Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BANTUAN HUKUM

PEMBERI BANTUAN HUKUM DALAM LITIGASI


DAN NON LITIGASI SERTA GOLONGAN YANG
BERHAK MENERIMA BANTUAN DALAM
PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA

Disusun Oleh :

REVALDO

RHENFI BP :

2010003600216 6H3

DOSEN PENGAMPU :

YUDHA PRASETYANOV

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS EKASAKTI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pemberi kesempatan untuk kami
menyeleseaikan Tugas 2 Semester 6, Makalah Bantuan Hukum. Tidak lupa
sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW
yang telah menentukan kita dari jalan gelap gulita menuju jalan yang terang
dengan membawa agama yang sempurna Addinul Islam.

Makalah yang penulis susun ini telah mencoba menguraikan tentang


“Pemberi Bantuan Hukum Dalam Litigasi dan Non Litigasi Serta Golongan Yang
Berhak Menerima Bantuan dalam Perkembangan Hukum di Indonesia dan
sebagai nilai UAS Semester 6 mata kuliah Bantuan Hukum.

Terlepas dari keyakinan Penulis atas kesempurnaan makalah yang penulis


susun ini, sebagai makhluk yang sebenarnya jauh dari sempurna, penulis tetap
menanti keritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini.

Padang, 9 Juni 2022

Penulis

Revaldo Rhenfi

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................1
1. Latar Belakang............................................................................1
2. Rumusan Masalah.......................................................................1
3. Tujuan Pembahasan....................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................3

1.........................................Pengertian Bantuan Hukum


.....................................................................................................3
2. Hukum Islam pada mas kerajaan islam......................................3
3. Hukum Islam pada masa penjajahan Belanda............................4
4. Hukum Islam pada masa pendudukan Jepang............................5
BAB III PENUTUP.................................................................................7
A. Kesimpulan................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

.Ruang lingkup bantuan hukum yang diberikan kepada masyarakat miskin


meliputi bantuan hukum secara litigasi dan non litigasi. Litigasi adalah proses
penanganan Perkara hukum yang dilakukan melalui jalur pengadilan untuk
menyelesaikannya. Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan dengan
cara: Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat
penyidikan, dan penuntutan, pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam
proses pemeriksaan di persidangan, atau pendampingan dan/atau menjalankan
kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Bantuan hukum Nonlitigasi adalah proses penanganan Perkara hukum


yang dilakukan di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya. Pemberian
Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dapat dilakukan oleh Advokat, paralegal,
dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi Bantuan Hukum
yang telah lulus Verifikasi dan Akreditasi. Pemberian Bantuan Hukum secara
Nonlitigasi meliputi kegiatan; Penyuluhan hukum, Konsultasi hukum, Investigasi
perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik, Penelitian hukum, Mediasi,
Negosiasi, Pemberdayaan masyarakat, Pendampingan di luar pengadilan, dan/atau
drafting dokumen hukum.

3
2. Rumusan Masalah

a) Bagaimanakah pemberian bantuan hukum dalam litigasi dan non litigasi?


b) Siapa saja golongan yang berhak menerima bantuan dalam perkembangan
hukum di Indonesia?

3. Tujuan Makalah
a) Untuk mengetahui bagaimana pemberian bantuan hukum dalam litigasi dan non
litigasi

b) Untuk mengetahui siapa saja golongan yang berhak menerima bantuan dalam
perkembangan hukum di Indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMBERI BANTUAN HUKUM LITIGASI DAN NON LITIGASI SERTA


GOLONGAN YANG BERHAK MENERIMA BANTUAN DALAM
PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA

1) Bantuan Hukum Litigasi

Persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga memberikan


informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk
mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga.
Sedangkan Jalur litigasi adalah penyelesaian masalah hukum melalui jalur
pengadilan. Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi. Gugatan adalah suatu
tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak yang
mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan terdakwa,
menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan
penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung
penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk
menegakkan hak, kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara
atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang memiliki
kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang disebut
sadar hukum.

Bantuan hukum litigasi diberikan kepada penerima bantuan hukum untuk


mengimbangi kewenangan para penegak hukum dan melindungi hak-hak tersangka,
terdakwa, atau terpidana dalam perkara pidana pada tahap penyidikan, penuntutan,
dan persidangan; perkara perdata pada tahap gugatan dan persidangan; dan perkara
tata usaha negara pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan persidangan.
Sedangkan bantuan hukum nonlitigasi diberikan demi terciptanya masyarakat
cerdas hukum dengan tersosialisasinya hak-hak setiap warga negara khususnya
orang miskin ketika mendapatkan permasalahan hukum dan upaya untuk
memberikan solusi atau pemecahan masalah hukum yang ada dalam masyarakat di
luar pengadilan berupa konsultasi hukum, mediasi, dan beberapa kegiatan lainnya

4
demi terwujudnya masyarakat yang berkekeluargaan tanpa harus selalu ke
pengadilan.
Sesuai dengan perintah Undang-Undang Bantuan Hukum dan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, organisasi yang dapat
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada Orang Miskin atau
Kelompok Orang Miskin wajib terlebih dahulu dilakukan verifikasi dan akreditasi.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (3) bahwa verifikasi dan akreditasi
dilakukan setiap 3 (tiga) tahun, maka sejak diundangkannya undangundang ini,
Kementerian Hukum dan HAM melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional telah
melaksanakan 3 (tiga) kali kegiatan periode verifikasi dan akreditasi. Untuk periode
tahun 2013-2015 terdapat 310 PBH terverifikasi dan terakreditasi, selanjutnya
untuk periode tahun 2016-2018 terdapat 405 PBH dan untuk periode tahun 2019-
2021 terdapat 524 PBH. Verifikasi dan akreditasi yang dilaksanakan pada akhir
tahun 2018 menjaring 192 PBH yang baru dari 864 organisasi yang mendaftar.
Selain itu dilakukan pula akreditasi ulang terhadap 405 PBH lama (periode tahun
2016-2018) dan yang dinyatakan layak lanjut sebagai Pemberi Bantuan Hukum
periode selanjutnya sebanyak 332 organisasi. Sehingga total organisasi yang layak
sebagai Pemberi Bantuan Hukum dan dapat mengakses anggaran bantuan hukum
periode tahun 2019-2021 sebanyak 524 PBH yang tersebar di seluruh provinsi di
Indonesia sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor : M.HH01.HH.07.02 TAHUN 2018 tentang Lembaga/Organisasi Bantuan
Hukum yang Lulus Verifikasi dan Akreditasi sebagai Pemberi Bantuan Hukum
Periode Tahun 2019 s.d. 2021. Jumlah tersebut meningkat 30% lebih banyak
dibandingkan periode akreditasi pada tahun sebelumnya yang hanya 405 PBH

Terlepas dari berbagai prestasi yang telah diberikan oleh program bantuan
hukum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Bantuan Hukum, terdapat
juga beberapa kekurangan yang mesti segera dibenahi. Hal ini sebagaimana tampak
dalam statistik diatas, sebaran Pemberi Bantuan Hukum saat ini menjadi kendala
tersendiri dalam pelaksanaan bantuan hukum, masih terlihat beberapa provinsi
memiliki jumlah PBH yang minim. Disamping itu berdasarkan data yang ada,

4
mayoritas PBH pun hanya terkonsentrasi di ibukota provinsi, sehingga tidak
menjangkau sampai ke tingkat kabupaten/kota. Sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 3 Undang-Undang Bantuan Hukum bahwa penyelenggaraan bantuan hukum
bertujuan untuk: (1) menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum
untuk mendapatkan akses keadilan; (2) mewujudkan hak konstitusional segala
warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum; (3)
menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata
di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan (4) mewujudkan peradilan yang
efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.

2) Bantuan Hukum Non Litigasi

Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan.


Jalur nonlitigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif.
Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan
di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan ” Penyelesaian
perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase)
tetap diperbolehkan” . Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan ” Alternatif
Penyelesaian Perkara ( Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi,
mediasi, atau penilaian para ahli.”

Konsultasi , merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu


pihak (klien) dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan
pendapatnya atau saran kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan
kebutuhan klien. Konsultan hanya memberikan pendapat (hukum) sebagaimana
diminta oleh kliennya, dan selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian
sengketa tersebut akan diambil oleh para pihak. Negoisasi, penyelesaian sengketa
melalui musyawarah/perundingan langsung diantara para pihak yang bertikai
dengan maksud mencari dan menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat

4
diterima para pihak.Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya
harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak. Mediasi,
merupakan penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan dibantu oleh pihak
luar yang tidak memihak/netral guna memperoleh penyelesaian sengketa yang
disepakati oleh para pihak.

Konsiliasi, Consilliation dalam bahasa Inggris berarti perdamaian ,


penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan melibatkan pihak ketiga yang
netral (konsisliator) untuk membantu pihak yang berdetikai dalam menemukan
bentuk penyelesaian yang disepakati para pihak. Hasil konsilisiasi ini ini harus
dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara bersama oleh para pihak yang
bersengketa, selanjutnya harus didaftarkan di Pengadilan Negeri. Kesepakatan
tertulis ini bersifat final dan mengikat para pihak. Pendapat ahli, upaya
menyelesaikan sengketa dengan menunjuk ahli untuk memberikan pendapatnya
terhadap masalah yang dipersengketakan untuk mendapat pandangan yang
obyektif. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi) merupakan
upaya tawar-menawar atau kompromi untuk memperoleh jalan keluar yang saling
menguntungkan. Kehadiran pihak ketiga yang netral bukan untuk memutuskan
sengketa, melainkan para pihak sendirilah yang mengambil keputusan akhir.

3) Golongan Yang Berhak Menerima Bantuan Dalam Perkembangan Hukum


di Indonesia

Sering kali kita mendengar tentang golongan orang yang berhak menerima
zakat. Tetapi pernahkah kita mendengar golongan yang berhak menerima bantuan
hukum?. Pemberian bantuan hukum adalah salah satu perwujudan dari amanat
Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama terhadap hukum. Penyebutan hak dalam UUD 1945 ini membawa
konsekwensi tertentu, baik pengualifikasiannya maupun pihak yang memiliki
kewajiban dalam pemenuhannya. Hak atas bantuan hukum telah diterima secara
universal yang dijamin dalam konvenan International tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik (ICCPR) pasal 16 dan pasal 26 yang menjamin setiap orang berhak
4
memperoleh perlindungan hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk
diskrimansi. Sedangkan pasal 14 ayat (3) ICCPR memberikan syarat terkait
bantuan hukum yaitu : Kepentingan keadilan, dan tidak mampu membayar
advokat.
Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 memberi peluang terhadap
perlindungan hak warga negara yang sedang menjalani proses hukum. Bantuan
hukum menurut undang-undang ini adalah jasa hukum yang diberikan oleh
pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.
Tujuan penyelenggaraan bantuan hukum adalah menjamin dan memenuhi hak
bagi penerima bantuan hukum untuk mendapatkan akes keadilan. Dalam
pengaturan ruang lingkup bantuan hukum ini diberikan kepada penerima bantuan
hukum yang menghadapi masalah hukum. Dimana masalah tersebut ditentukan
secara limitatif yaitu:
 Masalah Hukum Pidana
 Masalah Hukum Perdata
 Masalah Hukum Tata Usaha Negara baik Litigasi Maupun Non
Litigasi
Pemberian bantuan hukum secara litigasi terdiri dari pendampingan dan atau
menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyelidikan,penyidikan dan
penuntutan, pemeriksaan di pengadilan, dan pendampingan dan atau menjalankan
kuasa di pengadilan tata usaha negara. Sedangkan pemberian bantuan hukum
secara non litigasi meliputi : konsultasi hukum, investigasi perkara, mediasi,
negosiasi, pendampingan di luar pengadilan dan drafting dokumen. Dalam pasal 5
ayat (1) dan (2) ditentukan kualifikasi pihak yang berhak menerima bantuan
hukum yaitu : Orang miskin dan Kelompok orang miskin.

Definisi orang miskin menurut undang-undang bantuan hukum adalah orang


yang tidak dapat memenuhi hak dasarnya secara layak dan mandiri, dimana hak
dasar disini meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan
pendidikan, pekerjaan dan berusaha dan atau perumahan. Yang dimaksud dengan
tidak dapat memenuhi kebutuhan secara layak dan mandiri adalah tidak dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari bukan saja untuk dirinya sendiri akan

4
tetapi juga bagi orang yang ditanggungnya dari anak, isteri dan lain-lain.
Berdasarkan definisi miskin di atas, maka yang berhak menerima bantuan hukum
gratis adalah :
1) Mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sandang yang layak
2) Mereka yang tidak dapat memenuhi kebutahan pangan yang layak
3) Mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan papan atau perumahan
yang layak
4) Mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dan
pendidikan yang layak dan
5) Mereka yang meskipun sudah ada pekerjaan dan berusaha tetapi tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak

4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pemberi Bantuan Hukum dalam Litigasi adalah persiapan dan presentasi dari setiap
kasus, termasuk juga memberikan informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan
kerjasama untuk mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak
terduga. Sedangkan Non Litigasi menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur
nonlitigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif.
Dan yang berhak menerima bantuan Hukum gratis adalah :
1) Mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sandang yang layak
2) Mereka yang tidak dapat memenuhi kebutahan pangan yang layak
3) Mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan papan atau perumahan
yang layak
4) Mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dan
pendidikan yang layak dan
5) Mereka yang meskipun sudah ada pekerjaan dan berusaha tetapi tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak
B. Saran
Saran yang bisa penulis berikan :
Sebaiknya bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu menjadi
sistem yang membantu melindungi hak masyarakat dalam proses hukum untuk
memperoleh keadilan melalui sistem peradilan yang transparan dengan prinsip
perlindungan ham Pemerintah diharapkan lebih optimal dan bertanggung jawab
dalam penerapan kebijakan pengalokasian dana bantuan hukum untuk masyarakat
yang tidak mampu. Hal ini bertujuan untuk terciptanya pengelolaan keuangan daerah
yang baik dan manfaat penerapan kebijakan tersebut dapat dirasakan masyarakat
khususnya masyarakat yang tidak mampu dan pemerintah harus bisa melaksanakan
undang-undang dan kewajibannya untuk “memelihara” fakir miskin dan penerapan
asas equality before the law sebagai konsekuensi negara hukum.

4
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.
Nike Sepvinasari, Zulfikar Judge, Pelaksanaan Pemberian Bantuan
Hukum Secara Cuma-Cuma yang Tidak Mampu Di Pengadilan
Negeri Jakarta Barat, Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul (2018)
Corporate And Comercial, “Mengenal Litigasi Mengenai
Penyelesaian Sengketa Di Meja Hiijau”.
http://dslalawfirm.com. Diakses 11 Mei 2022.
YLBHK DKI, “NON LITIGAS” http://lbhkdki.com.
Diakses 9 Juni 202

Anda mungkin juga menyukai