Al Umry1
1
Ilmu Hukum, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia, Medan
Abstract
Advocates are one of the professions that are very much needed by the community and as an element in the framework of law
enforcement, therefore every citizen is obliged to know the legal arrangements regarding advocates including the rights and
obligations and prohibitions that apply to lawyers.
Keywords: Legal Aspects, Trade Unions, Industrial
Abstrak
Advokat adalah salah satu profesi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan sebagai salah satu unsur dalam rangka
penegakan hukum, oleh karena itu setiap warga negara wajib mengetahui pengaturan hukum tentang advokat termasuk hak dan
kewajiban serta larangan yang berlaku bagi advokat.
Kata kunci: Aspek Hukum, Serikat Buruh, Industrial
© 2019 Jurnal Focus UPMI
11
Al Umry1
(Focus UPMI) Vol . 8 No. 1 (2019) 20 – 26
Untuk memperoleh data di dalam penelitian ini Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Advokat akan tergambar
digunakan teknik pengumpulan data dalam rangka secara jelas hak-hak advokat yang meliputi sebagai
penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berkut : berikut:
1. Studi kepustakaan (Library Research) 1. Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau
Studi kepustakaan dimaksudkan untuk pernyataan dalam membela perkara yang menjadi
mengumpulkan data sekunder, yang terdiri dari tanggungjawabnya di dalam sidang pengadilan
bahan hukum primer berupa Undang-Undang dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan
dan peraturan pemerintah maupun dari bahan peraturan perundang-undangan.
hukum sekunder berupa penjelasan bahan hukum 2. Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya
primer, dilakukan dengan mencatat dan mengutip untuk membela perkara yang menjadi
buku dan literatur yang berhubungan dengan tanggungjawabnya dengan tetap berpegang pada
penulisan ini. kode etik profesi dan peraturan perundang-
undangan.
3. Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata
3. Hasil dan Pembahasan maupun pidana dalam menjalankan tugas
profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan
3.1 Sumpah Profesi Advokat pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
4. Dalam menjalankan profesinya advokat berhak
Sumpah memegang peranan penting dalam
setiap profesi, esensi sumpah adalah mengucapkannya memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya,
didepan umum, begitu juga sumpah profesi advokat. baik dari instansi pemerintah maupun pihak-pihak
Pada prinsipnva pengucapan sumpah profesi advokat lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut
didepan umum ditujukan untuk memenuhi azas yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan
kliennya sesuai dengan peraturan perundang-
publisitas, artinya khalayak ramai diasumsikan
undangan.
mendengar dan menjadi saksi sumpah calon advokat
tersebut. Sementara itu kewajiban advokat berdasarkan
ketentuan UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
terdiri dari :
Mekanisme pelaksanaan sumpah profesi
advokat yang selama ini terjadi di Indonesia tidak
berbeda dari masa kemasa, pelaksanaan sumpah profesi 1.
Advokat dalam menjalankan tugas profesinya
dilarang membedakan perlakukan terhadap klien
advokat dilakukan setelah calon advokat yang
bersangkutan dinyatakan lulus sebagai advokat dan berdasarkan jenis kelamin, agama, politik,
terhadapnya diwajibkan untuk diambil sumpahnya yang keturunan, ras atau latar belakang sosial budaya.
dilakukan dihadapan Ketua Pengadilan Tinggi. 2. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui atau diperoleh dari kliennya karena
hubungan profesinya. kecuali ditentukan lain oleh
Pada Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2003
undang-undang.
Tentang Advokat menyebutkan sebelum menjalankan
3. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya
profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut
dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas
agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh
dan dokumennya terhadap penyitaan atau
disidang terbuka Pengadilan Tinggi diwilayah domisili
pemeriksaan dan perlindungan terhadap
hukumnya.
penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.
Sedangkan larangan terhadap advokat
3.2 Hak dan Kewajiban Advokat
sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 18 Tahun 2003
Advokat dalam menjalankan profesinva bebas Tentang Advokat meliputi :
mengeluarkan pendapat atau pernyataan, makna kata
bebas dalam menjalankan profesi advokat adalah tanpa 1. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang
tekanan. ancaman, hambatan, tanpa rasa takut, atau bertentangan dengan kepentingan tugas dan
perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat martabat profesinya.
profesi advokat. Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai 2. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang
dengan kode etik profesi advokat dan peraturan meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga
perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan merugikan profesi advokat atau mengurangi
Republik Indonesia. kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan
tugas profesinya.
Dalam menjalankan profesinya sebagai 3. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak
advokat, advokat harus memiliki itikad baik demi melaksanakan tugas profesi advokat selama
tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela memangku jabatan tersebut.
kepentingan kliennya. Berikut ini berdasarkan UU
para advokat baik dalam menjalankan proses hukum anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan
litigasi maupun dalam menjalankan proses hukum non untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan
litigasi (legal counselling). merugikan kesejahteraan materiil para anggotanya.
UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Dalam konteks profesi, kode etik profesi
dalam ketentuan Bab IX mengatur mengenai kode etik memiliki karakteristik tertentu, antara lain :
dan dewan kehormatan advokat, diatur dalam Pasal 26
dan Pasal 27. Dalam men jalankan profesinya, advokat 1. Merupakan produk terapan, sebab dihasilkan
wajib tundak dan mematuhi kode etik profesi advokat berdasarkan penerapan etis atas suatu profesi
dan ketentuan tentang dewan kehormatan organisasi tertentu.
advokat, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kode 2. Kode etik dapat berubah dan diubah seiring
etik profesi advokat dilakukan oleh organisasi advokat. dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Untuk pertama kali dan berdasarkan perintah 3. Kode etik tidak akan berlaku efektif bila
UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang advokat, kode etik keberadaannya di drop begitu saja dari atas
profesi advokat yang berlaku di Indonesia adalah kode sebab tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai
etik profesi yang telah ditetapkan secara bersama oleh 7 yang hidup dalam kalangan profesi sendiri.
(tujuh) organisasi advokat Suatu Ikatan Advokat 4. Kode etik harus merupakan self-regulation
Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia pengaturan diri) dari profesi itu sendiri yang
(AAI). Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), prinsipnya tidak dapat dipaksakan dari luar.
Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Himpunan 5. Tujuan utama dirumuskannya kode etik adalah
Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Asosiasi mencegah prilaku yang tidak etis.
Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan Himpunan Kode etik profesi tidaklah sama dengan
Advokat dan pengacara Indonesia (HAPI), yang telah undang-undang, namun kode etik profesi tidak boleh
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2002, dan bertentangan dengan undang-undang, pelanggaran
berdasarkan ketentuan Pasal 22 UU Nomor 18 Tahun terhadap kode etik profesi hanya menerima sanksi dari
2003 Tentang Advokat ditetapkan sebagai kode etik induk organisasi profesinya, sedangkan pelanggaran
profesi advokat yang berlaku secara nasional terhadap terhadap undang-undang pemberian sanksi dilakukan
semua advokat di Indonesia. oleh lembaga peradilan.
Kode etik profesi umumnya memberikan Demikian pula halnya terhadap advokat,
petunjuk kepada para anggotanya untuk menjalankan apabila advokat yang bersangkutan telah melanggar
praktek dalam profesinya masing-masing, khususnya kode etik profesinya, maka yang memeriksa dan
menyangkut bidang-bidang seperti berikut ini : memutus serta yang memberikan sanksi terhadap
pelanggaran kode etik profesi advokat adalah organisasi
1. Hubungan antara klien dan tenaga ahli dalam advokat yang bersangkutan, namun apabila advokat
profesi. yang bersangkutan telah melanggar undang-undang
2. Pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai maka yang memeriksa dan memutus serta yang
dalam profesi. memberikan sanksi terhadap advokat tersebut bukanlah
3. Penelitian dan publikasi/penerbitan profesi. organisasi advokat melainkan lembaga peradilan, baik
4. Konsultasi dan praktek pribadi. itu Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan
5. Tingkat kemampuan/ kompetensi yang umum. Tata Usaha Negara maupun Pengadilan Militer.
6. Administrasi personalia.
7. Standar-standar untuk pelatihan. Menurut Humphrey R. Djemat, S.H, LLM,”
Rumusan kongkret dari sistem etika bagi seorang advokat muda yang tergabung dalam Asosiasi
profesionalisme dirumuskan dalam suatu kode etik Advokat Indonesia (AAI) dan juga dosen hukum
profesi yang secara harafiah berarti etika yang konstruksi pada Fakultas Hukum serta Program
dikofifikasi. Bertens menyatakan bahwa kode etik ibarat Pascasarjana Universitas Parahyangan Bandung, kode
kompas yang memberikan atau menunjukkan arah bagi etik profesi advokat memegang peranan sangat penting
suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral dalam membangun profesi advokat yang dinamis. Akan
profesi itu didalam masyarakat. Senada dengan Bertens, tetapi dinamika profesi advokat tersebut mensyaratkan 2
Sidharta berpendapat bahwa kode etik profesi adalah (dua) hal yang harus dimiliki oleh setiap advokat, yaitu :
seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang ham
dipatuhi dalam mengemban suatu profesi. 1. Kemampuan teknis hukum yang memadai.
2. Integritas moral dan mental yang kuat.
Sedangkan Subekti menilai bahwa fungsi dan Dengan 2 (dua) hal tersebut akan terwujud
tujuan kode etik adalah untuk menjunjung martabat profesionalisme para advokat dan pada gilirannya
profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para profesi advokatpun dengan sendirinya akan dinamis.
1. Organisasi profesi merupakan wahana untuk Gejala berpalingnya pemerintah dari Peradin
memperoleh legitimasi profesi. direfleksikan dengan pemberian izin atas pembentukan
2. Asosiasi profesi adalah wahana yang LPPH (Lembaga Pelayanan dan Penyuluhan Hukum)
diperlukan profesi untuk mempertahankan yang berada dibawah naungan Golkar dan diketuai oleh
kepercayaan masyarakat kepadanya, sehingga Albert Hasibuan. Disinyalir bahwa ada kesan pendirian
legitimasi untuk eksistensi profesi tetap ada. LPPH hanya dimaksudkan untuk menyaingi LBH yang
Organisasi advokat merupakan bagian dari telah dibentuk oleh Peradin.
organisasi profesi, karakteristik organisasi profesi
advokat sangat berbeda dengan karakteristik organisasi 4. Kesimpulan
profesi lainnya. Organisasi advokat telah menjadi
institusi yang umum sebagai representatif para advokat Pada tahun 1980 pemerintah mulai melakukan
strategis lain yaitu meleburkan Peradin dengan
dan organisasi profesi advokat muncul dengan sebutan
organisasi advokat lainnya dalam wadah tunggal yang
dan bentuk yang beraneka macam. Sementara itu
mudah dikontrol oleh pemerintah, pada tahun 1981
perkembangan organisasi advokat di Indonesia dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) periode penting, yaitu : Ketua Mahkamah Agung Mudjono, Menteri Kehakiman
Ali Said, dan Jaksa Agung Ismail Saleh dalam Kongres
Peradin di Bandung mengusulkan bahwa advokat
1. Periode awal terbentuknya organisasi advokat.
memerlukan satu wadah tunggal, tugas penyatuan ini
2. Periode masa krisis organisasi profesi advokat.
kemudian diserahkan kepada Ali Said yang menjabat
3. Periode UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
Menteri Kehakiman, kemudian terbentuklah IKADIN
Advokat.
(Ikatan Advokat Indonesia) .
Ad. l . Periode awal terbentuknya organisasi advokat
Pada saat Musyawarah Luar Biasa IKADIN di
Hotel Horison Ancol Jakarta, keberadaan IKADTN
Sejarah organisasi advokat di Indonesia
terpecah menjadi 2 (dua) organisasi, yaitu IKADIN dan
bermula dari masa kolonialisme, pada masa tersebut
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Sementara itu pada
jumlah advokat masih sedikit dan keberadaannya pun
tahun 1987 pemerintah memberikan izin terbentuknya
terbatas pada kota-kota besar yang memiliki Landraad
IPHI (Ikatan Penasehat Hukum Indonesia) yang
dan Raad van Justitie. Para advokat tergabung pada
didirikan di Surabaya, pada tahun 1988 muncul pula
organisasi yang bersifat lokal seperti Balie van
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),
Advocaten. Sementara itu para pokrol bambu pada tahun
kemudian muncul pula organisasi advokat yang didasari
1927 bersatu dan mendirikan wadah organisasinya
pada undang-undang seperti Himpunan Konsultan
dengan nama Persatuan Pengacara Indonesia di
Hukum Pasar Modal (HKHPM), Asosiasi Kurator dan
Surabaya.
Pengurus Indonesia (AKPI), hingga organisasi advokat
dengan model club seperti Jakarta Lawyers Club (JLQ.
Pada tahun 1959-1960 para dvokat yang A.d.3. Periode UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
ebrasal dari Jawa Tengah mendirikan organisasi advokat Advokat
dengan nama “Balie” dengan ketuanya Mr. Soejoedi,
Kedudukan organisasi profesi advokat
perkembangan ini kemudian diikuti dengan mendirikan
berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
organisasi advokat berskala lokal seperti “Balai
Advokat diatur dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 30,
Advokat” di Jakarta, Medan, Surabaya dan Bandung. dan dalam bab XII tentang ketentuan peralihan
Pada tanggal 14 Maret 1963 bersamaan dengan khususnya Pasal 32 ayat (4) disebutkan bahwa dalam
berlangsungnya Seminar Hukum Nasional, Persatuan
waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah terbentuknya
Advokat Indonesia (PAI) didirikan dengan diketuai oleh UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, organisasi
Mr. Loekman Wiriadinata, PAI adalah embrio dari advokat telah terbentuk.
organisasi profesi advokat yang selanjutnya dikenal luas
Sampai dengan sekarang organisasi advokat di
dengan nama Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) Indonesia terdiri dari 8 (delapan) organisasi yang
didirikan pada Kongres I Musyawarah Advokat di Hotel meliputi :
Dana Sala Solo pada tanggal 30 April 1964. 1. Persatuan Advokat Indonesia (Peradin),
2. Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN),
A.d.2. Periode masa krisis organisasi profesi advokat 3. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI),
4. Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI),
Pada saat Peradin memposisikan diri sebagai 5. Serikat Pengacara Indonesia (SPI),
organisasi profesi advokat yang konsen terhadap 6. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal
pembelaan hak-hak rakyat, maka pada saat yang (HKHPM),
bersamaan pula pemerintah mulai menarik dukungan 7. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),
secara finansial terhadap Peradin, dan orang-orang yang 8. Himpunan Advokat dan pengacara Indonesia
secara finansial mendapat keuntungan dari rezim orde (HAPI),
baru mendirikan Himpunan Penasehat Hukum Indonesia 9. Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI),
(HPHI) sebagai wadah tandingan Peradin. Dalam rangka menindaklanjuti ketentuan Pasal
Daftar Rujukan
Bayles, Michael D., Profesional Ethics, Wadsworth
Publishing Company, Belmont California, 1981
Bertens, K., Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2000
Fuady Munir, Bisnis Kotor (Anatomi Kejahatan Kerah
Putih), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004
Kadafi, Binziad dkk., Advokat Indonesia Mencari
Legitimasi, The Asia Foundation dan Pusat Studi
Hukum & Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2001
Lev, Daniel S., Professional Lawyers and Reform,
Advocates Lawyers & the State, dalam Indonesia
Bankruptcy, Law Reform and the Commercial
Court, Edited by Tim Lindsey, Desert Pea Press,
Sydney, 2000
----------, Daniel S., Hukum dan Politik di Indonesia,
Kesinambungan dan Perubahan, LP3ES, Jakarta,
1990
Lubis, Suhrawardi K., Etika Profesi Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta, 1994 Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu
Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994
Pandu Yudha, Klien dan Penasehat Hukum, Indonesia
Legal Center Publishing, Jakarta, 2001
Republik Indonesia, Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Analisis dan Evaluasi Tentang Kode Etik
Advokat dan Konsultan Hukum, Badan Pembinaan
Hukum Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 1997
Soemaryono, E., Etika Profesi Hukum, Kanisius,
Yogyakarta, 1995
Soemardi, Soelaiman, “Etika dan profesi : pengantar
kepermasalahan”, dalam Masyarakat : Jurnal
Sosiologi 1, Editor Y. Priyo Utomo, Cetakan 1,
Gramedia Pustaka Utama dan FISIP UI, Jakarta,
1991
Hasibuan Otto, Menanti Bangkitnya Advokat, makalah,
disampaikan pada Seminar Rakernas Ikadin di
Denpasar Bali pada tanggal 26-28 Februari 2004
UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Kode Etik
Advokat Indonesia
Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik
Indonesia Nomor : M.11-HT.04.02 Tahun 2004
Tentang Persyaratan dan Tata Cara
Mempekerjakan Advokat