Anda di halaman 1dari 7

Paper untuk memenuhi tugas mata kuliah

Manajemen Law Firm


Dosen Pengampu Zainal Abdul Azis Hadju, SH., MH

Oleh

Dhea Putri Mohamad


1011420191

Fakultas Hukum Jurusan Ilmu Hukum


Universitas Negeri Gorontalo
2023
A. Apa yang dimaksud dengan Advokat?
Dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
adalah advokat, penasihat hukum, pengacara praktik, dan konsultan hukum,
semuanya disebut sebagai Advokat. Advokat adalah orang yang berprofesi
memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi
persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang.

Advokat berasal dari kata Advocaat (Belanda) yaitu seseorang yang resmi
diangkat untuk menjalankan profesinya setelah memperoleh gelar Meester in de
rechten (Mr). Jika ditarik lebih jauh lagi kata itu berasal dari kata lain yaitu
Advocatus. Oleh karena itu tidak heran hampir di setiap bahasa di dunia istilah itu
dikenali.

Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin
oleh hukum dan peraturan perundang-undangan yang dapat kita lihat di dalam
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, karena
Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai
kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan
keadilan. Kemudian dilengkapi dengan wilayah kerja Advokat meliputi seluruh
wilayah negara Republik Indonesia seperti yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat
(2).

Sebelum UU Advokat diundangkan, yang dimaksud dengan advokat adalah


seseorang yang memiliki profesi memberikan jasa hukum kepada orang didalam
pengadilan atau seseorang yang mempunyai izin praktik beracara dipengadilan
diseluruh wilayah indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan pengacara praktik
adalah seseorang yang memiliki profesi untuk memberikan jasa hukum didalam
pengadilan di lingkup wilayah yang sesuai dengan izin praktik beracara yang
dimilikinya. Sehingga, jika pengacara hendak beracara di luar lingkup wilayah
izin praktiknya, ia harus meminta izin ke pengadilan tempat ia akan beracara
terlebih dahulu.

Dengan diundangkannya UU Advokat, istilah pengacara praktik tidak lagi


dikenal. Pasal 32 UU Advokat menegaskan bahwa Advokat, penasihat huku m,
pengacara praktik, dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat UU
Advokat mulai berlaku dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur dalam UU
Advokat. Sehingga, pasca UU Advokat diundangkan, yang dinyatakan sebagai
advokat meliputi:

a. Advokat;
b. Penasihat hukum;
c. Pengacara praktik; dan
d. Konsultasi hukum.

Yang telah diangkat pada saat UU Advokat mulai berlaku.

Karena dalam ketentuan peralihan sudah ditegaskan sebagaimana disebutkan


diatas, maka pengacara praktik yang telah diangkat pada saat UU Advokat mulai
berlaku dapat memberikan jasa hukum diseluruh wilayah negara Indonesia.

Profesi advokat sebagai salah satu profesi hukum bertujuan untuk


mewujudkan ketertiban berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat
menjalani kehidupannya dengan wajar. Pengembanan profesi advokat pada
dasarnya mencakup empat bidang, yaitu: 1) Penyelesaian konflik secara formal
yaitu lewat jalur peradilan; 2) Pencegahan konflik lewat rancangan hukum, opini
dan nasehat hukum; 3) Penyelesaian konflik secara informal lewat mediasi dan
negosiasi; dan 4) Penerapan hukum di luar konflik.

Pengembanan profesi Advokat harus selalu dilakukan dengan mengacu pada


cita-cita hukum atau rechtsidee (ketertiban, prediktabilitas, Kepastian hukum,
kegunaan sosial dan keadilan) demi pengayoman pada setiap manusia yang
berakar dalam penghormatan atas martabat manusia. Sebagai bagian dari penegak
hukum, advokat mempunyai kedudukan yang sama dengan penegak-penegak
hukum lainnya seperti Polisi, Jaksa penuntut umum dan Hakim. Sebagai bagian
dari aparat penegak hukum, advokat mempunyai hak dan kewajiban yang secara
tersendiri di atur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Pasal 14 sampai
dengan Pasal 17.

Berkaitan dengan kewajiban-kewajiban Advokat, khususnya terhadap


kepentingan kliennya, Undang-undang Advokat mengatur sebagai berikut, 1)
Advokat dalam menjalankan profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap
kliennya berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, rasa tau latar
belakang social dan budaya; 2) Advokat tidak dapat diidentikan dengan kliennya
dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat; 3)
Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau
diperoleh dari kliennya sehubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh
undang-undang; 4) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-
Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu; 5) Advokat wajib untuk
tunduk dan patuh terhadap kode etik provesi advokat; 6) Advokat berhak atas
kerahasiaan hubungannya dengan klien termasuk perlindungan atas berkas dan
dokumennya terhadap penyitaan dan pemeriksaan dan perlindungan terhadap
penyadapan atas komunikasi elektronik advokat; 7) Advokat berhak menerima
honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan kepada Kliennya; dan 8)
Besarnya honorarium atas jasa hukum sebagaimana dimaksud, ditetapkan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Peran dan fungsi advokat dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana di


Indonesia jelas memegang peranan yang sangat penting guna tegaknya due
process of law. Dengan berbekal kompetensi yang teruji serta moralitas dan etika
yang baik, advokat dengan serangkaian keintimewaan yang diberikan oleh
undang-undang dapat menjadi ujung tombak dalam mewujudkan cita-cita hukum
yang lebih tinggi yakni keadilan.

B. Sejarah lahirnya organisasi Advokat di Indonesia


Sejarah advokat dimulai ketika masa kolonial Belanda karena jumlahnya
sangat sedikit waktu itu, mereka tidak bergabung dalam organisasi advokat tetapi
di kota-kota besar waktu itu mereka ada perkumpulan yang dikenal sebagai Balie
van Advocaten yang keanggotaannya didominasi oleh advokat Belanda. Balie van
Advocaten ini kemudian menjelma menjadi Persatuan Advokat Indonesia (PAI)
pada 14 Maret 1963 sebagai embrio dari Persatuan Advokat
Indonesia (PERADIN). Harapan dan usaha untuk mengadakan suatu kongres atau
musyawarah para advokat Indonesia waktu itu mulai dikumandangkan dalam
Kongres II Perhimpunan Sarjana Hukum (PERSAHI) di Surabaya yang
berlangsung pada tanggal 15-19 Juli 1963. PERSAHI waktu itu boleh dikata
adalah Law Society di Indonesia yang mencita-citakan organisasi advokat bisa
didirikan. Hasil Kongres II PERSAHI ini mengharapkan agar kongres para
advokat dapat diselenggarakan pada bulan Agustus 1964 di Solo.

Sejarah organisasi advokat di Indonesia ini kemudian tidak dapat lepas dari
Kongres Nasional Pertama para advokat Indonesia di Solo pada tanggal 30
Agustus 1964, yang kemudian secara aklamasi dibentuklah suatu organisasi
advokat yang dinamakan PERADIN sebagai organisasi atau wadah persatuan para
advokat di Indonesia. Sejak tanggal 30 Agustus 1964 nama PERADIN
menggantikan PAI sebagai singkatan dari Persatuan Advokat Indonesia. Dalam
musyawarah tersebut Meester in de Rechten Iskaq Tjokrohadisuryo (mantan
Menteri Perekonomian dalam kabinet Ali Sastroamidjojo I) terpilih sebagai Ketua
Umum PERADIN merangkap Tim Formatur DPP PERADIN, yang kemudian
dilanjutkan oleh para penerusnya seperti Sukardjo Adidjojo, Lukman Wiriadinata,
Suardi Tasrif dan Harjono Tjitrosubono.

Sewaktu PERADIN di bawah kepengurusan Suardi Tasrif, PERADIN


mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi perjuangan pada tahun 1978 dan
banyak kiprahnya yang mengkritik dan menentang Keppres dan Perpres yang
bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945. Mereka dikenal sebagai “L’infant
terrible” atau si anak nakal karena kritik yang dilontarkan sewaktu pemerintahan
Orde Baru mengembangkan otoritarianisme.

Seperti tokoh-tokoh advokat sebelumnya mereka memperjuangkan Rule of


Law agar supaya putusan-putusan pengadilan dapat memberi keadilan kepada
masyarakat dan para penguasa itu diatur hukum atau undang-undang dalam
menjalankan kekuasaannya. Maka pengadilan dalam keputusan-keputusannya
dapat menjembatani konflik antara yang berkuasa dan yang dikuasai sebagai
masyarakat. Adanya keseimbangan antara negara dan individu menjadi acuan dari
Rule of Law atau dalam konsep negara hukum ada pembagian kekuasaan dalam
ajaran Montesquieu tentang Trias Politica. Pemegang kekuasaan tertinggi adalah
rakyat atau teori tentang demokrasi “Salus Populi Suprema Lex Esto” atau
“Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi”. Tokoh-tokoh advokat itu
sejak zaman dulu sewaktu perjuangan kemerdekaan dan setelah merdeka sudah
berjuang untuk kepentingan rakyat.

Karena itu perjuangan untuk “due process of law” diutamakan untuk


memperoleh keadilan, diperlukan pengadilan yang jujur, terbuka dan tidak
memihak. Pembelaan yang dilakukan dengan mengabaikan SARA adalah penting
karena profesi advokat harus bebas dari keberpihakan, medeka, dan independen.
Inilah yang kemudian diperjuangkan PERADIN dalam negara hukum
(Rechtsstaat).

Pada zaman kepengurusan Lukman Wiriadinata di Lembaga Bantuan Hukum


atau LBH berdiri tahun 1970 dalam membela orang miskin atau probono public
atau prodeo. Konsep negara hukum (Rechtsstaat) ini menjadi pegangan para
advokat Indonesia dengan tidak memandang latar belakang kliennya.

Gagasan untuk mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) muncul pada


saat Kongres PERADIN ke-III pada tanggal 18-20 Agustus tahun 1969 di Jakarta.
Gagasan tersebut muncul dari seorang mantan jaksa bernama Adnan Buyung
Nasution. Gagasan ini diwujudkan dengan pendirian LBH Peradin di Jakarta pada
tahun 1970. Berdasarkan hasil Kongres PERADIN tersebut pula dipilih Adnan
Buyung Nasution sebagai Direktur Utama LBH yang pertama. Pendirian LBH
merupakan proyek khusus dari PERADIN. Pendirian LBH Jakarta yang didukung
pula oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta ini, pada awalnya
dimaksudkan untuk memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak
mampu dalam memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang
digusur, dipinggirkan, di-PHK, dan pelanggaran atas hak-hak asasi
manusia pada umumnya.

Peran dan fungsi advokat bernaung dalam sebuah wadah yaitu Organisasi
Advokat PERADI yang merupakan organisasi profesi yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang Advokat. Undang-Undang Advokat selain memberikan
pengakuan terhadap eksistensi Advokat sebagai penegak hukum namun sekaligus
pula memberikan pengakuan adanya satu Organisasi Advokat sebagai wadah
tunggal Advokat di Indonesia yang mempunyai kewenangan : Melaksanakan
Pendidikan Khusus Profesi Advokat, Pengujian calon Advokat, Pengangkatan
Advokat, Membuat Kode Etik, Membentuk Dewan Kehormatan, Membentuk
Komisi Pengawas, Melakukan Pengawasan, dan memberhentikan Advokat

Sejumlah kewenangan ini mempunyai gambaran adanya kemajuan besar


dalam peningkatan profesi Advokat yang mandiri dan bebas, karena dapat
mengurus organisasinya sendiri sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangganya, tanpa campur tangan pemerintah. Oleh karena itu, Organisasi
Advokat sebagaimana amanat Undang-Undang Advokat pada dasarnya adalah
organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang
juga melaksanakan fungsi Negara.

Pembentukan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) sebagai Organisasi


Advokat dalam Undang-Undang Advokat memiliki sejarah sebagai berikut ; Pada
tanggal 5 April 2003, Pemerintah Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang mengamanatkan
pembentukan organisasi tunggal advokat sebagaimana yang tercantum dalam
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat, dan organisasi advokat tersebut
paling lambat terbentuk pada tahun 2005, dengan kata lain 2 tahun setelah
Undang-Undang Advokat diundangkan yaitu pada tahun 2003.

Oleh karena itu, guna memenuhi ketentuan dalam UU Advokat tersebut, maka
pada bulan Desember 2004 dideklarasikan Perhimpunan Advokat Indonesia
(PERADI) yang merupakan perwujudan dari single bar association dan juga
merupakan sinyal bersatunya profesi advokat Indonesia dalam suatu organisasi
tunggal profesi advokat (Pasal 28 ayat (1) UU Advokat).

Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) yang dibentuk oleh 8 (delapan)


organisasi Advokat yaitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat
Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat
dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi
Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal
(HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).

Anda mungkin juga menyukai