Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KELOMPOK 4

TROUBLE CASES DAN TROUBLE LESS CASES

Makalah Ini Dibuat untuk Menyelesaikan Tugas dari Mata Kuliah Sosiologi dan
Antropologi Hukum Kelas B Semester 4

Dosen Pengampu: Dr. Dewi Sukarti, MA.

Disusun Oleh:

Devina Huseini (11210454000002)

Cindy Rahma Febriani (11210454000004)

Brillianthina Saraswaty (11210454000023)

Prodi Hukum Pidana Islam

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2023
KATA PENGANTAR

Assalammua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang,kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga kami semua mahasiswa prodi Hukum
Pidana Islam, semester 4, mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Hukum B dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “TROUBLE CASES DAN TROUBLE
LESS CASES”.

Alhamdulillah kami telah menyelesaikan makalah ini dengan lancar serta dalam
kondisi sehat wal afiat., kami bersyukur atas adanya tugas penulisan makalah ini karena
membuat kami dapat mempelajari dan meningkatkan kemampuan kami untuk
kedepannya. Terimakasih untuk dosen kami Dr. Dewi Sukarti, MA. karena dengan
adanya pemberian tugas makalah ini, kami para mahasiswa dapat melatih literasi kami
agar lebih baik untuk kedepannya. Sekian kata pengantar sederhana bagi makalah ini,
kurang lebih nya kami dari mahasiswa prodi Hukum Pidana Islam, semester 4, mata
kuliah Sosiologi dan Antropologi Hukum kelas B yang masih dalam proses
pembelajaran mohon maaf atas kesalahan ataupun kurang nya kalimat dalam kata
pengantar ini.

Jakarta, 08 April 2023

Penyusun

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................ ............................i

DAFTAR ISI ...................................................................... ............................ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakanng.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Rumusan Masalah......................................... ............................2

BAB II Pembahasan

A. Pengertian Budaya Hukum ...................................................................3


B. Macam-macam Penyelesaian Sengketa dan Non Sengketa................... 4
C. Contoh Penyelesaian Kasus Sengketa dan Non Sengketa dalam
Budaya Hukum.......................................................................................6

BAB III Penutup

A. Kesimpulan............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA......................................................... ............................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelesaian sengketa yang terjadi di masyarakat umumnya dapat diselesaikan


melalui dua cara yaitu menggunakan jalur pengadilan (litigasi) dan diluar pengadilan
(non litigasi) dari kedua penyelesaian sengketa tersebut memiliki pandangan yang
beragam sesuai dengan tujuan, budaya, atau nilai-nilai yang diyakini oleh pihak-pihak
yang sedang bersengketa. Pilihan hukum untuk penyelesaian sengketa di luar
pengadilan (non itigasi) ditempuh tentu saja untuk menghindari mekanisme birokrasi
yang panjang dan berbelit-belit, dan ditambah pula aspek non yuridis berupa campur
tangan dari pihak-pihak tertentu diluar kewenangan untuk mengadili, sehingga akan
berdampak terhadap keluarnya putusan yang menyimpang dari hakekat keadilan, pada
akhirnya menyebabkan mekanisme formal tersebut tidak selalu mendapatkan respons
secara meluas dari masyarakat. Penyelesaian sengketa di Indonesia lebih mengutamakan
melalui proses penyelesaian yang bersifat kekeluargaan dan akomodatif.1
Dan dalam penyelesaian non litigasi terdapat beberapa mekanisme dalam
penyelesaiannya yaitu mediasi, negosiasi, konsiliasi, arbitrase dan penilaian ahli, hal
tersebut yang nantinya akan dibahas lebih lanjut di dalam pembahsan. Penyelesaian
sengketa di Indonesia lebih mengutamakan melalui proses penyelesaian yang bersifat
kekeluargaan dan akomodatif.
Selain adanya permasalahan hukum sengketa ada juga non sengketa yang
merupakan deskripsi umum terhadap situasi yang tidak menimbulkan sengketa, korban,
ataupun ketidakadilan.2

1
Sahnan, Pilihan Hukum Penyelesaian Sengketa Tanah di Luar Pengadilan (Studi Kasus
Tanah Rowok, Lombok Tengah, NTB, Jurnak Mimbar Hukum, Vol. 27 No.3, 2015, hal. 405
2
https://dinayuuhuu.wordpress.com/2017/10/12/contoh-kasus-sengketa-dan-non-
sengketa-dalam-antropologi-hukum/ (Diakses 11 April 2023, Pukul 07.30)

1
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan mengenai budaya hukum!
2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam penyelesaian sengketa dan non sengketa!
3. Bagaimana penyelesaian kasus sengketa dan non sengketa dalam budaya
hukum ?

C. Tujuan Rumusan Masalah


1. Untuk mengetahui serta memahami mengenai budaya hukum
2. Untuk mengetahui serta memahami macam-macam penyelesaian sengketa dan
non sengketa
3. Untuk mengetahui serta memahami penyelesaian kasus sengketa dan non
sengketa dalam budaya hukum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Budaya Hukum

Menurut teori sistem hukum Friedman menyebutkan terdapat 3 unsur


pembentuk sistem hukum yakni subtansi hukum (legal subtance), struktur hukum (lega
structure), dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum adalah kompomem
struktural atau organ yang bergerak di dalam suatu mekanisme, baik dalam pembuatan
peraturan, maupun dalam penerapan atau pelaksanaan peraturan. Subtansi hukum
adalah produk dari struktur hukum, baik berupa peraturan yang dibuat melalui
mekanisme struktur formal ataupun peraturan yang lahir dari kebiasaan. Sedangkan
budaya hukum adalah nilai, pemikiran, serta harapan atas kaidah atau norma dalam
kehidupan sosial masyarakat. Adanya penguatan budaya hukum nasional tentunya tidak
akan terlepas dari norma-norma atau nilai-nilai dasar yang telah disepkaati bersama
sebagai bangsa dan negara yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Seluruh warga negara di dalam sistem hukum tersebut dapat
mengambil alih dalam subsistem budaya hukum.3

Kendati demikian, kita dapat melihat pada realitas yang terjadi di masyarakat
budaya hukum yang diimpikan masih jauh dari yang diharapkan ketika melihat
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Hal tersebut dapat kita
lihat dimana masyarakat masih cenderung melakukan pelanggaran hukum dengan
sengaja, selain itu masyarakat juga tidak menyukai menyelesaikan perkaranya atau
membawa kasus yangs sedang dihadapinya ke pengadila, mereka menganggap karena
hal tersebuut hanya akan menambah kerugian melalui pungutan-pungutan yang tidak
jelas, bahkan berbagai pemerasan.

Jika suatu masyarakat diperhatikan, maka akan tampak walaupun sifat individu
yang berbeda-beda, namun para warga keseluruhannya akan memberikan reaksi yang

3
Yuniko, Fitrian. Pentingnya Budaya Hukum Dalam Masyarakat,
https://jdih.bengkuluprov.go.id/ , hal. 1-2

3
sama kepada gejala-gejala tertentu. Dengan adanya reaksi yang sama tersebut maka
mereka memiliki sikap yang umumnya sama. Hal-hal yang merupakan milik bersama
tersebutlah dalam antropologi budaya dinamakan kebudayaan.

Jadi, budaya hukum merupakan salah satu bagian dari kebudayaan manusia yang
luas. Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu
terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan tersebut merupakan kesatuan pandangan
terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi, suatu budaya hukum menunjukkan
mengenai pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan
tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati masyarakat
yang bersangkutan.4

B. Macam-macam Penyelesaian Sengketa dan Non Sengketa

Penyelesaian Sengketa dapat di dilakukan secara litigasi maupun non litigasi


Dalam hal pennyelesaian sengketa litigasi sendiri yang berarti proses penyelesaian
sengketa oleh para pihak melalui lembaga peradilan negara. Hal ini berarti sengketa
tersebut telah diserahkan dan diperiksa oleh hakim pengadilan dalam suatu rangkaian
persidangan. Dalam penyelenggaraan peradilan dilaksankan oleh Mahkamah Agung dan
badan peradilan di bawahnya dalam lingkup Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pengadilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman mempunyai tugas pokok untuk
menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan
kepadanya guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, demi
terselenggaranya negara hukum Republik Inonesia.5

Dan dalam penyelesaian sengketa non litigasi adalah penyelesaian sengketa


yang dilakukan menggunakan cara-cara yang berada diluar pengadilan atau yang biasa

4
Ibid, hal. 4
5
Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi,
https://pengacarapontianak.com/penyelesaian-sengketa-melalui-jalur-litigasi/ (Diakses
9 April 2023, Pukul 19.35)

4
disebut dengan lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa di jalur
non litigasi ada berbagai bentuk. Salah satunya adalah arbitrase. Arbitrase, menurut UU
No 30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.

Selain arbitrase, ada berbagai bentuk penyelesaian sengketa non litigasi


diantaranya adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Adapun beberapa pengertian dari bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa yaitu:

1. Konsultasi
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara pihak
konsultan dan klien. Konsultan memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk
memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam
penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan pendapat
(hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan
mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak.

2. Negosiasi
Secara harfiah negosiasi berarti musyawarah atau berunding. Negosiasi ini tidak
lain adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa oleh para pihak sendiri, tanpa bantuan
pihak lain, dengan cara musyawarah atau berunding untuk mencari pemecahan yang
dianggap adil oleh para pihak. Hal yang dicapai dari negosiasi berupa penyelesaian
kompromi atau compromise solution.

3. Mediasi
Sesuai dengan Peraturan MA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan pada Pasal 1 Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh
Mediator. di dalam PERMA No.1 Tahun 2008 ini mediasi menekankan bahwa yang
penting di dalam sebuah mediasi itu adalah mediator. Mediator harus mampu mencari
alternatif-alternatif penyelesaian sengketa tersebut. Apabila para pihak sudah tidak
menemukan lagi jalan keluar untuk menyelesaikan sengketa tersebut maka mediator
tersebut harus dapat memberikan solusi-solusi kepada para pihak. Solusi-solusi tersebut

5
haruslah kesepakatan bersama dari si para pihak yang bersengketa. Disinilah terlihat
jelas peran penting mediator.

4. Konsiliasi

Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan


seorang pihak ketiga atau lebih, dimana pihak ketiga yang diikut sertakan untuk
menyelesaikan sengketa seseorang. Pada praktiknya, proses penyelesaian sengketa
melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi, namun memiliki suatu
perbedaan yaitu konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika dibandingkan
dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi ada beberapa tahap yang biasanya harus
dilalui, yaitu penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi, kemudian komisi akan
mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan berdasarkan fakta-fakta yang diberikan
oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan
kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.

Dari beberapa cara penyelesaian sengketa non-litigasi diatas, mediasi adalah


salah satu upaya penyelesaian sengketa non-litigasi yang wajib ditempuh sebelum
dilakukan pemeriksaan di pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui mediasi ini diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan. Menurut Perma tersebut, proses mediasi wajib dilakukan terlebih dahulu,
dan apabila tidak menempuh prosedur mediasi maka penyelesaian sengketa tersebut
melanggar ketentuan pasal 130 HIR/154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi
hukum.6

Sedangkan penyelesaian non sengketa jika dilihat dari pengertiannya berarti


merupakan suatu deskripsi umum situasi yang tidak menimbulkan sengketa, korban
ataupun ketidakadilan. Jadi untuk penyelesaiannya tidak diatur secara jelas namun hal
ini ada karena masih kentalnya ada istiadat yang berlaku dalam suatu masyarakat. Yang
wajib dipatuhi bagi masyarakat setempat.

C. Contoh Kasus Penyelesaian Sengketa dan Non Sengketa dalam Budaya


Hukum

6
https://pkpajakarta.com/mengenal-bentuk-bentuk-penyelesaian-non-litigasi/v
(Diakses 10 April 2023, Pukul 13.30)

6
 Contoh Penyelesaian Kasus Sengketa Melalui Litigasi dalam Budaya
Hukum

Kasus sengketa tanah warisan dan penyelesaiannya yaitu Putusan MA


Nomor 1989 K/PDT/2001

Objek sengketa adalah tanah milik penggugat/termohon kasasi yang diperoleh


dari ibunya bernama Sitti binti Bitte. Ibunya meminjamkan tanah kepada Hadda untuk
dikerjakan sementara. Kemudian, Hadda meninggal dunia di tahun 1990, dan di tahun
1991 Sitti binti Bitte juga meninggal dunia. Maka, objek sengketa selanjutnya dikuasai
dan dikerjakan oleh tergugat/pemohon kasasi. Namun, perbuatan tergugat tersebut tidak
diberitahukan/seizin penggugat, sehingga perbuatan tergugat adalah melawan hukum.
Berdasarkan fakta hukum tersebut, penggugat memilih untuk menyelesaikan sengketa
ini ke Pengadilan Negeri Watampone dengan menyampaikan permohonan untuk
menyatakan bahwa objek sengketa adalah sah milik penggugat yang diperoleh dari
ibunya bernama Sitti binti Bitte sebagai tanah warisan dan menyatakan objek
sengketa berstatus pinjaman Hadda dari Sitti binti Bitte.

Dalam putusannya, Mahkamah Agung berpendapat berdasarkan semua surat-


surat dan saksi-saksi yang diajukan penggugat bila dikaitkan satu dengan yang lain
cukup bukti yang menyatakan bahwa tanah objek sengketa adalah milik Sitti binti Bitte
yang kemudian jatuh menjadi warisan milik penggugat Dengan demikian, pengadilan
menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/tergugat.7

 Contoh Penyelesaian Kasus Sengketa Melalui Non Litigasi Dalam Budaya


Hukum

Konflik Pertanahan Kasus di Desa Yosorejo (Jawa Tengah) Melalui Mediasi

Selama tiga tahun terakhir, tidak ada kasus apapun yag berkaitan dengan konflik
pertanahan, kecuali satu kasus konflik batas tanah di Dusun Dranan yang berhasil
diselesaikan oleh kepala desa. Biasanya, konflik antar warga diselesaikan di tingkat RT,
7
https://www.hukumonline.com/klinik/a/contoh-kasus-sengketa-tanah-dan-
penyelesaiannya-lt635fb7386f08f (Diakses 11 April 2023, Pukul 20.30)

7
kemudian jika tidak selesai dibawa ke pak bawu, jika tidak selesai juga maka
permasalahan akan dibawa ke kepala desa. Selanjutnya, jika tetap tidak selesai, biasanya
kepala desa akan menyerahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian. Berdasarkan catatan,
hanya ada satu kasus yang sampai dilaporkan ke kepolisian, yaitu kasus pencurian Tank
Penyemprot tanaman (akhir 2007) di gubuk dekat lahan warga. Pencurinya adalah orang
pendatang, akan tetapi kepala desa tidak mengetahui kelanjutan dari kasus tersebut
setelah ditangani oleh pihak kepolisian.

Pertanahan menjadi potensi konflik ke depan jika tidak segera ditanggulangi.


Selain status kepemilikan tanah warga yang belum jelas, konflik dapat terjadi karena
warga harus tetap bayar pajak. Kepala Dusun Rowo, Telago Pakis menyatakan bahwa
permasalahan pertanahan di sini yang diukur oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)
untuk dibuat sertifikat, akan tetapi sampai sekarang tidak kunjung kabarnya. Padahal,
warga sudah membayar ongkos pengukuran. Beliau menunjukan Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang (SPPT) dari kantor pajak sebagai bukti kepemilikan tanah. Tentu ini
sangat memprihatinkan, dimana beliau tetap harus membayar pajak walaupun tanpa
surat kepemilikan tanah.

Konflik pertanahan bisa juga terjadi dikarenakan masuknya perusahaan yang


membeli tanah membeli tanah warga dengan harga murah seperti PT Medan Jaya pada
tahun 1995 yang hendak membangun pabrik di Desa Igir Gede untuk penanaman dan
pengolahan jamur. Namun, pada saat krisis moneter sekitar tahun 1998, perusahaan
yang dimaksud mengalami kebangkrutan. Padahal, PT Medan Jaya udah terlanjur
membeli tanah seluas 12 Ha (per meter dihargai Rp1000) dan membangun pondasi
untuk pabrik. Adanya ketidakjelasan rencana pembangunan pabrik mendorong warga
untuk membeli kembali lahan pabrik. Nyatanya, pada akhirnya diketahui tanah tersebut
sudah beroindah tangan ke pemilik baru yaitu warga karangkobar, banjarnegara dengan
harga per meter Rp 3000. Sampai saat ini sebagian lahan terbengkalai karena tidak
adanya yang mengelola dan sebagian besar lahan sudah diratakan atau dipadatkan
sehingga lapisan tanah yang gembur menjadi hilang.

8
Cara masyarakat desa menyelesaikan konflik secara berjenjang ini dapat
digambarkan dalam bagan dibawah ini.

Terlihat jelas tahapan yang panjang dalam penyelesaian sengketa/konflik


secara informal/ non litigasi. namun, masyarakat lebih memilih jalur tersebut.
Dalam hal tersebut juga mungkin dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat justru
rendah terhadap penyelesaian konflik yang dilakukan secara formal/litigasi.8

 Contoh Penyelesaian Kasus Non Sengketa dalam Budaya Hukum

Hukum Bertamu: Sirih Pinang Sebagai Tanda Hormat


Sirih pinang merupakan salah satu kebiasaan dari orang-orang di daratan Timor,
termasuk Desa Lelobatan. Tidak pandang bulu tidak pandang usia, siapa saja dan dari
kalangan mana saja di tanah Timor tak lepas dari kebiasaan makan sirih pinang ini.
Bukan sekadar menjadi kebiasaan, tapi sirih pinang juga menjadi tradisi masyarakat
Desa Lelobatan yang masih dipegang dan sangat kental hingga sekarang. Menurut
Petrus Almet, sirih pinang merupakan pembuka adat bagi masyarakat Timor.

8
Yakub Aiyu, Penyelesaian Konflik Berbasis Desa di Indonesia (Studi Kasus di Desa
Yosorejo, Jawa Tengah), PJIH, Vol. 4 No. 1, 2017, hal. 171-172

9
Maksudnya dalam setiap prosesi adat yang dilakukan pasti membutuhkan sirih pinang,
termasuk dalam adat bertamu.

Adalah sirih pinang, barang (makanan) yang pertama kali disuguhkan dan
ditawarkan pada setiap kase. Jika berkunjung atau bertemu duduk bicara; bukan
secangkir teh hangat, bukan kopi hitam, bukan rokok linting, apalagi kue kering.
Menurut Wilujeng (2013), nginang bagi masyarakat Indonesia memiliki fungsi yang
menyangkut tata pergaulan dan tata nilai di masyarakat. Sirih pinang menjadi sarana
penghantar bicara untuk mempererat persaudaraan dan juga untuk menghargai dan
menghormati tamu yang berkunjung. Penghormatan tersebut akan berbalas jika tamu
menerima suguhan sirih pinang dari tuan rumah. Jika tamu menolak sirih pinang yang
diberikan, maka ia dianggap tidak sopan dan tidak menghargai tuan rumah. Begitu pun
jika tuan rumah tidak menawarkan sirih pinang pada tamu yang berkunjung juga
dianggap tidak sopan.

Sirih pinang dalam bertamu tersebut menandakan masih kentalnya adat


istiadat yang hidup pada masyarakat Desa Lelobatan. Karena di Soe, ibu kota
Kabupaten Timor Tengah Selatan, tradisi bertamu dengan sirih pinang ini sudah mulai
hilang. Bercak merah yang merupakan ludah hasil memakan sirih pinang mulai
meresahkan warga, karena mengotori berbagai tempat, bahkan ruang publik seperti
jalan raya dan halaman kantor dinas. Selain itu, bagi orang yang tidak tahu ludah sirih
pinang yang berwarna merah ini akan disalahsangkakan menjadi bercak darah. Oleh
karena itu, di Soe sudah ada larangan untuk “meludah merah”.9

9
https://dinayuuhuu.wordpress.com/2017/10/12/contoh-kasus-sengketa-dan-non-
sengketa-dalam-antropologi-hukum/ (Diakses 11 April 2023, Pukul 19.30)

10
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

 Budaya hukum merupakan salah satu bagian dari kebudayaan manusia yang luas.
Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu
terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan tersebut merupakan kesatuan pandangan
terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi, suatu budaya hukum menunjukkan
mengenai pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan
tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati
masyarakat yang bersangkutan.

 Penyelesaian Sengketa dapat di dilakukan secara litigasi maupun non litigasi


Dalam hal pennyelesaian sengketa litigasi sendiri yang berarti proses
penyelesaian sengketa oleh para pihak melalui lembaga peradilan negara.
penyelesaian sengketa non litigasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan
menggunakan cara-cara yang berada diluar pengadilan atau yang biasa disebut
dengan lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa di jalur
non litigasi ada berbagai bentuk. Salah satunya adalah arbitrase. Arbitrase,
menurut UU No 30 Tahun 1999 Sedangkan penyelesaian non sengketa jika dilihat
dari pengertiannya berarti merupakan suatu deskripsi umum situasi yang tidak
menimbulkan sengketa, korban ataupun ketidakadilan. Jadi untuk penyelesaiannya
tidak diatur secara jelas namun hal ini ada karena masih kentalnya ada istiadat yang
berlaku dalam suatu masyarakat. Yang wajib dipatuhi bagi masyarakat setempat.

 Dan Contoh Penyelesaian Kasus Sengketa Melalui Litigasi dalam Budaya Hukum;
Kasus sengketa tanah warisan dan penyelesaiannya yaitu Putusan MA Nomor 1989
K/PDT/2001, Contoh Penyelesaian Kasus Sengketa Melalui Non Litigasi Dalam
Budaya Hukum; Konflik Pertanahan Kasus di Desa Yosorejo (Jawa Tengah)
Melalui Mediasi, Contoh Penyelesaian Kasus Non Sengketa dalam Budaya Hukum;
Hukum Bertamu: Sirih Pinang Sebagai Tanda Hormat.

11
DAFTAR PUSTAKA

JURNAL
Aiyu, Yakub. Penyelesaian Konflik Berbasis Desa di Indonesia (Studi Kasus di Desa
Yosorejo, Jawa Tengah), PJIH, Vol. 4 No. 1, 2017.

Sahnan, Pilihan Hukum Penyelesaian Sengketa Tanah di Luar Pengadilan (Studi Kasus
Tanah Rowok, Lombok Tengah, NTB, Jurnak Mimbar Hukum, Vol. 27 No.3,
2015.
Yuniko, Fitrian. Pentingnya Budaya Hukum Dalam Masyarakat,
https://jdih.bengkuluprov.go.id/

WEBBSITE
https://dinayuuhuu.wordpress.com/2017/10/12/contoh-kasus-sengketa-dan-non-
sengketa-dalam-antropologi-hukum/

https://www.hukumonline.com/klinik/a/contoh-kasus-sengketa-tanah-dan-
penyelesaiannya-lt635fb7386f08f

https://pengacarapontianak.com/penyelesaian-sengketa-melalui-jalur-litigasi/

https://pkpajakarta.com/mengenal-bentuk-bentuk-penyelesaian-non-litigasi/v

12

Anda mungkin juga menyukai