Anda di halaman 1dari 20

“Perjanjian yang melahirkan perbuatan yang melawan

hukum”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perikatan

Dosen Pengampu: Sri nanang

Kelompok 3
Putri Ramadhanti Anton Taha 1011420124
Rahmadania sultan 1011420138
Siti nurhalivagani 1011420120
Siti Masyithah 1011420152
Ahmad riyadi a adam 1011420142
Sri Eka putri isa 1011420150

FAKULTAS HUKUM

JURUSAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Sri nanang
sebagai dosen pengampu mata kuliah hukum perikatan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa, serta
semua pihak yang telah memberikan dukungannya bagi terselesaikannya tugas ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian makalah ini masih jauh
dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
sebagai penyempurnaan tulisan ini. Semoga hasil penulisan makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi teman-teman mahasiswa dan semua pihak-pihak yang
memerlukan.

Gorontalo,7 November 2021

Penulis

2
Daftar Isi
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................4
Rumusan Masalah.....................................................................................................4
BAB II..........................................................................................................................5
PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH I...............................................................5
I. Konsep Perbuatan Melawan Hukum.................................................................5
II. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum............................................................9
BAB III.......................................................................................................................10
PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH II...........................................................10
I. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum.......................................................10
BAB IV.......................................................................................................................13
PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH III..........................................................13
I. Pelaku perbuatan melawan hukum..................................................................13
II. Faktor-faktor yang Menyebabkan Hilangnya Pertanggung jawaban Perbuatan
Melawan Hukum.....................................................................................................14
III. Contoh perjanjian melawan hukum.............................................................16
BAB V........................................................................................................................17
PENUTUP..................................................................................................................17
Kesimpulan.............................................................................................................17
Saran........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu
“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain.
Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus
seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum.
Semua tindakan yang dilakukan oleh manusia yang selalu terikat oleh hukum.
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat
oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi
untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnya.
Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas
dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya
mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja tetapi
juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan
dengan ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari
perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi
kepada pihak yang dirugikan. “Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara
seksama dalam undang-undang, sehingga sifatnya terbatas”.

Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep perbuatan melawan hukum dan apa pengertian dari
perbuatan melawan hukum itu sendiri ?
2. Apa saja unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum ?
3. Bagaimana pelaku PMH dalam hukum perdata dan apa faktor yang
menyebabkan hilangnya pertanggung jawaban PMH ?
4. Bagaimana contoh perjanjian yang menimbulkan perbuatan yang melawan
hukum dengan menggunakan pasal 1365 KUHPerdata?

4
BAB II

PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH I

I. Konsep Perbuatan Melawan Hukum


Untuk memahami konsep “perbuatan melawan hukum” (onrechtmatigedaad),
perlu dibaca Pasal 1365 KUHPer yang sama rumusannya dengan Pasal 1401 BW
Belanda yang menentukan sebagai berikut:

“ Setiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang karena kesalahannya yang menimbulkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”.

Berdasar pada rumusan Pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu peraturan
dinyatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut :

 Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatige);


 Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;
 Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan; dan
 Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.

Salah satu saja dari unsur-unsur di atas ini tidak terpenuhi, perbuatan itu tidak
dapat digolongkan perbuatan melawan hukum.1

A. Perbuatan (daad)

Kata “ perbuatan” meliputi perbuatan positif dan perbuatan negatif. Perbuatan


positif adalah perbuatan yang benar-benar dikerjakan diatur dalam Pasal 1365
KUHPer atau Pasal 1401 BW Belanda. Perbuatan negatif adalah perbuatan yang
benar-benar tidak dikerjakan, diatur dalam Pasal 1366 KUHPer. Oleh karena itu,
perbuatan positif dikerjakan oleh orang yang benar-benar berbuat, sedangkan
perbuatan negatif tidak dikerjakan sama sekali oleh orang yang bersangkutan.

1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 259-
260.

5
Pelanggaran perbuatan dalam dua pasal tersebut mempunyai akibat hukum sama,
yaitu mengganti kerugian.

Rumusan perbuatan positif dalam Pasal 1365 KUHPer dan perbuatan negatif
dalam Pasal 1366 KUHPer hanya digunakan sebelum ada Putusan
HogeRaadNederlands31 Januari 1919 karena pada waktu itu pengertian “melawan
hukum” hanya bagi perbuatan positif, dalam arti sempit. Setelah keluar Putusan
HogeRaad 31 Januari 1919, pengertian “melawan hukum” diperluas, mencakup juga
perbuatan negatif, tidak berbuat. Maka, pengertian “perbuatan melawan hukum”
pada Pasal 1365 KUHPer diperluas yang mencakup juga perbuatan negatif pada
Pasal 1366 KUHPer yaitu berbuat atau tidak berbuat. Jadi perbuatan melawan
hukum dalam Pasal 1365 KUHPer adalah berbuat atau tidak berbuat merugikan
orang lain. Berbuat, contohnya merusak barang milik orang lain atau membakar
kebun tetangga. Tidak berbuat, contohnya tidak mengerjakan pekerjaan borongan
yang telah disanggupi atau membiarkan bayi tidak diberi susu. Kedua perbuatan
tersebut menimbulkan akibat hukum sama, yaitu merugikan orang lain. 2

B. Melawan Hukum (onrechtmatige)

Sejak tahun 1890 para penulis hukum telah menganut paham yang luas
tentang pengertian melawan hukum, sedangkan dunia peradilan (Mahkamah Agung)
masih menganut paham yang sempit. Hal itu dapat diketahui dari Putusan
HogeRaadNederlands sebelum tahun 1919, yang merumuskan :

“Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang melanggar hak orang
lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.”

Dalam rumusan ini, yang perlu dipertimbangkan hanya hak dan kewajiban
hukum berdasar pada undang-undang (wet). Jadi perbuatan itu harus melanggar hak
orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang diberikan
undang-undang (wet). Dengan demikian melanggar hukum (onrechtmatige) sama
dengan melanggar undang-undang (onwetmatige). Melalui tafsiran sempit ini banyak
kepentingan masyarakat dirugikan, tetapi tidak dapat menuntut apa-apa.3Semula
2
Ibid., hlm. 260-261.
3
Ibid., hlm. 261.

6
pengertian melawan hukum hanya diartikan secara sempit yaitu perbuatan yang
melanggar undang-undang saja. Akan tetapi, kemudian HogeRaad dalam kasus yang
terkenal Lindenbaum melawan Cohen memperluas pengertian melawan hukum
bukan hanya sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang, tetapi juga
perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan
antara sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang lain.4

C. Ganti Kerugian

Kerugian yang dimaksud dalam pengertian ini dapat berupa kerugian materiel
atau kerugian imateriel. Menurut yurisprudensi, Pasal 1246-1248 KUHPer mengenai
ganti kerugian dalam hal terjadi wanprestasi tidak dapat diterapkan secara langsung
pada perbuatan pada perbuatan melawan hukum, tetapi dibuka kemungkinan
penerapan secara analogis.5

Dalam pasal-pasal mengenai ganti kerugian akibat wanprestasi, kerugian itu


meliputi tiga unsur, yaitu biaya (ongkos), kerugian sesungguhnya, dan keuntungan
(bunga). Ukuran penilaian yang dipakai adalah uang. Pada perbuatan melawan
hukum, unsur-unsur kerugian dan ukuran penilaian dengan uang dapat diterapkan
secara analogis. Dengan demikian, perhitungan ganti kerugian pada perbuatan
melawan hukum didasarkan pada kemungkinan adanya tiga unsur tersebut dan
kerugian itu dihitung dengan sejumlah uang.

D. Kesalahan, Kelalaian

Pengertian kesalahan disini adalah pengertian dalam hukum perdata, bukan


dalam hukum pidana. Kesalahan dalam rumusan Pasal 1365 KUHPer melingkupi
semua gradiasi dari kesalahan dalam arti “kesengajaan” sampai pada kesalahan
dalam arti “kelalaian”. Menurut konsep hukum perdata, seseorang dikatakan bersalah
jika kepadanya dapat disesalkan bahwa dia telah melakukan atau tidak melakukan
suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan. Perbuatan yang seharusnya dilakukan

4
Sedyo Prayogo, Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam
Perjanjian, Jurnal Pembaharuan Hukum Volume III No. 2, 2 Mei-Agustus 2016.
5

7
atau tidak dilakukan, itu tidak terlepas dari dapat tidaknya dikira-kirakan. Dapat
dikira-kirakan itu harus diukur secara objektif. Artinya, manusia normal dapat
mengira-ngirakan dalam keadaan tertentu itu perbuatan seharusnya dilakukan atau
tidak dilakukan. Dapat dikira-kirakan itu harus juga dapat diukur secara subjekif.
Artinya, apa yang justru orang itu dalam kedudukannya dapat mengira-ngirakan
bahwa perbuatan itu seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan.6

Selain dari ukuran objektif dan subjektif, orang yang berbuat itu harus dapat
dipertanggungjawabkan (responsible). Artinya, orang yang berbuat itu sudah dewasa,
sehat akalnya, dan tidak berada di bawah pengampuan. Dalam pengertian “tanggung
jawab” itu termasuk juga akibat hukum dari perbuatan orang yang berada di bawah
pengawasannya, kekuasannya, dan akibat yang timbul dari binatang yang berada
dalam pemeliharaannya dan benda-benda yang berada di bawah pengawasannya
(Pasal 1367 dan 1368 KUHPer).

E. Hubungan Kausal

Hubungan kausal itu ada, dapat disimpulkan dari kalimat Pasal 1365 KUHPer
“ perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian”. Kerugian itu harus
timbul sebagai akibat dari perbuatan orang itu. Jika tidak ada perbuatan, tidak pula
ada akibat, dalam hal ini kerugian. Untuk mengetahui bahwa suatu perbuatan adalah
sebab dari suatu kerugian, perlu diikuti teori adequateveroorzaking yang
dikemukakan oleh vonKries. Menurut teori ini, yang dianggap sebagai sebab adalah
perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal sepatutnya dapat diharapkan
menimbulkan akibat, dalam hal ini akibatnya adalah kerugian. Jadi, antara perbuatan
dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung (hubungan sebab akibat).

Sebagai contoh, seseorang lewat melalui pekarangan orang lain kemudian pot
kembang milik pekarangan itu tersentuh hingga jatuh dan pecah. Di sini, antara
perbuatan tersentuh (sebab) dan kerugian yang timbul, yaitu pecahnya pot kembang
(akibat) ada hubungan kausal. Akan tetapi , jika dia lewat dalam pekarangan itu

65
Ibid., hlm. 263.

8
bertepatan dengan jatuhnya pot kembang karena tataannya lapuk, di situ tidak ada
hubungan kausal.7

II. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum


Istilah “perbuatan melawan hukum” dalam istilah bahasa Belanda disebut
dengan onrechtmatigedaad. Sebenarnya, istilah perbuatan melawan hukum ini
bukanlah satu-satunya yang dapat diambil sebagai terjemahan dari
onrechtmatigedaad, akan tetapi masih ada istilah lainnya, seperti :8

1) Perbuatan yang bertentangan dengan hukum.


2) Perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas hukum.
3) Perbuatan yang melanggar hukum.
4) Tindakan melawan hukum.
5) Penyelewengan perdata.

Sebenarnya, semua istilah tersebut pada hakikatnya adalah bersumber dari


ketentuan Pasal 1365 KUHPer yang mengatakan, bahwa tiap perbuatan melawan
hukum, yang menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.
Selanjutnya menurut Pasal 1366 KUHPer, setiap orang bertanggung jawab tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Adapun menurut Pasal 1367 ayat (1)
KUHPer, seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-
orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada
dibawah pengawasan.9

7
Ibid., hlm. 264-265.
8
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm.
9
Ibid

9
BAB III

PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH II

I. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum

Dari ketentuan Pasal 1365KUHPer ini, dapat diketahui bahwa suatu


perbuatan melawan hukum baru dapat dituntut penggantian kerugian apabila telah
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :10

A. Perbuatan itu harus melawan hukum


Suatu perbuatan adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila
berlawanan dengan :
1. Hak orang lain
Melanggar hak subjektif orang lain berarti melanggar wewenang khusus yang
diberikan oleh hukum kepada seseorang. Sifat hakikat dari hak subjektif wewenang
khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang yang memperoleh demi
kepentingannya.

2. Kewajiban hukumnya sendiri


Menurut pandangan yang berlaku saat ini, hukum diartikan sebagai suatu
keseluruhan yang terdiri dari norma-norma yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Yang dimaksud dengan suatu tindakan atau kelalaian yang bertentangan dengan
kewajiban hukum si pelaku adalah suatu tingkah laku yang bertentangan dengan
suatu ketentuan undang-undang.

3. Kesusilaan yang baik


Kaidah kesusilaan diartikan sebagai norma-norma sosial dalam masyrakat,
sepanjang norma tersebut diterima oleh anggota masyarakat dalam bentuk peraturan-
peraturan hukum yang tidak tertulis.

10
Suharnoko.2009. hukum perjanjian : teori & analisis kasus. Jakarta:kencana media group,hal 115-
119

10
4. Keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup masyarakat
mengenai orang lain atau benda
Dalam pengertian ini manusia harus mempunyai tenggang rasa dengan
lingkungannya dan sesama manusia, sehingga tidak hanya mementingkan
kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan orang lain sehingga dalam bertindak
haruslah sesuai dengan, ketelitian, dan kehati-hatian yang berlaku dalam masyarakat.

B. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian


Kerugian yang disebabkan oleh karena perbuatan melawan hukum dapat
berupa kerugian materiel (dapat dinilai dengan uang) dan kerugian immateriel (tidak
dapat dinilai dengan uang). Dengan demikian, kerugian yang ditimbulkan karena
perbuatan melawan hukum tidak hanya terbatas pada kerugian yang ditujukan
kepada kekayaan harta benda, tetapi juga kerugian yang ditujukanpada tubuh, jiwa,
dan kehormatan manusia.11
1. Kerugian materil
Kerugian materil dapat berupa kerugian yang nyata diderita dari suatu
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya : kebakaran
mobil penumpang akibat perbuatan melawan hukum, mewajibkan si pembuat
kerugian itu tidak hanya membayar biaya perbaikan mobil tersebut, akan tetapi juga
bertanggungjawab untuk mengganti penghasilan mobil penumpang itu yang akan
diperoleh si pemilik sewaktu memperbaiki mobil tersebut.

2. Kerugian immaterial
Yang termasuk dalam kerugian immaterial akibat perbuatan melawan hukum
dapat berupa :
 Kerugian moral,
 Kerugian yang tidak dapat dihitung dengan uang.

C. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan


Suatu kesalahan dapat berupa kesengajaan dan kelalaian. Kesengajaan
berarti seseorang melakukan suatu perbuatan dan perbuatan ini berniat untuk

11
Ibid.

11
membuat suatu akibat. Adapun kelalaian berarti seseorang tidak melakukan suatu
perbuatan, padahal menurut hukum ia harus berbuat atau melakukan suatu perbuatan.
Dengan kata lain dapat disimpulkan, bahwa:12
1. Kesengajaan adalah melakukan suatu perbuatan, dimana dengan
perbuatan itu si pelaku menyadari sepenuhnya akan ada akibat dari
perbuatan tersebut.
2. Kelalaian adalah seseorang tidak melakukan suatu perbuatan, tetapi
dengan bersikap demikian pada hakikatnya ia telah melawan hukum,
sebab semestinya ia harus berbuat atau melakukan suatu perbuatan. Jadi,
ia lalai untuk melakukan suatu perbuatan yang sebenarnya wajib
melakukan suatu perbuatan.

D. Perbuatan itu harus ada hubungan kausal (sebab-akibat)


Hubungan kausal merupakan hubungan sebab-akibat antara perbuatan
melawan hukum dan kerugian. Hubungan kausal ini tersimpul dalam Pasal 1365
KUHPer yang mengatakan, bahwa perbuatan yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian. Dengan demikian, kerugian itu harus timbul sebagai akibat
dari perbuatan seseorang. Jika tidak ada perbuatan (sebabnya), maka tidak ada
kerugian (akibatnya).13
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa akibat dari suatu perbuatan
melawan hukum adalah timbulnya kerugian. Kerugian sebagai akibat perbuatan
melawan hukum diharuskan supaya diganti oleh orang yang karena salahnya
menimbulkan kerugian itu atau oleh si pelaku perbuatan melawan hukum. Dengan
demikian Pasal 1365 KUHPer mengatur tentang kewajiban si pelaku perbuatan
melawan hukum mengganti kerugian yang timbul karenanya di satu pihak dan hak
untuk menuntut penggantian kerugian bagi orang yang diragukan. Dengan kata lain,
kerugian yang diderita oleh korban haruslah benar-benar sebagai akibat dari
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku bukan oleh akibat perbuatan lain.

12
Ibid., hlm.
13
Ibid.

12
BAB IV

PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH III

I. Pelaku perbuatan melawan hukum


Dalam Pasal 1365 KUHPer, setiap perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. Orang
bersalah yang dimaksudkan adalah pelaku perbuatan melanggar hukum, tidak hanya
bertanggung jawab karena perbuatannya sendiri, tetapi juga bertanggung jawab
karena perbuatan orang lain yang berada di bawah kekuasaan atau tanggung
jawabnya, serta karena barang yang berada di bawah pengawasannya (Pasal 1367
KUHPer).14
Pelaku perbuatan melawan hukum dapat berupa manusia pribadi ataupun
badan hukum. Ketentuan Pasal 1367 KUHPer memberikan rincian orang yang
mempunyai kekuasaan atau tanggung jawab atas perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh orang lain seperti diuraikan berikut ini:15
 Orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa
 Majikan terhadap orang yang diangkat sebagai bawahannya
 Guru terhadap murid selama berada di bawah pengawasannya
 Kepala tukang terhadap tukang selama mereka berada di bawah
pengawasannya
Namun, mereka ini dianggap tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang
dilakukan oleh orang yang berada di bawah kekuasaan atau pengawasannya jika
dapat membuktikan bahwa mereka tidak mungkin dapat mencegah perbuatan itu.

14
Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hlm. 269.
15
Ibid.

13
II. Faktor-faktoryang Menyebabkan Hilangnya
Pertanggungjawaban Perbuatan Melawan Hukum
Rasa keadilan pada masyarakat akan tercipta apabila tiap-tiap anggota
masyarakat bertindak sesuai dengan norma-norma dan hukum yang ada di
masyarakat. Setiap anggota masyarakat harus menggunakan haknya sesuai dengan
tujuannya.Anggota masyarakat yang menggunakan haknya tidak sesuai dengan
tujuannya yang menimbulkan kerugian pada orang lain, maka padanya akan
dimintakan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam praktek, hakim dalam menentukan apakah seorang telah melanggar
kepantasan, kesusilaan di tengah-tengah masyarakat sering menemui kesulitan
karena perluasan pengertian perbuatan melawan hukum, maka apabila seseorang
melawan kesusilaan dan kepantasan dianggap telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Kalau hakim memenuhi kesulitan dalam menentukan ini otomatis dalam
menentukan ganti rugi hakim juga akan menemukan kesulitan.Walaupun ada
pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum namun ada juga hal-hal yang
melenyapkan sifat perbuatan melawan hukum dari suatu tuntutan, sehingga
kepadanya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban.
Hal-hal yang dapat melenyapkan pertanggungjawaban atas perbuatan
melawan hukum dibedakan dalam 2 golongan yaitu :16
 Yang berasal dari undang-undang
 Yang berasal dari hukum tidak tertulis

A. Yang Berasal Dari Undang-Undang


a) Hak Pribadi
Pada umumnya seseorang tidak dapat membuat sesuatu perjanjian atas nama
orang lain tanpa sepengetahuannya, misalnya, menyewakan barang kepada orang lain
atau pihak ketiga. Kalau hal menyewakan barang tersebut, dinamakan perbuatan
melawan hukum semacam itu yaitu kalau pada suatu saat barang milik orang lain
tidak terurus sama sekali dan si pemilik tidak diketahui tempatnya, supaya barang itu
tidak terlantar seorang tadi berinisiatif mengurus barang tersebut untuk kepentingan

16
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005) hlm.

14
si pemilik barang, inilah yang dimaksud dengan zaakwarneming, berdasarkan pasal
1357 KUH Perdata si pengurus barang tersebut berhak memperjanjikan pada pihak
ketiga yang mengikat si pemilik walau tanpa kuasanya.
b) Pembelaan Diri
Dalam hal ini harus ada seorang dari pihak lain baru bisa dilakukan
pembelaan diri. Sifat melawan hukum lenyap bilamana seseorang dalam melakukan
perbuatannya dapat mendalilkan bahwa hak pribadi yang menjadi dasar
perbuatannya. Contoh pasal 1354 KUH Perdata dengan pasal 1358 KUH Perdata
tentang zaakwarneming.
Kalau pada waktu pembelaan diri tergolong pada perbuatan melawan hukum,
maka sifat melawan hukumnya menjadi lenyap. Harus diperhatikan bahwa harus
benar-benar ada keadaan yang memerlukan seseorang untuk membela diri juga harus
diperhatikan bahwa pembelaan diri ini tidak berakibat serangan baru terhadap yang
menyerang.17
c) Keadaan Memaksa (Overmacht)
Menurut Subekti, “Untuk dapat dikatakan keadaan memaksa (overmacht), keadaan
itu diluar kekuasaan manusia dan memaksa. Yang mana kerugian yang timbul akibat
keadaan memaksa, kerugian tersebut tidak dapat dipastikan terjadi sebelumnya
karena keadaan itu di luar kekuasaan manusia”.
Selanjutnya beliau mengatakan, keadaan memaksa ini terbagi 2 yaitu:
 Bersifat mutlak (absolut) : Dalam hal ini tidak mungkin lagi melaksanakan
suatu perjanjian. Jadi tidak mungkin lagi untuk menuntut ganti rugi.
 Bersifat relatif (tidak mutlak) : Yaitu berupa keadaan dimana perjanjian
masih dapat dilaksanakan tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan yang
sangat besar dari pihak yang melakukan kesalahan.
d) Perintah Jabatan
Perintah jabatan adalah melaksanakan tugas pekerjaan berdasarkan perbuatan
yang berlaku dalam lingkungannya.
B. Yang Berasal Dari Hukum Yang Tidak Tertulis
Hal yang melenyapkan sifat melanggar hukum yang tidak berasal dari
undang-undang, misalnya: wewenang untuk melanggar hak orang lain atas dasar

17
Ibid.

15
persetujuan yang berhak. Misalnya: A pemilik seekor anjing, ternyata kemudian
menderita sakit gila. A meminta B yang kebetulan memegang sebuah tongkat untuk
memukul anjingnya tersebut. Atas persetujuan A tersebut, B memukul anjing tadi.

III. Contoh perjanjian melawan hukum

Putusan Mahkamah Agung Nomor 3253/K.PDT/2012, dengan pemohon kasasi


dahulu penggugat/pembanding PT.Star Indonesia berkedudukan di Jalan T. Amir
Hamzah Ruko Griya Riatur Indah Blok B No.184-186 Medan melawan Irman,
bertempat tinggal di Jalan Sutomo No.46 Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur, kota Medan selaku termohon kasasi, dahulu tergugat/terbanding. Pemohon
kasasi mengajukan dalil - dalil permohonan sebagai berikut :

PT. Star Indonesia merupakan badan hukumyang didirikan berdasarkan


ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang RI sebagaimana tertuang dalam Akta
Pendirian No.84 Tanggal 15 April 1997 tentang Pendirian Perseroan Terbatas Star
Indonesia dengan bidang usaha membangun baliho, papan reklame
papan/billboard/dan videotron untuk menambah keindahan kota Medan dan
membantu memajukan pendapatan daerah kota Medan.

Penggugat dan tergugat telah mengadakan perjanjian kerjasama sebagaimana


yang dituangkan dalam surat perjanjian kerjasama yang telah dilegalisir oleh Notaris
Minarny Theh Sarjana Hukum dengan nomor legalisasi Nomor
119/MT.MB/L/XII/2005 tertanggal 28 desember 2005. Dalam perjanjian tersebut
penggugat dan tergugat sepakat untuk bekerjasama dalam pengadaan lokasi reklame
berbentuk bando yang selanjutnya disebut billboard (bentuk promosi iklan luar
ruang) dengan ukuran 7 x 14 meter dengan dua sisi yang terletak di Jalan Imam
Bonjol berikut perlengkapan serta ijin lokasi billboard dan kontruksi yang
merupakan milik bersama antara penggugat dan tergugat. Bahwa setelah billboard
berbentuk bando tersebut didirikan oleh pihak Pemerintah Kota Medan billboard
tersebut kemudian dibongkar.

16
Penggugat merasa dirugikan karena tergugat tidak pernah memberitahu
penggugat tentang rencana selanjutnya dari kesepakatan yang telah dibuat khususnya
mengenai konstruksi dan perlengkapan billboard yang masih menjadi milik bersama
penggugat dan tergugat. Dalam Pasal 6 Perjanjian Kerjasama antara penggugat dan
tergugat disebutkan bahwa kontruksi dan perlengkapan yang masih menjadi milik
bersama tidak boleh didirikan atau dipindahkan ke tempat lain tanpa persetujuan
kedua belah pihak.

Tergugat telah mendirikan dan membangun billboard ditempat lain yang


lokasinya tidak jauh dari lokasi billboard yang dibongkar oleh Pemerintah Kota
Medan, dengan menggunakan panel billboard, kontruksi rangka, dan tiang dari
billboard yang telah dibongkar yang masih merupakan milik bersama antara
penggugat dan tergugat. Selain itu tergugat juga telah menyewakan billboard
berbentuk bando tersebut kepada pihak ketiga tanpa memberitahu dan membagi
separuh keuntungan kepada penggugat dan hal tersebut jelas-jelas merugikan pihak
penggugat sebagaimana telah tercantum dalam perjanjian kerjasama, sehingga
perbuatan tergugat sudah merupakan bentuk perbuatan ingkar janji (wanprestasi).
Atas perbuatan tergugat tersebut penggugat mengalami kerugian moril dan kerugian
materiil sebesar Rp.2.000.000.000 (dua milyar rupiah), meliputi kerugian pendapatan
selama 5 (lima) tahun dari reklame, biaya pembelian panel billboard, dan biaya
honor advokat.

Penggugat telah melakukan upaya hukum melalui Pengadilan Negeri Medan


dengan putusan gugatan penggugat ditolak, kemudian penggugat melalui kuasa
hukumnya mengajukan banding melalui Pengadilan Tinggi Medan dengan putusan
yang sama yaitu gugatan penggugat ditolak. Selanjutnya pengguga melakukan upaya
hukum kasasi dan dalam keterangannya menyatakan bahwa pertimbangan Majelis
Hakim dalam Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Tinggi Medan tidak tepat
karena undang-undang tidak mengatur bahwa kelalaian dapat membatalkan
perjanjian. Majelis Hakim memutuskan menolak permohonan kasasi PT. Star
Indonesia dengan alasan pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri dan Hakim

17
Pengadilan Tinggi yang menyatakan perjanjian kedua pihak telah selesai dan tidak
dapat dilanjutkan karena penggugat dan tergugat lalai untuk memperpanjang ijin dan
membayar pajak reklame. Atas dasar hal tersebut, seharusnya dapat diajukan gugatan
perbuatan melawan hukum dalam perjanjian reklame tersebut.

Ditolaknya gugatan penggugat tersebut baik di tingkat Pengadilan Negeri,


Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Kasasi ke Mahkamah Agung tersebut, menarik
perhatian penulis untuk mengkaji Perbuatan Melawan Hukum dalam perjanjian
kerjasama pendirian papan reklame tersebut dan alasan serta pertimbangan hukum
(ratio decidendi) sehingga gugatan wanprestasi ditolak.18

18
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65554

18
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan
A. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad) dalam konteks hukum
perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer) yang berbunyi : “ Setiap perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya yang menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
B. Berdasar pada rumusan Pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu peraturan
dinyatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut :
 Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatige);
 Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;
 Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan; dan
 Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan
kausal.
C. Pelaku perbuatan melawan hukum ialah :
 manusia pribadi, atau
 badan hukum.

Hal-hal yang dapat melenyapkan pertanggungjawaban atas perbuatan


melawan hukum dibedakan dalam 2 golongan yaitu:
 Yang berasal dari undang-undang, dan
 Yang berasal dari hukum tidak tertulis

Saran
Dalam perkembangan praktik peradilan mengenai perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigedaad) saat ini lebih baik dari saat-saat sebelumnya dimana dahulu
dunia peradilan masih menganut paham yang sempit, yang membuat banyak
kepentingan masyarakat dirugikan, tetapi tidak dapat menuntut apa-apa. Namun
akhirnya peradilan meninggalkan paham yg sempit dan beralih ke paham yang luas.
Hal ini terbukti dari Putusan HogeRaad 31 Januari 1919 yang terkenal dengan
Lindenbaum-Cohen Arrest.

19
DAFTAR PUSTAKA
Simanjuntak, P.N.H. 2015.Hukum Perdata Indonesia.Jakarta: Prenadamedia Group.

Muhammad, Abdulkadir. 2014. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya


Bakti.

Prayogo, Sedyo. 2016.Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan Perbuatan


Melawan Hukum Dalam Perjanjian. Jurnal Pembaharuan Hukum Volume III No. 2

Fuady, Munir. 2005.Perbuatan Melawan Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Suharnoko. 2009. Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, hal. 115-119.

20

Anda mungkin juga menyukai