Anda di halaman 1dari 20

LEMBAGA BANTUAN HUKUM

Diajukan sebagai tugas mata kuliah

Bantuan Hukum

Dosen pengampu : Herning Hambarukmi, M.H.I

Disusun oleh :

Tsania Rif’atul Munna (1517002)

Zunia Rahmawati (1517007)

Rinda Puji Lestari (1517015)

Nafidhatul Firda Eka Safitri (1517023)

Mega Sulistiowati (1517027)

Semester/Kelas: V/A

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PEKALONGAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Lembaga Bantuan Hukum” ini dengan tepat waktu. Kami juga berterima kasih
kepada Ibu Herning Hambarukmi, M.H.I selaku Dosen mata kuliah Bantuan
Hukum yang telah membimbing dan mengajarkan serta memberikan tugas ini
kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penjelasan dan bagian-bagian dalam
“Lembaga Bantuan Hukum”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang. Terima kasih.

Pekalongan, 13 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ....................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3

A. Pengertian Lembaga Bantuan Hukum ............................................ 3


B. Organisasi Bantuan Hukum ............................................................ 7
C. Bantuan Hukum di LBH-YLBHI ................................................... 9
BAB III PENUTUP .................................................................................. 16
A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem negara hukum (rule of
law). Negara hukum di sini mengisyaratkan bahwa dimana kedudukan
seluruh warganya sama di depan hukum tanpa terkecuali. Namun
kenyataannya, sistem rule of law yang menuntut kesamaan kedudukan warga
negara di muka hukum ini terkadang kurang diapresiasi oleh warga negara
sendiri khususnya bagi rakyat kecil yang tersandung kasus-kasus hukum.
Sebagian besar dari mereka justru lebih ikhlas atau rela hak-hak mereka
dibuang percuma karena mereka berpendapat bahwa memperjuangkan hak-
hak mereka dalam kasus hukum justru akan merugikan mereka dalam
perspektif materi.
Dari permasalahan-permasalahan mengenai hal tersebut, negara kemudian
mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Diharapkan dengan adanya
Undang-undang tersebut aparat penegak hukum bisa lebih konsisten dalam
melindungi hak-hak setiap orang yang tidak mampu, serta memberikan hak
bagi warga negaranya untuk mendapatkan keadilan (access to justice) dan
hak untuk mendapatkan peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial)
diantaranya melalui pemberian bantuan hukum kepada para penerima bantuan
hukum. Penerima bantuan hukum, menurut Undang-undang adalah orang
atau kelompok orang miskin. Sedangkan pemberi bantuan hukum itu bisa
berupa lembaga-lembaga pemberi bantuan hukum, seperti Lembaga Bantuan
Hukum (LBH), Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) atau pengacara probono.
Dari ketiga lembaga tersebut dalam makalah ini akan kita bahas lebih lanjut
mengenai Lembaga Bantuan Hukum.
Lembaga Bantuan Hukum atau LBH merupakan sebuah lembaga yang
non-profit. Lembaga bantuan hukum ini didirikan dengan tujuan memberikan
pelayanan bantuan hukum secara gratis (cuma-cuma) kepada masyarakat

1
yang membutuhkan bantuan hukum, namun tidak mampu, buta hukum dan
tertindas. Untuk pembahasan lebih lanjut mengenai lembaga bantuan hukum
ini, selanjutnya akan dibahas di bawah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lembaga bantuan hukum itu?
2. Apa itu organisasi bantuan hukum?
3. Apa maksud dari Bantuan Hukum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan
di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bantuan Hukum, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada
rumusan masalah.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dan penjelasan Lembaga Bantuan Hukum
2. Untuk mengetahui apa itu Organisasi Bantuan Hukum
3. Untuk mengetahui Bantuan Hukum yang ada di Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) dan di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga Bantuan Hukum


Lembaga bantuan hukum berasal dari kata lembaga dan bantuan hukum.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lembaga adalah badan (organisasi)
yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan
suatu usaha.1 Sedangkan pengertian bantuan hukum menurut Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum Pasal 1 ayat (1) dinyatakan
bahwa bantuan hukum adalah sebuah jasa hukum yang diberikan oleh
pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum
yang menghadapi masalah hukum. Penerima bantuan hukum adalah orang
atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara
layak dan mandiri yang menghadapi masalah hukum. Sedangkan pemberi
bantuan hukum terdiri dari Penyelenggara Bantuan Hukum dalam hal ini
adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Pelaksana Bantuan
Hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Organisasi
Kemsyarakatan (Orkemas) dimana dalam pelaksanaan membutuhkan peran
para Pemberi Bantuan Hukum yang terdiri dari advokat, paralegal, dosen dan
mahasiswa FH, instansi-instansi negara dan juga masyarakat.2 Dari
pengertian tersebut dapat kita simpulkan lembaga bantuan hukum merupakan
sebuah lembaga yang memberikan jasa bantuan hukum secara cuma-cuma
kepada masyarakat yang membutuhkan yang sedang menghadapi masalah
hukum.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) adalah lembaga yang memiliki garis
koordinasi dibawah Kementrian Hukum dan HAM (KEMENKUMHAM)
yang berperan sebagai lembaga non profit yang berfungsi sebagai pemberi

1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia” Edisi Kedua, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996), hlm.
580.
2
Iwan Wahyu, Syafruddin Kalo, Dkk, “Pelaksanaan Pemberi Bantuan Hukum Dikaitkan dengan
Undang-undang No.16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum”, Jurnal ARENA HUKUM,Vol. 8,
No. 3, Desember-2015, hlm. 338.

3
bantuan hukum pada masyarakat, baik dari segi pendampingan,
pemberdayaan dan penyuluhan hukum. Selain itu juga turut serta mangawal
Hak Asasi Manusia (HAM) terutama dibidang Hukum materil dan Hukum
formil. LBH juga turut andil dalam melakukan pendampingan hukum dalam
membantu pencari keadilan yang tidak mampu dalam hal ekonomi dan rela
tidak menerima honorarium dari klien tersebut.3 LBH menjalankan kuasa,
mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain
untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum itu bertujuan untuk :

1. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk


mendapatkan akses keadilan
2. Mewujudkan hak konstitusional semuaa warga Negara sesuai dengan
prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum
3. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan
secara merata di seluruh wilayah Negara Indonesia
4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan Undang-undang Bantuan Hukum No. 16 Tahun 2011 Pasal 6
ayat (3), pelaksana pemberi bantuan hukum mempunyai beberapa tugas, tugas
tersebut antara lain :
1. Menyusun dan menetapkan kebijakan penyelengaraan bantuan hukum
2. Menyusun dan menetapkan standar Bantuan Hukum berdasarkan asasasas
pemberian bantuan hukum
3. Menyusun anggaran bantuan hukum
4. Mengelolah bantuan hukum secara efektif efesien, transparan, dan
akuntabel
5. Menyusun dan menyampaikan laporan penyelengaraan bantuan hukum
kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran.

3
Ahmad Yuskirmansah, Skripsi “Peranan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Makassar
Terhadap Pencari Keadilan yang Tidak Mampu”, (Makassar : UIN Alauddin Makassar, 2006),
hlm.6.

4
Dalam menjalankan tugas sebagai pelaksana pemberi bantuan hukum,
Lembaga Bantuan Hukum juga memiliki hak dan juga kewajiban yang harus
dipenuhi. Hak dan kewajiban ini diatur di dalam UU Nomor 16 Tahun 2011
Pasal 9 dan Pasal 10. Dalam Pasal 9 disebutkan bahwa pemberi bantuan
hukum berhak :
a. Melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa
fakultas hukum
b. Melakukan pelayanan Bantuan Hukum
c. Menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program
kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum
d. Menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini
e. Mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang
menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
f. Mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi
lain, untuk kepentingan pembelaan perkara, dan
g. Mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan
selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.
Sedangkan dalam Pasal 10 disebutkan bahwa Pemberi Bantuan Hukum
berkewajiban untuk :
a. Melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum
b. Melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk
pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini
c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi
advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a
d. Menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh
dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang
ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang, dan

5
e. Memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum
berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang
ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.
Selain adanya tugas, hak dan kewajiban pemberi bantuan hukum, terdapat
ruang lingkup bantuan hukum yang diberikan kepada klien (penerima bantuan
hukum), yaitu :
a. Bantuan hukum diberikan kepada penerima bantuan hukum yang
menghadapi masalah hukum
b. Bantuan hukum meliputi masalah hukum pidana, perdata, dan tata usaha
negara baik secara litigasi maupun nonlitigasi
c. Bantuan hukum yang dimaksud adalah menjalankan kuasa hukum,
mendampingi, mewakili, membela, dan melakukan tindakan bantuan
hukum lain untuk penerima bantuan hukum.4
Bantuan hukum merupakan hak asasi setiap orang yang sedang tersandung
kasus hukum sebagai suatu sarana dalam membela hak-hak konstitusional
setiap orang dan merupakan suatu jaminan atas persamaan di muka hukum
(equality before the law). Dampak dari pemberian bantuan hukum ini sebagai
perwujudan dari access to justice dan justice for all. Ruang lingkup dalam
pemberian bantuan hukum ini lebih tepat disasarkan bagi masyarakat yang
kurang mampu karena sebagian besar dari mereka terkadang tidak
mengetahui bahwa mereka memiliki hak yang sama di muka hukum. Dalam
penyaluran bantuan hukum ini diperlukan peranan besar dari pemerintah agar
tercapai pemerataan dalam menyalurkan bantuan hukum bagi masyarakat
terutama bagi masyarakat yang tidak mampu. Oleh karena itulah, Lembaga
bantuan hukum berperan besar dalam access to justice bagi masyarakat yang
tidak mampu. Karena berperan besar dalam memberikan solusi dari tingkat
konsultasi, tingkat pendampingan bagi masyarakat di luar pengadilan (non-
litigasi) hingga tingkat pendampingan bagi masyarakat di tingkat pengadilan
(litigasi). Dengan adanya peranan lembaga bantuan hukum ini diharapkan
dapat berperan serta dalam tercapainya fungsi bantuan hukum, pemerataan

4
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

6
dana bantuan hukum, pemerataan siapa saja yang berhak mendapatkan
dana bantuan hukum dan turut serta dalam mewujudkan lembaga hukum
sebagai access to justice.

B. Organisasi Bantuan Hukum


Organisasi bantuan hukum merupakan tempat pembela publik menerima
pengaduan masyarakat. Pembelaan publik yaitu perorangan, baik sarjana
hukum maupun advokat. Pembela publik erat kaitannya dengan provesi
advokat karena fungsi bantuan hukum merupakan sakah satu aspek dari
profesi advokat.5

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang didirikan oleh Persatuan Advokat


Indonesia (PERADIN) tahun 1971, yang kemudian menjadi Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada tahun 1980, selama ini
dibiayai oleh dana yang diperoleh dari luar negeri dan sampai tahun 1978
dibiayai oleh Pemda DKI Jakarta dan sumbangan masyarakat.

Biro Bantuan Hukum universitas atau disingkat BBH tidak berkembang


karena hambatan kultural. Universitas seperti Universitas Indonesia,
Univeritas Padjajaran, dan Universitas Brawijaya yang tadinya hanya
memberikan bantuan hukum di luar sidang khusus kepada mereka yang tidak
mampu, kemudian mengubah dirinya juga memberikan bantuan hukum di
sidang pengadilan. Pada dekade tahun 1950-an dan 1960-an, hanya dikenal
dua biro bantuan hukum (BBH) yaitu Sin Ming Hui dan Universitas
Indonesia yang dimulai atas prakarsa Ting Swan Tiong yang kemudian
disusul oleh Universitas Padjajaran yang didirikan atas prakarsa Mochtar
Kusumaatmadja.6

Pada permulaan dekade 1980, jumlah LBH sudah mencapa 300 walaupun
sebagian besar tidak berpraktik secara pro bono publico, tetapi berpraktik

5
Febri Handayani, Bantuan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta : Kalimedia, 2016), hlm. 269.
6
Frans Hendra, Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011), hlm.
57-58.

7
seperti kantor advokat. Perkembangan jumlah LBH ini seiring dengan trend
yang dianut generasi muda pada masa kini yanh lebih tertarik pada
perjuangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Menurut UUD 1945 dalam Pasal 34, fakir miskin adalah menjadi
tanggung jawab negara. Bantuan hukum yang di dunia barat dikenal sebagai
bagian dari profesi advokat (penasihat hukum), dalam rangka pro bono
publico dianggap merupakan katup pengaman (safety value) untuk meredap
keresahan sosial (sosial turmoil social upheaval). Hal ini belum mendapatkan
tempat yang layak dalam sistem hukum di Indonesia seperti sistem peradilan
pidana. Huru-hara selama tahun 1996, 1997, dan 1998ndi berbagai tempat di
tanah air membuktikan bahwa masyarakat frustasi karena tidak dapat
menyampaikan aspirasi dan keluhannya sehingga mengakibatkan ledakan
sosial yang destruktif.

Di Amerika Serikat 3500 0rganisasi bantuan hukum memperoleh dana


US$350,000,000.00 pertahun dari pemerintah yang jumlahnya ditingkatkan
sejak pemerintahan Presiden Jimmy Carter sampai sekarang.

Dalam konteks Indonesia, pemerintah belum mengalokasikan dana


bantuan hukum yang memadai dan masih ada persepsi yang salah tentang
konsepsi bantuan hukum.7

Selain LBH-LBH yang merupakan bagian dari YLBHI, kini juga hadir
lembaga-lembaga bantuan hukum lain yang didirikan oleh elem-elemen
masyarakat, organisasi keagamaan, fakultas hukum, bahkan partai politik.
LBH yang berbentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) antara lain LBH
kesehatan, LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk keadilan (APIK), dan
LBH tersebut mengkhususkan pada kasus-kasus yang sesuai dengan sasaran
penerima bantuan hukum. Contoh, LBH APIK khusus memberikan bantuan
hukum pada perempuan, LBH kesehatan khusus memberikan bantuan hukum
untuk kasus pelanggaran hak atas kesehatan. Terdapat pula LSM yang tidak

7
Ibid,. Hlm. 62-67.

8
menamakan diri LBH tetapi memiliki visi dan misi yang serupa untuk
memberikan bantuan hukum antara lain Perhimpunan Bantuan Hukum
Indonesia (PBHI).
Pada perkembangannya ada LBH yang sungguh-sungguh memberikan
bantun hukum. Namun ada juga yang kedok belaka artinya mendirikan LBH
hanya sebagai salah satu cara untuk mendapat dukungan berbagai lapisan
masyarakat. Setelah itu disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih
subjektif. Sehingga banyak LBH-LBH yang konsepnya jauh dari yang
dikembangkan YLBHI.

C. Bantuan Hukum di LBH-YLBHI


LBH didirikan atas gagasan Dr. Iur Adnan Buyung Nasution,SH dalam
kongres Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) ke III tahun 1960. Gagasan
tersebut mendapatkan persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat Peradin
melalui Surat Keputusan Nomor 001/Kep/10/1970 tanggal 26 Oktober 1970
yang berisi penetapan pendirian Lembaga Bantuan Hukum/Lembaga Pembela
Umum yang mulai berlaku tanggal 28 Oktober 1970.
Pendirian LBH Jakarta ini, diikuti dengan pendirian LBH dikota-kota lain:
Banda Aceh, Medan, Palembang, Padang, Bandar Lampung, Bandung,
Semarang, Surabaya, Bali, Makasar, Manado, dan Papua. Selanjutnya untuk
mengkoordinasikan keseluruhan kerja-kerja LBH dibentuk yayasan LBH
Indonesia (YLBHI). Sampai saat ini telah terdiri di 14 provinsi, 7 pos LBH
di tujuh kota/kabupaten dan satu project base di Pekanbaru.
Tujuan YLBHI
1. Terwujudnya suatu sistem masyarakat hukum yang terbina diatas tatanan
hubungan sosial yang adil dan beradab/perikemanusiaan secara demokratis
(a just human, and democratiec sociolegal system);
2. Terwujudnya suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu
menyediakan tata cara dan lembaga-lembaga melalui mana setiap pihak
dapat memperoleh dan menikmati keadilan hukum (a fair and transparnt
institusionalized legal-administrative system);

9
3. Terwujudnya suatu sistem ekonomi, politik, dan budaya yang membuka
akses bagi setiap pihak untuk turut menentukan setiap keputusan yang
berkenaan dengan kepentingan mereka dan memasitikan bahwa
keseluruhan sistem itu tetap menghormati dan menjunjung tinggi HAM
(an open political-econimic system with a culture that fully respect human
right).
Kriteria Khusus
LBH dibentuk untuk memberikan bantuan hukum kepada orang miskin
dan buta hukum. Berbeda dengan kantor hukum/ advokat, pemberian bantuan
hukum lebih didasarkan pada pencapaian visi dan misi lembaga sehingga
terdapat kriteria khusus yang dapat ditangani oleh LBH-YLBHI.
1. Kriteria Tidak Mampu
Kriteria tidak mampu ditujukan dengan surat keterangan tidak mampu
secara ekonomi sehingga yang bersangkutan benar-benar berhak dilayani,
selain itu, dapat pula dilihat dari kemampuan klien untuk membayar advokat
berdasarkan pendapatannya. Untuk menilainya ada formulir pendaftaran
kklien yang berisi informasi sebagi berikut: pekerjaan pokok dan tambahan,
harta-harta yang dimiliki dan jumlah keluarga yang ditanggung. Jika
berdasarkan tiga komponen tersebut tidak memungkinkan mereka membayar
jasa advokat dan biaya transportasi, secara formal yang bersangkutan
memenuhi syarat untuk mendapat bantuan hukum.
Kendati demikian, penerimaan kasus di YLBHI-LBH akan
mempertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia dan biaya
(oprasional), jika tenaga dan dana tunjangan perkara cukup, dengan
sendirinya dapat dilayani. Namun jika tenaga saja yang ada, diterima dengan
syarat yang menanggung biaya transportasi adalah yang mencari keadilan.
Sedangkan jika tidak ada sumber daya manusia dan dana tunjangan perkara
tidak cukup, maka klien dibantu dan dipantau menyelesaikan kasus secara
mandiri.
2. Kriteria Buta Hukum

10
Kriteria buta hukum dapat digabungkan dengan kriteria tidak mampu,
maupun dialternatifkan. Jika calon klien secara formal tidak memenuhi syarat
(mampu secara ekonomi), namun secara material layak dibela, yang
bersangkutan berhak mendapatkan pelayanan hukum. Kritria ini
diformulasikan berdasarkan sifat konflik dan derajat ketidak adilan yang
dirasakan kelompok masyarakat yang dikandung kasus itu. Istilah buta
hukum (law ignorent) ini diidentifikasikan sebagai kasus-kasus yang
berkaitan dengan hajat hidup orang banyak atau sering pula disebut dengan
kasus-kasus struktural. Untuk menilainnya digunakan analisis hak-hak warga
negara yang dilanggar baik diranah hak sipil, politik, ekonomi maupun sosial
dan budaya. Rapat Kerja Nasional (Rakernas) YLBHI 2007 menetapkan jenis
pelanggaran HAM yang mendapat prioritas penanganan, yaitu :
a. Pelanggaran hak atas peradilan yang jujur dan tidak memihak (fiar trial);
b. Mafia peradilan (judical corruption);
c. Pidana mati;
d. Hak atas tanah (reforma agrarian);
e. Hak ekonomi, sosial, budaya.8

1. Prosedur Penerimaan Kasus


a. Calon klien mendaftarkan diri dan mengisi formulir data klien, di
bagian administrasi. Formulir ini merupakan data awal yang harus
diisi dengan jujur dan menjadi dasar pertimbangan dalam memberikan
bantuan hokum
b. Calon klien akan mendapatkan jasa hukum dapat berkonsultasi
mengenai perkara yang dialami kepada advokat publik atau asisten
advokat publik
c. Advokat publik atau asisten advokat publik akan melakukan
koordinasi dengan kepala operasional untuk menentukan diterima
tidaknya kasus tersebut

8
Febri Handayani, Bantuan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta : Kalimedia, 2016), hlm. 269-273.

11
d. Jika kasus bersifat individual dan LBH tidak memiliki cukup SDM
dan alokasi biaya perkara, setelah konsultasi akan direkomendasikan
untuk :
1) Ditangani oleh LBH-YLBHI, khusus untuk kasus yang dapat
membawa perubahan bagi sistem hokum
2) Diselesaikan oleh mitra sendiri dan tetap berkonsultasi dengan
advokat publik atau asisten advokat publik untuk setiap langkah
hukum
3) Dirujuk kepada jaringan kerja LSM yang menangani perkara
tertentu atau menuntut keahlian khusus. Misalnya, kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak dirujuk kepada LSM perempuan
4) Kasus korupsi ke lembaga advokasi korupsi, kasus pelanggaran
hak konsumen ke lembaga konsumen dan sebagainya
5) Dirujuk ke kantor advokat alumni LBH-YLBHI jika klien atau
mitra tidak memenuhi syarat formal atau klien dianggap mampu
secara ekonomi

e. Setelah konsultasi, calon klien membayar uang administrasi yang


besarnya ditentukan oleh LBH kantor masing-masing yaitu Rp.20.000
sampai Rp.50.000.

f. Jika kasus bersifat massal, struktural, berdampak luas, dan tidak


mampu secara ekonomi, hukum dan politik, advokat publikatau asisten
avokad publik akan berkoordinasi dengan kepala operasional dan
dibahas dalam rapat operasional untuk menentukan diterima tidaknya
kasus tersebut untuk ditangani

g. Jika kasus diterima, advokat publik atau asisten advokat publik yang
mendapat tugas menangani kasus tersebut akan melakukan advokasi

12
sesuai standar operasional prosedur (SOP) LBH kantor masing-
masing.9

2. Kode Etik Pengabdi Bantuan Hukum


Pengabdi bantuan hukum YLBHI-LBH memiliki pedoman pokok
nilai-nilai perjuangan YLBHI dan kode etik pengabdi bantuan hukum
Indonesia. Prinsip-prinsip perjuangan YLBHI menjadi pedoman para PBH
dalam menjalankan tugas sehari-hari, selain dibutuhkan supaya ada
kesatuan bahasa, pandangan, dan gerak langkah di antara para PBH.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Bantuan hukum hanya diberikan kepada golongan yang lemah dan
tidak mampu. ini merupakan perwujudan dari semangat mengabdi
tanpa pamrih yang tertanam dalam nilai-nilai budaya masyarakat
Indonesia
b. Pemberi bantuan hukum berarti berjuang menegakkan hukum dengan
tidak membiarkan adanya perbuatan yang melawan hukum; bersikap
membiarkan atau berkompromi dengan pelanggaran hukum,
merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan komitmen perjuangan
c. Para PBH harus selalu menjaga diri untuk tidak menjual prinsip,
pendirian, dan sikap perjuangannya untuk mendapatkan keuntungan
materi. Kendatipun harus juga disadari bahwa apa yang dilakukan
oleh PBH memberikan kepuasan batin yang tidak dapat dinilai dengan
materi
d. Dalam upaya memperjuangkan tercapainya tujuan dan misi YLBHI,
para PBH tidak dibenarkan berkompromi dengan, atau tunduk kepada
setiap bentuk ketidakadilan. Ini adalah prasyarat terciptanya sistem
kemasyarakatan yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan
e. Perjuangan para PBH juga menyangkut proses, baik proses hukum
maupun aspek kehidupan lainnya. Dengan rekayasa, keterampilan,
keberanian, kejujuran dan integritas yang dimiliki oleh para PBH,

9
Febri Handayani, Bantuan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta : Kalimedia, 2016), hlm. 273-275.

13
dapat mendorong perjuangan setiap warga masyarakat untuk
memperoleh keadilan dan kebenaran yang hakiki
f. Perjuangan para PBH selalu mendahulukan kepentingan kolektif
daripada kepentingan pribadi, serta menjadi pendukung gerakan
emansipasi golongan masyarakat miskin. PBH tidak mempunyai
kehendak untuk mengambil kepemimpinan dari rakyat miskin dalam
perjuangan mendapatkan keadilan.
Pedoman ini selanjutnya dijabarkan dalam kode etik PBH Indonesia,
yang merupakan pedoman moral dan profesional bagi pelaksana tugas
PBH.
3. Pasal 4 Kode Etik Pengabdi Bantuan Hukum YLBHI
Hubungan dengan klien
a. PBH Indonesia dalam menangani perkara mendahulukan kepentingan
klien daripada kepentingan pribadi
b. PBH Indonesia dalam menangani perkara-perkara yang bersifat
perdata dan berupaya sedapat mungkin menyelesaikan perkara secara
damai
c. PBH Indonesia dalam menangani perkara-perkara pidana berusaha
mengemukakan segala hal yang dapat menghasilkan keputusan yang
seadil-adilnya
d. PBH Indonesia tidak boleh memberikan keterangan yang dapat
menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang ditangani
e. PBB Indonesia tidak boleh memberikan jaminan bahwa perkara yang
ditanganinya akan menang
f. PBH Indonesia memberikan kebenaran sepenuhnya kepada klien
mempercayakan kepentingan kepada advokat lainnya apabila
pelayanan PBH kurang memuaskan
g. PBH Indonesia wajib memberikan segala keterangan kepada klien
untuk penasehat atau pengacaranya yang baru mengenai perkara yang
bersangkutan apabila diperlukan

14
h. PBH Indonesia harus menolak permintaan bantuan hukum yang
dilakukan oleh orang-orang yang dipandang mampu, kecuali untuk
kasus-kasus pelanggaran hak asasi yang mempunyai dampak yang
luas terhadap masyarakat
i. PBH Indonesia wajib memegang rahasia jabatannya tentang apa yang
di beritahukan oleh klien berdasarkan jabatan dan kepercayaannya
j. PBH Indonesia dalam menangani perkara tidak diperkenankan
menarik honorarium dari klien, demikian pula tidak diperkenankan
menerima sumbangan dan hadiah dalam bentuk apapun dalam
kapasitasnya sebagai pribadi.
Jika Anda meminta bantuan hukum dari YLBHI-LBH dan atau
mendapatkan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PBH Indonesia,
Anda dapat mengadukannya kepada direktur LBH Kantor c.q badan
pengurus YLBHI. Selanjutnya direktur LBH Kantor akan menjatuhkan
sanksi kepada PBH yang bersangkutan dan sebelumnya PBH itu diberikan
hak untuk membela diri.
Jika pelanggaran dilakukan oleh direktur LBH Kantor, pengaduan
dapat disampaikan kepada badan pengurus YLBHI dan selanjutnya badan
pengurus akan menjatuhkan sanksi kepada direktur LBH Kantor, sesuai
mekanisme internal di YLBHI.10

10
Ibid., hlm. 275-279.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bantuan hukum menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang
bantuan hukum Pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa bantuan hukum adalah
sebuah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-
cuma kepada penerima bantuan hukum yang menghadapi masalah hukum.
Sedangkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) adalah lembaga yang memiliki
garis koordinasi dibawah Kementrian Hukum dan HAM yang berperan
sebagai lembaga non profit yang berfungsi sebagai pemberi bantuan hukum
pada masyarakat.
Organisasi bantuan hukum merupakan tempat pembela publik menerima
pengaduan masyarakat. Pendirian LBH Jakarta pada tahun 1960 diikuti oleh
kota-kota lain dan selanjutnya untuk mengkoordinasikan keseluruhan kerja-
kerja LBH dibentuk Yayasan LBH Indonesia (YLBHI). Dan sampai saat ini
telah terdiri di 14 provinsi, 7 pos LBH di tujuh kota/kabupaten dan satu
project base di Pekanbaru. Selain itu, pengabdi bantuan hukum YLBHI-LBH
memiliki pedoman pokok nilai-nilai perjuangan YLBHI dan kode etik
pengabdi bantuan hukum Indonesia dalam menjalankan tugasnya.
B. Kritik dan Saran
Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dalam makalah yang kami
buat, maka dari itu kami mohon kritik dan saran demi kesesuaian dan
kebenaran dalam penyusunan makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Febri. 2016. Bantuan Hukum di Indonesia. Yogyakarta :


Kalimedia.
Winarta, Frans Hendra. 2011. Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Kalo, Syafruddin, Iwan Wahyu, Dkk. 2015. Pelaksanaan Pemberi Bantuan
Hukum Dikaitkan dengan Undang-undang No.16 Tahun 2011 Tentang
Bantuan Hukum dalam Jurnal Arena Hukum, Volume 8 Nomor 3.
Malang : Universitas Brawijaya.
Yuskirmansah, Ahmad. 2006. Peranan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Makassar Terhadap Pencari Keadilan yang Tidak Mampu [SKRIPSI].
Makassar : UIN Alauddin Makassar.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Kedua. Jakarta : Balai Pustaka.
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang
Bantuan Hukum.

17

Anda mungkin juga menyukai