Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BANTUAN HUKUM

Tentang
JENIS-JENIS DAN FUNGSI BANTUAN HUKUM

Oleh :
ADE SAPUTRA 1713040044

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


SETRIANIS, S.H.I., M.H

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (A)


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas segala


kebesaran dan kelimpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah tentang Jenis-Jenis dan Fungsi Bantuan Hukum.
Dalam penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah kami alami. Oleh
karena itu terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan
penyusun semata-mata. Namun, karena adanya bantuan dan dukungan dari pihak-
pihak yang terkait.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari pengalaman dan
pengetahuan masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penyusun sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak agar makalah ini lebih
baik dan bisa lebih bermanfaat.

Padang, 22 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A. Jenis-Jenis Bantuan Hukum ................................................................ 3
B. Fungsi Bantuan Hukum ...................................................................... 6
C. Hak-Hak Tersangka atau Terdakwa .................................................... 8
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 15
A. Kesimpulan ...................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bantuan hukum merupakan suatu media yang dapat digunakan oleh
semua orang dalam rangka menuntut haknya atas adanya perlakuan yang
tidak sesuai dengan kaedah hukum yang berlaku. Hal ini didasari oleh arti
pentingnya perlindungan hukum bagi setiap insan manusia sebagai subyek
hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat
membela masyarakat terlepas dari latar belakang, etnisitas, asal usul,
keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya miskin, agama, dan
kelompok orang yang dibelanya.
Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak
mampu untuk membayar jasa penasihat hukum dalam mendampingi
perkaranya. Meskipun ia mempunyai fakta dan bukti yang dapat
dipergunakan untuk meringankan atau menunjukkan kebenarannya dalam
perkara itu, sehingga perkara mereka pun tidak sampai ke pengadilan.
Padahal bantuan hukum merupakan hak orang miskin yang dapat diperoleh
tanpa bayar (probono publico).
Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin
dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
(International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)). Pasal 16 dan
Pasal 26 ICCPR menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan
hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. Sedangkan
Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait Bantuan Hukum yaitu
kepentingan-kepentingan keadilan dan tidak mampu membayar Advokat.
Meskipun Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai
tanggung jawab negara namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara
Indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan
melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan
Hukum. Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara

1
merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi
negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi
warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan
kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Jaminan atas hak
konstitusional tersebut belum mendapatkan perhatian secara memadai,
sehingga Bantuan Hukum diharapkan dapat menjamin warga negara
khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan akses
keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Selama ini, pemberian Bantuan
Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang
miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena
terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak
konstitusional mereka. Dengan adanya pemberian Bantuan Hukum dapat
memberikan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok
orang miskin.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam makalah ini akan membahas
tentang Jenis-Jenis dan Fungsi Bantuan Hukum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan diatas, terdapat
beberapa rumusan masalah yang akan menjadi topik pembicaraan dalam
makalah ini. Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja jenis-jenis bantuan hukum?
2. Apa fungsi bantuan hukum?
3. Apa saja yang menjadi hak tersangka atau terdakwa?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-Jenis Bantuan Hukum
Menurut Schuyt, Groenendijk dan Sloot bantuan hukum dibedakan
menjadi lima jenis, yaitu:
1. Bantuan hukum preventiv adalah bantuan hukum yang dilaksanakan
dalam bentuk pemberian penerangan penyeluhan hukum kepada
masyarakat sehingga mereka mengerti akan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara.
2. Bantuan hukum diagnostik adalah bantuan hukum yang dilaksanakan
dengan pemberian nasihat-nasihat hukum atau biasa dikenal dengan
konsultasi hukum.
3. Bantuan hukum pengendalian konflik adalah bantuan yang lebih
bertujuan mengatasi secara aktif permasalahan-permasalahan hukum
konkrit yang terjadi di masyarakat. Biasanya dilakukan dengan cara
memberikan asistensi hukum kepada anggota masyarakat yang tidak
mampu menyewa jasa advokat.
4. Bantuan hukum pembentukan hukum adalah bantuan hukum yang
dimaksudkan untuk memancing yurisprudensi yang lebih tegas, tepat,
jelas dan benar.
5. Bantuan hukum pembaruan hukum adalah bantuan hukum yang lebih
ditujukan bagi pembaruan hukum. Baik itu melalui hakim atau melalui
pembentuk undang-undang.

Sementara di Indonesia sendiri berkembang konsep bantuan hukum lain


yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep-konsep yang ada. Para
ahli hukum dan prtaktisi hukum Indonesia membagi bantuan hukum ke dalam
dua macam, yaitu :
1. Bantuan hukum individual merupakan pemberian bantuan hukum
kepada masyarakat yang tidak mampu dalam bentuk pendampingan
oleh advokat dalam proses penyelesaian sengketa yang dihadapi, baik

3
dimuka pengadilan maupun melalui mekanisme penyelesaian sengketa
lain seperti arbitrase, dalam rangka menjamin pemetaan pelayanan
hukum kepada seluruh lapisan masyarakat.
2. Bantuan hukum struktural segala aksi atau kegiatan yang dilakukan
tidak semata-mata ditujukan untuk membela kepentingan atau hak
hukum masyarakat yang tidak mampu dalam proses peradilan. Lebih
luas lagi bantuan hukum struktural bertujuan untuk menumbuhkan
kesadaran dan pengertian masyarakat akan pentingnya hukum. 1

Perkembangan konsep bantuan hukum di Indonesia tersebut


dicerminkan oleh pernyataan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Medan, bahwa:
“Bantuan hukum bukan hanya menyangkut pendampingan di Peradilan,
tetapi juga mencakup proses yang muncul ketika orang banyak/ rakyat
mengalami suatu masalah atau ketika hak mereka tidak dihormati oleh
sekelompok orang atau penguasa. Dalam proses ini bantuan hukum
melalui pemberdayaan rakyat, penyadaran rakyat, dan pendidikan
hukum kritis, ditujukan untuk membawa perubahan pada pemikiran dan
motivasi rakyat untuk mampu berjuang bagi hak-hak mereka yang
sudah dirampas.”

Hal serupa juga disampaikan Kepala Operasional LBH Surabaya yang


menerjemahkan konsep bantuan hukum yang dijalankan lembaganya sebagai
bantuan hukum yang memberdayakan, tidak menciptakan ketergantungan,
dan dilakukan melalui pendidikan hukum kritis serta pengorganisasian.
Konsep ini merupakan suatu pilihan yang didasari oleh keyakinan bahwa
supremasi hukum yang disyaratkan dalam membangun Indonesia sebagai
negara hukum tidak mutlak dibenahi oleh kaum elit dan mereka yang berada
di dalam struktur kenegaraan.

1
Suradji. 2008. Etika dan Penegakan Kode Etik Profesi Hukum (Advokat). Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI. hlm 77.

4
Lebih jauh menurut Achmad Santosa, seorang aktivis bantuan hukum
struktural di Jakarta, bahwa bantuan hukum struktural dalam tahap
selanjutnya dapat diturunkan ke dalam tiga aktivitas, yaitu:
1) Mengantarkan kesadaran hukum masyarakat bahwa mereka
merupakan korban ketidakadilan, untuk kemudian mendorong
masyarakat agar dapat merumuskan solusi-solusi dan mampu
mengerjakannya sendiri.
2) Menggunakan jalur peradilan untuk mengkritisi peraturan
perundangundangan positif yang ada. Pada aktivitas ini forum
pengadilan hanya dijadikan corong dengan persetujuan klien
tentunya untuk menyampaikan pesan ketidakadilan, bahwa suatu
ketentuan hukum tidak benar, sehingga harus dicabut atau diubah.
3) Melancarkan aktivitas policy reform dengan mengertikulasikan
berbagai cacat dalam hukum positif dan kebijakan yang ada, lalu
mencoba untuk mengkritisi dan memberikan alternatif-alternatif.

Namun demikian, tidak dapat dikesampingkan aktivitas


penyelenggaraan bantuan hukum lainnya yang pada dasarnya merupakan
pengembangan lebih lanjut dari konsep bantuan hukum individual dan cukup
banyak dijalankan oleh pihak-pihak lain yang pada tingkatan tertentu
mengimbangi bahkan dapat dikatakan menutupi kelemahan yang ditemukan
pada pola bantuan hukum struktural. Contohnya antara lain bantuan hukum
yang bersifat charity (atas dasar kemanusiaan) dan instan (sekali selesai atau
tidak berkelanjutan dengan menargetkan tujuan yang lebih besar), bantuan
hukum bersifat peternalistik dalam artian memuat hubungan sub ordinat
antara pemberi dengan penerimanya, serta bantuan hukum partisan yang
diberikan untuk kepentingan agama, kelompok, atau etnis tertentu.
Pengembangan dari konsep bantuan hukum individual tersebut perlu
diperhitungkan karena dalam pola apapun, selama memenuhi karakteristik
dasar, yaitu diberikan secara cuma-cuma (dalam arti setiap orang yang
membutuhkannya tidak dibebani oleh prosedur yang berbelitbelit/tidak
membebani klien), dan tidak digantungkan oleh besar kecilnya reward yang

5
timbul dari hubungan tersebut, maka jasa hukum yang diberikan dapat
dikategorikan sebagai bantuan hukum. Walaupun disamping sifat cuma-cuma
terdapat pula perbedaan pendekatan dalam melayani pencari keadilan.
Berkaitan dengan hal ini, T. Mulya Lubis menyatakan bahwa pendekatan
advokat bercirikan: 1) individual, 2) urban (perkotaan), 3) pasif, 4) legalistik,
5) gerakan hukum (legal movement), 6) persamaan distribusi pelayanan
(equal distribution of servis). Sedangkan pendekatan seorang pembela umum
(aktivis legal aid) adalah 1) struktural (kolektif), 2) urban-rural, 3) aktif, 4)
orientasi legal dan non-legal, 5) gerakan sosial (social movement), 6)
perubahan sosial. 2

B. Fungsi Bantuan Hukum


Fungsi dan Peranan lembaga bantuan hukum adalah sebagai berikut:
1. Public service. Sehubungan dengan kondisi sosial ekonomi karena
sebagian besar dari masyarakat kita tergolong tidak mampu atau kurang
mampu untuk menggunakan dan membayar jasa advokat, maka Lembaga
Bantuan Hukum memberikan jasa-jasanya dengan cuma-cuma.
2. Social education. Sehubungan dengan kondisi social cultural, dimana
lembaga dengan suatu perencanaan yang matang dan sistematis serta
metode kerja yang praktis harus memberikan penerangan – penerangan
dan petunjuk-petunjuk untuk mendidik masyarakat agar lebih sadar dan
mengerti hak-hak dan kewajiban-kewajibannya menurut hukum.
3. Perbaikan tertib hukum. Sehubungan dengan kondisi social politic,
dimana peranan lembaga tidak hanya terbatas pada perbaikan-perbaikan
di bidang peradilan pada umumnya pada profesi pembelaan khususnya,
akan tetapi juga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan Ombudsman
selaku partisipasi masyarakat dalam bentuk kontrol dengan kritik-kritik
dan saran-sarannya untuk memperbaiki kepincangan-
kepincangan/mengoreksi tindakan-tindakan penguasa yang merugikan
masyarakat.
2
Benziad Kadafi dkk. 2002. Advokat Indonesia Mencari Mencari Legitimasi. Jakarta Pusat:
PSHK. hlm 165.

6
4. Pembaharuan hukum. Dari pengalaman-pengalaman praktis dalam
melaksanakan fungsinya lembaga menemukan banyak sekali peraturan-
peraturan hukum yang sudah usang tidak memenuhi kebutuhan baru,
bahkan kadang-kadang bertentangan atau menghambat perkembangan
keadaan. Lembaga dapat mempelopori usul-usul perubahan undang-
undang.
5. Pembukaan lapangan kerja (labour market). Berdasarkan kenyataan
bahwa dewasa ini tidak terdapat banyak pengangguran sarjana-sarjana
hukum yang tidak atau belum dimanfaatkan atau dikerahkan pada
pekerjaan-pekerjaan yang relevan dengan bidangnya dalam rangka
pembangunan nasional. Lembaga Bantuan Hukum jika saja dapat
didirikan di seluruh Indonesia misalnya satu kantor Lembaga Bantuan
Hukum, di setiap ibu kota kabupaten, maka banyak sekali tenaga sarjana-
sarjana hukum dapat ditampung dan di manfaatkan.
6. Practical training. Fungsi terakhir yang tidak kurang pentingnya bahkan
diperlukan oleh lembaga dalam mendekatkan dirinya dan menjaga
hubungan baik dengan sentrum-sentrum ilmu pengetahuan adalah
kerjasama antara lembaga dan fakultas-fakultas hukum setempat.
Kerjasama ini dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak.
Bagi fakultas-fakultas hukum lembaga dapat dijadikan tempat lahan
praktek bagi para mahasiswa-mahasiswa hukum dalam rangka
mempersiapkan dirinya menjadi sarjana hukum dimana para mahasiswa
dapat menguji teori-teori yang dipelajari dengan kenyataan-kenyataan
dan kebutuhan-kebutuhan dalam praktek dan dengan demikian sekaligus
mendapatkan pengalaman. 3

3
Darry, Mohammad. 2013. “Fungsi dan Peranan Lembaga Bantuan Hukum Struktural”.
FISIP. http://mohammad-darry-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-84583-Sosiologi%20Hukum-
Fungsi%20dan%20Peranan%20Lembaga%20Bantuan%20Hukum%20Struktural.html

7
C. Hak-Hak Tersangka/ Terdakwa
1. Hak Tersangka Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum Dalam Proses
Penyidikan
Penggunaan upaya paksa (dwang middelen) merupakan kekuasaan
penyidik yang diberikan oleh undang-undang secara terbatas. Artinya
terdapat kondisi-kondisi tertentu baik sebelum maupun pada saat seorang
tersangka ditahan. 4 Kondisi-kondisi tersebut adalah:
1) Penangkapan dan penahanan hanya dilakukan berdasarkan bukti
(permulaan) yang cukup (vide Pasal 17 KUHAP);
2) Penahanan hanya demi kepentingan penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan sidang pengadilan (vide Pasal 20 KUHAP);
3) Penahanan mempunyai batas waktu (vide Pasal 20 KUHAP);
4) Perintah penahanan harus berdasarkan bukti yang cukup dan adanya
kekhawatiran tersangka/terdakwa akan melarikan diri, merusak atau
menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatannya (vide
Pasal 21 ayat (1) KHUAP);
5) Setiap penahanan harus memenuhi ketentuan prosedur administratif
yang sah dan dilakukan oleh pejabat yang berwenang (vide Pasal 21
ayat (2) dan (3) dan Pasal 24-28 KUHAP);
6) Penahanan bersifat fakultatif, kecuali untuk kejahatankejahatan
tertentu (vide Pasal 20 ayat (4) KUHAP);
7) Lamanya waktu penahanan harus dikurangkan dari pidana yang
dijatuhkan, jika kemudian tersangka terbukti melakukan tindak
pidana yang didakwakan padanya;
8) Selama dalam tahanan, tersangka diperlakukan dengan manusiawi
dan tidak boleh disiksa atau ditekan atau direndahkan martabatnya
sebagai manusia (vide Pasal 66, Pasal 117, dan Pasal 122 KUHAP);

4
O.C. Kaligis. 2006. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa
danTerpidana. Bandung: PT Alumni. hal, 117- 118.

8
9) Dalam waktu 24 jam setelah ditahan, tersangka harus diperiksa.
Akan tetapi, dalam praktik, karena tidak diatur tentang apakah
diperiksa 1 kali, 2 kali atau 10 kali, ketentuan yang mendukung asas
peradilan yang cepat, tepat dan sederhana, tidak berjalan baik.

Penahanan sebagaimana dimaksud di atas pada dasarnya


bertentangan dengan HAM karena berarti menghukum seseorang sebelum
kesalahannya dibuktikan dengan putusan pengadilan. upaya paksa (dwang
middelen) pada dasarnya merupakan pelanggaran HAM, khususnya hak-
hak asasi tersangka tersebut perlu diawasi dengan porsi yang seimbang.
Pengertian seimbang berarti tidak mengurangi penting dan sahnya
wewenang penyidik atau penuntut umum untuk menjalankan upaya paksa
(dwang middelen), tetapi merupakan kontrol positif agar penyidik atau
penuntut umum tetap memperlihatkan hak-hak asasi seorang tersangka.
Peranan pemberian bantuan hukum bagi seorang tersangka untuk
membela dirinya apabila hak-haknya sebagai manusia dilanggar, juga
apabila akan ada dan telah menimbulkan berbagai penyimpangan akibat
penggunaan kekuasaan penyidik yang terlalu besar dan cenderung dengan
cara-cara yang tidak terkendali lagi. Proses penyidikan dalam pemberian
advokasi hukum kepada tersangka ditekankan pada perlindungan hak
tersangka. Penasehat hukum harus dapat melindungi setiap hak yang
dibutuhkan tersangka dalam pemeriksaaan. Terhadap tersangka yang telah
dilakukan proses penahanan oleh penyidik.
Bagi tersangka yang telah berada dalam proses penahanan penyidik
tersangka memiliki hak-hak sebagai berikut:
a) Berhak menghubungi penasehat hukum;
b) Berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadi untuk
kepentingan kesehatan baik yang ada hubunganya dengan proses
perkara maupun tidak;
c) Tersangka berhak untuk diberitahukan penahanannya kepada
keluarganya, kepada orang yang serumah dengannya, orang lain yang

9
dibutuhkan bantuannya, dan orang yang hendak memberikan bantuan
hukum atau jaminan bagi penangguhan penahanannya;
d) Selama tersangka berada dalam penahanan berhak menghubungi
pihak keluarga, mendapat kunjungan dari pihak keluarga;
e) Berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasehat hukum
melakukan hubungan mengubungi dan menerima sanak keluargannya
baik untuk kepentingan keluargannya, kepentingan perkarannya
maupun kepentingan pekerjaannya;
f) Berhak atas surat menyurat yaitu, mengirim dan menerima surat
kepada penasehat hukumnya, mengirim dan menerima surat kepada
sanak keluarga;
g) Berhak atas kebebasan rahasia surat. Tidak boleh diperiksa oleh
penyidik, penuntut umum atau pejabat rumah tahanan negara kecuali
cukup alasan untuk menduga surat menyurat tersebut disalahgunakan;
h) Tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan kerohanian.

Pemberian bantuan hukum dalam proses advokasi memberikan hak


kepada penasehat hukum selalu berusaha menjalin hubungan dengan
tersangka. Penasehat hukum berhak mengubungi tersangka dalam semua
tingkat pemeriksaan dan berhak melakukan hubungan pembicaraan pada
setiap saat, asal demi untuk kepentingan pembelaannya. Tersangka harus
dianggap tidak bersalah sesuai dengan prinsip hukum praduga tak bersalah
sampai diperoleh putusan hukum yang tepat. Dimana merupakan kontrol
yang tepat untuk menghindari terjadinya penekanan atau ancaman dalam
pemeriksaan penyidikan ialah kehadiran penasehat hukum atau advokat
mengikuti jalannya pemeriksaan sejak tahap pemeriksaan di tingkat
penyidikan. Bentuk bentuk penyimpangan yang dilakukan penyidik adalah
tersangka ditahan tanpa surat penahanan dari penyidik, penyidik
melakukan penahan kepada tersangka tanpa adanya bukti permulaan yang
cukup, penyidik melakukan tindakan kekerasan terhadap tersangka pada
pemeriksaan untuk mendapatkan petunjuk dan Pengunaan Upaya Paksa

10
dalam hal penahanan, penyitaaan pengeledahan tidak sesuai dengan aturan
yang digariskan dalam KUHAP.
Nah dalam hal peranan penasihat hukum dalam proses penyidikan di
kepolisian, jika seorang tersangka/klien tersebut nyata-nyata telah
bersalah, untuk dibebaskan dari semua tuntutan maka seorang advokat
tidak dapat membelanya, namun peranan seorang advokat pada tahap
penyidikan yang dilakukan polisi hanya sebagai penasehat atau
pendamping si tersangka saja. Di sini penasihat hukum bertugas untuk
mendampingi agar hak-hak yang dimiliki si tersangka/klien agar tidak
dilanggar. Karena walaupun demikian dia tetap manusia dan warga Negara
yang memiliki hak dan kewajiban yang sama di muka hukum. Karena
tidak jarang seorang tersangka diperlakukan semena-mena oleh oknum-
oknum yang tidak bertanggung jawab pada proses penyidikan awal yang
dilakukan kepolisian. Dalam hal ini si tersangka dapat dikatakan sebagai
pencari keadilan, khususnya bagi mereka yang kurang mampu dan mereka
yang belum paham mengenai hukum/buta hukum.

2. Hak Tersangka Dalam Hal Advokat Tidak Melaksanakan Profesinya


Dalam Memberikan Bantuan Hukum.
Bantuan hukum adalah konsep yang lahir atas dasar pemahaman
yang mendalam tentang tujuan kita bermasyarakat yang sebetulnya hendak
memerdekakan bangsa. sejak masa sebelum kemerdekaan hingga
sekarang, permasalahan bantuan hukum masih selalu tetap relevan untuk
dijadikan bahan kajian diantara tema-tema besar isu hukum yang lain.
Bantuan hukum akan selalu mengalami perkembangan seiring dengan
perkembangan hukum itu sendiri. Semakin berkembangnya wacana dan
berbagai macam konsep bantuan hukum di Indonesia sesungguhnya
merupakan jawaban terhadap adanya kebutuhan rakyat terhadap hal
tersebut. Sebagian besar rakyat Indonesia yang masih di bawah garis
kemiskinan dan buta hukum mendorong tumbuhnya kesadaran di sebagian
kalangan yang concern mengenai hal ini untuk mencari formula yang
ampuh untuk mengatasi permasalahan tersebut. Bantuan hukum yang

11
dimaksud dalam pengertian tersebut termasuk meliputi bantuan hukum
pada penyelesaian konflik secara formal yang dialami seseorang
(tersangka sejak di tingkat Penyidikan), dan bantuan hukum di luar proses
peradilan. Adapun yang dimaksud dengan bantuan hukum di luar proses
peradilan tersebut adalah mencakup upaya pencegahan konflik dalam
bentuk pemberian pendapat hukum atau opini hukum.
Lahirnya Undang-ndang Bantuan Hukum bermakna penting bagi
perkembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Selama ini
aturan mengenai bantuan hukum belum berdiri sendiri dan penjabaran
mengenai mekanisme penyelenggaraannya masih dalam bentuk peraturan
pemerintah dan/atau surat keputusan menteri. Dapat dikatakan bahwa
lahirnya Undang-Undang Bantuan Hukum UU No. 16 Tahum 2011 ini
tidak lepas dari agenda reformasi hukum. Dalam negara yang menganut
sistem demokrasi, setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan
keadilan (access to Justice) dan hak untuk mendapatkan peradilan yang
adil dan tidak memihak (fair trial), diantaranya melalui hak bantuan
hukum. Karenanya, hak bantuan hukum menjadi indikator penting dalam
pemenuhan hak mendapatkan keadilan dan peradilan yang adil di setiap
negara. Di Indonesia, hak atas bantuan hukum tidak secara tegas
dinyatakan dalam konstitusi. Namun, bahwa Indonesia adalah negara
hukum dan prinsip persamaan di hadapan hukum, menjadikan hak bantuan
hukum sebagai hak konstitusional.
Pada dasarnya tugas pokok penasehat hukum (advokat dan
pengacara) praktik adalah untuk memberikan legal opinion, serta nasehat
hukum dalam rangka menjauhkan klien dari konflik, sedang dilembaga
peradilan (beracara dipengadilan) penasehat hukum mengajukan atau
membela kliennya. 5 Dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat terdapat hak-hak yang dimiliki oleh advokat yaitu:
a) Advokat berhak untuk bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan
dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam
5
Suhrawardi, K Lubis. 2012. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Garfika. hlm. 28.

12
sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan
peraturan perundang-undangan (Pasal 14) ;
b) Advokat berhak bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk
membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap
berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan
(pasal 15) ;
c) Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya,
baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan
dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan
kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(Pasal 17);
d) Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien,
termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap
penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan
atas komunikasi elektronik Advokat (Pasal 19 ayat 2). Disamping hak-
hak tersebut bagi advokat juga memiliki yang namanya hak imunitas
dalam menjalankan tugasnya, karena itu undang-undang advokat juga
memberikan hak imunitas tersebut pada advokat.

Berkaitan dengan tanggung jawab moral yang dimiliki oleh advokat


dan dalam kedudukannya sebagai salah satu pilar atau penyangga dari
pelaksanaan sistem peradilan yang adil dan berimbang (fair trial) maka
penulis setuju dengan pendapat yang menyatakan bahwa advokat memiliki
peran bukan hanya sebagai pembela konstitusi namun juga sebagai
pembela hak asasi manusia. Oleh karena itu, maka advokat memiliki
fungsi sosial dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu fungsi sosial
tersebut adalah memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma khususnya
bagi kaum miskin dan buta hukum sebagai bagian dari hak asasi manusia

13
yang dilindungi oleh Undang-undang. Oleh karena itu manusia
membutuhkan perlindungan kepentingan-kepntingannya. 6
Dalam pelaksanaan kewajiban memberikan bantuan hukum secara
cuma-cuma bagi tersangka khususnya bagi kaum miskin dan buta hukum
tersebut memiliki tujuan sebagai berikut : Bagian dari pelaksanaan hak-
hak kosntitusional sebagaimana yang diatur dan dijamin oleh UUD 1945
berikut amandemennya. Hak atas bantuan hukum merupakan salah satu
dari hak asasi yang harus direkognisi dan dilindungi. Dengan mengacu
kepada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 termasuk ketentuan Pasal 28 Huruf D
ayat (1) dan Pasal 28 Huruf I ayat (1) UUD 1945 yang telah diamandemen
tersebut maka hak atas bantuan hukum harus dipandang sebagai suatu
lembaga yang wajib dimiliki dan hanya ada di dalam sistem negara
hukum. Adanya prinsip hukum yang berdaulat (supremacy of law) dan
adanya jaminan terhadap setiap orang yang diduga bersalah untuk
mendapatkan proses peradilan yang adil (fair trial) merupakan syarat yang
harus dijamin secara absolut dalam negara hukum ; Bagian dari
implementasi asas bahwa hukum berlaku bagi semua orang. Adanya
keterbatasan pengertian dan pengetahuan hukum bagi individu yang buta
hukum untuk memahami ketentuan yang tertulis dalam Undang-undang
maka diperlukan peran dan fungsi advokat untuk memberikan penjelasan
dan bantuan hukum. Bagian dari upaya standarisasi pelaksanaan peran dan
fungsi penegakan hukum dari advokat.

6
Sudikno Mertokusumo. 2011. Kapita selekta Ilmu Hukum. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
hlm, 111.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Schuyt, Groenendijk dan Sloot bantuan hukum dibedakan
menjadi lima jenis, yaitu bantuan hukum preventiv, bantuan hukum
diagnostik, bantuan hukum pengendalian konflik, bantuan hukum
pembentukan hukum, bantuan hukum pembaruan hukum. Sementara di
Indonesia sendiri berkembang konsep bantuan hukum lain yang sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan konsep-konsep yang ada. Para ahli hukum dan
prtaktisi hukum Indonesia membagi bantuan hukum ke dalam dua macam,
yaitu bantuan hukum individual dan bantuan hukum struktural.
Fungsi dan Peranan lembaga bantuan hukum adalah sebagai Public
service, social education, perbaikan tertib hukum, pembaharuan hukum,
pembukaan lapangan kerja (labour market), practical training.
B. Saran
Pemakalah menyadari segala kekurangan dari makalah ini baik itu dari
segi isi maupun penulisan. Kami mengharapkan kepada pembaca untuk dapat
memberikan kritikan dan saran yang membangun agar makalah kami
kedepannya dapat lebih baik lagi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Darry, Mohammad. 2013. “Fungsi dan Peranan Lembaga Bantuan Hukum


Struktural”. FISIP. http://mohammad-darry-
fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-84583-Sosiologi%20Hukum-
Fungsi%20dan%20Peranan%20Lembaga%20Bantuan%20Hukum%20Struk
tural.html

Kadafi, Benziad. dkk. 2002. Advokat Indonesia Mencari Mencari Legitimasi.


Jakarta Pusat: PSHK.

K. Lubis, Suhrawardi. 2012. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Garfika.

Mamahit, Ricko. 2013. “Kedudukan dan Fungsi Lembaga Bantuan Hukum dalam
Memberikan Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Yang Kurang Mampu”.
Lex Crimen Vol. II (No. 4).

Mertokusumo, Sudikno. 2011. Kapita selekta Ilmu Hukum. Yogyakarta: Penerbit


Liberty.

O.C. Kaligis. 2006. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa
danTerpidana. Bandung: PT Alumni.

Sahanggamu, Heidy Visilia. 2013. “Hak Tersangka Untuk Mendapatkan Bantuan


Hukum Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum Dalam Proses Penyidikan
Perkara Pidana”. Lex Crimen Vol. II (No. 2).

Suradji. 2008. Etika dan Penegakan Kode Etik Profesi Hukum (Advokat). Jakarta:
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI.

16

Anda mungkin juga menyukai