Makalah Ini Dibuat untuk Menyelesaikan Tugas dari Mata Kuliah Sosiologi dan
Antropologi Hukum Kelas B Semester 4
Disusun Oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang,kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga kami semua mahasiswa prodi Hukum
Pidana Islam, semester 4, mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Hukum B dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “TROUBLE CASES DAN TROUBLE
LESS CASES”.
Alhamdulillah kami telah menyelesaikan makalah ini dengan lancar serta dalam
kondisi sehat wal afiat., kami bersyukur atas adanya tugas penulisan makalah ini karena
membuat kami dapat mempelajari dan meningkatkan kemampuan kami untuk
kedepannya. Terimakasih untuk dosen kami Dr. Dewi Sukarti, MA. karena dengan
adanya pemberian tugas makalah ini, kami para mahasiswa dapat melatih literasi kami
agar lebih baik untuk kedepannya. Sekian kata pengantar sederhana bagi makalah ini,
kurang lebih nya kami dari mahasiswa prodi Hukum Pidana Islam, semester 4, mata
kuliah Sosiologi dan Antropologi Hukum kelas B yang masih dalam proses
pembelajaran mohon maaf atas kesalahan ataupun kurang nya kalimat dalam kata
pengantar ini.
Penyusun
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakanng.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Rumusan Masalah......................................... ............................2
BAB II Pembahasan
A. Kesimpulan............................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Sahnan, Pilihan Hukum Penyelesaian Sengketa Tanah di Luar Pengadilan (Studi Kasus
Tanah Rowok, Lombok Tengah, NTB, Jurnak Mimbar Hukum, Vol. 27 No.3, 2015, hal. 405
2
https://dinayuuhuu.wordpress.com/2017/10/12/contoh-kasus-sengketa-dan-non-
sengketa-dalam-antropologi-hukum/ (Diakses 11 April 2023, Pukul 07.30)
1
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan mengenai budaya hukum!
2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam penyelesaian sengketa dan non sengketa!
3. Bagaimana penyelesaian kasus sengketa dan non sengketa dalam budaya
hukum ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Budaya Hukum
Kendati demikian, kita dapat melihat pada realitas yang terjadi di masyarakat
budaya hukum yang diimpikan masih jauh dari yang diharapkan ketika melihat
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Hal tersebut dapat kita
lihat dimana masyarakat masih cenderung melakukan pelanggaran hukum dengan
sengaja, selain itu masyarakat juga tidak menyukai menyelesaikan perkaranya atau
membawa kasus yangs sedang dihadapinya ke pengadila, mereka menganggap karena
hal tersebuut hanya akan menambah kerugian melalui pungutan-pungutan yang tidak
jelas, bahkan berbagai pemerasan.
Jika suatu masyarakat diperhatikan, maka akan tampak walaupun sifat individu
yang berbeda-beda, namun para warga keseluruhannya akan memberikan reaksi yang
3
Yuniko, Fitrian. Pentingnya Budaya Hukum Dalam Masyarakat,
https://jdih.bengkuluprov.go.id/ , hal. 1-2
3
sama kepada gejala-gejala tertentu. Dengan adanya reaksi yang sama tersebut maka
mereka memiliki sikap yang umumnya sama. Hal-hal yang merupakan milik bersama
tersebutlah dalam antropologi budaya dinamakan kebudayaan.
Jadi, budaya hukum merupakan salah satu bagian dari kebudayaan manusia yang
luas. Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu
terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan tersebut merupakan kesatuan pandangan
terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi, suatu budaya hukum menunjukkan
mengenai pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan
tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati masyarakat
yang bersangkutan.4
4
Ibid, hal. 4
5
Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi,
https://pengacarapontianak.com/penyelesaian-sengketa-melalui-jalur-litigasi/ (Diakses
9 April 2023, Pukul 19.35)
4
disebut dengan lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa di jalur
non litigasi ada berbagai bentuk. Salah satunya adalah arbitrase. Arbitrase, menurut UU
No 30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.
1. Konsultasi
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara pihak
konsultan dan klien. Konsultan memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk
memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam
penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan pendapat
(hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan
mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak.
2. Negosiasi
Secara harfiah negosiasi berarti musyawarah atau berunding. Negosiasi ini tidak
lain adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa oleh para pihak sendiri, tanpa bantuan
pihak lain, dengan cara musyawarah atau berunding untuk mencari pemecahan yang
dianggap adil oleh para pihak. Hal yang dicapai dari negosiasi berupa penyelesaian
kompromi atau compromise solution.
3. Mediasi
Sesuai dengan Peraturan MA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan pada Pasal 1 Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh
Mediator. di dalam PERMA No.1 Tahun 2008 ini mediasi menekankan bahwa yang
penting di dalam sebuah mediasi itu adalah mediator. Mediator harus mampu mencari
alternatif-alternatif penyelesaian sengketa tersebut. Apabila para pihak sudah tidak
menemukan lagi jalan keluar untuk menyelesaikan sengketa tersebut maka mediator
tersebut harus dapat memberikan solusi-solusi kepada para pihak. Solusi-solusi tersebut
5
haruslah kesepakatan bersama dari si para pihak yang bersengketa. Disinilah terlihat
jelas peran penting mediator.
4. Konsiliasi
6
https://pkpajakarta.com/mengenal-bentuk-bentuk-penyelesaian-non-litigasi/v
(Diakses 10 April 2023, Pukul 13.30)
6
Contoh Penyelesaian Kasus Sengketa Melalui Litigasi dalam Budaya
Hukum
Selama tiga tahun terakhir, tidak ada kasus apapun yag berkaitan dengan konflik
pertanahan, kecuali satu kasus konflik batas tanah di Dusun Dranan yang berhasil
diselesaikan oleh kepala desa. Biasanya, konflik antar warga diselesaikan di tingkat RT,
7
https://www.hukumonline.com/klinik/a/contoh-kasus-sengketa-tanah-dan-
penyelesaiannya-lt635fb7386f08f (Diakses 11 April 2023, Pukul 20.30)
7
kemudian jika tidak selesai dibawa ke pak bawu, jika tidak selesai juga maka
permasalahan akan dibawa ke kepala desa. Selanjutnya, jika tetap tidak selesai, biasanya
kepala desa akan menyerahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian. Berdasarkan catatan,
hanya ada satu kasus yang sampai dilaporkan ke kepolisian, yaitu kasus pencurian Tank
Penyemprot tanaman (akhir 2007) di gubuk dekat lahan warga. Pencurinya adalah orang
pendatang, akan tetapi kepala desa tidak mengetahui kelanjutan dari kasus tersebut
setelah ditangani oleh pihak kepolisian.
8
Cara masyarakat desa menyelesaikan konflik secara berjenjang ini dapat
digambarkan dalam bagan dibawah ini.
8
Yakub Aiyu, Penyelesaian Konflik Berbasis Desa di Indonesia (Studi Kasus di Desa
Yosorejo, Jawa Tengah), PJIH, Vol. 4 No. 1, 2017, hal. 171-172
9
Maksudnya dalam setiap prosesi adat yang dilakukan pasti membutuhkan sirih pinang,
termasuk dalam adat bertamu.
Adalah sirih pinang, barang (makanan) yang pertama kali disuguhkan dan
ditawarkan pada setiap kase. Jika berkunjung atau bertemu duduk bicara; bukan
secangkir teh hangat, bukan kopi hitam, bukan rokok linting, apalagi kue kering.
Menurut Wilujeng (2013), nginang bagi masyarakat Indonesia memiliki fungsi yang
menyangkut tata pergaulan dan tata nilai di masyarakat. Sirih pinang menjadi sarana
penghantar bicara untuk mempererat persaudaraan dan juga untuk menghargai dan
menghormati tamu yang berkunjung. Penghormatan tersebut akan berbalas jika tamu
menerima suguhan sirih pinang dari tuan rumah. Jika tamu menolak sirih pinang yang
diberikan, maka ia dianggap tidak sopan dan tidak menghargai tuan rumah. Begitu pun
jika tuan rumah tidak menawarkan sirih pinang pada tamu yang berkunjung juga
dianggap tidak sopan.
9
https://dinayuuhuu.wordpress.com/2017/10/12/contoh-kasus-sengketa-dan-non-
sengketa-dalam-antropologi-hukum/ (Diakses 11 April 2023, Pukul 19.30)
10
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Budaya hukum merupakan salah satu bagian dari kebudayaan manusia yang luas.
Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu
terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan tersebut merupakan kesatuan pandangan
terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi, suatu budaya hukum menunjukkan
mengenai pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan
tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati
masyarakat yang bersangkutan.
Dan Contoh Penyelesaian Kasus Sengketa Melalui Litigasi dalam Budaya Hukum;
Kasus sengketa tanah warisan dan penyelesaiannya yaitu Putusan MA Nomor 1989
K/PDT/2001, Contoh Penyelesaian Kasus Sengketa Melalui Non Litigasi Dalam
Budaya Hukum; Konflik Pertanahan Kasus di Desa Yosorejo (Jawa Tengah)
Melalui Mediasi, Contoh Penyelesaian Kasus Non Sengketa dalam Budaya Hukum;
Hukum Bertamu: Sirih Pinang Sebagai Tanda Hormat.
11
DAFTAR PUSTAKA
JURNAL
Aiyu, Yakub. Penyelesaian Konflik Berbasis Desa di Indonesia (Studi Kasus di Desa
Yosorejo, Jawa Tengah), PJIH, Vol. 4 No. 1, 2017.
Sahnan, Pilihan Hukum Penyelesaian Sengketa Tanah di Luar Pengadilan (Studi Kasus
Tanah Rowok, Lombok Tengah, NTB, Jurnak Mimbar Hukum, Vol. 27 No.3,
2015.
Yuniko, Fitrian. Pentingnya Budaya Hukum Dalam Masyarakat,
https://jdih.bengkuluprov.go.id/
WEBBSITE
https://dinayuuhuu.wordpress.com/2017/10/12/contoh-kasus-sengketa-dan-non-
sengketa-dalam-antropologi-hukum/
https://www.hukumonline.com/klinik/a/contoh-kasus-sengketa-tanah-dan-
penyelesaiannya-lt635fb7386f08f
https://pengacarapontianak.com/penyelesaian-sengketa-melalui-jalur-litigasi/
https://pkpajakarta.com/mengenal-bentuk-bentuk-penyelesaian-non-litigasi/v
12