan mempertimbangkan mana yang hendak dikorbankan, yakni
kepentingan yang lebih besar daripada yang dilindunginya.16
Dengan adanya kode etik, kepercayaan masyarakat akan suatu profesi
dapat diperkuat dikarenakan setiap klien akan mempunyai kepastian bahwa
kepentingannya akan terjamin. Kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah
moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu di
mata masyarakat.
Ada dua hal penting yang harus dimiliki oleh seorang advokat, yaitu
logika dan etika. Logika akan menuntun seorang advokat untuk memahami mana
yang benar dan mana yang salah, sedangkan etika akan menuntun seorang
advokat sehingga ia akan mampu memahami mana yang baik dan mana yang
buruk, oleh karena itu kedua hal tersebut harus dimiliki dan tidak dapat
15
Abdul Rahman, “Diktat Etika Profesi Hukum”, 2013, hal. 90.
16
Ropaun Rambe, Op.Cit, hal. 41-42.
dipisahkan dari seorang advokat profesional. Setiap advokat harus menjaga citra
dan martabat kehormatan profesi, seta setia dan menjunjung tinggi kode etik dan
sumpah profesi, yang pelaksanaanya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai
suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap advokat, tanpa
melihat dari organisasi profesi mana yang ia berasal dan menjadi anggota, yang
pada saat mengucapkan sumpah profesinya tersirat pengakuan dan kepatuhannya
terhadap kode etik advokat yang berlaku.17
Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah hukum tertinggi
dalam menjalankan profesi, yang selain menjamin dan melindungi namun juga
membebankan kewajiban kepada setiap advokat untuk jujur dan bertanggung
jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara, atau
masyarakat, dan terutama kepada dirinya sendiri.18
Berkaitan dengan kode etik setiap organisasi, tidak terkecuali organisasi
advokat, selalu memiliki kode etik yang dibuat sedemikian baiknya dan dijadikan
sebagai landasan bertindak dan berperilaku bagi mereka dalam menjalankan
profesi tersebut. Pada dasarnya kode etik itu akan dijadikan sebagai hukum dasar
dalam setiap organisasi dan oleh karenanya akan berfungsi sebagai pembebanan
kewajiban kepada setiap anggotanya dan sekaligus pemberian perlindungan
hukum.19

D. Fungsi Kode Etik Profesi Advokat


Sebenarnya kode etik tidak hanya berfungsi sebagai komitmen dan
pedoman moral dari para pengemban profesi hukum ataupun hanya sebagai
mekanisme yang dapat menjamin kelangsungan hidup profesi di dalam
masyarakat. Pada intinya, kode etik berfungsi sebagai alat perjuangan untuk
menjawab persoalan-persoalan hukum yang ada di dalam masyarakat. Perspektif
ini pada umumnya berpengaruh pada sebagian advokat yang bergerak dalam
bantuan hukum, khususnya bantuan hukum struktural. Oleh karena itu penekanan
utama pandangan ini terhadap kode etik adalah bagaimana norma-norma etis di

17
Kelik Pramudy dan Ananto Widiatmoko, Op.Cit, hal. 97.
18
Ibid, hal. 98.
19
Ibid.
dalamnya dapat memberikan pedoman kepada seorang advokat untuk
memperjuangkan hak-hak sosial yang berkemampuan untuk meningkatkan
potensi survival golongan masyarakat lemah di tengah masyarakat yang kian
kompleks dan penuh antagonisme.20
Subekti menilai bahwa fungsi dan tujuan kode etik adalah untuk
menjunjung martabat profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para
anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan
perbuatanperbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para
anggotanya.21
Fungsi kode etik profesi advokat dapat dikelompokkan:22
1. Kode etik dalam hubungan dengan kepribadian advokat umumnya.
Seorang sarjana hukum setelah lulus ujian khusus keadvokatan
maka dia lalu disumpah jabatan. Sumpah jabatan tersebut mencerminkan
kepribadian advokat atau pengacara, kepribadian lainnya adalah advokat
bersedia memberikan nasehat dan bantuan hukum kepada setiap orang
yang memerlukan tanpa membedakan kedudukan, warna kulit, suku,
agama, keturunan, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya. Advokat
menjalankan tugasnya tidak semata-mata mencari imbalan materiil, tetapi
terutama berjuang untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran dengan
cara jujur dan bertanggung jawab. Advokat tidak dibenarkan melakukan
pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasannya, derajat, martabat
advokat dan harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai
profesi yang terhormat (officium nobile). Advokat dalam menjalankan
tugasnya harus bersikap dan sopan santun terhadap pejabat, penegak
hukum, sesama advokat dan masyarakat, namun dia wajib
mempertahankan hak dan martabat advokat di mimbar manapun juga
2. Kode etik dalam hubungan advokat dan klien
Menjaga dan mempertahankan hubungan baik dengan klien adalah
tugas utamanya seorang advokat. Karena di samping klien merupakan

20
Advokat, http://bendalbendol.blogspot.com/2010/06/advokat.html.
21
Haposan Naibaho, “Advokat dan Kode Etik”, http://haposanrendynaibaho. blogspot.com/p/advokat.html.
22
Ropuan Rambe, Op.Cit, hal. 45-50.
sumber penghasilan, profesi advokat juga merupakan jasa. Kepercayaan
dari pencari keadilan dalam menegakkan hukum dan keadilan itu sangat
penting. Jangan sampai kepercayaan yang diberikan itu hilang hanya
karena klien merasa diabaikan kepentingannya apalagi advokat
menyalahgunakan kepercayaan klien. Advokat wajib mengurus
kepentingan klien terlebih dahulu daripada kepentingan pribadi advokat
dan khususnya dalam menangani perkara-perkara perdata harus
diutamakan menempuh jalan perdamaian. Kode etik juga tidak
membenarkan seorang advokat memberikan janji-janji kepada klien
bahwa perkaranya akan dimenangkan atau janji-janji lain yang bersifat
memberikan harapan. Advokat hanya boleh menjanjikan bahwa
perkaranya akan diurus sebaik-baiknya dengan mengarahkan segala daya
kemampuannya guna memenangkan perkara. Kode etik melarang
menentukan syarat-syarat guna membatasi hak-hak kliennya untuk
menyerahkan pengurusan perkaranya kepada advokat lainnya. Advokat
harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinan tidak ada dasar
hukumnya. Yang paling utama seorang advokat harus senantiasa
memegang teguh rahasia jabatan tentang ikhwal yang diberitahukan
kepadanya oleh klien secara kepercayaan dan wajib menjaga rahasia itu
meskipun telah berakhir hubungan advokat dan klien yang bersangkutan.
3. Kode etik dalam hubungan dengan rekan sejawat
Rekan sejawat adalah mereka yang bersama-sama menjalankan
satu profesi yang sama dalam hal ini maksudnya adalah advokat lain, baik
teman dalam kantor maupun di luar kantor. Sebagai sesama rekan sejawat,
advokat harus dengan kesejawatan berdasarkan sikap menghargai dan
saling mempercayai, baik dalam tutur kata dan tulisan maupun tindakan
harus berdasarkan sopan santun. Apabila terdapat perbedaan pendapat itu
adalah hal yang wajar dalam urusan kepengacaraan asal diajukan dengan
rasa hormat menghormati dan menghargai alasan satu dengan lainnya.
Keberatan atas perilaku rekan sejawat yang dianggap bertentangan dengan
kode etik, harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan
tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa. Seorang advokat
juga tidak diperkenankan untuk menarik seorang klien dari rekan sejawat.
Apabila klien hendak berganti advokat, maka advokat yang baru dipilih
hanya dapat menerima perkara setelah mendapat keterangan dari advokat
yang lain bahwa klien telah memenuhi semua kewajiban terhadapnya
termasuk honorarium.
4. Kode etik dalam bertindak menangani perkara
Surat menyurat antara rekan sejawat di dalam suatu perkara pada
umumnya tidak dapat dibenarkan untuk ditunjukkan kepada hakim,
kecuali dianggap perlu untuk menunjukkan itikad buruk dari pihak lawan.
Surat-surat yang dibubuhi dengan catatan “Sans Prejudice” sama sekali
tidak dibenarkan ditunjukkan kepada hakim. Ketika suatu perkara sedang
berjalan di muka pengadilan, advokat hanya dapat menghubungi hakim
bersama-sama advokat pihak lawan dan dalam menyampaikan surat
menyurat tersebut advokat pihak lawan diberikan tebusan. Advokat tidak
diperkenankan menambah catatan-catatan pada berkas di dalam maupun
didalam sidang meskipun hanya bersifat “ad-informandum” atau
keterangan tambahan, jika hal itu tidak diberitahukan terlebih dulu kepada
advokat pihak lawan dengan memberikan waktu yang layak, sehingga
rekan sejawat tersebut dapat mempelajari catatan yang bersangkutan. Jika
advokat mengetahui bahwa seseorang mempunyai advokat, maka
hubungan dengan orang tersebut mengenai perkara seseorang tertentu,
hanya dapat dilakukan melalui advokat yang bersangkutan dan jika harus
berbicara dengan klien dari seorang rekan sejawat tentang soal lain, maka
ia tidak dibenarkan menyinggung atau mengkaitkan dengan perkara dalam
mana klien tersebut dibantu oleh rekan sejawat yang bersangkutan.
5. Kode etik dalam hubungan advokat terhadap hukum/undang-undang,
kekuasaan umum dan para pejabat pengadilan
Pada lafal sumpah jabatan advokat, terdapat kewajiban seorang
advokat untuk menghormati kekuasaan umum, badan peradilan dan
pejabat lainnya. Sikap atau tindakan jika tidak menghormati badan
peradilan dan para pejabatnya dapat dikategorikan sebagai perbuatan
melecehkan atau lazin dinamakan sebagai “Contempt of Court”.
Rakernas Mahkamah Agung Tahun 1986 mengelompokkan
perbuatan advokat yang dapat dianggap sebagai Contempt of Court:23
1. Secara lisan atau tertulis telah mengeluarkan pernyataan atau
pendapat yang merupakan perbuatan yang diancam dengan pidana;
2. Memperlihatkan sikap yang tidak hormat terhadap majelis
pengadilan atau pejabat peradilan lainnya;
3. Mengabaikan kepentingan dari si peminta bantuan hukum;
4. Menggunakan kata-kata yang tidak pantas terhadap undang-
undang atau pemerintah.;
5. Bertingkah laku dan berbuat yang tidak layak terhadap pihak-pihak
yang berperkara atau pembelanya.

E. Penegakan Kode Etik Advokat


Sama halnya dengan penegakan hukum adalah penegakan kode etik.
Penegakan kode etik adalah usaha melaksanakan kode etik sebagaimana
mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika
terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan
kembali. Karena kode etik adalah bagian dari hukum positif, maka norma-norma
penegakan hukum undang-undang juga berlaku pada penegakan kode etik
advokat.24
Supaya kode etik profesi dapat berfungsi sebagai mana mestinya, maka
paling tidak ada dua syarat yang harus dipenuhi. Pertama, kode etik itu harus
dibuat oleh profesi itu sendiri. Kode etik tidak akan efektif, apabila di drop begitu
saja dari atas, dari instansi pemerintah atau instansi lain, karena tidak akan dijiwai
oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.
Instansi luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barangkali bisa
membantu juga dalam merumuskannya, tetapi pembuatan itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi itu sendiri. Supaya bisa berfungsi dengan baik, kode etik
23
Ropaun Rambe, Op.Cit, hal. 49-50.
24
Abdulkadir Muhammad, “Etika Profesi Hukum”, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 120.
harus menjadi self-regulation (pengaturan diri) dari profesi. Dengan membuat
kode etik, profesi itu sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk
mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Kedua, syarat lain yang
harus dipenuhi agar kode etik berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya
diawasi terus-menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi
yang dikenakan kepada pelanggar kode etik. Karena tujuannya adalah mencegah
terjadinya perilaku yang tidak etis, sering kali kode etik berisikan juga ketentuan
bahwa profesional berkewajiban melapor, bila ketahuan teman sejawat melanggar
kode etik. Namun demikian, dalam praktek kontrol ini kerap kali tidak berjalan
dengan mulus. Karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam setiap anggota profesi,
seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang
melanggar.25
Penegakan kode etik advokat perlu dilakukan agar dapat berfungsi dengan
baik dan efektif, karena itu harus ada badan atau alat yang bertugas membina dan
mengawasinya. Dalam suatu organisasi advokat untuk hal pengawasan tersebut
biasanya ditugaskan kepada suatu badan atau dewan kehormatan profesi. Badan
ini selain menjaga aturan kode etik profesi itu dipatuhi seluruh anggota, juga
mempunyai kewenangan untuk melakukan penertiban atau tindakan yang bersifat
administratif terhadap anggota-anggotanya yang melanggar kode etik profesi
tersebut. Tindakan yang bersifat administratif ini dapat berupa hukuman yang
paling ringan seperti teguran dan mungkin saja berupa hukuman yang paling berat
seperti pemecatan dari keanggotaan organisasi advokat, hukuman yang dijatuhkan
ini ditentukan sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan advokat
tersebut.26
Namun, tindakan administratif yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan
Organisasi Advokat tidaklah selalu efektif, bila anggota yang telah dikenakan
sanksi administratif tidak mau secara sukarela mentaatinya lalu kemudian pindah
menjadi anggota advokat lainnya. Hal ini merupakan kelemahan umum organisasi
profesi advokat Indonesia. Selain itu, ada juga kelemahan lain seperti pada
advokat yang melanggar kode etik profesi, apabila advokat tersebut tidak masuk
25
Abdul Rahman, “Diktat Etika Profesi Hukum”, 2013, hal. 44-45.
26
Ibid, hal. 51.
kedalam suatu organisasi atau Asosiasi Advokat maka Dewan Kehormatan
Organisasi Advokat tidak dapat menjangkau atau mengambil tindakan
administratif terhadap advokat yang bukan merupakan anggotanya.27
Dari kelemahan itu, maka Dewan Kehormatan Organisasi Advokat
menyadari bahwa pengawasan yang dilakukan tidaklah efektif. Hal itu
menyebabkan pembuat undang-undang memberikan kekuasaan dan kewenangan
kepada Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman untuk melakukan pengawasan
terhadap advokat. Undang-Undang yang dimaksud adalah sebagai berikut:28
1. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung menyebutkan bahwa Mahkamah Agung dan Pemerintah
melakukan pengawasan atas penasehat hukum dan notaris.
2. Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum yang menyebutkan bahwa Ketua Pengadilan Negeri mengadakan
pengawasan atas pekerjaan penasehat hukum dan notaris didaerah
hukumnya dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua
Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman.
3. Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung dan Menteri
Kehakiman RI, tanggal 6 Juli 1987 No.KMA/005/SKB/VII/1987 dan No.
MPR.08.05 tahun 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan
Pembelaan Diri Penasehat Hukum.

27
Ibid.
28
Ibid, hal. 50-56.

Anda mungkin juga menyukai