Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PAPER

PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN CALON HAKIM TERPADU


ANGKATAN III GELOMBANG II

EKSISTENSI SURAT KUASA


TERHADAP PARALEGAL, CALON ADVOKAT DAN KUASA INSIDENTIL
DARI SISI YURIDIS DALAM BERPERKARA PERDATA
DI PENGADILAN NEGERI

Oleh:

ARI CONARDO, S.H.


NIP.: 19920120 201712 1 009

Peserta Program Pendidikan & Pelatihan Calon Hakim Terpadu


Angkatan III Gelombang II

PUSDIKLAT MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN


BADAN LITBANG DIKLAT HUKUM DAN PERADILAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

SUMEDANG
2019
EKSISTENSI SURAT KUASA
TERHADAP PARALEGAL, CALON ADVOKAT DAN KUASA INSIDENTIL
DARI SISI YURIDIS DALAM BERPERKARA PERDATA
DI PENGADILAN NEGERI
Dibuat oleh : Ari Conardo, S.H.

A. PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara hukum,1 setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum. Pada prinsipnya setiap orang memiliki hak untuk berperkara di
Pengadilan, kecuali bagi mereka yang menurut Undang-Undang tidak diperkenankan
melakukan perbuatan hukum.2
Dalam hukum acara perdata dimungkinkan untuk mewakili seseorang berperkara
di muka Pengadilan guna membela dan memperjuangkan hak-haknya, hal demikian timbul
karena adanya keterbatasan manusia baik dalam segi waktu maupun dari kemampuan
manusia itu sendiri untuk menyelesaikan masalahnya, maka dari itu timbullah apa yang
dinamakan pemberian kuasa sehingga diharapkan adanya peran serta dari penerima kuasa
yang cakap serta mengetahui bagaimana prosedur untuk menuntut dalam membela haknya
agar memperoleh hasil yang memuaskan dalam berperkara. Kendati pun demikian tidak
sesederhana yang dibayangkan oleh banyak orang untuk melalui semua tahapan proses
pemberian kuasa tersebut namun para pihak akan dibebani dengan segala hak dan
kewajiban yang harus dilakukannya.
Apabila pihak yang berperkara diwakili oleh seorang penerima kuasa, maka
pemberian kuasa tersebut harus dengan surat kuasa khusus. Hal ini ditegaskan dalam Pasal
123 HIR/147 RBg, yang menyatakan bahwa “Kedua belah pihak, kalau mau, masing-
masing boleh dibantu atau diwakili oleh seseorang yang harus dikuasakannya untuk itu
dengan surat kuasa khusus, kecuali kalau pemberi kuasa itu sendiri hadir.”
Maksud dari Pasal 123 HIR/147 RBg memberi kemungkinan bahwa kepada pihak
yang berperkara untuk diwakili oleh orang lain yang pada prinsipnya pemberian kuasa
tersebut adalah disertai dengan adanya surat kuasa khusus dan pihak yang berperkara dapat
pula membawa pembantu atau penasihatnya atau keluarganya juga harus memakai surat
kuasa, agar penerima kuasa bisa melakukan perbuatan hukum yang mana perbuatan hukum

1
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3).
2
Ibid, Pasal 28D ayat (1).

Tugas Paper Magang II – ARI CONARDO, S.H., Jum’at, 1 Maret 2019 Hal. 1
itu dapat berupa menyelenggarakan atau mengurus kepentingan orang lain mendampingi
atau mewakili orang lain guna berperkara di muka Pengadilan. Adanya surat kuasa khusus
tersebut, seorang penerima kuasa dapat dikatakan mewakili para pihak yang berperkara,
walau pemberian kuasa tersebut bukan merupakan suatu keharusan, namun
permasalahannya adalah bagaimana jika pihak yang berperkara memberikan kuasa kepada
Advokat, namun dalam praktik di persidangan yang datang mewakili adalah Calon
Advokat yang belum diambil sumpahnya atau bahkan Paralegal.
Berdasarkan uraian di atas, Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi dalam
penulisan paper ini yang berjudul : “EKSISTENSI SURAT KUASA TERHADAP
PARALEGAL, CALON ADVOKAT DAN KUASA INSIDENTIL DARI SISI
YURIDIS DALAM BERPERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI.”

B. PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi fokus penelitian dalam penulisan
paper ini adalah :
1. Apa yang menjadi titik singgung perbedaan antara Advokat dengan Paralegal?
2. Apakah Paralegal dan Calon Advokat yang belum diambil sumpahnya dapat
dicantumkan dalam surat kuasa untuk beracara di persidangan Pengadilan?
3. Apakah surat kuasa insidentil masih berlaku untuk beracara di Pengadilan Negeri dan
siapa saja yang dapat menjadi kuasa dalam surat kuasa insidentil?

C. PEMBAHASAN
1. Titik Singgung Perbedaan Advokat dengan Paralegal
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat menegaskan, bahwa yang dimaksud Advokat adalah:
“Orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di
luar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini.”3
Kode Etik Advokat Indonesia juga memberi penjelasan mengenai Advokat, dalam
Pasal 1 huruf a Kode Etik Advokat Indonesia menyatakan bahwa :
“Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik
didalam maupun diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku, baik sebagai Advokat,

3
Indonesia, Undang-Undang tentang Advokat, UU Nomor 18 Tahun 2003, Lembaran Negara RI
No. 49 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288, Pasal 1 angka 1.

Tugas Paper Magang II – ARI CONARDO, S.H., Jum’at, 1 Maret 2019 Hal. 2
Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai
Konsultan Hukum.”4

Yang dimaksud jasa hukum yang diberikan oleh Advokat itu sendiri ditegaskan
kembali dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, yang menyatakan bahwa :
“Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan
konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili,
mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum klien.”5

Calon Advokat adalah setiap orang yang dapat diangkat sebagai Advokat,
setiap orang yang dimaksud adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi
hukum yang telah dinyatakan lulus dalam mengikuti Pendidikan Khusus Profesi
Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat. Sedangkan pengertian mengenai
Paralegal berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum dan Permenkumham Nomor 01 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam
Pemberian Bantuan Hukum tidak memberikan penegasan yang jelas mengenai definisi
Paralegal, namun menurut Wikipedia Bahasa Indonesia yang dimaksud Paralegal
adalah :
“Paralegal adalah gambaran pekerjaan yang membantu Pengacara dalam
pekerjaannya, Paralegal itu sendiri bukanlah Pengacara bukan juga
Petugas Pengadilan, oleh pemerintah sendiri Paralegal tidak diizinkan
untuk berpraktik hukum.”6

Bahkan Mahkamah Agung RI dalam Pertimbangannya terhadap Putusan Uji


Materiil Permenkumham Nomor 01 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian
Bantuan Hukum menyatakan :7
“Bahwa Paralegal dinormakan di dalam Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, namun di dalam Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum maupun didalam
peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Undang-Undang
Advokat dan objek permohonan hak uji materiil (HUM), tidak dijelaskan
pengertian dari Paralegal, namun secara umum setidaknya terdapat 4
(empat) kata kunci berkaitan dengan Paralegal, yaitu :

4
Komite Kerja Advokat Indonesia, Kode Etik Advokat Indonesia, (Jakarta: Komite Kerja Advokat
Indonesia, 2002), Pasal 1 huruf a.
5
Undang-Undang tentang Advokat, Op. Cit., Pasal 1 angka 2.
6
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Pengertian Paralegal”, https://id.wikipedia. org/wiki/Paralegal,
Diakses tanggal 21 Februari 2019.
7
Mahkamah Agung RI, Putusan MA RI Nomor : 22 P/HUM/2018, (Jakarta: Mahkamah Agung RI,
2018), hlm. 26.

Tugas Paper Magang II – ARI CONARDO, S.H., Jum’at, 1 Maret 2019 Hal. 3
a. Seorang Legal Assistant yang tugasnya membantu seorang Legal dalam
pemberian, perbuatan atau saran-saran hukum kepada masyarakat
dan langsung bertanggung jawab kepada seorang Legal;
b. Memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang hukum;
c. Telah mengikuti pendidikan khusus keparalegalan;
d. Dilakukan supervisi oleh Advokat atau badan hukum lainnya.”

2. Eksistensi Paralegal dan Calon Advokat Yang Belum Diambil Sumpahnya Dalam
Surat Kuasa Untuk Beracara di Persidangan
Ketentuan mengenai pemberian kuasa secara tersirat dapat kita temui dalam
Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH-Perdata).
Pemberian kuasa ini dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan
surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan.
Pemberian kuasa ini dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu
kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan
pemberi kuasa (Pasal 1795 KUH-Perdata). Untuk menciptakan keseragaman dalam hal
pemahaman terhadap Surat Kuasa Khusus yang diajukan oleh para pihak beperkara
kepada Badan-badan Peradilan, maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut :
1) Surat Kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-undang harus
dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk
keperluan tertentu, misalnya :
a. dalam perkara perdata harus dengan jelas disebut antara A sebagai
Penggugat dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara waris atau
hutang piutang tertentu dan sebagainya.
b. Dalam perkara pidana harus dengan jelas menyebut Pasal-pasal KUHAP
yang didakwakan kepada terdakwa yang ditunjuk dengan lengkap.
2) Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut telah disebutkan bahwa kuasa
tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi,
maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan
dalam kasasi, tanpa diperlukan suatu surat khusus yang baru.

Untuk tujuan pemberian kuasa tersebut, pemberi kuasa dapat memberikan surat
kuasa (tertulis), antara lain:8
a. Surat Kuasa Khusus
Surat kuasa khusus adalah pemberian kuasa yang dilakukan hanya untuk
satu kepentingan tertentu atau lebih (Pasal 1795 KUH-Perdata). Dalam surat
kuasa khusus, di dalamnya dijelaskan tindakan-tindakan apa saja yang boleh
dilakukan oleh penerima kuasa. Jadi, karena ada tindakan-tindakan yang
dirinci dalam surat kuasa tersebut, maka surat kuasa tersebut menjadi surat
kuasa khusus.

8
Hukum Online, “Ciri dan Isi Surat Kuasa Khusus”, https://www.hukumonline.com/
klinik/detail/cl5976/ciri-dan-isi-surat-kuasa-khusus, Diakses tanggal 21 Februari 2019.

Tugas Paper Magang II – ARI CONARDO, S.H., Jum’at, 1 Maret 2019 Hal. 4
b. Surat Kuasa Umum
Surat kuasa umum (Pasal 1796 KUH-Perdata) menyatakan bahwa pemberian
kuasa yang dirumuskan dengan kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-
perbuatan pengurusan. Sehingga, surat kuasa umum hanya boleh berlaku
untuk perbuatan-perbuatan pengurusan saja. Sedangkan, untuk
memindahtangankan benda-benda, atau sesuatu perbuatan lain yang hanya
boleh dilakukan oleh pemilik, tidak diperkenankan pemberian kuasa dengan
surat kuasa umum, melainkan harus dengan surat kuasa khusus.

Dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia, apabila seseorang ingin mengajukan


suatu gugatan perdata di Pengadilan Negeri mengenai permasalahan hukum yang
berkaitan dengan pemenuhan prestasi dalam perjanjian atau pun perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum terhadap dirinya, dan dia
bermaksud menunjuk seorang atau lebih Advokat sebagai penerima kuasanya dalam
mewakili dan/atau memberikan bantuan hukum pada proses pemeriksaan perkara di
persidangan, maka orang tersebut harus memberikan kuasa kepada kuasanya yang
ditunjuk dalam bentuk Surat Kuasa Khusus yang dibuat dan ditandatangani serta
diperuntukkan khusus untuk itu, dalam hal ini yang memiliki kompetensi untuk itu ialah
Advokat. Hal pemberian Kuasa dengan Surat Kuasa Khusus yang demikian ini, berlaku
pula bagi pihak yang digugat oleh pihak lain, yang pada akhirnya diwakili oleh Advokat
sebagai penerima kuasa.
Buku II Mahkamah Agung RI tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan menegaskan, bahwa
yang dapat bertindak sebagai kuasa/wakil dari Penggugat/Tergugat atau Pemohon
dalam beracara di Pengadilan adalah :9
a. Advokat (sesuai dengan Pasal 32 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
(Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang
telah diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan
sebagai Advokat);
b. Jaksa dengan kuasa khusus sebagai kuasa/wakil Negara/Pemerintah (sesuai
dengan Pasal 30 ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI);
c. Biro Hukum Pemerintah/TNI/Kejaksaan RI;
d. Direksi/Pengururs atau karyawan yang ditunjuk dari suatu badan hukum;
e. Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh Ketua
Pengadilan (misalnya LBH, Hubungan Keluarga, Biro Hukum TNI/Polri
untuk perkara-perkara yang menyangkut anggota/keluarga TNI/Polri) (Surat
Mahkamah Agung Nomor MA/KUMDIL/8810/IX/1987 tanggal 21 September
1987); dan

9
Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat
Lingkungan Peradilan, (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2007), hlm. 53-54.

Tugas Paper Magang II – ARI CONARDO, S.H., Jum’at, 1 Maret 2019 Hal. 5
f. Kuasa Insidentil dengan alasan hubungan keluarga sedarah atau semenda
dapat diterima sampai dengan derajat ketiga, yang dibuktikan dengan Surat
Keterangan Kepala Desa/Lurah.

Perihal mengenai Paralegal diperkuat dengan adanya Putusan MA RI Nomor :


22 P/HUM/2018 mengenai Uji Materiil Pasal 11 dan 12 Permenkumham Nomor 01
Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum, dimana Mahkamah
Agung RI dalam pertimbangannya menyatakan bahwa :10
“Pasal 11 dan 12 Permenkumham Nomor 01 Tahun 2018 tentang Paralegal
Dalam Pemberian Bantuan Hukum memuat norma yang memberikan
ruang dan kewenangan kepada Paralegal untuk dapat beracara dalam
proses pemeriksaan persidangan di Pengadilan. Ketentuan tersebut dapat
dimaknai Paralegal menjalankan sendiri proses pemeriksaan persidangan
di Pengadilan, dan bukan hanya mendampingi atau membantu Advokat.
Ketentuan normatif mengenai siapa yang dapat beracara dalam proses
pemeriksaan persidangan di pengadilan telah diatur di dalam Pasal 4
juncto Pasal 31 UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,
yang pada pokoknya hanya Advokat yang telah bersumpah di sidang
terbuka Pengadilan Tinggi yang dapat menjalankan Profesi Advokat
untuk dapat beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di
Pengadilan; Bahwa dengan demikian muatan materi Pasal 11 dan Pasal
12 objek HUM bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat, sehingga dengan demikian melanggar asas lex
superior derogate legi inferior, sehingga bertentangan dengan Pasal 5, Pasal
6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.”

Berdasarkan ketentuan di atas artinya, secara yuridis Paralegal dan Calon Advokat yang
belum diambil sumpahnya tidak dapat bertindak sendiri meskipun berdasarkan Surat
Kuasa Khusus guna memberikan jasa hukum dalam bidang litigasi. Perihal mengenai
Calon Advokat yang belum diambil sumpahnya diperkuat juga dalam Pasal 7 Peraturan
Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Magang
Untuk Calon Advokat, yang menyatakan :
“Calon Advokat tidak dibenarkan memberikan jasa hukum secara
langsung kepada klien, hanya diperbolehkan untuk mendampingi dan atau
membantu Advokat Pendamping dalam memberikan jasa hukum.”11
Calon Advokat yang belum diambil sumpahnya secara tegas tidak dapat
dicantumkan dalam surat kuasa, namun Calon Advokat tersebut dapat turut hadir dalam
persidangan dengan syarat adanya pendampingan oleh Advokat Pendamping.

10
Mahkamah Agung RI, Op. Cit., hlm. 27.
11
Perhimpunan Advokat Indonesia, Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun
2015 (Jakarta: DPN Peradi, 2015), Pasal 7.

Tugas Paper Magang II – ARI CONARDO, S.H., Jum’at, 1 Maret 2019 Hal. 6
Walaupun Calon Advokat tersebut turut hadir dalam persidangan, namun Calon
Advokat tersebut tidak dapat berperan aktif di dalam persidangan di Pengadilan, karena
keikutsertaan yang dilakukan terbatas kepada pelatihan dan kesempatan berpraktik.

3. Eksistensi Surat Kuasa Insidentil Dalam Beracara di Pengadilan Negeri


Surat Kuasa Insidentil adalah pemberian kuasa kepada penerima kuasa yang
masih merupakan kerabat pemberi kuasa untuk dan atas nama pemberi kuasa beracara
di Pengadilan. Syarat sahnya surat kuasa insidentil di antaranya adalah :
a. Penerima Kuasa tidak berprofesi sebagai Advokat;
b. Penerima Kuasa adalah orang yang mempunyai hubungan keluarga sedarah atau
semenda dengan pemberi kuasa sampai derajat ketiga yang dibuktikan dengan surat
keterangan hubungan keluarga yang dikeluarkan oleh Lurah/Kepala Desa.
Pengertian ”derajat ketiga” mencakup hubungan garis lurus ke atas, ke bawah, dan
ke samping;
c. Tidak menerima imbalan jasa atau upah;
d. Sepanjang tahun berjalan belum pernah bertindak sebagai kuasa insidentil pada
perkara yang lain;
e. Hanya berlaku untuk beracara di Pengadilan tempat surat kuasa tersebut didaftarkan
dan juga hanya pada perkara yang ditunjuk.

Sebenarnya baik dalam HIR, RBg, Rv maupun KUH-Perdata, istilah Kuasa


Insidentil tidak dikenal sebagai salah satu jenis pemberian kuasa. Surat kuasa insidentil
diatur dalam Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata
Umum dan Perdata Khusus, bahwa yang dapat menerima kuasa untuk menghadap di
Pengadilan adalah :
a. Advokat;
b. Jaksa dengan kuasa Khusus mewakili negara atau pemerintah;
c. Biro Hukum Pemerintah/TNI/Kejaksaan RI;
d. Direksi atau karyawan yang ditunjuk oleh suatu badan hukum;
e. Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan.

Tidak sampai disitu, dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan
Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas
Bagi Pengadilan mengenai Rumusan Hukum Bidang Perdata Hasil Pleno Kamar
Perdata (Sub. Kamar Perdata Umum I) Tangal 14-16 Maret 2012 juga menyatakan :
“Tentang surat kuasa yang telah menyebutkan untuk digunakan dari
tingkat pertama sampai tingkat kasasi dan peninjauan kembali,
disepakati, bahwa Surat kuasa insidentil bisa diterima dalam beracara di
semua tingkat Peradilan.”

Boleh dibilang bahwa surat kuasa insidentil ini hampir sama dengan surat kuasa
Istimewa karena sama-sama dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Bedanya, jika
Tugas Paper Magang II – ARI CONARDO, S.H., Jum’at, 1 Maret 2019 Hal. 7
surat kuasa istimewa hanya pada tindakan hukum yang istimewa dan dibuat dihadapan
notaris, sedangkan kuasa insidentil ini termasuk juga tindakan hukum yang tidak
istimewa serta dibuat dihadapan dan atas seizin Ketua Pengadilan tempat pemberi kuasa
mengajukan gugatan.
Dengan demikian, jika melihat dari uraian di atas, maka prosedur pembuatan
surat kuasa insidentil adalah sebagai berikut :
a. Pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan membawa surat keterangan hubungan
keluarga dari kelurahan datang ke Pengadilan tempat pemberi kuasa akan
berperkara;
b. Lalu setelah sampai melapor kepada Petugas Pengadilan agar diizinkan menghadap
kepada Ketua Pengadilan untuk kepentingan permohonan izin membuat surat kuasa
insidentil;
c. Jika diizinkan, maka ketua Pengadilan akan membuat penetapan yang intinya
memberikan izin kepada pihak yang berperkara untuk menguasakan atau
mewakilkan perkaranya kepada penerima kuasa;
d. Atas dasar itulah, pemberi dan penerima kuasa insidentil membuat surat kuasa
insidentil.

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan Penulis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku bahwa:
a. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun
di luar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-
Undang 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sedangkan Paralegal adalah gambaran
pekerjaan yang membantu Advokat dalam pekerjaannya, Paralegal itu sendiri tidak
diizinkan untuk melakukan praktik hukum;
b. Paralegal dan Calon Advokat jelas dua hal yang berbeda secara signifikan, dari segi
perekrutan, dasar hukum serta hak dan kewajibannya. Calon Advokat dan Paralegal
tidak dapat dicantumkan dalam surat kuasa khusus untuk beracara di persidangan
apapun alasannya, karena hanya seorang Advokat lah yang dapat dicantumkan
dalam surat kuasa khusus untuk beracara di persidangan. Namun Calon Advokat
diizinkan untuk hadir di dalam persidangan tanpa harus dicantumkannya namanya
di dalam surat kuasa khusus dengan syarat adanya pendampingan oleh Advokat
Pendamping untuk menjalani masa magang Calon Advokat agar dapat memiliki
pengalaman praktis yang mendukung kemampuan, keterampilan dan etika yang
baik dalam menjalankan profesinya.

Tugas Paper Magang II – ARI CONARDO, S.H., Jum’at, 1 Maret 2019 Hal. 8
c. Berdasarkan Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata
Umum dan Perdata Khusus dan SEMA Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan
Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas
Bagi Pengadilan mengenai Rumusan Hukum Bidang Perdata Hasil Pleno Kamar
Perdata (Sub. Kamar Perdata Umum) Tangal 14-16 Maret 2012 bahwa Surat kuasa
insidentil dapat diterima dalam beracara di semua tingkat Peradilan dengan syarat
Penerima Kuasa adalah orang yang mempunyai hubungan keluarga sedarah atau
semenda dengan pemberi kuasa sampai derajat ketiga yang dibuktikan dengan surat
keterangan hubungan keluarga yang dikeluarkan oleh Lurah/Kepala Desa. Dimana
surat kuasa tersebut dibuat langsung di hadapan Ketua Pengadilan.

2. Saran
Untuk dapat mengoptimalkan peran dan kinerja Hakim dalam mengadili
perkara demi menegakkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan Demi
Terwujudnya Badan Peradilan Yang Agung, maka sebagai upaya dapat dilakukan hal-
hal sebagai berikut :
a. Hakim harus lebih aktif dalam melihat dan memeriksa surat kuasa yang diajukan
oleh para pihak di dalam persidangan, supaya tidak terjadi kesalahan yang patal.
Jika dalam persidangan ditemukannya kekurangan dalam pembuatan surat kuasa,
atau bahkan pihak yang menandatangani surat gugatan adalah kuasa berdasarkan
surat kuasa, maka Hakim wajib untuk menolaknya (niet ont vankelijk verklaard);
b. Jika dalam persidangan perkara perdata di Pengadilan terdapat pihak yang diwakili
oleh beberapa orang Advokat, maka Hakim berdasarkan kewenangannya wajib
meminta Berita Acara Sumpah (BAS) Pengangkatan Advokat tiap-tiap Advokat
tersebut, jika terdapat salah satu Advokat yang tidak memiliki Berita Acara Sumpah
(BAS) Pengangkatan Advokat, maka Hakim secara tegas harus menolak Advokat
yang tidak memiliki Berita Acara Sumpah (BAS) Pengangkatan Advokat tersebut
untuk turut serta dalam menjadi kuasa di persidangan;
c. Hakim harus menolak secara tegas para pihak yang didampingi oleh Paralegal
sebagai kuasanya di Pengadilan, karena berdasarkan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku Paralegal tidak memiliki kompetensi dalam memberikan
jasa hukum secara litigasi terutama dalam persidangan di Pengadilan.

Tugas Paper Magang II – ARI CONARDO, S.H., Jum’at, 1 Maret 2019 Hal. 9
DAFTAR PUSTAKA

A. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

________.Undang-Undang tentang Advokat. UU Nomor 18 Tahun 2003. Lembaran


Negara RI Nomor 49 Tahun 2003. Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
4288 Tahun 2003.

________.Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Surat Kuasa


Khusus. SEMA Nomor 01 Tahun 1971.

________.Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Surat Kuasa


Khusus. SEMA Nomor 6 Tahun 1994.

________.Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Rumusan Hasil


Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan mengenai Rumusan Hukum Bidang Perdata Hasil Pleno Kamar Perdata.
SEMA Nomor 7 Tahun 2012.

B. Buku-buku/Website
Hukum Online. “Ciri dan Isi Surat Kuasa Khusus”. https://www.hukumonline.com/
klinik/detail/cl5976/ciri-dan-isi-surat-kuasa-khusus. Diakses tanggal 21 Februari
2019.

Komite Kerja Advokat Indonesia. Kode Etik Advokat Indonesia. Jakarta: Komite Kerja
Advokat Indonesia, 2002.

Mahkamah Agung Republik Indonesia. Buku II Mahkamah Agung Republik Indonesia


tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam
Empat Lingkungan Pengadilan. Edisi 2007. Jakarta : Mahkamah Agung RI, 2007.

Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Nomor : 22 P/HUM/2018. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2018.

Perhimpunan Advokat Indonesia. Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1


Tahun 2015. Jakarta: DPN Peradi, 2015.

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. “Pengertian Paralegal”. https://id.wikipedia.org/wiki/


Paralegal. Diakses tanggal 21 Februari 2019.

Anda mungkin juga menyukai