Anda di halaman 1dari 7

(FOCUS UPMI)

Vol. 8 No. 1 (2019) 11-17 ISSN Media Elektronik: 1979-2204

Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Al Umry1
1
Ilmu Hukum, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia, Medan

Abstract
Advocates are one of the professions that are very much needed by the community and as an element in the framework of law
enforcement, therefore every citizen is obliged to know the legal arrangements regarding advocates including the rights and
obligations and prohibitions that apply to lawyers.
Keywords: Legal Aspects, Trade Unions, Industrial

Abstrak
Advokat adalah salah satu profesi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan sebagai salah satu unsur dalam rangka
penegakan hukum, oleh karena itu setiap warga negara wajib mengetahui pengaturan hukum tentang advokat termasuk hak dan
kewajiban serta larangan yang berlaku bagi advokat.
Kata kunci: Aspek Hukum, Serikat Buruh, Industrial
© 2019 Jurnal Focus UPMI

1. Pendahuluan ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat


bukan hanya advokat yang berprofesi pada jalur litigasi
Undang-Undang Dasar Negara Republik
belaka namun juga mencakup advokat yang berprofesi
Indonesia tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa
pada jalur non litigasi.
negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam
mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam
Sementara itu, pengertian advokat menurut
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan
Yudha Pandu hanyalah pengertian advokat yang
fungsi advokat sebagai profesi bebas, mandiri dan
berprofesi pada jalur litigasi, pada jalur non litigasi
bertanggungjawab merupakan peran yang dibutuhkan
Yudha Pandu lebih menekankan pada pengertian
oleh segenap lapisan masyarakat.
penasehat hukum. Penasehat hukum adalah orang yang
bertindak memberikan nasehat dan pendapat hukum
Profesi advokat sebelum keluarnya UU Nomor
terhadap suatu tindakan/ perbuatan hukum yang akan
18 Tahun 2003 Tentang Advokat lebih dikenal dengan
dan telah dilakukan kliennya (non-litigation).
berbagai sebutan seperti pengacara, advokat, penasehat
hukum dan pokrol bambu, oleh UU Nomor 18 Tahun
2003 Tentang Advokat diseragamkan dengan sebutan 2. Metode Penelitian
advokat. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU 2.1 Spesifikasi Penelitian
Nomor 18 Tahun 2003, advokat adalah orang yang
berprofesi memberikan jasa hukum, baik didalam Penelitian ini lebih menitik beratkan pada penelitian
maupun diluar pengadilan yang mematuhi persyaratan yuridis normatif, dengan melihat, mempelajari, dan
berdasarkan ketentuan undang-undang. memahami materi hukum, terutama norma-norma yang
mengatur tentang kelembagaan serta mekanisme dari
Yudha Pandu memberikan definisi advokat penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Untuk
sebagai orang yang mewakili untuk melakukan tindakan memahami aspek-aspek empiris dari proses atau
hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan
pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di industrial penulis akan melakukan analisa masalah yang
pengadilan (proses ligitasi). Dari kedua pengertian akan disajikan secara deskriptif.
tersebut, tampak bahwa pengertian advokat menurut UU
Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat lebih lengkap
dari pada pengertian yang dirumuskan oleh Yudha 2.2 Teknik Pengumpulan Data
Pandu, pengertian yang terdapat pada ketentuan Pasal 1

11
Al Umry1
(Focus UPMI) Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26

Untuk memperoleh data di dalam penelitian ini Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Advokat akan tergambar
digunakan teknik pengumpulan data dalam rangka secara jelas hak-hak advokat yang meliputi sebagai
penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berkut : berikut:
1. Studi kepustakaan (Library Research) 1. Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau
Studi kepustakaan dimaksudkan untuk pernyataan dalam membela perkara yang menjadi
mengumpulkan data sekunder, yang terdiri dari tanggungjawabnya di dalam sidang pengadilan
bahan hukum primer berupa Undang-Undang dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan
dan peraturan pemerintah maupun dari bahan peraturan perundang-undangan.
hukum sekunder berupa penjelasan bahan hukum 2. Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya
primer, dilakukan dengan mencatat dan mengutip untuk membela perkara yang menjadi
buku dan literatur yang berhubungan dengan tanggungjawabnya dengan tetap berpegang pada
penulisan ini. kode etik profesi dan peraturan perundang-
undangan.
3. Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata
3. Hasil dan Pembahasan maupun pidana dalam menjalankan tugas
profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan
3.1 Sumpah Profesi Advokat pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
4. Dalam menjalankan profesinya advokat berhak
Sumpah memegang peranan penting dalam
setiap profesi, esensi sumpah adalah mengucapkannya memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya,
didepan umum, begitu juga sumpah profesi advokat. baik dari instansi pemerintah maupun pihak-pihak
Pada prinsipnva pengucapan sumpah profesi advokat lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut
didepan umum ditujukan untuk memenuhi azas yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan
kliennya sesuai dengan peraturan perundang-
publisitas, artinya khalayak ramai diasumsikan
undangan.
mendengar dan menjadi saksi sumpah calon advokat
tersebut. Sementara itu kewajiban advokat berdasarkan
ketentuan UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
terdiri dari :
Mekanisme pelaksanaan sumpah profesi
advokat yang selama ini terjadi di Indonesia tidak
berbeda dari masa kemasa, pelaksanaan sumpah profesi 1.
Advokat dalam menjalankan tugas profesinya
dilarang membedakan perlakukan terhadap klien
advokat dilakukan setelah calon advokat yang
bersangkutan dinyatakan lulus sebagai advokat dan berdasarkan jenis kelamin, agama, politik,
terhadapnya diwajibkan untuk diambil sumpahnya yang keturunan, ras atau latar belakang sosial budaya.
dilakukan dihadapan Ketua Pengadilan Tinggi. 2. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui atau diperoleh dari kliennya karena
hubungan profesinya. kecuali ditentukan lain oleh
Pada Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2003
undang-undang.
Tentang Advokat menyebutkan sebelum menjalankan
3. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya
profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut
dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas
agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh
dan dokumennya terhadap penyitaan atau
disidang terbuka Pengadilan Tinggi diwilayah domisili
pemeriksaan dan perlindungan terhadap
hukumnya.
penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.
Sedangkan larangan terhadap advokat
3.2 Hak dan Kewajiban Advokat
sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 18 Tahun 2003
Advokat dalam menjalankan profesinva bebas Tentang Advokat meliputi :
mengeluarkan pendapat atau pernyataan, makna kata
bebas dalam menjalankan profesi advokat adalah tanpa 1. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang
tekanan. ancaman, hambatan, tanpa rasa takut, atau bertentangan dengan kepentingan tugas dan
perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat martabat profesinya.
profesi advokat. Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai 2. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang
dengan kode etik profesi advokat dan peraturan meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga
perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan merugikan profesi advokat atau mengurangi
Republik Indonesia. kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan
tugas profesinya.
Dalam menjalankan profesinya sebagai 3. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak
advokat, advokat harus memiliki itikad baik demi melaksanakan tugas profesi advokat selama
tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela memangku jabatan tersebut.
kepentingan kliennya. Berikut ini berdasarkan UU

(Focus UPMI )Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26


12
Al Umry1
(Focus UPMI) Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26

3.3 Advokat Asing kantor jasa hukum atau perwakilannya di


Indonesia.
Sebagai bagian dari masyarakat Internasional,
2. Kantor advokat dapat mempekerjakan advokat
Indonesia sejauh ini telah memasuki sistem perdagangan
asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam
bebas dunia. Konsekwensinya Indonesia tidak botch
bidang hukum asing atas izin pemerintah
menghambat masuknya produk perdagangan baik
dengan rekomendasi organisasi advokat.
barang maupun jasa dari negara asing ke negara
3. Advokat asing wajib memberikan jasa hukum
Indonesia. dalam hal ini termasuk jasa profesi advokat.
secara Cuma-Cuma untuk suatu waktu tertentu
Kasak-kusuk diantara advokat Indonesia mencuat
kepada dunia pendidikan dan penelitian
kepermukaan dengan isu utama bakal membanjirnya
hukum. Ketentuan mengenai persyaratan dan
advokat asing membuka praktek dan bekerja di kantor
tata cara mempekerjakan advokat asing serta
hukum di Indonesia.
kewajiban memberikan jasa hukum secara
Cuma-Cuma kepada dunia pendidikan dan
Ada semacam kekhawatiran pada sementara
penelitian hukum diatur lebih lanjut dengan
kalaupun advokat dalam negeri, advokat asing akan Keputusan Menteri.
merebut lahan advokat dalam negeri, khususnya Pasal 24 :
perusahaan-perusahaan asing yang selama ini menjadi
klien advokat asing. Kekhawatiran tersebut sejalan Advokat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dengan perdagangan bebas yang turut serta dilakukan
Indonesia. kekhawatiran tersebut bukan berarti harus 23 ayat (2) tunduk kepada kode etik advokat
menjadi hambatan, justru dengan perdagangan bebas
termasuk jasa harus menjadi tantangan dan peluang bagi Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
advokat-advokat Indonesia.
Keberadaan advokat asing yang beracara secara
Kehadiran advokat asing adalah satu kondisi langsung di Indonesia kebanyakan disewa oleh lembaga
yang tidak bisa dielakkan lagi. Karena itu advokat
negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
Indonesia dituntut agar memiliki kualitas teknis yang perusahaan asing tanpa melapor kepada pihak
memadai dan sikap profesionalisme dalam menjalankan berwenang. Selain itu Persatuan Advokat Indonesia
profesinya. Di satu sisi kehadiran advokat asing (PERADI) mencurigai banyak advokat asing menjadi
potensial menjadi pesaing, tetapi di lain sisi kehadiran
pemilik firma hukum (law firm) di Indonesia meskipun
advokat asing pantas dijadikan sebagai mitra strategis,
laporan ke pemerintah yang bersangkutan sebagai
khususnya mitra strategis dalam melakukan transfer
pegawai di kantor firma hukum tersebut.
pengetahuan (transfer of knowledge) dalam bidang
hukum dan teknis menangani perkara.
3.4 Kode Etik Advokat
Sekalipun UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Di Indonesia persoalan kode etik masih
Advokat dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM merupakan “menara gading” yang masih susah untuk
Republik Indonesia Nomor : M.11-HT.04.02 Tahun diterapkan dikalangan advokat, hat ini dapat dilihat dari
2004 Tentang Persyaratan dan Tata Cara berapa banyak advokat yang melanggar kode etiknya,
Mempekerjakan Advokat Asing Serta Kewajiban meski tidak dilaporkan namun banyak pula yang telah
Memberikan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma Kepada diberikan sanksi, perbandingannya bagaikan deret ukur
Dunia Pendidikan dan Penelitian Hukum telah mengatur dengan deret hitung.
kedudukan advokat asing di Indonesia, namun
kenyataannya praktek “advokat terbang” di Indonesia Peranan advokat memang sangat menentukan
secara ilegal sulit untuk diberantas. perkembangan hukum diberbagai negara, termasuk
Indonesia, advokat yang bertarif tinggi sering dianggap
UU Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Advokat mampu menghapus guratan dari alis lembaga keadilan
mengatur kedudukan advokat asing untuk dapat beracara sekaligus memperkuat pepatah eropa tengah yang
diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengatakan maling kecil digantung, tetapi maling besar
pengaturan tersebut diatur melalui Bab VII Pasal 23 dan diampuni, artinya banyak kasus-kasus besar yang tidak
Pasal 24 UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. memuaskan masyarakat dalam hal keadilannya.
Bunyi dari Pasal 23 dan Pasal 24 tersebut adalah sebagai
berikut : Dalam rangka menegakkan maralitas,
khususnya moralitas para profesi advokat sebagai salah
Pasal -13 : satu profesi dalam bidang hukum, serta menjaga
martabat dan kehormatan profesi advokat, kode etik
1. Advokat asing dilarang beracara disidang memiliki peranan untuk dapat mengawal segala sikap
pengadilan, berpraktik dan/ atau membuka dan perbuatan, khususnya segala sikap dan perbuatan

(Focus UPMI )Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26


13
Al Umry1
(Focus UPMI) Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26

para advokat baik dalam menjalankan proses hukum anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan
litigasi maupun dalam menjalankan proses hukum non untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan
litigasi (legal counselling). merugikan kesejahteraan materiil para anggotanya.

UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Dalam konteks profesi, kode etik profesi
dalam ketentuan Bab IX mengatur mengenai kode etik memiliki karakteristik tertentu, antara lain :
dan dewan kehormatan advokat, diatur dalam Pasal 26
dan Pasal 27. Dalam men jalankan profesinya, advokat 1. Merupakan produk terapan, sebab dihasilkan
wajib tundak dan mematuhi kode etik profesi advokat berdasarkan penerapan etis atas suatu profesi
dan ketentuan tentang dewan kehormatan organisasi tertentu.
advokat, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kode 2. Kode etik dapat berubah dan diubah seiring
etik profesi advokat dilakukan oleh organisasi advokat. dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Untuk pertama kali dan berdasarkan perintah 3. Kode etik tidak akan berlaku efektif bila
UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang advokat, kode etik keberadaannya di drop begitu saja dari atas
profesi advokat yang berlaku di Indonesia adalah kode sebab tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai
etik profesi yang telah ditetapkan secara bersama oleh 7 yang hidup dalam kalangan profesi sendiri.
(tujuh) organisasi advokat Suatu Ikatan Advokat 4. Kode etik harus merupakan self-regulation
Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia pengaturan diri) dari profesi itu sendiri yang
(AAI). Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), prinsipnya tidak dapat dipaksakan dari luar.
Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Himpunan 5. Tujuan utama dirumuskannya kode etik adalah
Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Asosiasi mencegah prilaku yang tidak etis.
Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan Himpunan Kode etik profesi tidaklah sama dengan
Advokat dan pengacara Indonesia (HAPI), yang telah undang-undang, namun kode etik profesi tidak boleh
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2002, dan bertentangan dengan undang-undang, pelanggaran
berdasarkan ketentuan Pasal 22 UU Nomor 18 Tahun terhadap kode etik profesi hanya menerima sanksi dari
2003 Tentang Advokat ditetapkan sebagai kode etik induk organisasi profesinya, sedangkan pelanggaran
profesi advokat yang berlaku secara nasional terhadap terhadap undang-undang pemberian sanksi dilakukan
semua advokat di Indonesia. oleh lembaga peradilan.

Kode etik profesi umumnya memberikan Demikian pula halnya terhadap advokat,
petunjuk kepada para anggotanya untuk menjalankan apabila advokat yang bersangkutan telah melanggar
praktek dalam profesinya masing-masing, khususnya kode etik profesinya, maka yang memeriksa dan
menyangkut bidang-bidang seperti berikut ini : memutus serta yang memberikan sanksi terhadap
pelanggaran kode etik profesi advokat adalah organisasi
1. Hubungan antara klien dan tenaga ahli dalam advokat yang bersangkutan, namun apabila advokat
profesi. yang bersangkutan telah melanggar undang-undang
2. Pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai maka yang memeriksa dan memutus serta yang
dalam profesi. memberikan sanksi terhadap advokat tersebut bukanlah
3. Penelitian dan publikasi/penerbitan profesi. organisasi advokat melainkan lembaga peradilan, baik
4. Konsultasi dan praktek pribadi. itu Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan
5. Tingkat kemampuan/ kompetensi yang umum. Tata Usaha Negara maupun Pengadilan Militer.
6. Administrasi personalia.
7. Standar-standar untuk pelatihan. Menurut Humphrey R. Djemat, S.H, LLM,”
Rumusan kongkret dari sistem etika bagi seorang advokat muda yang tergabung dalam Asosiasi
profesionalisme dirumuskan dalam suatu kode etik Advokat Indonesia (AAI) dan juga dosen hukum
profesi yang secara harafiah berarti etika yang konstruksi pada Fakultas Hukum serta Program
dikofifikasi. Bertens menyatakan bahwa kode etik ibarat Pascasarjana Universitas Parahyangan Bandung, kode
kompas yang memberikan atau menunjukkan arah bagi etik profesi advokat memegang peranan sangat penting
suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral dalam membangun profesi advokat yang dinamis. Akan
profesi itu didalam masyarakat. Senada dengan Bertens, tetapi dinamika profesi advokat tersebut mensyaratkan 2
Sidharta berpendapat bahwa kode etik profesi adalah (dua) hal yang harus dimiliki oleh setiap advokat, yaitu :
seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang ham
dipatuhi dalam mengemban suatu profesi. 1. Kemampuan teknis hukum yang memadai.
2. Integritas moral dan mental yang kuat.
Sedangkan Subekti menilai bahwa fungsi dan Dengan 2 (dua) hal tersebut akan terwujud
tujuan kode etik adalah untuk menjunjung martabat profesionalisme para advokat dan pada gilirannya
profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para profesi advokatpun dengan sendirinya akan dinamis.

(Focus UPMI )Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26


14
Al Umry1
(Focus UPMI) Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26

Dinamika profesi advokat mengisyaratkan pula gerakan 3.5 Organisasi Advokat


reformasi internal pada prilaku para advokat yang bukan
Konsep profesional dapat diidentifikasikan
hanya sekedar slogan tetapi harus pula mampu
dengan adanya suatu organisasi yang berdiri mewakili
diwujudkan dengan keberanian untuk menolak segala
anggota profesinya. Ciri ini tidak mutlak dipenuhi
hal yang beraroma korupsi, kolusi dan nepotisme.
sebagai prasarat bagi sekelompok orang yang
melakukan pekerjaan sama untuk dapat disebut sebagai
Pada saat advokat mampu mewujudkan
profesional, namun merupakan suatu ciri umum yang
keberanian untuk menolak segala hal yang beraroma
dapat diambil sebagai benang merah dari golongan
korupsi, kolusi dan nepotisme, urgensi dari kode etik
profesional.
profesi advokat yang disahkan di Jakarta pada tanggal
23 Mei 2002 menemukan relevansinya dalam praktek
Dari segi peran dan fungsi, organisasi profesi
profesi advokat, karena kode etik profesi advokat
lebih dari sekedar organisasi kebanyakan yang
diharapkan akan mampu mengikat seluruh advokat dan
berbasiskan kelompok, suku, paham politik, keagamaan
organisasi advokat di Indonesia dalam bertindak yang
bahkan dari organisasi yang berbasis kesamaan
benar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
pekerjaan, namun berada diluar kategori profesional.
berlaku dan juga berdasarkan kode etik profesi advokat.
Selain berdiri sebagai representasi anggotanya dalam
berinteraksi dengan masyarakat, organisasi profesi
Kehormatan profesi advokat akan kehilangan
berfungsi untuk mengkomunikasikan nilai-nilai
jati dirinya manakala advokat sendiri melanggar rambu-
profesional yang sebelumnya bersifat eksklusif menjadi
rambu profesionalisme dan etika profesi yang mestinya
bahasa yang dapat diterima oleh publik.
dijunjung tinggi. Advokat harus mandiri dalam artian
steril dari segala interfensi pihak-pihak diluar
Mengapa para profesional tergabung dalam
profesinya, termasuk dari klien sendiri saat menjalankan
suatu organisasi profesi ? apa dasar keberadaan
profesinya sebagai penegak keadilan dan hukum di
organisasi tersebut ? dan apa yang membaut organisasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
profesi tersebut tetap dibutuhkan sampai dengan
sekarang ? seperti halnya perdebatan tentang konsep
Bagaimana seorang advokat bisa disebut
profesionalisme yang belum juga mendapatkan jawaban
beretika bila menjalankan profesinva tidak didasarkan
defenitif, maka penjelasan mengenai eksistensi
pada kapasitas keilmuan dan intelektualitasnya, tetapi
organisasi profesi sebagai ciri-ciri kaum profesional juga
lebih pada sikap “menghalalkan segala cara untuk
belum menemukan definisi yang disepakati oleh para
mencapai tujuan”, seperti melakukan praktek sogok
ahli.
menyogok. Apakah pantas disebut mandiri, jika si
advokat ternyata bisa terkoptasi oleh keinginan klien
Secara fundamental, aspek intelektual
yang cenderung memaksakan kehendak kepadanya agar
merupakan argumen hulu dari keseluruhan alur
menang di pengadilan, tentunya dengan kompetensi
argumentasi yang mendasari konsep profesionalisme,
tertentu, meski untuk itu si advokat harus melanggar
dari aspek intelektual inilah kemudian muncul karakter-
etika profesi dan rambu-rambu hukum yang berlaku.
karakter derivatif yang pada perkembangannya
dintroduksi sebagai ciri profesionalisme yang sekaligus
Seandainya ada godaan dari klien atau godaan
dipergunakan oleh kaum profesional sendiri untuk
dari aparat penegak hukum lain diluar profesinya,
menjustifikasi langgengnya keberadaan profesi
advokat harus berani dan tegas untuk menolaknya dan
ditengah-tengah masyarakat.
menyatakan tidak terhadap godaan-godaan tersebut,
sikap tegas dan berani menyatakan tidak terhadap
Aspek intelektual merupakan awal dari
godaan-godaan tersebut yang dituntut dari para advokat
profesionalisme, yang kemudian akan mengkristal
Indonesia dan advokat asing yang berpraktek di
kepada eksklusifitas profesional dalam melakukan
Indonesia.
pekerjaannya. Profesionalisme dikenal sebagai
golongan yang menjalankan pekerjaannya secara
Soelaiman Soemardi dalam tulisannya yang
independen, profesional mempergunakan kelebihan
berjudul etika dan profesi : pengantar kepermasalahan
intelektualnya untuk mengambil keputusan-keputusan
menyatakan profesionalisme tanpa etika menjadikannya
atas aspek-aspek penting kehidupan orang yang menjadi
“bebas sayap” (vluegel vri) dalam arti tanpa kendali dan
kliennya secara relatif bebas dari pengaruh klien dan
tanpa pengarahan.
pihak lainnya.
Sebaliknya etika tanpa profesionalisme
Kebutuhan para profesional untuk bergabung
menjadikannya “lumpuh sayap” (vluegel lam) dalam arti
dalam organisasi profesi dapat dilihat dari beberapa
tidak maju bahkan tidak tegak.
aspek yang melekat, yaitu :

(Focus UPMI )Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26


15
Al Umry1
(Focus UPMI) Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26

1. Organisasi profesi merupakan wahana untuk Gejala berpalingnya pemerintah dari Peradin
memperoleh legitimasi profesi. direfleksikan dengan pemberian izin atas pembentukan
2. Asosiasi profesi adalah wahana yang LPPH (Lembaga Pelayanan dan Penyuluhan Hukum)
diperlukan profesi untuk mempertahankan yang berada dibawah naungan Golkar dan diketuai oleh
kepercayaan masyarakat kepadanya, sehingga Albert Hasibuan. Disinyalir bahwa ada kesan pendirian
legitimasi untuk eksistensi profesi tetap ada. LPPH hanya dimaksudkan untuk menyaingi LBH yang
Organisasi advokat merupakan bagian dari telah dibentuk oleh Peradin.
organisasi profesi, karakteristik organisasi profesi
advokat sangat berbeda dengan karakteristik organisasi 4. Kesimpulan
profesi lainnya. Organisasi advokat telah menjadi
institusi yang umum sebagai representatif para advokat Pada tahun 1980 pemerintah mulai melakukan
strategis lain yaitu meleburkan Peradin dengan
dan organisasi profesi advokat muncul dengan sebutan
organisasi advokat lainnya dalam wadah tunggal yang
dan bentuk yang beraneka macam. Sementara itu
mudah dikontrol oleh pemerintah, pada tahun 1981
perkembangan organisasi advokat di Indonesia dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) periode penting, yaitu : Ketua Mahkamah Agung Mudjono, Menteri Kehakiman
Ali Said, dan Jaksa Agung Ismail Saleh dalam Kongres
Peradin di Bandung mengusulkan bahwa advokat
1. Periode awal terbentuknya organisasi advokat.
memerlukan satu wadah tunggal, tugas penyatuan ini
2. Periode masa krisis organisasi profesi advokat.
kemudian diserahkan kepada Ali Said yang menjabat
3. Periode UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
Menteri Kehakiman, kemudian terbentuklah IKADIN
Advokat.
(Ikatan Advokat Indonesia) .
Ad. l . Periode awal terbentuknya organisasi advokat
Pada saat Musyawarah Luar Biasa IKADIN di
Hotel Horison Ancol Jakarta, keberadaan IKADTN
Sejarah organisasi advokat di Indonesia
terpecah menjadi 2 (dua) organisasi, yaitu IKADIN dan
bermula dari masa kolonialisme, pada masa tersebut
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Sementara itu pada
jumlah advokat masih sedikit dan keberadaannya pun
tahun 1987 pemerintah memberikan izin terbentuknya
terbatas pada kota-kota besar yang memiliki Landraad
IPHI (Ikatan Penasehat Hukum Indonesia) yang
dan Raad van Justitie. Para advokat tergabung pada
didirikan di Surabaya, pada tahun 1988 muncul pula
organisasi yang bersifat lokal seperti Balie van
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),
Advocaten. Sementara itu para pokrol bambu pada tahun
kemudian muncul pula organisasi advokat yang didasari
1927 bersatu dan mendirikan wadah organisasinya
pada undang-undang seperti Himpunan Konsultan
dengan nama Persatuan Pengacara Indonesia di
Hukum Pasar Modal (HKHPM), Asosiasi Kurator dan
Surabaya.
Pengurus Indonesia (AKPI), hingga organisasi advokat
dengan model club seperti Jakarta Lawyers Club (JLQ.
Pada tahun 1959-1960 para dvokat yang A.d.3. Periode UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
ebrasal dari Jawa Tengah mendirikan organisasi advokat Advokat
dengan nama “Balie” dengan ketuanya Mr. Soejoedi,
Kedudukan organisasi profesi advokat
perkembangan ini kemudian diikuti dengan mendirikan
berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
organisasi advokat berskala lokal seperti “Balai
Advokat diatur dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 30,
Advokat” di Jakarta, Medan, Surabaya dan Bandung. dan dalam bab XII tentang ketentuan peralihan
Pada tanggal 14 Maret 1963 bersamaan dengan khususnya Pasal 32 ayat (4) disebutkan bahwa dalam
berlangsungnya Seminar Hukum Nasional, Persatuan
waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah terbentuknya
Advokat Indonesia (PAI) didirikan dengan diketuai oleh UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, organisasi
Mr. Loekman Wiriadinata, PAI adalah embrio dari advokat telah terbentuk.
organisasi profesi advokat yang selanjutnya dikenal luas
Sampai dengan sekarang organisasi advokat di
dengan nama Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) Indonesia terdiri dari 8 (delapan) organisasi yang
didirikan pada Kongres I Musyawarah Advokat di Hotel meliputi :
Dana Sala Solo pada tanggal 30 April 1964. 1. Persatuan Advokat Indonesia (Peradin),
2. Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN),
A.d.2. Periode masa krisis organisasi profesi advokat 3. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI),
4. Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI),
Pada saat Peradin memposisikan diri sebagai 5. Serikat Pengacara Indonesia (SPI),
organisasi profesi advokat yang konsen terhadap 6. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal
pembelaan hak-hak rakyat, maka pada saat yang (HKHPM),
bersamaan pula pemerintah mulai menarik dukungan 7. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),
secara finansial terhadap Peradin, dan orang-orang yang 8. Himpunan Advokat dan pengacara Indonesia
secara finansial mendapat keuntungan dari rezim orde (HAPI),
baru mendirikan Himpunan Penasehat Hukum Indonesia 9. Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI),
(HPHI) sebagai wadah tandingan Peradin. Dalam rangka menindaklanjuti ketentuan Pasal

(Focus UPMI )Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26


16
Al Umry1
(Focus UPMI) Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26

32 ayat (4) UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,


telah dibentuk KKAI (Komite Kerja Advokat Indonesia)
dan kemudian KKAI menjelma menjadi PERADI
(Persatuan Advokat Indonesia).

Daftar Rujukan
Bayles, Michael D., Profesional Ethics, Wadsworth
Publishing Company, Belmont California, 1981
Bertens, K., Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2000
Fuady Munir, Bisnis Kotor (Anatomi Kejahatan Kerah
Putih), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004
Kadafi, Binziad dkk., Advokat Indonesia Mencari
Legitimasi, The Asia Foundation dan Pusat Studi
Hukum & Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2001
Lev, Daniel S., Professional Lawyers and Reform,
Advocates Lawyers & the State, dalam Indonesia
Bankruptcy, Law Reform and the Commercial
Court, Edited by Tim Lindsey, Desert Pea Press,
Sydney, 2000
----------, Daniel S., Hukum dan Politik di Indonesia,
Kesinambungan dan Perubahan, LP3ES, Jakarta,
1990
Lubis, Suhrawardi K., Etika Profesi Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta, 1994 Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu
Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994
Pandu Yudha, Klien dan Penasehat Hukum, Indonesia
Legal Center Publishing, Jakarta, 2001
Republik Indonesia, Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Analisis dan Evaluasi Tentang Kode Etik
Advokat dan Konsultan Hukum, Badan Pembinaan
Hukum Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 1997
Soemaryono, E., Etika Profesi Hukum, Kanisius,
Yogyakarta, 1995
Soemardi, Soelaiman, “Etika dan profesi : pengantar
kepermasalahan”, dalam Masyarakat : Jurnal
Sosiologi 1, Editor Y. Priyo Utomo, Cetakan 1,
Gramedia Pustaka Utama dan FISIP UI, Jakarta,
1991
Hasibuan Otto, Menanti Bangkitnya Advokat, makalah,
disampaikan pada Seminar Rakernas Ikadin di
Denpasar Bali pada tanggal 26-28 Februari 2004
UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Kode Etik
Advokat Indonesia
Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik
Indonesia Nomor : M.11-HT.04.02 Tahun 2004
Tentang Persyaratan dan Tata Cara
Mempekerjakan Advokat

(Focus UPMI )Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26


17

Anda mungkin juga menyukai