Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BANTUAN HUKUM LITIGASI DAN NON

LITIGASI

DOSEN PEMBIMBING ELMISBAH, ASE.,M.HI

DISUSUN OLEH :

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4:


1. DENO JUMADI (S.AS.1.2020.017)
2. PUTRI WULANDARI (S.AS.1.2020.004)

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM SYEKH MAULANA QORI BANGKO


INSTITUT AGAMA ISLAM SYEKH MAULANA QORI BANGKO
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
TAHUN AKADEMIK 2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hukum merupakan salah satu sarana untuk mencapai keadilan dengan adanya
hukum diharapkan akan tercapai tatanan masyarakat yang adil, tertib dan
demokratis. Oleh sebab itu, sudah seharusnya hukum berperan untuk melindungi
serta memberikan prosedur sebagaimana telah diatur dalam undang-undang bagi tiap
warga negara untuk memperjuangkan dan membela kepentingan-kepentingan serta
hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Reformasi konstitusi berlangsung
melalui beberapa kali amandemen UndangUndang Dasar 1945 sehingga membawa
perubahan yang sangat besar bagi hukum nasional dan hal tersebut bermakna pula
pada; adanya pengakuan prinsip supremasi hukum, dianutnya prinsip pemisahan dan
pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-
Undang Dasar 1945, adanya jaminanjaminan hak asasi manusia, adanya prinsip
peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga
negara dalam hukum, dan adanya jaminan keadilan bagi setiap orang termasuk
terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.Sistem hukum
Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin adanya persamaan dihadapan
hukum (equality before the law), sehingga dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 disebutkan “Setiap warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Salah satu upaya untuk mewujudkan
keadilan atau persamaan kedudukan dalam hukum yaitu dengan adanya bantuan hukum
bagi setiap warga Negara yang terlibat dalam kasus hukum, akan tetapi pada kenyataannya
bantuan hukum hanya mampu dirasakan oleh orang yang mampu saja.2 Kehidupan
bermasyarakat yang tidak terlepas dari berbagai polemik permasalahan yang kompleks
menimbulkan berbagai masalah hukum. Hal tersebut dikarenakan manusia adalah makhluk
sosial, yang tidak terlepas dari dinamika sosial yang rawan konflik. Problematika hidup yang
besar maupun kecil mengharuskan untuk diselesaikan baik secara kekeluaragaan atau
secara hukum guna terciptanya keadilan sosial. Namun dalam hal penyelesaian masalah,
seringkali tidak bisa dengan mudah untuk di atasi secara mandiri. Sehingga dibutuhkan
pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut yang mana pihak yang
paham dan mengerti mengenai suatu permasalahan yang dihadapi tersebut. Maka dari itu

2
orang yang berperkara membutuhkan nasehat dan bantuan dari orang yang lebih
mengetahui tentang hukum acara dalam suatu peradilan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bantuan hukum

Pengertian bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan
hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Dapat juga dikatakan
bahwa bantuan hukum adalah suatu pemberian bantuan hukum dalam bentuk hukum,
kepada tersangka/terdakwa oleh seorang ahli hukum/penasihat hukum/advokat, guna
memperlancar penyelesain perkara. 
Istilah penasihat hukum dan bantuan hukum adalah istilah baru. Sebelumnya dikenal
istilah pembela, advokat, procureur (pokrol), dan pengacara. Istilah penasihat hukum
dan bantuan hukum memang lebih tepat dan sesuai dengan fungsinya sebagai
pendamping tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan daripada istilah
pembela.                                                    Pengertian bantuan hukum yang lingkup
kegiatannya cukup luas juga ditetapkan oleh Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat
Nasional tahun 1978 yang menyatakan bahwa bantuan hukum merupakan kegiatan
pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan tidak mampu (miskin) baik
secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif.
Terhadap orang yang dapat memberikan bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa
disebut penasihat hukum, sedangkan pengertian penasihat hukum menurut Pasal 1
angka 13 KUHAP, yaitu seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau
berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum.
Demikian pula pengertian bantuan hukum menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum
yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada Klien yang tidak mampu.
Untuk lebih memahami definisi bantuan hukum, akan diuraikan juga pengertian
bantuan hukum menurut para ahli.

Menurut Zulaidi, bantuan hukum berasal dari istilah legal asisstance dan legal


aid. Legal aid  biasanya digunakan untuk pengertian bantuan hukum dalam arti sempit

3
berupa pemberian jasa dibidang hukum kepada orang yang terlibat dalam suatu
perkara secara cuma-cuma atau gratis bagi mereka yang tak mampu (miskin).
Sehingga, dapat diartikah bahwa legal aid adalah bantuan hukum untuk masyarakat
miskin. 
Sedangkan legal assistance adalah istilah yang dipergunakan untuk menunjukan
pengertian bantuan hukum kepada mereka yang tidak mampu, yang menggunakan
honorium.
Clarence J. Dias menggunakan istilah legal service  yang diartikan dengan pelayanan
hukum. Pelayan hukum adalah langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar
operasi sistem hukum di dalam kenyataannya tidak akan menjadi diskriminatif sebagai
adanya perbedaan tingkat penghasilan, kekayaan, dan sumber daya lain yang dikuasai
oleh individu dalam masyarakat.
Menurut Adnan Buyung Nasution, pengertian bantuan hukum adalah sebuah program
yang tidak hanya merupakan aksi kulural akan tetapi juga sebagai aksi struktural yang
diarahkan pada perubahan tatan masyarakat yang lebih mampu memberikan nafas
yang nyaman bagi golongan mayoritas. Oleh karena itu, bantuan hukum bukanlah
masalah yang sederhana, ia merupakan rangkaian tindakan guna membebaskan
masyrakat dari belenggu struktural poleksos yang serat dengan penindasan.
Demikianlah pengertian bantuan hukum menurut para ahli.

1. Dasar Hukum Bantuan Hukum

Adapun dasar hukum dari bantuan hukum adalah :

 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum


 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
 Undang-Undang Nomor  14 Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman
 Undang-Undang Nomor  4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
 Pasal 56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman
 BAB VII Bantuan Hukum, Pasal 69 - Pasal 74 Undang-Undang Nomor  8 Tahun
1981 Tentang KUHAP

4
2. Pemberian Bantuan Hukum
Pemberian bantuan hukum menurut Keputusan Mahkamah Agung No. 5 KMA/1972
tanggal 22 Juni 1972, yaitu:
 Pengacara (advokat/procureur), yaitu mereka yang sebagai mata pencaharian
menyediakan diri sebagai pembela dalam perkara pidana atau kuasa/wali dari
pihak-pihak dalam perkara perdata dan yang telah mendapat surat pengangkatan
dari Departemen Kehakiman.
 Pengacara praktik, yaitu mereka yang sebagai mata pencaharian (beroep)
menyediakan diri sebagai pembela atau kuasa/wakil dari pihak-pihak yang
berpekara, akan tetapi tidak termasuk dalam golongan tersebut diatas.
 Mereka yang karena sebab-sebab tertentu secara insidental membela atau mewakili
pihak-pihak yang berpekara.

3. Tujuan Pemberian Bantuan Hukum

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 02.UM.09.08  Tahun 1980


tentang Petunjuk Pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum, dalam konsiderannya,
tujuan pemberian bantuan hukum itu adalah dalam rangka pemerataan kesempatan
memperoleh keadilan perlu adanya pemerataan bantuan hukum khusus bagi mereka
yang tidak atau kurang mampu.
Sehingga di dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 tentang
Advokat, ditegaskan bahwa Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-
cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Jadi, sasaran bantuan hukum ini adalah mereka/anggota masyarakat yang tidak atau
kurang mampu. Oleh karena itu, pemberian bantuan hukum ini diselenggarakan
melalui badan peradilan umum (Pasal 1 ayat (1) Keputusan Menkeh RI No. N.
02.UM.09.08 Tahun1980).
Bantuan hukum menurut Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menkeh RI No. N. 02.UM.09.08
Tahun 1980, bahwa yang tidak/kurang mampu dalam perkara pidana, yang diancam
denganpidana:
 Lima tahun penjara atau lebih, seumur hidup atau pidana mati.
 Kurang dari lima tahun, tetapi perkara tersebut menarik perhatin masyarakat luas.

5
Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum, Pasal 3, penyelenggaraan tujuan bantuan hukum untuk:

 Menjamin dan memenuhi hak bagi penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan
akses keadilan.
 Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip
persamaan kedudukan di dalam hukum.
 Menjamin kepastian penyelengaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata
di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan mewujudkan peradilan yang
efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.

4. Kewajiban Negara dalam Menyediakan Bantuan Hukum


Sebagai salah satu wujud kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya maka
negara mestinya juga memiliki kepedulian bagi warga negaranya yang tersangkut
dalam perkara dan tidak memiliki kemampuan untuk membela kepentingannya
seorang diri.
Dalam prakteknya, penegakan persamaan  di muka hukum sulit tercapai terutama  jika
yang tersandung kasus hukum adalah  golongan masyarakat yang tidak mampu
atau  miskin yang pada umumya tidak mengetahui  hukum (buta hukum).
Mereka yang tidak  mampu bahkan buta hukum ini terkadang  tidak mengetahui hak-
hak mereka yang  pada dasarnya sudah diatur dalam undang-undang karena sebagian
besar dari mereka  terpaku dengan anggapan bahwa ketika  mereka ingin membela
hak-hak mereka, mereka harus mengeluarkan biaya besar yang  mungkin untuk makan
saja mereka masih kesulitan. Hal ini dilatarbelakangi oleh sangat minimnya sosialisasi
terkait hak-hak mereka ketika menghadapi kasus hukum. Terlebih lagi, maraknya
stigma mahalnya biaya untuk membayar jasa advokat atau pengacara.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011
tentang Bantuan Hukum, ruang lingkup bantuan hukum yang diberikan kepada
Penerima Bantuan Hukum meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili,
membela dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum
Penerima Bantuan Hukum. Kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum
khususnya kepada mereka yang tidak mampu merupakan bagian yang sangat
mendasar karena memiliki landasan yang kuat mulai dari konstitusinya hingga

6
berbagai instrumen internasional.
Konstitusi Indonesia yang dijadikan landasan bantuan hukum misalnya Pasal 28 D
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum.”
Selanjutnya, Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara, terutama pemerinta.”
Ketentuan ini mengamanatkan bahwa pemberian bantuan hukum merupakan hak
setiap warga negara yang harus dijamin dan difasilitasi pemerintah. Implementasi
ketentuan tersebut lebih dipertegas lagi dalam peraturan perundang-undangan republik
Indonesia, mulai dari Undang-Undang Nomor  4 Tahun 2004 tentang Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman (Pasal 37-40), Undang-Undang Nomor  8 Tahun1981
atau KUHAP (Pasal 54, 69-74), hingga Undang-Undang Nomor  18 Tahun 2003
tentang Advokat yang telah disahkan pada tanggal 5 April 2003 sekalipun masih
meninggalkan banyak persoalan.

5. Tata Cara atau Prosedur Pemberian Bantuan Hukum


Dalam pemberian bantuan hukum adalah merupakan hak-hak tersangka/terdakwa
untuk memperoleh bantuan hukum, sebagaimana di dalam KUHAP dan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, sebagai berikut:
Menurut Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, bahwa “Setiap orang yang
tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”.
Kemudian, menurut  Pasal 38 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001, bahwa “Dalam
perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau
penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat”.
Selanjutnya, menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, bahwa “Dalam
memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, advokat wajib
membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
Adapun menurut Pasal 56 KUHAP, bahwa apabila tersangka atau terdakwa dalam hal
ini telah dipersangkakan atau didakwa melakukan tindak pidana, yaitu:
Ayat (1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau
lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun

7
atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan
pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat
hukum bagi mereka. Ayat (2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
Berdasarkan uraian di atas, maka tersangka atau terdakwa berhak untuk didampingi
seorang penasihat hukum/advokat, namun dalam hal apabila tersangka/terdakwa tidak
mampu membiayai jasa atau pembayaran honorarium atas pemberian bantuan hukum
kepada penasihat hukum/advokat tersebut, maka pengadilan segera menunjuk dan
meminta kepada tersangka/terdakwa untuk mendapatkan surat keterangan miskin atau
kurang mampu dari kepala desa dan diketahui oleh camat (Pasal 2 ayat (2) Keputusan
Menkeh RI No. N.02.UM.09.08 Tahun 1980). Sehingga, biaya pendampingan hukum
dapat diperoleh secara cuma-cuma oleh penerima bantuan hukum.
Untuk pemberian bantuan hukum sebagaimana dimaksud di atas, maka ketua majelis
hakim segera berkonsultasi dengan ketua pengadilan negeri, selanjutnya ketua majelis
hakim menunjuk seorang atau lebih pemberi bantuan hukum. Penunjukan ini
ditetapkan dengan surat penetapan ketua majelis hakim, yang mengadili perkara
tersebut.
Pemberi bantuan hukum yang ditunjuk untuk mendampingi tersangka/terdakwa harus
dikenal dan mempunyai nama baik, yang dapat memberikan bantuan hukum atau jasa-
jasanya secara cuma-cuma (prodeo).
Jasa yang dapat diberikan dalam pemberian bantuan hukum ini kepada pemberi
bantuan hukum hanya sekadar memperoleh imbalan jasa untuk penggantian ongkos
jalan, biaya administrasi, dan lain sejenisnya. Apabila tidak ada, dapat ditunjuk
pemberi bantuan hukum yang berdomisili dalam daerah hukum pengadilan yang
terdekat atau dalam wilayah hu- kum pengadilan tinggi yang bersangkutan (Pasal 3
Keputusan Menkeh. RI No. N.02.UM.09.08 Tahun 1980).
Contoh bantuan hukum adalah jasa pengacara gratis, jasa pengacara gratis dapat
berupa mendampingi klien baik secara litigasi maupun non litigasi. Selain itu, bantuan
hukum juga dapat berupa konsultasi gratis atas masalah hukum.  Konsultasi pengacara
gratis apabila  masyarakat tersebut tidak mampu atau miskin.

B. Pengertian Litigasi dan Non litigasi


Secara sederhana litigasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan menempuh jalur
hukum setelah langkah dari jalur alternatif sudah tidak bisa menemukan hasilnya.

8
Dalam litigasi nantinya akan menempatkan seluruh pihak terkait untuk berhadapan
satu dengan lainnya. Litigasi adalah penyelesaian sengketa di antara kedua belah
pihak di muka pengadilan. Sedangkan non litigasi adalah penyelesaian sengketa yang
dilakukan secara kekeluargaan. Hal ini tentunya tetap membawa konsultan bagi
masing-masing pihak agar saling menemukan hasil yang baik bagi seluruh pihak.

C. Perbedaan Litigasi dan Non litigasi 


Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa perbedaan litigasi dengan non litigasi
adalah yang satu menggunakan jalur hukum sebagai langkah akhir sedangkan yang
satu lagi menggunakan jalur kekeluargaan untuk menemukan titik temu dari hasil
sengketa.
Selain itu ada perbedaan lain antara litigasi dan non litigasi yaitu tempat terjadinya
perundingan masalah litigasi melakukan penyelesaian masalah di ruang sidang dari
pengadilan terkait, dan bisa dilakukan di pengadilan agama, pengadilan umum, dan
pengadilan tata usaha negara. Sedangkan untuk non hukum bisa dilakukan sesuai
dengan keinginan dari kedua belah pihak. bisa dilakukan di cafe, tempat nongkrong,
hotel dan lain-lain. Para konsultan membebaskan kedua belah pihak untuk
memutuskan dimana tempat perundingan untuk membicarakan sengketa tersebut.
Dalam hal ini seorang konsultan tidak memiliki pengaruh selain dari memberikan
nasihat untuk mencapai kesepakatan bersama. Sebagai penengah konsultan hanya bisa
memberikan masukan kepada kedua belah pihak. Tentunya hal ini harus bisa
dilakukan dengan sifat yang netral.

C. Macam-Macam Penyelesaian Non Litigasi

Penyelesaian masalah dengan non litigasi ada berbagai bentuk. salah satunya adalah
arbitrase. arbitrase, menurut UU No 30 tahun 1999 adalah penyelesaian suatu sengketa
perdata diluar peradilan umum yang didasarkan kepada perjanjian tertulis antara
kedua kubu yang bersengketa. Ada lima macam cara penyelesaian secara non litigasi
yang sering digunakan untuk memecahkan masalah sengketa. Berikut penjelasannya:

1. Konsultasi 
Merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang pihak yang bersifat
personal. Disini peran seorang konsultan hanya memberikan pendapat sesuai

9
dengan apa yang ditanyakan dan dibutuhkan oleh klien.dan selanjutnya untuk
keputusan tersebut akan diserahkan oleh kedua belah pihak.
2. Negosiasi
Penyelesaian masalah melalui perundingan antara para pihak untuk menemukan
bentuk – bentuk penyelesaian bagi kedua belah pihak. Kesepakatan tersebut
nantinya harus dituliskan dalam suatu surat perjanjian yang akan disepakati oleh
kedua belah pihak. 

3.Mediasi

Mediasi adalah penyelesaian yang dilakukan oleh pihak luar dengan sifat penengah
dan tidak memihak yang akan membantu untuk menyelesaikan sengketa yang akan
disepakati bersama.

4. Konsiliasi

Konsiliasi ini memiliki arti perdamaian. Maksudnya adalah cara konsiliasi ini agar
kedua belah pihak ditemani dengan pihak ketiga (netral) untuk mencari
penyelesaian bersama. dari hasil yang sudah disepakati tersebut nantinya akan
bersifat mengikat para pihak bersifat final.

 5. Pendapat ahli

Upaya penyelesaian sengketa dengan menunjuk seorang ahli yang dapat


menyelesaikan masalah tersebut agar mendapat pandangan yang objektif.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Dapat juga
dikatakan bahwa bantuan hukum adalah suatu pemberian bantuan hukum dalam
bentuk hukum, kepada tersangka/terdakwa oleh seorang ahli hukum/penasihat
hukum/advokat, guna memperlancar penyelesain perkara.
litigasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan menempuh jalur hukum
setelah langkah dari jalur alternatif sudah tidak bisa menemukan hasilnya
Sedangkan non litigasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan secara
kekeluargaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Susy Susilawati. 2011. Upaya Perlindungan Paralegal Dalam RUU Bantuan Hukum,
Semiloka . LBH. Kanwil Kumham DI. Yogyakarta.
Frans Hendra Winarta. 2011 Bantuan Hukum di Indonesia. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
M. Irsyad Thamrin dan M. Farid, 2010. Panduan Bantuan Hukum Bagi Paralegal. LBH
Yogyakarta dan Tifa Foundation. Yogyakarta

http(""www.hukumonline).om"klinik"detail""litigasi-dan-alternatif-penyelesaian-
sengketa-di-luar-pengadilan

12

Anda mungkin juga menyukai