Anda di halaman 1dari 32

PENEMUAN HUKUM

PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Perbuatan melanggar hukum


PMH (onrechtmatige daad-OD) secara normatif
diatur Pasal 1365 KUH Perdata atau 1401
Nederlandsche Burgelijke Wetbook “ tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”.
Unsur OD:
• Perbuatan (Rechtshandelingen)
• Onrecht ( perbuatan melanggar hukum)
• Kerugian pada orang lain
• Mengganti Kerugian
Pada awal perkembangannya onrechmatige
daad menandung pengertian sempit sebagai
pengaruh ajaran legisme.
• Konsep onrechtmatigedaad, dalam pasal 1365
mempunyai makna hanya melanggar undang-
undang yang berlaku. Dengan kata lain
onrechtmatige sebagai hanya mengenai
perbuatan yang langsung melangar suatu
peratuan perundang-undangan (onwetmatig).

• Wijono Prodjodikoro, 1960, Perbuatan Melanggar Hukum,


dipandang dari sudut hukum Perdata, Cer keempat, Sumur Bandung,
hlm. 13.
• Pengertian onrechtmatigedaat 1365 BW yang
dianut hanya adalah perbuatan melawan hak
dan kwajiban hukum dalam undang-undang
(onwetmatigedaad), hal itu pengaruh paham
positivisme sangat kuat dikalangan ahli hukum
masa itu.

• Hukum bagi mereka hanya segala sesuatu


yang bersangkut paut dengan yang tertulis
saja. Jadi paham itu mengidentikan hukum
sama undang-undang ( Recht (law) is wet).
• Pelajari arrest Hoge Raad 6 januari 1905 dalam
perkara Singer Naaimachine. Perkara bermula
seorang pedagang menjual jahit merek “Singer”
yang telah disempurnakan.

• Pada hal mesin itu sama sekali bukan produk


Singer. Kata-kata “ Singer produk Singer
Naaimachine” ditulis dengan huruf-huruf yang
besar/kapital sedangkan kata-kata yang lain ditulis
kecil (singer) sehinga terbaca adalah “Singer”.
Hoge Raad (H.R) antara lain dalam
pertimbangannya mengatakan “perbuatan
pedagang itu bukanlah merupakan tindakan
melawan hukum karena tidak setiap tindakan
dalam dunia usaha yang bertentangan dengan
tata krama dalam masyarakat dianggap sebagai
tindakan melawan hukum”.

Dengan demikian H.G menggunakan


penafsiran/interprsstasi yang sempit/restriktif.
• Dalam kasus “Zutphense Juffrouw”., Hoge
Raad berpendapat sama dengan kasus 1905,
kasus itu diputus 10 Juni 1910 .

• Kasus itu bermula dari sebuah gudang


Zutphen. Iklim yang sangat dingin berakibat
pipa air dalam gudang itu pecah, sementara
itu kran induknya berada di rumah tingkat
atas.
• Namun penghuni tingkat atas tidak mau
memenuhi permintaan untuk menutup kran
induk tersebut, sekalipun kepadanya telah
dijelaskan, bahwa dengan tidak ditutupnya
kran induk, akan timbul kerusakan besar
pada barang yang tersimpan dalam gudang
akibat tergenang air.
• Perusahan asuransi telah membayar ganti
kerugian atas rusaknya barang-barang tersebut
dan selanjutnya menggugat penghuni rumah
tingkat atas ke pengadilan.

• Hoger Raad memenangkan Tergugat dengan


pertimbangan hukumnya “ bahwa tidak terdapat
suatu ketentuan Undang-undang yang mewajibkan
penghuni tingkat atas tersebut untuk mematikan
kran induk guna kepentingan pihak ketiga.
Dari putusan itu dipahami Hoge Raad di Belanda menganut paham
perbuatan melanggar hukum secara legalis.
Tahun 1919 dengan putusan Hoge Raad 31 Januari
dalam perkara Cohen vs Lindenbaum yang dikenal
sebagai Drukle Arrest.

Dalam perkara ini Cohen seorang pengusaha


pecertakan telah membujuk karyawan pecertakan
Lindenbaum untuk memberikan copy-copy pesanan
dari langanannya.

Cohen memanfaatkan informasi ini sehingga


Lindenbaum mengalami kerugian karena para
pelanggannya lari ke perusahaan Cohen.
• Lindenbaum menggugat Cohen ke Pengadilan
untuk membayar ganti rugi pengadilan
( Arrondissementsrchtbank di Amesterdam) .

• Pada putusan HR Penggugat dimenangkan denan


pertimbangan“Perbuatan bertentangan dengan
hukum tidak hanya melanggar kaedah tertulis
yaitu perbuatan yang bertentangan dengan
kewajiban hukum sipelaku dan melanggar hak-
hak subjektif orang lain, tetapi juga melanggar
kaedah-kaedah yang tidak tertulis”.
Putusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919 yang
termuat dalam Majalah “Nederlandsche
Jurisprudentie”, 1919-101.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, istilah onrechtmatige
data, telah ditafsirkan secara luas, sehingga meliputi juga
suatu perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaaan
atau yang dianggap pantas dalam pergaulan hidup
masyarakat.
Tingkat Pertama, Pgt (lindenbound) menang.
Tingkat banding pada Gerecshop di Amesterdam justru
Cohen yang menang.

Wiyono, hlm. 13.


Kasasi di Hoge Raad, pada tingkat Supreme Court-nya Belanda,
Lindenbaun dimenangkan.
Bahwa pengertian perbuatan melawan hukum dari 1401 NBW
jo 1365 BW termasuk:
* Suatu perbuatan memperkosa suatu hak hukum orang lain,
atau
• Bertentangan dengan kewajiban hukum sipembuat, atau
• Bertentangan dengan kesusilaan ( goeden zeden), atau
• Suatu kepantasan dalam masyarakat prihal memperhatikan
kepentingan orang lain.

( indruist tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatchappelijk


verkeer betaamt ten aanzien van eens anders person of good).
Dalam Osterman-Arrest, 20 Nopember 1924
terjadi perluasan penafsiran OD menjadi OOD
yang dikenal dengan November Revolutie, yang
menyatakan:
“Derhalve pleegt hij een onrechtmatige
daad, die een wettelijk voorschrift
overtreed, onverschillig of dat voorschrift een
privaatrechtelijk dan wel een publiekrechtelijk
karakter draagt”.
• Bukanlah hanya merupakan perbuatan
melawan hukum atau perbuatan mengabaikan,
yang melanggar hak orang lain, namun juga
adalah merupakan perbuatan atau perbuatan
mengabaikan yang bertentangan kewajiban
hukum sipelaku dan bahwa orang yang
melanggar Perat Per-UU telah melakukan
PMH, tanpa mempersoalkan apakah
perbuatan itu bersifat perdata atau bersifat
hukum publik.
Putusan tersebut menafsirkan secara luas 1365
KUHPdt. Kemudian dalam putusan Hoge Raad
melakukan beberapa pembatasan, terhadap
rumusan yang luas tanpa meninggalkan asas
“administrasi negara bertenggungjawab atas
“publiek rechtelijke onrechtmatige daden”.

Hakim tidak tidak boleh mempertimbangkan


beleid pemerintah.
Prinsip hakim tidak boleh mempertimbangkan beleid
pemerintah (hakim tidak boleh duduk di kursi
eksekutif) dianut di belanda sampai sekarang,.
Terkait dengan penemuan hukum di atas, MA
dalam putusannya 838 K/SIP/1970 tanggal 3
maret 1971 yang isinya dipadatkan dalam SEMA
No. MA/Pemb/015/77 tanggal 25 februari 1977.
Bahwa perbuatan hukum oleh penguasa adalah:

a. Harus diukur dengan UU dan perat per UU


formal.
b. Harus diukur dengan kepatutan dalam masy
seharusnya dipatuhi penguasa.
C. Pertimbangan tentang faktor sosial ekonomi
merupakan wewenang Kepala Daerah sebagai
penguasa tidak termasuk wewenang pengadilan
kecuali jika wewenang tersebut dilakukan
dengan melawan UU/Perat per UU, atau
melampaui batas-batas kepatutan dalam masy
yang harus diperhatikan penguasa.
PEBUATAN MELAWAN HUKUM LINGKUNGAN
PENAFSIRAN EKSTENSIF DAN DOKTRIN
INJURIA SINE DAMNO

PMH baik perdata (onregmatige daad) maupun


Pidana (wederrechtelijke daad) merupakan dua
konsep hukum yang penting.

Dalam pemikiran hukum di Indonesia kedua


konsep itu mengalami perbedaan (divergensi)
dalam penafsirannya.
PMH Perdata mengarah pada pemaknaan luas
(ekstensif) yakni dengan mengartikan hukum
tidak sama dengan wet. Jadi onrechtmatig
dibedakan pengertiannya dari onwetmatig.
(lihat lindenbaun vs Cohen), HG Nederland 31
Januari 1919.

PMH pidana mengarah pada pemaknaan sempit


(restriktif) yakni mengarah pada sifat melawan
hukum formal (formele wederrechtelijkheid).
Hukum mengacu pada norma positif dalam UU.
Jika terjadi divergensi kedua ranah hukum itu,
bagaimana dengan lapangan hukum lingkungan. ?
Hukum lingkungan masuk hukum publik (administrasi).
Menurut Koesnadi Hardjasoemantri hukum lingkungan
(millieurecht) adalah hukum yang berhubungan
dengan lingkungan alam (natuurlijkmillieu).*
H.L disebut instrumentarium yuridis bagi pengelolaan
lingkungan, karena pengelola lingkungan umumnya
pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian besar
terdiri dari bestuurrecht.

* 1999: 38, hkm tata lingkungan


Putusan PN Jakarta Selatan No.
548/Pdt.G/2007/PN.JAK.SEL

Gugatan Perdata oleh Walhi (Wahana


Lingkungan Hidup Indonesia)v.s PT. NMR, II
Negara RI, cq. Pemerintah, cq Departemen
ESDM, turut Tergugat Negara RI, cq. Pemerintah
cq. KLH.
Dasar gugatan 1365 KUHPdt dihubungkan
dengan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (1) UU
LH (23-1997).
Kasus ini karena ada penambangan emas oleh tahun
1996 oleh PT NMR, di Teluk Buyar, Minahasa, Sulut.

PT NMR beroperasi 1996 dan membung limbah


(tailing) di Teluk Buyat, sehingga terjadi perbuatan
melawah hukum.

Putusan Pengadilan menolak dalil penggugat dan


tidak terbukti terjadi PMH. Menurut majelis hakim
perusakan dan pencemaran lingkungan harus
dilakukan pihak tertentu secara langsung di lapangan.
Catatan:
Sebelumnya sudah ada kasus terkait PT NMR sudah
diputus kasus pidana No. 284/Pid.B/2005 di PN
Menando yang membebaskan terdakwa I PT NMR
dan terdakwa II Presiden Direktur PT.NMR bernama
RBN.

Demikian juga putusan perkara


94/Pdt.g/2005/PN.JAK.SEL dikenal dengan gugatan
government action dari KLH terhadap PT NMR dan
Presiden Direktur RBN atas pelanggaran Pasal 22 ayat
(1) UUPLH dalam hal ini pemerintah kalah.
Kasus tersebut intinya mempersoalkan
PMHLingkungan.
Hakim memberikan penafsiran restriktif,
sementara penggugat menafsikan
PMHLingkungan dalam arti luas (ekstensif).

Penafsiran yang dilakukan belum menyentuh


karakter dari hukum lingkungan yang sebagian
besar berada di ranahnya bestuurrecht,
termasuk doktrin yang dapat digunakan.
Doktrin yang ditawarkan adalah “doktrin ijuria sine
damno atau “injuria without damage”.
Kajian Konsep Hukum dan Analisis
Sejak arrest 1919 Lindenboum-Cohen PMH
setidaknya menyangkut 4 hal:
a. Melanggar hak orang lain
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum
sipelaku
c. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik
d. Bertentangan dengan kepatutan dlm masy
terhadap diri atau barang orang lain.
Ad a. Mencakup makna yang luas, orang tidak
hanya subjek yang bertempat tinggal dilokasi yang
terkena dampak langsung pencemaran atau
perusakan LH, tetapi juga orang atau mereka yang
dirugikan secara idealisme. Misal aktivis LSM.

Hal ini berkenaan dengan ius standi/legal standing


dalam LH pasal 38 ayat (2) menyatakan ggt oleh
ognss Lh tidak boleh menyertakan tuntutan ganti
rugi, serta harus terkait dengan
perusahan/pencemaran LH.
Ad b. bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku
adalah kewajiban menurut UU. Dalam hal ini HG 1919
menyiplak draf UU 1913 yang mengartikan UU adalah
UU dalam arti materil.

Ad c. dianggap merupakan perluasan dari perbuatan


melawan hukum. Jika bertentangan dengan kepatutan
berarti bertentangan dengan kesusilaan. Indikatornya
(a) perbuatan merugikan orang lain tanpa kepentingan
yang layak, (b) perbuatan itu tidak berguna atau
bahaya bagi orang lain. (kasus misbruik van recht-
cerobong asap palsu, di Pengadilan Colmar 1855.
Pasal 1365 mengunakan kata karena salanya
“schuld”…. Mengenai kerugian.
A.J. Pannett (1992:3, Law and Torts, London ;
Pitman Publishing), menegaskan pada dasarnya
hukum tidak membebaskan kewajiban pengantian
kerugian terhadap semua bentuk pelanggaran.
Kecuali karugian yang timbul karena menjalankan
perintah UU (jenis kerugian dammus sine injuria:
Sebaliknya ada doktrin injuria sine damno
mengatakan kendati tidak ada kerugian, pelaku
wajib tetap menganti kerugian tersebut.
Perbuatan memasuki tanak milik orang lain
(trespass. Black,s Law menyebut dengan doktrin
injuria absque damno, yang artinya sebagai
“Injuria without damage”.
A wrong done, but from which no loss or damage
results, and which, therefore, will not sustain and
action”.
Doktrin ini sering digunakan dalam ggt perdata,
tetapi tidak tertutup kemungkinan digunakan
dalam ggt berdimensi publik.
Doktrin tersebut menarik untuk dikaji dan digunakan
dalam PMH lingkungan.

Ingat konsep Tanggung Jawab Mutlak (strict liability),


dimana kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh penggugat
sebagai dasar mengganti kerugian. Dalam pasal 1365
jelas tidak ada celah menerpkan Strict liability, tetapi UU
lingkungan membuka celah untuk itu.
Kesalahan karena tidak memiliki izin dalam LH
merupakan tindakan yang berisiko mengandung kerugian
dikemudian hari, disini pintu masuk injuria sine damno.
Keadilan yang hendah/ingin diwujudkan hukum
adalah melindungi masyarakat banyak, hal
mana sejalan dengan asa “ the safety of the
people is the highest law”, dan juga asas justice
as fairness.

Pribahasa Perancis “C’est le ton qui fait la


musique”. Keindahan suatu lagu yang
diperdengarkan, terletak pada irama”.

Anda mungkin juga menyukai