Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bantuan Hukum

1. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia

Bantuan hukum sudah ada di Indonesia pada awal Perang Dunia ke-

II.1 Pada masa penjajahan Belanda, bantuan hukum di Indonesia berkaitan

mengenai pelayanan yang dilakukan penasihat hukum untuk masyarakat

tidak mampu untuk membayar jasa advokat, terutama bagi terdakwa yang

diancam hukuman mati. Ruang lingkup bantuan hukum cukup sempit

dikarenakan hanya menjalankan pola pendampingan saja yang sempit.

Sampai tahun 50-an, ruang lingkupnya bertambah sempit karena target

bantuan hukum hanya dibatasi oleh masyarakat atau kelompok tertentu

yang didasarkan pada kesamaan, misalnya kesamaan etnis dan profesi.2

Pelayanan bantuan hukum tersebut lebih dikenal dengan bantuan

hukum tradisional, yaitu bantuan hukum yang hanya diberikan sebatas

konsultasi hukum dan pendampingan dipengadilan berdasarkan hukum

positif yang berlaku. Bantuan hukum ini tidak mempersoalkan apakah

hukum positif yang ada telah kondusif terhadap masyarakat tidak mampu

yang awam tentang hukum.3

1
Mas Achmad Santosa., Epilog: Perjalanan Kedepan Bantuan Hukum dan Access To Justice
(Akses Masyarakat Marginal Terhadap Keadilan), Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum, 2007, hlm.
223-224.
2
Ibid., hlm. 224.
3
Ibid., hlm. 225.

21
22

Landasan hukum mengenai bantuan hukum pada saat itu diatur dalam

Pasal 250 Ayat (5) dan (6) HIR (Het Herziene Indonesische Reglemen)

dalam prakteknya dilapangan lebih mengutamakan bangsa Belanda

dibandingkan bangsa Indonesia dan ruang lingkup advokat hanyan

membela mereka yang dituduh atau dia diancam pidana mati dan pidana

seumur hidup.4

Melihat situasi tersebut, dimana ada sistem peradilan pidana yang

terpisah antara Indonesia-Belanda. Pertama, peradilan untuk golongan

Eropa dan yang dipersamakan (Residentie Gerecht, Road Van Justice dan

Hoge rechtshof). Kedua, peradilan untuk golongan Pribumi (Indonesia)

dan yang dipersamakan (Districtgerecht Regentschaps gerencht dan

Landraad). Dari kejadian sejarah ini dapat dipahami bahwa bantuan

hukum tidak berlaku untuk orang-orang Indonesia, maka dari itu profesi

advokat juga tidak berkembang.5

Namun seiring berjalannya waktu dalam perkembangan hukum

Indonesia, lahirlah ahli-ahli hukum dari Indonesia yang berprofesi

advokat yang ikut mengembangkan sistem hukum Indonesia melalui

pemberian bantuan hukum. Para advokat Indonesia membantu orang-

orang Pribumi yang tidak mampu menggunakan jasa advokat Belanda

ketika mendapat perkara dipengadilan. Bisa kita lihat,perkembangan

4
Lihat Ketentuan Pasal 250 Het Herziene Indonesische Reglemen.
5
Rizky Tri Putra., “Implementasi SEMA Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Bantuan Hukum Di
Pengadilan Negeri Klas 1A Palembang”, Fakultas Hukum, Universitas Sriwijaya, Palembang, hlm.
24.
23

tersebut salah satu cara untuk melepaskan diri dari jeratan bangsa

Belanda.6

Disaat masa penjajahan Jepang, tidak begitu berkembang dari

keadaan diatas. Setelah Indonesia selesai dijajah Jepang, akhirnya

Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, karena

seluruh bangsa sedang berjuang untuk pengakuan kedaulatan Indonesia

dan mempertahankan kemerdekaan maka dari itu tidak memungkinkan

untuk mengembangkan program bantuan hukum.7

Sekitar tahun 1950-1959an, adanya perubahan sistem peradilan

Indonesia dimana dihapuskannya pluralisme sehingga hanya ada satu

sistem peradilan di Indonesia dan berlaku bagi seluruh rakyat, yaitu

Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung serta

diberlakukannya satu hukum acara pidana lama yaitu HIR. Pemberlakuan

hukum acara tersebut yang merupakan warisan kolonial ternyata masih

tetap memberi jaminan tentang ketentuan bantuan hukum.8

Periode kekuasaan Soekarno (sampai tahun 1965) merupakan masa-

masa rawan adanya sistem Demokrasi Terpimpin dalam politik nasional

yang didominasi peran Presiden Soekarno. Bantuan hukum pada saat itu

mengalami kemerosotan bersamaan dengan lumpuhnya sistem hukum

kita. Sistem peradilan juga tidak diberi ruang karena banyak campur

tangan oleh lembaga eksekutif, yang akhirnya lahirlah Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,

6
Ibid.
7
Ibid., hlm. 25
8
Ibid.
24

dimana Pasal 19 menjelaskan bahwa Presiden diberi wewenang untuk

turun tangan dalam beberapa hal didalam masalah pengadilan. Dengan

kejadian tersebut, tidak mengherankan jika harapan akan bantuan hukum

sirna.9

Kebebasan peradilan hidup pada saat era Orde Baru ditandai

digantikannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 dengan Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Kekuasaan Kehakiman,

yang menjadikan adanya jaminan kebebasan peradilan tanpa ada campur

tangan atau pengaruh dari luar.10

Dimasa Orde Baru, bantuan hukum terus tumbuh dan berkembang

begitu cepat, yang akhirnya jasa bantuan hukum dilakukan oleh

organisasi bantuan hukum dan organisasi profesi. Dengan demikian,

penerima bantuan hukum dapat melakukan upaya untuk mencari

keadilan.11

2. Pengertian Bantuan Hukum

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 menjelaskan

bahwa bantuan hukum merupakan jasa hukum yang diberikan oleh

adovkat secara gratis kepada Penerima Bantuan Hukum.12 Selanjutnya

yang dimaksud Pemberi Bantuan Hukum dalam Pasal 1 Angka 3

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 adalah lembaga bantuan hukum

atau organisasi kemasyarakatan yang memberikan layanan Bantuan

9
Ibid.
10
Ibid., hlm. 26.
11
Ibid.
12
Lihat Ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan
Hukum.
25

Hukum. Kemudian, di Pasal 1 Angka 2 menyatakan Penerima Bantuan

Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.13

Pemahaman tentang bantuan hukum menurut Frans Hendra Winata

yaitu jasa hukum yang khusus diberikan kepada fakir miskin berupa

pembelaan secara gratis, baik diluar bahkan didalam pengadilan baik

secara pidana, perdata maupun tata usaha negara, dari seseorang yang

mengerti dan paham tentang pembelaan hukum, asas-asas dan kaidah

hukum, serta hak asasi manusia.14

Menurut M. Yahya Harahap, pengertian bantuan hukum memiliki 3

istilah, yaitu:

1. Legal Aid adalah pemberian layanan bantuan hukum secara gratis

kepada masyarakat tidak mampu (dalam kategori miskin) yang

berhadapan dengan hukum. Oleh karena itu, konsep legal aid ini

adalah penegakan hukum membela kepentingan dan hak masyarakat

kecil yang miskin dan buta hukum.

2. Legal Assistance memiliki pengertian lebih luas dari legal aid,

karena legal assistance selain memberikan jasa bantuan hukum bagi

sesorang yang mampu membayar jasa tersebut juga memberikan jasa

bantuan hukum secara gratis untuk masyarakat miskin yang tidak

mampu.

13
Republik Indonesia., Undang-Undang Nomor 16, tentang Bantuan Hukum, Pasal 1 Angka
(3) dan Angka (2), Tahun 2011.
14
Frans Hendra Winarta., Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan,
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000, hlm. 23.
26

3. Legal Service, jasa bantuan hukum ini mempunyai konsep yang lebih

luas dibandingkan dengan konsep dan tujuan legal aid dan legal

assistance, karena legal service memiliki tujuan, sebagai berikut:

a) Untuk menghilangkan sikap diskriminatif dan memberikan

bantuan hukum kepada masyarakat menegah kebawah dan

masyarakat kelas atas yang mendominasi kekayaan.

b) Sebagai perwujudan dari nilai kepastian hukum dengan

menghormati hak asasi manusia yang dijamin oleh negara dan

hukum tanpa melihat terlepas dari perbedaan kelas atas maupun

kelas bawah.

c) Serta memprioritaskan jalan perdamaian sebagai jalan untuk

menyelesaikan perkara hukum.15

3. Dasar Hukum Bantuan Hukum

Indonesia merupakan Negara Hukum yang menjunjung tinggi

konstitusi dimana semua aspek yang ada haruslah memiliki dasar yuridis,

salah satunya bantuan hukum yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal

54, Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dimana tersangka/terdakwa memiliki

hak untuk mendapatkan penasihat hukum dari Pengadilan apabila

diancam pidana mati atau pidana penjara 15 (lima belas) tahun bahkan

lebih.16

Untuk mendukung program bantuan hukum itu sendiri diperlukan

peraturan khusus yang mengatur penyelenggaraan bantuan hukum secara

15
M. Yahya Harahap., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 333.
16
Lihat Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
27

cuma-cuma. Landasan hukum tersebut sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang

Advokat, Pasal 68C Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang

Peradilan Umum, Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2011 Tentang Bantuan Hukum, serta Pasal 1 Angka 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.

4. Konsep Bantuan Hukum

Konsep bantuan hukum di Indonesia pertama kali digagas pada era

1970-an dan diperkenalkan melalui lembaga advokat, yaitu pada saat

Kongres III dari Organisasi Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) 1969.

Peradin yang saat itu dibawah pimpinan Adnan Buyung Nasution

selanjutnya melahirkan sebuah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta

sebagai semacam proyek percobaan untuk memperkenalkan konsep

bantuan hukum di Indonesia.17

Konsep bantuan hukum berkaitan dengan hak seseorang guna

menjalankan hak tersebut. Oleh karena itu, bantuan hukum dijalankan

oleh para ahli hukum dan orang yang berpengalaman dibidangnya.

Bantuan hukum dijalankan oleh pemberi bantuan hukum dengan merujuk

nilai kemuliaan untuk memperjuangkan sebuah keadilan.18

17
Aditia Bagus Santoso., Konsep Bantuan Hukum, 2017, dikutip dari
https://riaumandiri.haluan.co/read/detail/48736/konsep-bantuan-hukum.html. Diakses pada tanggal
06 Oktober 2020 jam 14.27 WIB.
18
Herning Setyowati dan Nurul Muchiningtias., Peran Advokat Dalam Memberikan Bantuan
Hukum Kepada Masyarakat Dalam Perspektif HAM, Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang,
Vol. 2, No. 2, November 2018, hlm. 155. Diperoleh dari
28

Sebagai pengetahuan, bantuan hukum masih terus berkembang.

Secara konsepsional, bantuan hukum diperuntukan untuk orang-orang

yang tidak mampu dan awam hukum, maka dari itu menurut Yesmil

Anwar dan Adang ada 3 (tiga) konsep bantuan hukum, yaitu:

1. Konsep Bantuan Hukum Tradisional, adalah memberikan bantuan

hukum kepada orang tidak mampu saja. Bantuan hukum ini bersifat

pasif dan pendekatannya secara formal-legal. Konsep ini berfokus

pada kasus-kasus dimana orang tidak mampu harus dibela dan untuk

menegakkan keadilan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

2. Konsep Bantuan Hukum Konstitusional, mengacu pada pemberian

bantuan hukum bagi masyarakat miskin dengan tujuan lebih luas,

seperti menegakan nilai hak asasi manusia salah satunya hak

masyarakat miskin sebagai subjek hukum. Bantuan hukum ini

bersifat positif, artinya bantuan hukum diberikan secara kolektif

kepada kelompok masyarakat.

3. Konsep Bantuan Hukum Struktural, bantuan hukum ini bertujuan

untuk menciptakan kondisi bagi terwujudnya suatu hukum yang

dapat mengubah struktur yang timpang menjadi struktur yang

berkeadilan, wadah bagi hukum serta pelaksanaannya dapat

menjamin persamaan dibidang hukum dan politik. Konsep bantuan

hukum ini sangat erat kaitannya dengan kemiskinan struktural.19

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/lslr/article/view/27582/12085. Diakses pada tanggal 06


Oktober 2020 jam 14.40 WIB.
19
YLBHI., Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014,
hlm. 469.
29

5. Tujuan dan Ruang Lingkup Bantuan Hukum

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011

menjelaskan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan bantuan hukum

diperuntukan kepada penerima bantuan yang menghadapi perkara

keperdataan, pidana, tata usaha negara dan dilaksanakan dalam bentuk

menjalankan kuasa, pendampingan, mewakili dan pembelaan dalam

konteks litigasi maupun nonlitigasi.20

Pemberian bantuan hukum secara litigasi telah diatur dalam Pasal

15 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 yaitu dilakukan dengan

cara: a) pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari

tingkat penyidikan dan penuntutan; b) pendampingan dan/atau

menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan dipersidangan; c)

pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap penerima bantuan

hukum di Pengadian Tata Usaha Negara.21

Pemberian bantuan hukum nonlitigasi diatur dalam Pasal 16

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 yaitu dengan cara: a)

penyuluhan hukum; b) konsultasi hukum; c) investigasi perkara, baik

secara elektronik maupun nonelektronik; d) penelitian hukum; e) mediasi;

f) negosiasi; g) pemberdayaan masyarakat; h) pendampigan diluar

pengadilan; i) dan/atau drafting dokumen hukum.22

20
Febi Yonesta., Kebijakan Bantuan Hukum Di Indonesia, Jakarta: Yayasan Bantuan Hukum
Indonesia, 2018, hlm. 5.
21
Republik Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 42, tentang Syarat dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum dan Dana Penyaluran Bantuan Hukum, Pasal 15, Tahun 2013.
22
Republik Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 42, tentang Syarat dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum dan Dana Penyaluran Bantuan Hukum, Pasal 16, Tahun 2013.
30

Dilaksanakannya bantuan hukum untuk membantu penyelesaian

permasalahan hukum yang dihadapi masyarakat tidak mampu. Tujuan

diselenggarakannya bantuan hukum telah diatur dalam Pasal 6 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, tujuan tersebut sebagai berikut:

1. Menjamin dan memenuhi hak Penerima Bantuan Hukum untuk

mendapatkan akses keadilan.

2. Mewujudkan hak konstitusional semua warga Negara sesuai dengan

prinsip persamaan kedudukan didalam hukum.

3. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan

secara merata diseluruh wilayah Negara Indonesia.

4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat

dipertanggungjawabkan.23

6. Asas-Asas Bantuan Hukum

Didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 telah

mengatur mengenai asas bantuan hukum, yaitu:

1. Asas Keadilan, yaitu pembagian hak dan kewajiban setiap orang

secara tepat, benar, proporsional dan tertib.

2. Asas Persamaan Kedudukan Didalam Hukum, yaitu setiap orang

mempunyai hak dan perlakuan yang sama didepan hukum serta

wajib menjunjung tinggi hukum.

23
Republik Indonesia., Undang-Undang Nomor 16, tentang Bantuan Hukum, Pasal 6 Ayat
(1), Tahun 2011.
31

3. Asas Keterbukaan, yaitu memberikan kesempatan kepada publik

untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur guna

memperoleh jaminan keadilan berdasarkan hak konstitusional.

4. Asas Efisiensi, yaitu memberikan bantuan hukum secara maksimal

dengan menggunakan sumber dana yang ada.

5. Asas Efektivitas, yaitu mewujudkan tujuan pemberian bantuan

hukum dengan tepat.

6. Asas Akuntabilitas, yaitu setiap hasil akhir dari kegiatan pelaksanaan

bantuan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.24

B. Tinjauan Umum Tentang Pos Bantuan Hukum

1. Pengertian Pos Bantuan Hukum

Mahkamah Agung menetapkan Peraturan Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian

Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan yang

mengatur mengenai pemberian layanan pembebasan biaya perkara,

penyelenggaraan sidang diluar pengadilan dan penyedia pos bantuan

hukum (posbakum) Pengadilan.

Didalam peraturan tersebut, penjelasan mengenai Pos Bantuan

Hukum yaitu layanan yang disediakan oleh pengadilan tingkat pertama

untuk memberikan layanan hukum berupa infromasi, konsultasi dan

advis hukum serta pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

24
Republik Indonesia., Undang-Undang Nomor 16 tentang Bantuan Hukum, Pasal 2, Tahun
2011.
32

Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Umum, Peradilan Agama dan

Peradilan Tata Usaha Negara.25

2. Dasar Hukum Pos Bantuan Hukum

Dengan adanya payung hukum yang mengatur tentang bantuan

hukum. Maka dari itu, Pemerintah mendirikan Pos Bantuan Hukum

untuk menginterpretasi pelaksanaan bantuan hukum secara gratis.

Landasan yuridis terkait Pos Bantuan Hukum sudah diatur dalam Pasal

68C Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum.

Serta peraturan khusus yang mengatur Pos Bantuan Hukum yaitu

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman

Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di

Pengadilan.

C. Tinjauan Umum Tentang Tersangka dan Terdakwa

1. Pengertian Tersangka dan Terdakwa

Pengertian tersangka diatur dalam KUHAP Pasal 1 Angka 14 yang

menyatakan bahwa Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya

atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai

pelaku tindak pidana.26

25
Republik Indonesia., Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1, tentang
Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan, Pasal 1
Ayat (6) Tahun 2014.
26
Lihat Ketentuan Pasal 1 Angka 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
33

Sedangkan pengertian terdakwa diatur juga dalam KUHAP Pasal 1

Angka 15 yang menyatakan bahwa Terdakwa adalah seorang tersangka

dituntut, diperiksa dan diadili disidang pengadilan.27

2. Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa

Hak-hak tersangka dan terdakwa pidana harus dilindungi oleh

hukum. Biasanya tersangka atau terdakwa adalah pihak yang diambil

sebagian kebebasan miliknya, contohnya ia ditangkap, ditahan, disita

barangnya dan lain-lain. Padahal hak tersebut merupakan hak yang

penting untuk seseorang. Oleh karena itu, sangatlah penting bahwa

hukum harus menjamin dan mengawasi agar pengambilan hak tersebut

tidak dilakukan secara semena-mena.28

Ada beberapa proses yang harus dilalui tersangka atau terdakwa

sehingga pengadilan bisa menjatuhkan putusan (vonis). Proses tersebut

meliputi antara lain; tahap penyelidikan dan atau penyidikan oleh

kepolisian, tahap penuntutan oleh kejaksaan, tahap pemeriksaan di

pengadilan dan tahap pelaksanaan eksekusi.29

Proses tersebut wajib diikuti oleh tersangka atau terdakwa, selain

hal itu KUHAP juga menjamin dan memberikan hak kepada tersangka

atau terdakwa yang wajib dipenuhi dan tidak boleh dilanggar oleh aparat

penegak hukum. Dengan tujuan agar proses berjalan dengan adil, hukum

27
Lihat Ketentuan Pasal 1 Angka 15 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
28
Munir Fuady dan Slyvia Laura L. Fuady., Hak Asasi Tersangka Pidana, Jakarta: Kencana,
2015, hlm. 1.
29
Muhammad Nursal Ns., Proses Peradilan Pidana, 2011, dikutip dari
https://www.negarahukum.com/hukum/proses-peradilan-pidana.html. Diakses pada tanggal 06
Oktober 2020 jam 11.00 WIB.
34

ditegakkan sebagaimana mestinya, penghormatan terhadap hak asasi

manusia dan kesamaan didepan hukum (equality before the law). Hak-

hak tersebut sebagai berikut:

1. Hak untuk melihat surat penugasan saat penangkapan dan penahanan

tersangka (Pasal 18 Ayat 1 KUHAP).

2. Hak untuk mendapatkan surat penangkapan dan surat penahanan

(Pasal 1 Ayat (1) dan Ayat (3) KUHAP).

3. Hak untuk meminta perubahan jenis penahanan (Pasal 23 KUHAP).

4. Hak untuk meminta segera mengadili perkaranya di Pengadilan

(Pasal 50 KUHAP).

5. Hak untuk meminta penjelasan tentang tindak pidana yang dilakukan

kepada tersangka/terdakwa dalam bahasa yang dimengerti (Pasal 51

KUHAP).

6. Hak untuk memberikan keterangan atau informasi secara bebas

disemua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan (Pasal 52 dan

117 KUHAP).

7. Hak atas bantuan hukum (Pasal 54-56, 114 KUHAP).

8. Hak untuk dikunjungi oleh keluarga, dokter pribadi dan rohaniawan

(Pasal 58, 61,63 KUHAP).

9. Hak untuk mencari dan mengajukan saksi atau orang yang memiliki

keahlian khusus (Pasal 65 KUHAP).

10. Hak untuk mengajukan penangguhan penahanan (Pasal 31 Ayat (1)

KUHAP).
35

11. Hak untuk diadili dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 64

KUHAP).

12. Hak untuk mengajukan permohonan pra-peradilan (Pasal 77

KUHAP).

13. Hak untuk meminta laporan berita acara pemeriksaan (Pasal 72, 143

Ayat (4) KUHAP).

14. Hak untuk naik banding, kasasi dan upaya hukum lainnya (Pasal 67,

244, 263 KUHAP).

15. Hak untuk menuntut kompensasi dan rehabilitasi (Pasal 68, 97

KUHAP).30

D. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Klas 1A Palembang

Pada awalnya kantor Pengadilan Negeri atau dikenal dengan nama kantor

Landraad terletak di daerah Sayangan Pasal 16 Palembang dan sampai

sekarang dikenal dengan jalan Pengadilan. Pada tahun 1971 Pengadilan

Negeri Palembang yang berada di Palembang telah menempati gedung baru

di Jl. Kapten A. Rivai No. 16 Palembang Sungai Pangeran, Kec. Ilir Timur 1,

Kota Palembang, Sumatera Selatan 30129 hingga sekarang.31

Sebelum tahun 2004, Pengadilan Negeri Palembang berada dibawah

Departemen Hukum dan HAM dan baru pada tahun 2004 seluruh Peradilan

yang berada diseluruh Indonesia berada dibawah naungan Mahkamah Agung

30
Boris Tampubolon., Hak-Hak Tersangka atau Terdakwa Dalam KUHAP, 2016, dikutip
dari http://konsultanhukum.web.id/hak-hak-tersangkaterdakwa-dalam-kuhap/. Diakses pada
tanggal 06 Oktober 2020 jam 11.15 WIB.
31
Pengadilan Negeri Palembang., Sejarah Pengadilan Negeri Palembang, dikutip dari
http://pn-palembang.go.id/index.php/tentang-pengadilan/profil-pengadilan/sejarah-pengadilan.
Diakses pada tanggal 29 Desember 2020 jam 15.00 WIB.
36

Republik Indonesia. Terkait hal tersebut maka Pengadilan Negeri Palembang

menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan dari

Mahkamah Agung Republik Indonesia.32

Tahun 2006, Pengadilan Negeri Palembang juga membawahi Pengadilan

Hubungan Internasional, semua permasalahan industri dapat ditangani di

Pengadilan ini. Pengadilan Negeri Palembang juga disebut Pengadilan Negeri

Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang wilayah yuridiksinya meliputi seluruh

wilayah hukum Sumatera Selatan. Dengan demikian, semua perkara korupsi

yang ada diwilayah Sumatera Selatan penanganan kasusnya dilimpahkan

kepada Pengadilan Negeri Palembang.33

Dalam hal ini, Pengadilan Negeri Palembang bertugas memeriksa,

mengadili dan memutuskan perkara korupsi yang diajukan oleh pihak

kejaksaan yang ada diwilayah Sumatera Selatan. Adapun visi dan misi

Pengadilan Negeri Palembang, yakni:

Visi: Terwujudnya Pengadilan Negeri Palembang Yang Agung.

Misi :

1. Menjaga Kemandirian Badan Peradilan;

2. Memberikan Pelayanan Hukum Yang Berkeadilan;

3. Meningkatkan Kualitas Kepemimpinan Badan Peradilan;

4. Meningkatkan Kreditbilitaas dan Transparansi Badan Peradilan.34

32
Rizky Tri Putra., Op.cit, hlm. 19.
33
Ibid., hlm. 19.
34
Pengadilan Negeri Palembang., Visi dan Misi Pengadilan Negeri Palembang, dikutip dari
http://www.pn-palembang.go.id/index.php/tentang-pengadilan/profil-pengadilan/visi-dan-misi.
Diakses pada tanggal 29 Desember 2020 jam 15.15 WIB.
37

Anda mungkin juga menyukai