Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERDATA II

“PERBUATAN MELAWAN HUKUM”

DI SUSUN
O
L
E
H
INDAH RATNA SARI 178400248
ENZELI PRAGITA 178400186
NOVITA S. DEPARI 178400201

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MEDAN AREA
TA. 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah Hukum Perdata II ini
tepat pada waktunya dengan judul “Perbuatan Melawan Hukum”.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Perdata II. Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini kami menyampaikan terima
kasih kepada ibu Ika selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata I.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Namun
penyusun tetap mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sehingga
bisa menjadi acuan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Medan, 25 Maret 2019

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu
“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain.
Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus
seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum.
Semua tindakan yang dilakukan oleh manusia yang selalu terikat oleh hukum.
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat
oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi
untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnya.
Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas
dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya
mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja tetapi
juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan
dengan ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari
perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi
kepada pihak yang dirugikan. “Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara
seksama dalam undang-undang, sehingga sifatnya terbatas”.

II. Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep perbuatan melawan hukum dan apa pengertian dari
perbuatan melawan hukum itu sendiri ?
2. Apa saja unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum ?
3. Bagaimana pelaku PMH dalam hukum perdata dan apa faktor yang
menyebabkan hilangnya pertanggung jawaban PMH ?

3
BAB II

PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH I

I. Konsep Perbuatan Melawan Hukum

Untuk memahami konsep “perbuatan melawan hukum” (onrechtmatige


daad), perlu dibaca Pasal 1365 KUHPer yang sama rumusannya dengan Pasal 1401
BW Belanda yang menentukan sebagai berikut:

“ Setiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang karena kesalahannya yang menimbulkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”.

Berdasar pada rumusan Pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu peraturan
dinyatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut :

 Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatige);


 Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;
 Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan; dan
 Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.

Salah satu saja dari unsur-unsur di atas ini tidak terpenuhi, perbuatan itu tidak
dapat digolongkan perbuatan melawan hukum.1

A. Perbuatan (daad)

Kata “ perbuatan” meliputi perbuatan positif dan perbuatan negatif. Perbuatan


positif adalah perbuatan yang benar-benar dikerjakan diatur dalam Pasal 1365
KUHPer atau Pasal 1401 BW Belanda. Perbuatan negatif adalah perbuatan yang
benar-benar tidak dikerjakan, diatur dalam Pasal 1366 KUHPer. Oleh karena itu,
perbuatan positif dikerjakan oleh orang yang benar-benar berbuat, sedangkan
perbuatan negatif tidak dikerjakan sama sekali oleh orang yang bersangkutan.

1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 259-
260.

4
Pelanggaran perbuatan dalam dua pasal tersebut mempunyai akibat hukum sama,
yaitu mengganti kerugian.

Rumusan perbuatan positif dalam Pasal 1365 KUHPer dan perbuatan negatif
dalam Pasal 1366 KUHPer hanya digunakan sebelum ada Putusan Hoge Raad
Nederlands 31 Januari 1919 karena pada waktu itu pengertian “melawan hukum”
hanya bagi perbuatan positif, dalam arti sempit. Setelah keluar Putusan Hoge Raad
31 Januari 1919, pengertian “melawan hukum” diperluas, mencakup juga perbuatan
negatif, tidak berbuat. Maka, pengertian “perbuatan melawan hukum” pada Pasal
1365 KUHPer diperluas yang mencakup juga perbuatan negatif pada Pasal 1366
KUHPer yaitu berbuat atau tidak berbuat. Jadi perbuatan melawan hukum dalam
Pasal 1365 KUHPer adalah berbuat atau tidak berbuat merugikan orang lain.
Berbuat, contohnya merusak barang milik orang lain atau membakar kebun tetangga.
Tidak berbuat, contohnya tidak mengerjakan pekerjaan borongan yang telah
disanggupi atau membiarkan bayi tidak diberi susu. Kedua perbuatan tersebut
menimbulkan akibat hukum sama, yaitu merugikan orang lain. 2

B. Melawan Hukum (onrechtmatige)

Sejak tahun 1890 para penulis hukum telah menganut paham yang luas
tentang pengertian melawan hukum, sedangkan dunia peradilan (Mahkamah Agung)
masih menganut paham yang sempit. Hal itu dapat diketahui dari Putusan Hoge
Raad Nederlands sebelum tahun 1919, yang merumuskan :

“Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang melanggar hak orang
lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.”

Dalam rumusan ini, yang perlu dipertimbangkan hanya hak dan kewajiban
hukum berdasar pada undang-undang (wet). Jadi perbuatan itu harus melanggar hak
orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang diberikan
undang-undang (wet). Dengan demikian melanggar hukum (onrechtmatige) sama
dengan melanggar undang-undang (onwetmatige). Melalui tafsiran sempit ini banyak
kepentingan masyarakat dirugikan, tetapi tidak dapat menuntut apa-apa.3Semula
2
Ibid., hlm. 260-261.
3
Ibid., hlm. 261.

5
pengertian melawan hukum hanya diartikan secara sempit yaitu perbuatan yang
melanggar undang-undang saja. Akan tetapi, kemudian Hoge Raad dalam kasus yang
terkenal Lindenbaum melawan Cohen memperluas pengertian melawan hukum
bukan hanya sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang, tetapi juga
perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan
antara sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang lain.4

Putusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919

Setelah beberapa tahun perkembangan praktik peradilan mengenai perbuatan


melawan hukum, akhirnya Hoge Raad mengikuti tafsiran yang luas. Hal ini terbukti
dari Putusan Hoge Raad 31 Januari 1919 yang terkenal dengan Lindenbaum-Cohen
Arrest. Lindenbaum menggugat Cohen supaya membayar ganti kerugian dengan
alasan bahwa Cohen telah merugikannya dengan cara yang tidak patut. Perbuatan
tidak patut yang dimaksud adalah membujuk seorang pekerja perusahaan percetakan
Lindenbaum & Co. supaya membocorkan rahasia perusahaannya dengan memberi
hadiah dan janji-janji kepada pekerja itu sehingga memberikan keterangan yang
diperlukannya. Lindenbaum merasa dirugikan, akhirnya menggugat Cohen berdasar
pada perbuatan melawan hukum Pasal 1401 BW Belanda.

Dalam tingkat pertama perkara itu diperiksa oleh Arrondissement Rechtbank


fi Amsterdam. Gugatan dinyatakan diterima dan Cohen tidak menerima putusan dan
naik banding ke Gerechtshof di Amsterdam. Hof memutuskan bahwa putusan
Rechtbank dibatalkan dan menolak gugatan Lindenbaum. Kemudian, Lindenbaum
mengajukan kasasi ke Hoge Raad. Dalam putusan 31 Januari 1919 Hoge Raad
membatalkan putusan Gerechtshof Amsterdam dengan pertimbangan bahwa
perbuatan Cohen melawan hukum (onrechtmatige), yaitu “berbuat atau tidak berbuat
yang melanggar hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum orang
yang berbuat itu sendiri, atau bertentangan dengan kesusilaan atau sikap berhati-hati
sebagaimana patutnya dalam hidup masyarakat, terhadap diri, atau benda orang lain”.

4
Sedyo Prayogo, Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam
Perjanjian, Jurnal Pembaharuan Hukum Volume III No. 2, 2 Mei-Agustus 2016.

6
Berdasar pada Putusan Hoge Raad 31 Januari 1919 tersebut di atas, ternyata
Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad) telah meninggalkan paham yang sempit
dan beralih menganut paham yang luas mengenai rumusan perbuatan melawan
hukum Pasal 1401 BW Belanda. Paham yang luas tersebut sebenarnya adalah
rumusan pembuat undang-undang yang dimuat dalam rancangan undang-undang
sejak 1913, tetapi belum sempat menjadi undang-undang. Rumusan tersebut diambil
alih oleh Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad) dalam praktik peradilan perkara
perdata. Dalam rumusan yang luas itu ternyata unsur “kesusilaan” telah dimasukkan
pula ke dalam lapangan hukum sehingga perbuatan yang bertentangan dengan
kesusilaan atau kesopanan dapat juga diberantas melalui jalan hukum berdasar pada
“perbuatan melawan hukum” Pasal 1401 BW Belanda.5

C. Ganti Kerugian

Kerugian yang dimaksud dalam pengertian ini dapat berupa kerugian materiel
atau kerugian imateriel. Menurut yurisprudensi, Pasal 1246-1248 KUHPer mengenai
ganti kerugian dalam hal terjadi wanprestasi tidak dapat diterapkan secara langsung
pada perbuatan pada perbuatan melawan hukum, tetapi dibuka kemungkinan
penerapan secara analogis.6

Dalam pasal-pasal mengenai ganti kerugian akibat wanprestasi, kerugian itu


meliputi tiga unsur, yaitu biaya (ongkos), kerugian sesungguhnya, dan keuntungan
(bunga). Ukuran penilaian yang dipakai adalah uang. Pada perbuatan melawan
hukum, unsur-unsur kerugian dan ukuran penilaian dengan uang dapat diterapkan
secara analogis. Dengan demikian, perhitungan ganti kerugian pada perbuatan
melawan hukum didasarkan pada kemungkinan adanya tiga unsur tersebut dan
kerugian itu dihitung dengan sejumlah uang.

D. Kesalahan, Kelalaian

Pengertian kesalahan disini adalah pengertian dalam hukum perdata, bukan


dalam hukum pidana. Kesalahan dalam rumusan Pasal 1365 KUHPer melingkupi
5
Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hlm. 262
6
Ibid.

7
semua gradiasi dari kesalahan dalam arti “kesengajaan” sampai pada kesalahan
dalam arti “kelalaian”. Menurut konsep hukum perdata, seseorang dikatakan bersalah
jika kepadanya dapat disesalkan bahwa dia telah melakukan atau tidak melakukan
suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan. Perbuatan yang seharusnya dilakukan
atau tidak dilakukan, itu tidak terlepas dari dapat tidaknya dikira-kirakan. Dapat
dikira-kirakan itu harus diukur secara objektif. Artinya, manusia normal dapat
mengira-ngirakan dalam keadaan tertentu itu perbuatan seharusnya dilakukan atau
tidak dilakukan. Dapat dikira-kirakan itu harus juga dapat diukur secara subjekif.
Artinya, apa yang justru orang itu dalam kedudukannya dapat mengira-ngirakan
bahwa perbuatan itu seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan.7

Selain dari ukuran objektif dan subjektif, orang yang berbuat itu harus dapat
dipertanggungjawabkan (responsible). Artinya, orang yang berbuat itu sudah dewasa,
sehat akalnya, dan tidak berada di bawah pengampuan. Dalam pengertian “tanggung
jawab” itu termasuk juga akibat hukum dari perbuatan orang yang berada di bawah
pengawasannya, kekuasannya, dan akibat yang timbul dari binatang yang berada
dalam pemeliharaannya dan benda-benda yang berada di bawah pengawasannya
(Pasal 1367 dan 1368 KUHPer).

E. Hubungan Kausal

Hubungan kausal itu ada, dapat disimpulkan dari kalimat Pasal 1365 KUHPer
“ perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian”. Kerugian itu harus
timbul sebagai akibat dari perbuatan orang itu. Jika tidak ada perbuatan, tidak pula
ada akibat, dalam hal ini kerugian. Untuk mengetahui bahwa suatu perbuatan adalah
sebab dari suatu kerugian, perlu diikuti teori adequate veroorzaking yang
dikemukakan oleh von Kries. Menurut teori ini, yang dianggap sebagai sebab adalah
perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal sepatutnya dapat diharapkan
menimbulkan akibat, dalam hal ini akibatnya adalah kerugian. Jadi, antara perbuatan
dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung (hubungan sebab akibat).

Sebagai contoh, seseorang lewat melalui pekarangan orang lain kemudian pot
kembang milik pekarangan itu tersentuh hingga jatuh dan pecah. Di sini, antara
7
Ibid., hlm. 263.

8
perbuatan tersentuh (sebab) dan kerugian yang timbul, yaitu pecahnya pot kembang
(akibat) ada hubungan kausal. Akan tetapi , jika dia lewat dalam pekarangan itu
bertepatan dengan jatuhnya pot kembang karena tataannya lapuk, di situ tidak ada
hubungan kausal.8

II. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Istilah “perbuatan melawan hukum” dalam istilah bahasa Belanda disebut


dengan onrechtmatige daad. Sebenarnya, istilah perbuatan melawan hukum ini
bukanlah satu-satunya yang dapat diambil sebagai terjemahan dari onrechtmatige
daad, akan tetapi masih ada istilah lainnya, seperti :9

1) Perbuatan yang bertentangan dengan hukum.


2) Perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas hukum.
3) Perbuatan yang melanggar hukum.
4) Tindakan melawan hukum.
5) Penyelewengan perdata.

Sebenarnya, semua istilah tersebut pada hakikatnya adalah bersumber dari


ketentuan Pasal 1365 KUHPer yang mengatakan, bahwa tiap perbuatan melawan
hukum, yang menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.
Selanjutnya menurut Pasal 1366 KUHPer, setiap orang bertanggung jawab tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Adapun menurut Pasal 1367 ayat (1)
KUHPer, seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-
orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada
dibawah pengawasan.10

BAB III

PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH II


8
Ibid., hlm. 264-265.
9
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm.
10
Ibid

9
I. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum

Dari ketentuan Pasal 1365KUHPer ini, dapat diketahui bahwa suatu


perbuatan melawan hukum baru dapat dituntut penggantian kerugian apabila telah
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :11

A. Perbuatan itu harus melawan hukum


Suatu perbuatan adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila
berlawanan dengan :
1. Hak orang lain
Melanggar hak subjektif orang lain berarti melanggar wewenang khusus yang
diberikan oleh hukum kepada seseorang. Sifat hakikat dari hak subjektif wewenang
khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang yang memperoleh demi
kepentingannya.

2. Kewajiban hukumnya sendiri


Menurut pandangan yang berlaku saat ini, hukum diartikan sebagai suatu
keseluruhan yang terdiri dari norma-norma yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Yang dimaksud dengan suatu tindakan atau kelalaian yang bertentangan dengan
kewajiban hukum si pelaku adalah suatu tingkah laku yang bertentangan dengan
suatu ketentuan undang-undang.

3. Kesusilaan yang baik


Kaidah kesusilaan diartikan sebagai norma-norma sosial dalam masyrakat,
sepanjang norma tersebut diterima oleh anggota masyarakat dalam bentuk peraturan-
peraturan hukum yang tidak tertulis.

4. Keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup masyarakat


mengenai orang lain atau benda
Dalam pengertian ini manusia harus mempunyai tenggang rasa dengan
lingkungannya dan sesama manusia, sehingga tidak hanya mementingkan

11
Ibid., hlm.

10
kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan orang lain sehingga dalam bertindak
haruslah sesuai dengan, ketelitian, dan kehati-hatian yang berlaku dalam masyarakat.

B. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian


Kerugian yang disebabkan oleh karena perbuatan melawan hukum dapat
berupa kerugian materiel (dapat dinilai dengan uang) dan kerugian immateriel (tidak
dapat dinilai dengan uang). Dengan demikian, kerugian yang ditimbulkan karena
perbuatan melawan hukum tidak hanya terbatas pada kerugian yang ditujukan
kepada kekayaan harta benda, tetapi juga kerugian yang ditujukanpada tubuh, jiwa,
dan kehormatan manusia.12
1. Kerugian materil
Kerugian materil dapat berupa kerugian yang nyata diderita dari suatu
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya : kebakaran
mobil penumpang akibat perbuatan melawan hukum, mewajibkan si pembuat
kerugian itu tidak hanya membayar biaya perbaikan mobil tersebut, akan tetapi juga
bertanggungjawab untuk mengganti penghasilan mobil penumpang itu yang akan
diperoleh si pemilik sewaktu memperbaiki mobil tersebut.

2. Kerugian immaterial
Yang termasuk dalam kerugian immaterial akibat perbuatan melawan hukum
dapat berupa :
 Kerugian moral,
 Kerugian yang tidak dapat dihitung dengan uang.

C. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan


Suatu kesalahan dapat berupa kesengajaan dan kelalaian. Kesengajaan
berarti seseorang melakukan suatu perbuatan dan perbuatan ini berniat untuk
membuat suatu akibat. Adapun kelalaian berarti seseorang tidak melakukan suatu
perbuatan, padahal menurut hukum ia harus berbuat atau melakukan suatu perbuatan.
Dengan kata lain dapat disimpulkan, bahwa:13

12
Ibid.
13
Ibid., hlm.

11
1. Kesengajaan adalah melakukan suatu perbuatan, dimana dengan
perbuatan itu si pelaku menyadari sepenuhnya akan ada akibat dari
perbuatan tersebut.
2. Kelalaian adalah seseorang tidak melakukan suatu perbuatan, tetapi
dengan bersikap demikian pada hakikatnya ia telah melawan hukum,
sebab semestinya ia harus berbuat atau melakukan suatu perbuatan. Jadi,
ia lalai untuk melakukan suatu perbuatan yang sebenarnya wajib
melakukan suatu perbuatan.

D. Perbuatan itu harus ada hubungan kausal (sebab-akibat)


Hubungan kausal merupakan hubungan sebab-akibat antara perbuatan
melawan hukum dan kerugian. Hubungan kausal ini tersimpul dalam Pasal 1365
KUHPer yang mengatakan, bahwa perbuatan yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian. Dengan demikian, kerugian itu harus timbul sebagai akibat
dari perbuatan seseorang. Jika tidak ada perbuatan (sebabnya), maka tidak ada
kerugian (akibatnya).14
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa akibat dari suatu perbuatan
melawan hukum adalah timbulnya kerugian. Kerugian sebagai akibat perbuatan
melawan hukum diharuskan supaya diganti oleh orang yang karena salahnya
menimbulkan kerugian itu atau oleh si pelaku perbuatan melawan hukum. Dengan
demikian Pasal 1365 KUHPer mengatur tentang kewajiban si pelaku perbuatan
melawan hukum mengganti kerugian yang timbul karenanya di satu pihak dan hak
untuk menuntut penggantian kerugian bagi orang yang diragukan. Dengan kata lain,
kerugian yang diderita oleh korban haruslah benar-benar sebagai akibat dari
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku bukan oleh akibat perbuatan lain.

14
Ibid.

12
BAB IV

PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH III

I. Pelaku perbuatan melawan hukum

Dalam Pasal 1365 KUHPer, setiap perbuatan melawan hukum yang


mengakibatkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. Orang
bersalah yang dimaksudkan adalah pelaku perbuatan melanggar hukum, tidak hanya
bertanggung jawab karena perbuatannya sendiri, tetapi juga bertanggung jawab
karena perbuatan orang lain yang berada di bawah kekuasaan atau tanggung
jawabnya, serta karena barang yang berada di bawah pengawasannya (Pasal 1367
KUHPer).15
Pelaku perbuatan melawan hukum dapat berupa manusia pribadi ataupun
badan hukum. Ketentuan Pasal 1367 KUHPer memberikan rincian orang yang
mempunyai kekuasaan atau tanggung jawab atas perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh orang lain seperti diuraikan berikut ini:16
 Orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa
 Majikan terhadap orang yang diangkat sebagai bawahannya
 Guru terhadap murid selama berada di bawah pengawasannya
 Kepala tukang terhadap tukang selama mereka berada di bawah
pengawasannya
Namun, mereka ini dianggap tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang
dilakukan oleh orang yang berada di bawah kekuasaan atau pengawasannya jika
dapat membuktikan bahwa mereka tidak mungkin dapat mencegah perbuatan itu.

II. Faktor-faktor yang Menyebabkan Hilangnya


Pertanggungjawaban Perbuatan Melawan Hukum

Rasa keadilan pada masyarakat akan tercipta apabila tiap-tiap anggota


masyarakat bertindak sesuai dengan norma-norma dan hukum yang ada di
15
Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hlm. 269.
16
Ibid.

13
masyarakat. Setiap anggota masyarakat harus menggunakan haknya sesuai dengan
tujuannya. Anggota masyarakat yang menggunakan haknya tidak sesuai dengan
tujuannya yang menimbulkan kerugian pada orang lain, maka padanya akan
dimintakan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam praktek, hakim dalam menentukan apakah seorang telah melanggar
kepantasan, kesusilaan di tengah-tengah masyarakat sering menemui kesulitan
karena perluasan pengertian perbuatan melawan hukum, maka apabila seseorang
melawan kesusilaan dan kepantasan dianggap telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Kalau hakim memenuhi kesulitan dalam menentukan ini otomatis dalam
menentukan ganti rugi hakim juga akan menemukan kesulitan. Walaupun ada
pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum namun ada juga hal-hal yang
melenyapkan sifat perbuatan melawan hukum dari suatu tuntutan, sehingga
kepadanya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban.
Hal-hal yang dapat melenyapkan pertanggungjawaban atas perbuatan
melawan hukum dibedakan dalam 2 golongan yaitu :17
 Yang berasal dari undang-undang
 Yang berasal dari hukum tidak tertulis

A. Yang Berasal Dari Undang-Undang


a) Hak Pribadi
Pada umumnya seseorang tidak dapat membuat sesuatu perjanjian atas nama
orang lain tanpa sepengetahuannya, misalnya, menyewakan barang kepada orang lain
atau pihak ketiga. Kalau hal menyewakan barang tersebut, dinamakan perbuatan
melawan hukum semacam itu yaitu kalau pada suatu saat barang milik orang lain
tidak terurus sama sekali dan si pemilik tidak diketahui tempatnya, supaya barang itu
tidak terlantar seorang tadi berinisiatif mengurus barang tersebut untuk kepentingan
si pemilik barang, inilah yang dimaksud dengan zaakwarneming, berdasarkan pasal
1357 KUH Perdata si pengurus barang tersebut berhak memperjanjikan pada pihak
ketiga yang mengikat si pemilik walau tanpa kuasanya.
b) Pembelaan Diri

17
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005) hlm.

14
Dalam hal ini harus ada seorang dari pihak lain baru bisa dilakukan
pembelaan diri. Sifat melawan hukum lenyap bilamana seseorang dalam melakukan
perbuatannya dapat mendalilkan bahwa hak pribadi yang menjadi dasar
perbuatannya. Contoh pasal 1354 KUH Perdata dengan pasal 1358 KUH Perdata
tentang zaakwarneming.
Kalau pada waktu pembelaan diri tergolong pada perbuatan melawan hukum,
maka sifat melawan hukumnya menjadi lenyap. Harus diperhatikan bahwa harus
benar-benar ada keadaan yang memerlukan seseorang untuk membela diri juga harus
diperhatikan bahwa pembelaan diri ini tidak berakibat serangan baru terhadap yang
menyerang.18
c) Keadaan Memaksa (Overmacht)
Menurut Subekti, “Untuk dapat dikatakan keadaan memaksa (overmacht), keadaan
itu diluar kekuasaan manusia dan memaksa. Yang mana kerugian yang timbul
akibat keadaan memaksa, kerugian tersebut tidak dapat dipastikan terjadi
sebelumnya karena keadaan itu di luar kekuasaan manusia”.
Selanjutnya beliau mengatakan, keadaan memaksa ini terbagi 2 yaitu:
 Bersifat mutlak (absolut) : Dalam hal ini tidak mungkin lagi melaksanakan
suatu perjanjian. Jadi tidak mungkin lagi untuk menuntut ganti rugi.
 Bersifat relatif (tidak mutlak) : Yaitu berupa keadaan dimana perjanjian
masih dapat dilaksanakan tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan yang
sangat besar dari pihak yang melakukan kesalahan.
d) Perintah Jabatan
Perintah jabatan adalah melaksanakan tugas pekerjaan berdasarkan perbuatan
yang berlaku dalam lingkungannya.
B. Yang Berasal Dari Hukum Yang Tidak Tertulis
Hal yang melenyapkan sifat melanggar hukum yang tidak berasal dari
undang-undang, misalnya: wewenang untuk melanggar hak orang lain atas dasar
persetujuan yang berhak. Misalnya: A pemilik seekor anjing, ternyata kemudian
menderita sakit gila. A meminta B yang kebetulan memegang sebuah tongkat untuk
memukul anjingnya tersebut. Atas persetujuan A tersebut, B memukul anjing tadi.

BAB V
18
Ibid.

15
PENUTUP

I. Kesimpulan
A. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks hukum
perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer) yang berbunyi : “ Setiap perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya yang menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
B. Berdasar pada rumusan Pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu peraturan
dinyatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut :
 Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatige);
 Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;
 Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan; dan
 Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan
kausal.
C. Pelaku perbuatan melawan hukum ialah :
 manusia pribadi, atau
 badan hukum.

Hal-hal yang dapat melenyapkan pertanggungjawaban atas perbuatan


melawan hukum dibedakan dalam 2 golongan yaitu:
 Yang berasal dari undang-undang, dan
 Yang berasal dari hukum tidak tertulis
II. Saran
Dalam perkembangan praktik peradilan mengenai perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) saat ini lebih baik dari saat-saat sebelumnya dimana dahulu
dunia peradilan masih menganut paham yang sempit, yg membuatn banyak
kepentingan masyarakat dirugikan, tetapi tidak dapat menuntut apa-apa. Namun
akhirnya peradilan meninggalkan paham yg sempit dan beralih ke paham yang luas.
Hal ini terbukti dari Putusan Hoge Raad 31 Januari 1919 yang terkenal dengan
Lindenbaum-Cohen Arrest.

16
DAFTAR PUSTAKA

Simanjuntak, P.N.H. 2015. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group.

Muhammad, Abdulkadir. 2014. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya


Bakti.

Prayogo, Sedyo. 2016. Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan Perbuatan


Melawan Hukum Dalam Perjanjian. Jurnal Pembaharuan Hukum Volume III No. 2

Fuady, Munir. 2005. Perbuatan Melawan Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

17

Anda mungkin juga menyukai