SAMBUTAN
PPKHI sebagai Organisasi Profesi Advokat akan selalu memperjuangkan tegaknya hukum, keadilan
dan kebenaran serta memperjuangkan hak dan kepentingan Advokat dalam melaksanakan tugas
profesinya sebagai Advokat.
Dalam situasi sekarang ini PPKHI bertekad untuk dapat meningkatkan integritas moral dan
profesionalisme bagi anggotanya sehingga diharapkan Advokat PPKHI merupakan Advokat yang
berintegritas tinggi yaitu Advokat yang tunduk kepada Kode Etik Advokat Indonesia.
PPKHI bertekad pula mempersatukan seluruh Advokat Indonesia, sehingga dengan bersatunya
Advokat Indonesia maka akan menjadi kekuatan besar di Indonesia dalam menegakkan hukum dan
keadilan, sehingga diharapkan Advokat PPKHI bersama seluruh Advokat Indonesia untuk mempunyai
komitmen yang sama dalam mencegah timbulnya praktek mafia peradilan di Indonesia.
PPKHI senantiasa akan menjadikan anggotanya sebagai Advokat Pejuang artinya Advokat PPKHI
harus rela berjuang tanpa pamrih agar keadilan di Indonesia ini benar-benar bisa dirasakan oleh seluruh
rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
Mengingat Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (Officium Nobile), maka diharapkan
bagi setiap Advokat PPKHI untuk senantiasa menerapkan prinsip Officium Nobile pada saat
menjalankan profesinya sebagai Advokat.
Tugas mulia yang juga harus dilakukan oleh Advokat PPKHI adalah memberikan bantuan hukum
kepada masyarakat yang tidak mampu, dengan melibatkan diri pada kegiatan Pos Bantuan Hukum
(POSBAKUM) PPKHI yang didirikan oleh Dewan Pimpinan Cabang PPKHI seluruh Indonesia.
2. Lambang PPKHI adalah berupa timbangan keadilan yang dilindungi oleh lingkaran
sempurna, dengan latar belakang putih mengandung dalam menegakkan keadilan harus
berlandaskan kesucian diri, hati dan pikiran, pada pita mengandung tulisan PENGACARA
DAN KONSULTAN HUKUM INDONESIA dimana PPKHI merupakan wadah bagi
pengacara dan memberikan konsultasi hukum, memiliki dasar warna Biru dan Putih
mengandung makna profesionalitas, kepercayaan, dan kekuatan yg berdasar kesucian.
Pasal 5
Tujuan PPKHI adalah :
3. Menegakkan hak-hak asasi manusia dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
4. Membela dan memperjuangkan hak dan kepentingan para Advokat dalam melakukan
tugasnya.
2. Menjaga supaya setiap anggota menjunjung tinggi kehormatan profesi Advokat sesuai
dengan Kode Etik.
5. Memberi bantuan hukum kepada yang tidak mampu membayar uang jasa.
6. Meningkatkan kerjasama dengan instansi-instansi dan badan-badan lain khususnya dalam
bidang hukum.
7. Mengadakan kelompok belajar (Study Group) untuk menyampaikan pandangan-pandangan
kepada pemerintah, Pengadilan dan Lembaga-Lembaga lain.
o Anggota Biasa.
o Anggota Kehormatan.
2. Anggota Biasa, adalah warga negara Indonesia yang bergelar Sarjana Hukum dari Perguruan
Tinggi terakreditasi, bukan Pegawai Negeri atau TNI/POLRI serta telah diangkat menjadi
Advokat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan
praktek selaku Advokat.
3. Anggota Kehormatan, adalah mereka yang dianggap telah berjasa terhadap PPKHI dan
pengembangan ilmu serta pembangunan hukum Nasional.
4. Hak-hak Anggota :
a. Anggota Biasa memiliki hak memilih dan dipilih serta hak untuk berbicara.
b. Anggota Kehormatan tidak memiliki hak memilih dan dipilih, tetapi dapat diangkat
sebagai Anggota Dewan Kehormatan atau Anggota Dewan Penasehat, baik nasional maupun
daerah dan cabang.
c. Setiap anggota PPKHI tidak dibenarkan menjadi anggota organisasi profesi sejenis
lainnya, kecuali menjadi anggota organisasi yang ditentukan atau diharuskan oleh undang-
undang dan peraturan lainnya.
5. Hal-hal yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat diatas lebih lanjut
diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
Pasal 8
1. Keanggotaan PPKHI berakhir karena:
a. Meninggal dunia ;
b. Mengundurkan diri ;
c. Diberhentikan sementara ;
d. Dipecat ;
3. Tugas dan kewajiban Dewan Pimpinan Nasional diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
Pasal 11
1. Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan Bendahara semuanya harus bertempat tinggal di
tempat kedudukan Mahkamah Agung Republik Indonesia selama memangku jabatannya.
2. Dewan Pembina terdiri dari 1 (satu) orang harus bertempat tinggal di tempat kedudukan
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal mewakili PPKHI di dalam maupun di luar Pengadilan.
Dalam hal Ketua Umum, Sekretaris Jenderal berhalangan, tentang hal mana tidak perlu
dibuktikan kepada pihak lain, maka dalam keadaan demikian Wakil Ketua Umum dan Wakil
Sekretaris Jenderal secara otomatis mewakili PPKHI.
DEWAN PIMPINAN DAERAH
Pasal 12
1. Dewan Pimpinan Daerah yang terdiri dari seorang Ketua, minimal 1 (satu) Wakil Ketua,
Ketua-ketua Bidang, seorang Sekretaris, minimal 1 (satu) Wakil Sekretaris, seorang
Bendahara minimal 1 (satu) Wakil Bendahara.
2. Dewan Pimpinan Daerah berkedudukan di tempat kedudukan Pengadilan Negeri setempat.
3. Tugas dan kewajiban Dewan Pimpinan Daerah diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
Pasal 13
1. Ketua, minimal 1 (satu) Wakil Ketua; Sekretaris, minimal 1 (satu) Wakil Sekretaris;
Bendahara, minimal 1 (satu) Wakil Bendahara adalah Dewan Pimpinan Harian Daerah.
2. Ketua dan Sekretaris mewakili Daerah di dalam maupun di luar Pengadilan.
Dalam hal Ketua, Sekretaris berhalangan tentang hal mana tidak perlu dibuktikan kepada
pihak lain, maka dalam keadaan demikian Wakil Ketua dan Wakil Sekretaris secara otomatis
mewakili daerah.
DEWAN PIMPINAN CABANG
Pasal 14
2. Dewan Pimpinan Cabang yang terdiri dari seorang Ketua, minimal 1 (satu) Wakil Ketua,
Ketua-ketua Bidang, seorang Sekretaris, minimal 1 (satu) Wakil Sekretaris, seorang
Bendahara minimal 1 (satu) Wakil Bendahara.
3. Dewan Pimpinan Cabang berkedudukan di tempat kedudukan Pengadilan Negeri setempat.
4. Tugas dan kewajiban Dewan Pimpinan Cabang diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
Pasal 15
2. Ketua, minimal 1 (satua) Wakil Ketua; Sekretaris, minimal 1 (satu) Wakil Sekretaris;
Bendahara, minimal 1 (satu) Wakil Bendahara adalah Dewan Pimpinan Harian Cabang.
3. Ketua dan Sekretaris mewakili Cabang di dalam maupun di luar Pengadilan.
Dalam hal Ketua, Sekretaris berhalangan tentang hal mana tidak perlu dibuktikan kepada
pihak lain, maka dalam keadaan demikian Wakil Ketua dan Wakil Sekretaris secara otomatis
mewakili cabang.
BAB VI
MASA JABATAN
Pasal 16
Masa Jabatan Pimpinan PPKHI, adalah :
1. Dewan Pimpinan Nasional selama 5 (lima) tahun, setelah dipilih oleh MUNAS.
2. Dewan Pimpinan Daerah selama 4 (empat) tahun, setelah dipilih oleh anggota melalui Rapat
Anggota Daerah dan disahkan oleh Dewan Pimpinan Nasional.
3. Dewan Pimpinan Cabang selama 3 (tiga) tahun, setelah dipilih oleh anggota melalui Rapat
Anggota Cabang dan disahkan oleh Dewan Pimpinan Nasional.
3. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional, Ketua Dewan Pimpinan Daerah dan Ketua Dewan
Pimpinan Cabang hanya dapat dipilih kembali 1( satu) kali lagi.
BAB VII
MUSYAWARAH NASIONAL
Pasal 17
1. Kekuasaan tertinggi PPKHI adalah MUSYAWARAH NASIONAL (MUNAS).
1. Setiap 3 (tiga) Anggota Daerah dan Cabang PPKHI memperoleh 1(satu) suara dengan
ketentuan maksimum 35 (tiga puluh lima) suara untuk satu daerah dan cabang.
2. Hak suara dalam Munas diatur lebih lanjut dalam Pasal 20.
Pasal 20
1. Untuk kelebihan 2 (dua) anggota diatas kelipatan 3 (tiga) anggota diberi tambahan 1 (satu)
suara.
2. Penentuan Utusan Daerah dan Cabang dilakukan dalam suatu Rapat Anggota Cabang yang
khusus diadakan untuk itu.
3. Para Utusan Daerah dan Cabang didalam MUNAS dipimpin oleh Ketua Daerah dan Cabang
atau yang ditunjuk sebagai wakilnya.
PANGGILAN MUNAS
Pasal 21
1. MUNAS diadakan dengan panggilan tertulis dari atau atas nama Dewan Pimpinan Nasional
dalam waktu sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal pembukaan.
2. Panggilan disampaikan pada daerah-daerah dan cabang-cabang untuk selanjutnya
disampaikan kepada para Anggota Daerah dan Cabang dengan memuat waktu, tempat dan
acara.
QUORUM
Pasal 22
1. MUNAS adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 1/2 (setengah) jumlah
anggota yang diwakili oleh utusan dari setiap daerah (Utusan Daerah) dan cabang (Utusan
Cabang) sesuai dengan ketentuan pasal 17 ditambah 1 (satu).
2. Ketentuan mengenai Sidang-sidang Pleno dan Sidang Komisi akan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Rumah Tangga.
ACARA MUNAS BERKALA
Pasal 25
1. Pertanggung jawaban Dewan Pimpinan Nasional mengenai hal-hal yang telah dikerjakan
dalam masa jabatannya.
2. Perhitungan dan pertanggung jawaban tentang urusan keuangan.
2. Setiap daerah dan cabang dapat mengusulkan sebanyak-banyaknya 5(lima) orang calon
Formatur dengan ketentuan bahwa setiap calon Formatur harus didukung oleh sekurang-
kurang nya 5 (daerah) Daerah dan 10 (sepuluh) Cabang.
3. Formatur yang terpilih dengan suara terbanyak otomatis menjadi Ketua Umum Dewan
Pimpinan Nasional PPKHI.
2. Rapat kerja adalah sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 1/2 (setengah) jumlah Daerah
dan Cabang ditambah 1 (satu).
3. Apabila quorum tidak tercapai, Rapat dapat diundur untuk waktu sekurang-kurangnya 3
(tiga) jam, kemudian Rapat Kerja dibuka kembali dengan tidak terikat oleh quorum lagi, dan
Rapat dapat mengambil keputusan-keputusan dengan sah asalkan usul-usul yang
bersangkutan disetujui oleh suara terbanyak biasa.
3. Rapat Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang/Dewan Kehormatan Daerah dan Cabang/Dewan
Penasehat Daerah dan Cabang diadakan setiap kali dianggap perlu oleh ketuanya, atau atas
permintaan sekurang-kurangnya 3(tiga) orang anggotanya.
4. Rapat Dewan Pimpinan Cabang/Dewan Kehormatan Cabang/Dewan Penasehat Cabang
dapat mengambil keputusan-keputusan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurang nya 1/2
(setengah) jumlah anggotanya ditambah 1 (satu).
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai rapat-rapat yang disebutkan dalam pasal ini dan rapat-rapat
lainnya akan diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
Pasal 31
1. Rapat Anggota Daerah dan Cabang diadakan sekurang-kurangnya 1(satu) kali dalam waktu
6 (enam) bulan.
a. Laporan Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang, Dewan Kehormatan Daerah dan Cabang,
Dewan Penasehat Daerah dan Cabang mengenai hal-hal yang telah dikerjakan.
c. Usul-usul dari Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang dan/atau para anggota.
Pasal 32
1. Tiap-tiap Rapat Anggota Daerah dan Cabang diadakan dengan panggilan tertulis kepada
anggota, sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelumnya.
2. Panggilan memuat waktu, tempat dan acara.
3. Rapat dipimpin oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang atau oleh salah seorang
Anggota Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang.
2. Ketua Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang, Ketua Dewan Kehormatan Daerah dan Cabang,
Ketua Dewan Penasehat Daerah dan Cabang terpilih mengangkat anggota-anggota lainnya
untuk Dewan yang dipimpin.
Pasal 34
1. Apabila Ketua Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang oleh sesuatu sebab tidak dapat dan atau
dilarang menjalankan jabatannya oleh Dewan Pimpinan Nasional atau mengundurkan diri
sebelum masa jabatannya berakhir, maka selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak saat tersebut Dewan Pimpinan Cabang wajib mengadakan Rapat Anggota Luar
Biasa untuk memilih Ketua Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang yang baru.
2. Masa Jabatan Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang yang baru terpilih dihitung sejak saat
disahkan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
3. Apabila dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Dewan
Pimpinan Daerah dan Cabang tidak ada pengesahan dari Dewan Pimpinan Nasional, maka
Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang ter-sebut sah dan tidak diperlukan adanya pengesahan
Dewan Pimpinan Nasional.
4. Ketentuan ayat (1) diatas, apabila terjadi hal yang sama berlaku pula bagi Ketua Dewan
Kehormatan Daerah dan Cabang dan Ketua Dewan Penasehat Daerah dan Cabang.
5. Apabila hal tersebut dalam ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, maka Dewan Pimpinan
Nasional menunjuk seorang Caretaker atau lebih untuk menyelenggarakan Rapat Anggota
Luar Biasa untuk memilih Ketua Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang yang baru.
Pasal 35
1. Rapat Anggota Luar Biasa diadakan:
2. Dalam Rapat Anggota Luar Biasa dibicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan
penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa tersebut.
BAB X
HUBUNGAN ANTARA DPN, DPD DAN DPC
Pasal 36
1. Dewan Pimpinan Nasional didalam menjalankan tugasnya sehari-hari adalah berdasarkan
garis kebijaksanaan yang ditentukan oleh MUNAS yang merupakan kekuasaan tertinggi
dalam PPKHI.
2. Setiap keputusan Dewan Pimpinan Pusat wajib ditaati dan dijalankan oleh Dewan Pimpinan
Daerah dan Cabang.
3. Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang dalam menjalankan kebijaksanaan sehari-hari dan
dalam membuat keputusan tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan/keputusan
Dewan Pimpinan Nasional.
4. Setiap Anggota Dewan Pimpinan Nasional berhak untuk hadir dalam semua rapat-rapat
Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang.
5. Ketentuan lebih lanjut dalam pasal ini diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
BAB XI
KEKAYAAN
Pasal 37
1. Kekayaan PPKHI terdiri dari uang pangkal, uang iuran, uang sumbangan dan lain-lain
kekayaan yang diperoleh dengan sah.
2. Ketentuan lebih lanjut dalam pasal ini diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
BAB XII
KODE ETIK ADVOKAT DAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 38
1. Untuk menjaga martabat Advokat, maka setiap anggota PPKHI wajib taat pada Kode Etik
Advokat Indonesia.
2. Setiap anggota PPKHI dapat diadili oleh Dewan Kehormatan terlepas dari
jabatan/kedudukan apapun yang dijabatnya dalam organisasi.
Pasal 39
1. Untuk mengawasi pelaksanaan Kode Etik Advokat di Pusat diadakan Dewan Kehormatan
Nasional dan di Daerah dan Cabang Dewan Kehormatan Daerah dan Cabang.
2. Masa jabatan anggota Dewan Kehormatan Nasional sama dengan masa jabatan anggota
Dewan Pimpinan Nasional, dan masa jabatan anggota Dewan Kehormatan Daerah dan
Cabang sama dengan masa jabatan anggota Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang.
3. Dewan Kehormatan Nasional dan Dewan Kehormatan Daerah dan Cabang terdiri dari paling
sedikit 3 (tiga) anggota, tetapi harus selalu berjumlah ganjil.
4. Tugas dan Kewajiban Dewan Kehormatan diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
BAB XIII
DEWAN PENASEHAT
Pasal 40
1. Untuk membantu Dewan Pimpinan Daerah diadakan Dewan Penasehat Daerah dan ditingkat
Cabang diadakan Dewan Penasehat Cabang.
2. Dewan Penasehat dapat memberikan nasehat, baik diminta maupun tidak, kepada Dewan
Pimpinan.
3. Dewan Penasehat terdiri dari sekurang-kurangnya 5 (lima) orang di Pusat dan 3 (tiga) orang
di Cabang, tetapi harus berjumlah ganjil.
4. Masa jabatan anggota Dewan Penasehat Nasional sama dengan masa jabatan anggota Dewan
Pimpinan Nasional, dan masa jabatan anggota Dewan Penasehat Daerah dan Cabang sama
dengan masa jabatan Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang.
5. Tugas dan kewajiban Dewan Penasehat diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
BAB XIV
PERATURAN RUMAH TANGGA
Pasal 41
1. Peraturan Rumah Tangga tidak boleh memuat ketentuan-ketentuan yang bertentangan
dengan Anggaran Dasar ini.
2. MUNAS LUAR BIASAtersebut adalah sah, apabila dihadiri oleh se kurang-kurangnya 2/3
(dua pertiga) jumlah anggota yang diwakili oleh utusan dari setiap Daerah dan Cabang
menurut ketentuan pasal 17 (tujuh belas).
3. Apabila quorum tidak tercapai, maka MUNAS LUAR BIASA tersebut diundur untuk waktu
sekurang-kurangnya 24 (dua pulu empat) jam, jika sesudah dibuka kembali ternyata quorum
tetap tidak tercapai, maka diadakan lagi pengunduran berturut-turut untuk waktu sekurang-
kurangnya 24 (dua puluh empat) jam, jika sesudah pengunduran berturut-turut untuk waktu
sekurang-kurangnya 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam tersebut quorum tetap tidak
tercapai, maka MUNAS LUAR BIASA yang khusus diadakan untuk pembubaran PPKHI
tersebut tidak sah dan dianggap batal.
Ditetapkan : Di Jakarta
Pada tanggal : 1 Juni 2017
Yudhistira Ikhsan Pramana, S.H., M.H. Acram Mapaona Azis, S.H., M.H.
PERATURAN RUMAH TANGGA
PERKUMPULAN PENGACARA DAN KONSULTAN
HUKUM INDONESIA
PPKHI
BAB I
KEANGGOTAAN
ANGGOTA BIASA
Pasal 1
1. Keanggotaan PPKHI yang syarat-syaratnya ditentukan dalam pasal 7 ayat 1.1 Anggaran
Dasar diperoleh dengan cara sebagai berikut :
a. Mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan
Cabang (DPC) ditempat pemohon berdomisili berdasarkan S.K. Menteri Kehakiman R. I
atau SK Ketua Pengadilan Tinggi atau SK lain yang disetujui oleh DPN PPKHI.
b. Melampirkan salinan bukti-bukti tertulis yang disyaratkan dalam pasal 7 ayat 2 Anggaran
Dasar.
c. Menyerahkan surat pernyataan bahwa permohonan bukan pegawai negeri, atau TNI/Polri
serta telah diangkat sebagai Advokat dan menjalankan praktek Advokat.
e. Melampirkan copy ijazah Sarjana Hukum yang dilegalisir oleh Universitas yang
bersangkutan.
2. Dalam hal ditempat domisili pemohon belum ada DPD atau DPC, maka permohonan untuk
menjadi anggota sebagaimana tersebut pada ayat (1) diajukan kepada DPD dan DPC yang
terdekat dengan domisili pemohon.
3. a. Surat Permohonan menjadi anggota harus diproses oleh DPD dan DPC dalam waktu 30
(tiga puluh) hari sejak permohonan itu diterima di Sekretariat DPD dan DPC.
b.Apabila Permohonan menjadi anggota dalam waktu 30 (tiga puluh) hari belum diproses
oleh DPC, maka yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan kepada DPN dalam waktu
7 (tujuh) hari sejak dilaksanakan ketentuan ayat 3. a.
4. Setiap anggota wajib memenuhi pembayaran uang pangkal dan iuran serta harus
menandatangani surat pernyatan tertulis bahwa ia akan :
5. Apabila Permohonan untuk menjadi anggota ditolak oleh DPD dan DPC, keputusan ini
disampaikan kepada yang bersangkutan dengan mengemukakan alasan-alasan penolakan itu
dan kepadanya diberitahukan, bahwa ia berhak mengajukan banding kepada DPN.
6. Salinan surat keputusan penolakan menjadi anggota harus disampaikan oleh DPD dan DPC
kepada DPN selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak penolakan permohonan tersebut.
7. Setiap permohonan menjadi anggota yang ditolak, dapat mengajukan banding kepada DPN
dengan tembusan kepada DPD atau DPC dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
keputusan penolakan tersebut.
8. DPN selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima permohonan
tersebut harus sudah memberikan keputusan tentang permohonan banding dimaksud dan
menyampaikan kepada DPD dan DPC untuk diteruskan kepada yang bersangkutan.
PASAL 2
1. Setiap anggota hanya berhak menjadi anggota dari satu cabang.
2. Setiap perpindahan anggota dari satu cabang ke cabang lainnya harus memberitahukan
kepindahannya kepada DPD dan DPC dimana ia terdaftar sebagai anggota untuk
memperoleh surat keterangan pindah keanggotaan ke DPD dan DPC yang dituju.
3. DPD dan DPC selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari wajib
memberitahukan kepada DPN mengenai setiap perpindahan atau penerimaan para
anggotanya.
PASAL 3
1. Pengunduran diri sebagai anggota dilakukan dengan surat pemberitahuan tertulis kepada
DPD atau DPC.
2. Apabila seorang anggota tidak lagi menjalankan profesi sebagai advokat, ia wajib
memberitahukan hal itu secara tertulis kepada DPD atau DPC.
3. Yang bersangkutan sebagaimana tersebut pada butir 1 dan 2 dihapus dari Daftar Anggota
setelah surat pemberitahuan tersebut diterima oleh DPD atau DPC.
4. DPD dan DPC selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari sejak diterimanya surat dari yang
bersangkutan kepada DPD atau DPC, wajib memberitahukan kepada DPN tentang
pengunduran diri dan atau tidak lagi menjaiankan profesi Advokat tersebut, selanjutnya DPN
menghapus nama yang bersangkutan dari daftar anggota.
PASAL 4
1. Seorang anggota dapat dikenakan tindakan diberhentikan sementara untuk jangka waktu
tertentu atau dipecat secara organisatoris oleh DPD atau DPC, apabila :
b. Melanggar ketentuan dalam Anggaran Dasar dan atau Peraturan Rumah Tangga serta
keputusan maupun kebijaksanaan organisasi.
d. Tidak mengindahkan peringatan dan atau petunjuk dari DPC, DPD atau DPN.
e. Anggota yang tidak memenuhi kewajiban membayar uang iuran sebagaimana tercantum
dalam pasal 1 ayat 4 selama 6(enam) bulan berturut-turut meskipun telah diberi peringatan
secara tertulis 3(tiga) kali, maka DPC atau DPD dapat memberhentikan sementara yang
bersangkutan dari keanggotaan PPKHI.
2. a. Diberhentikan sementara atau dipecat seperti tercantum dalam ayat (1) diatas oleh DPC
hanya diputuskan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengajukan
pembelaan diri baik secara tertulis ataupun secara lisan.
b. Jika anggota yang bersangkutan itu setelah dipanggil dua kali berturut-turut secara wajar
tetap tidak hadir dalam sidang pemeriksaan tanpa alasan yang sah, DPC memeriksa dan
memberikan keputusan tanpa dihadiri yang bersangkutan.
c. Tindakan yang dimaksud ayat 1 diatas dikenakan dengan memperhatikan berat ringannya
kesalahan yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
3. Keputusan diberhentikan sementara dan atau dipecat oleh DPD atau DPC disampaikan
secara tertulis kepada anggota yang bersangkutan dan dilaporkan kepada DPN.
4. Terhadap keputusan diberhentikan sementara dan atau dipecat oleh DPD atau DPC, anggota
yang bersangkutan berhak mengajukan banding kepada DPN dalam tenggang waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah keputusan diberitahukan kepadanya secara sah.
5. DPN memeriksa dan memutuskan dalam tingkat banding setelah mendengar pembelaan diri
yang bersangkutan.
6. Apabila yang bersangkutan setelah dipanggil dengan layak tetapi tidak hadir tanpa alasan
yang sah, DPN dapat memutus tanpa hadirnya yang bersangkutan.
7. Selama berada dalam keadaan diberhentikan sementara, anggota yang bersangkutan tidak
diperbolehkan mengikuti aktivitas organisasi.
7. Semua putusan pemberhentian sementara dan atau dipecat diberitahukan kepada DPN dan
dipertanggung jawabkan oleh DPN dalam MUNAS.
PASAL 5
1. Anggota yang diberhentikan sementara dan atau yang dipecat berdasarkan ketentuan pasal 4
di atas, berhak membela diri dengan mengajukan keberatannya dalam MUNAS.
2. MUNAS mengambil keputusan terakhir dengan salah satu keputusan sebagai berikut :
3. Keputusan MUNAS tentang diri anggota PPKHI diberitahukan kepada Mahkamah Agung.
a. Mengajukan permohonan menjadi anggota kembali didalam Rapat Kerja atau MUNAS
berikutnya dengan mengajukan permohonan melalui DPN setelah ada kepastian tentang ijin
prakteknya.
5. Setiap anggota berhak melakukan pembelaan diri dengan didampingi oleh Advokat anggota
PPKHI.
ANGGOTA KEHORMATAN
PASAL 6
1. Seseorang yang memenuhi syarat-syarat dalam pasal 7 ayat 3 Anggaran Dasar dapat diangkat
menjadi Anggota Kehormatan PPKHI oleh DPN PPKHI.
2. DPD dan DPC dapat mengusulkan kepada DPN untuk mengangkat seseorang yang
memenuhi syarat-syarat dalam pasal 7 ayat 1.2 Anggaran Dasar yang berdomisili dalam
wilayahnya untuk diangkat menjadi Anggota Kehormatan.
3. Apabila DPN menolak usul DPD dan DPC tersebut, penolakan disampaikan kepada DPD
dan DPC yang bersangkutan dengan mengemukakan alasan penolakan.
BAB II
PEMBUBARAN DAERAH DAN CABANG
PASAL 7
1. Suatu cabang dapat dinyatakan bubar oleh DPN dengan suatu Surat Keputusan, apabila
jumlah anggotanya menjadi kurang dari 3 (tiga) orang.
2. Dalam keadaan yang dimaksud dalam ayat 1, DPD dan DPC diwajibkan melakukan likuidasi
kekayaan Daerah dan Cabang dan selanjutnya menyerahkan sisa kekayaan kepada DPN.
3. Apabila DPD dan DPC tidak melakukan Likuidasi, maka DPN dapat membentuk TIM untuk
melakukan Likuidasi tersebut.
4. Bekas anggota Daerah dan Cabang yang dibubarkan menggabungkan diri pada Daerah
Cabang terdekat lainnya.
BAB III
DEWAN PIMPINAN NASIONAL / DEWAN PIMPINAN DAERAH DAN CABANG
PASAL 8
1. Dewan Pimpinan Nasional.
e. Menyelenggarakan MUNAS, Rapat Kerja, Rapat Pimpinan dan pertemuan lain yang
dianggap perlu;
f. Memutuskan dalam tingkat banding atas keputusan DPD dan DPC yang dimohonkan
banding;
Kewajiban Dewan Pimpinan Daerah dan Cabang adalah semua ketentuan yang diatur dalam
ayat (1) secara mutatis mutandis berlaku pula bagi DPD dan DPC dengan penyesuaian
seperlunya terhadap kedudukannya.
PASAL 9
1. Dalam kepengurusan DPN, oleh Ketua Umum diatur pembagian tugas-tugas Wakil Ketua
Umum yang meliputi :
2. Dalam kepengurusan DPN oleh Ketua Umum diatur pula pembagian tugas pembidangan
dari Ketua-ketua Bidang yang sekurang-kurangnya terdiri dari :
e. Bidang Komunikasi;
3. Dalam kepengurusan DPN oleh Ketua Umum diatur Tugas-tugas Koordinator Wilayah
antara lain :
b. Membantu Ketua Umum dalam Kegiatan-kegiatan Insidential antar Daerah dan Cabang
di Wilayah Koordinator yang bersangkutan.
c. Dalam keadaan DPN belum dapat segera turun tangan, Korwil karena kedudukannya
setiap waktu mewakili DPN untuk membantu mengatasi permasalahan di DPD-DPD dan
DPC-DPC di Wilayah masing-masing dan secepatnya melaporkan permasalahan tersebut
kepada DPN.
4. Dalam Kepengurusan DPN oleh Ketua Umum diatur pula pembagian tugas dari pengurus
lainnya.
5. Pembagian tugas Departemen diatur oleh Ketua-ketua Bidang yang bersangkutan dengan
mendengar pendapat Ketua Umum.
PASAL 10
1. Apabila salah seorang anggota DPN berhalangan melakukan tugas dan kewajibannya, maka
Ketua Umum DPN menunjuk salah seorang anggota DPN lain untuk mewakilinya.
2. Ketua Umum DPN dapat sewaktu-waktu memberhentikan sementara anggota DPN, yang
karena suatu hal tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik, setelah mendengar pendapat
Rapat Harian Dewan Pimpinan Nasional.
Ketua Umum DPN dapat sewaktu-waktu menambah atau mengisi lowongan jumlah anggota
DPN, setelah mendengar pendapat Rapat Harian Dewan Pimpinan Nasional.
4. Apabila Ketua Umum DPN tidak berada di tempat atau karena sebab lain berhalangan
melakukan tugasnya, maka fungsinya dilakukan oleh seorang Wakil Ketua Umum yang
ditunjuk oleh Ketua Umum atau yang ditentukan oleh Rapat Harian Dewan Pimpinan
Nasional.
PASAL 11
1. Surat-surat yang bersifat penting dan prinsipil atau yang berupa suatu kebijaksanaan atau
keputusan yang dikeluarkan oleh DPN ditandatangani oleh Ketua Umum bersama Sekretaris
Jenderal.
2. Apabila Ketua Umum atau Sekretaris Jenderal berhalangan atau kedua-duanya, maka dapat
digantikan oleh Wakil Ketua Umum atau Wakil Sekretaris Jenderal yang terkait dengan
tugas masing-masing.
3. Penanda tanganan surat-surat yang bersifat pelaksanaan Administrasi dan surat-surat lainnya
diatur dalam Tata Kerja Organisasi.
a. Rapat Harian
2. Rapat Harian adalah rapat yang diperuntukkan bagi Dewan Pimpinan Nasional yang terdiri
dari :
- Ketua Umum;
- Ketua Bidang;
- Sekretaris Jenderal;
- Bendahara;
- Wakil-wakil Bendahara;
dan dapat mengambil keputusan mengenai kebijaksanaan organisasi
3. Rapat Pleno Lengkap, adalah rapat yang diperuntukan bagi peserta Rapat Harian dan Rapat
Pleno Terbatas serta ditambah dengan Dewan Penasehat Nasional dan Dewan Kehormatan
Nasional untuk membicarakan hal-hal yang dianggap penting oleh Dewan Pimpinan
Nasional. Kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari Rapat Pleno dapat diguna- kan untuk
bahan referensi dalam rangka pengambilan keputusan DPN.
4. Rapat Pleno Terbatas, adalah rapat yang diperuntukkan bagi Dewan Pimpinan Nasional yang
terdiri dari :
- Ketua Umum;
- Ketua Bidang;
- Sekretaris Jenderal;
- Bendahara;
- Wakil-wakil Bendahara;
- Koordinator Wilayah;
Yang diselenggarakan untuk membahas program organisasi dan dilaksanakan setiap kali
dianggap perlu oleh DPN. Kesimpulan yang diperoleh dari Rapat Pleno Terbatas dapat
digunakan untuk bahan referensi dalam rangka pengambilan keputusan DPN.
5. Rapat-Rapat lainnya :
a. Rapim :
Adalah Rapat Pimpinan yang diperuntukkan bagi DPN, DPD dan DPC;
b. Rakernas :
Adalah Rapat Kerja Nasional yang diperuntukkan bagi DPN, DPD, DPC, Dewan
Penasehat dan Dewan Kehormatan baik Nasional, Daerah maupun Cabang;
c. Munas :
Adalah Musyawarah Nasional bagi seluruh anggota PPKHI sebagaimana dimaksud dalam
Anggaran Dasar ;
d. Munaslub :
Adalah Rapat Musyawarah Nasional Luar Biasa bagi seluruh anggota PPKHI sebagaimana
dimaksud dalam Anggaran Dasar.
7. Rapat dianggap sah, apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota peserta rapat,
kecuali Rapat Pleno Terbatas dan Pleno.
8. Sedapat mungkin diusahakan cara musyawarah dan mufakat dalam penyelesaian suatu
persoalan.
9. Apabila perlu, keputusan mengenai sesuatu persoalan diambil oleh rapat dengan pemungutan
suara dari jumlah anggota yang hadir. Dalam hal suara seimbang, keputusan akhir diambil
oleh Ketua Umum DPN/Ketua DPC.
10. Keputusan mengenai diri seseorang diambil secara rahasia dan tertulis.
11. Pemanggilan adalah sah bila dikirim dengan ekspedisi atau Pos Kilat Khusus/Telegram/Fax
atau iklan dalam harian dan dalam hal sangat mendesak dapat dilakukan dengan SMS atau
telepon.
13. Rapat-rapat anggota Daerah/Cabang yang Khusus diadakan untuk memilih Pengurus baru
DPD/DPC yang bersamaan jatuhnya dengan MUNAS harus dilakukan sebelum MUNAS.
PASAL 16
Ketentuan pasal 11, 12 dan 13 di atas mengenai DPP sepanjang tidak bertentangan dengan
kedudukannya secara mutatis mutandis berlaku pula bagi DPC.
BAB IV
MUSYAWARAH NASIONAL DAN
MUSYAWARAH NASIONAL LUAR BIASA
PASAL 17
1. Musyawarah Nasional (MUNAS) dan Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB)
diselenggarakan oleh DPN yang untuk maksud itu dengan suatu surat keputusan mengangkat
Panitia Penyelenggara (Organizing Committee) dan Panitia Pengarah (Steering Committee)
yang sekaligus merupakan badan-badan dalam MUNAS dan MUNASLUB.
SIDANG PLENO
PASAL 18
1. Sidang Pleno adalah sidang yang diikuti oleh semua utusan Daerah dan Cabang.
2. Di dalam Sidang Pleno dibicarakan hal-hal yang dianggap penting sesuai dengan mata acara
yang disahkan oleh MUNAS atau MUNASLUB untuk mengambil keputusan yang
merupakan hasil MUNAS atau MUNASLUB.
3. Setiap Daerah/Cabang harus menunjuk sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang utusan
Daerah/Cabang untuk menjadi Juru Bicara yang berhak berbicara dalam sidang-sidang
Pleno.
SIDANG KOMISI
PASAL 19
1. Sidang Komisi bertugas untuk mendiskusikan materi yang ditugaskan kepadanya oleh
Sidang Pleno.
2. Semua anggota komisi diberi hak untuk berbicara dalam setiap Sidang Komisi.
3. Hasil-hasil Sidang Komisi dilaporkan kepada Sidang Pleno untuk digunakan sebagai bahan
pengambilan keputusan.
FORMATUR
PASAL 20
1. Semua anggota biasa dan bekas Ketua Umum dapat dicalonkan sebagai Formatur dengan
tetap mengingat ketentuan pasal 14 Anggaran Dasar.
2. Dalam hal anggota biasa yang belum memenuhi persyaratan sebagai Ketua Umum DPN atau
bekas Ketua Umum DPN ternyata terpilih sebagai Formatur dengan suara terbanyak, maka
yang otomatis menjadi Ketua Umum DPN dan Formatur adalah yang memperoleh suara
terbanyak berikutnya.
BAB V
DEWAN KEHORMATAN NASIONAL / DAERAH / CABANG
PASAL 21
1. Ketua Dewan Kehormatan Nasional diangkat oleh Formatur yang diangkat oleh MUNAS
atau MUNAS LUAR BIASA.
2. Ketua Dewan Kehormatan Nasional mengangkat anggota Pengurus Dewan Kehormatan
Nasional.
3. Ketua Dewan Kehormatan Daerah/Cabang diangkat oleh Rapat Anggota dan disahkan oleh
DPD/DPC.
4. Ketua Dewan Kehormatan Daerah/Cabang mengangkat anggota Pengurus Dewan
Kehormatan Daerah/Cabang.
6. Tata tertib kerja Dewan Kehormatan diatur secara tersendiri oleh Dewan Kehormatan dan
mendapat persetujuan dari DPN.
7. Pemberhentian Ketua dan Anggota Dewan Kehormatan dilakukan oleh DPN atas usul Rapat
Dewan Kehormatan.
PASAL 22
1. Dewan Kehormatan Nasional/Daerah/Cabang melakukan penegakan pelaksanaan Kode
Etik.
BAB VI
DEWAN PENASEHAT NASIONAL/DAERAH/CABANG
PASAL 23
1. Ketua Dewan Penasehat Nasional diangkat oleh Formatur yang diangkat oleh MUNAS atau
MUNASLUB.
6. Tata tertib kerja Dewan Penasehat diatur secara tersendiri oleh Dewan Penasehat dan
mendapat persetujuan dari DPN.
7. Pemberhentian Ketua dan anggota Dewan Penasehat dilakukan oleh DPN atas usul rapat
Dewan Penasehat.
PASAL 24
1. Dewan Penasehat Pusat memberi nasehat kepada Dewan Pimpinan Nasional, baik diminta
maupun tidak diminta.
BAB VII
PEMBEKUAN DPD/DPC
PASAL 25
1. DPN dapat membekukan kepengurusan DPD/DPC apabila melakukan tindakan-tindakan
yang bertentangan dengan pasal 34 ayat (3) Anggaran Dasar.
2. Dalam hal terjadi pembekuan, DPN dapat menunjuk seorang Caretaker atau lebih untuk
menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa untuk memilih Formatur yang akan
membentuk kepengurusan DPD/DPC yang baru dengan ketentuan bahwa bekas Ketua
DPD/DPC yang dibekukan tidak diperkenankan untuk dicalonkan sebagai Formatur.
BAB VIII
KEKAYAAN
PASAL 26
1. Uang pangkal sebesar Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu ripuah).
2. Tiap-tiap anggota harus pula membayar iuran sebanyak Rp. 50.000,-(lima puluh ribu rupiah)
setiap bulannya.
3. Jumlah uang pangkal dan iuran dapat dikurangi/ditambah oleh DPD/DPC menurut keadaan
atau atas petunjuk DPN.
4. Disamping uang pangkal dan iuran, dapat diterima segala macam sumbangan yang tidak
mengikat.
5. Organisasi PPKHI baik ditingkat Nasional maupun ditingkat Daerah dan Cabang dapat
memliki kekayaan berupa barang-barang bergerak maupun barang-barang tetap.
PASAL 27
Uang pangkal dan iuran anggota yang diterima oleh Cabang; 60% (enam puluh persen)
digunakan untuk kepentingan Cabang, 40% (empat puluh persen) lagi disetor kepada DPN
setiap caturwulan, dan digunakan untuk kepentingan DPN.
BAB IX
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
PASAL 28
1. Apabila suatu ketentuan dalam Peraturan Rumah Tangga tidak jelas atau apabila timbul
perbedaan penafsiran mengenai suatu ketentuan, maka hal ini diputus oleh DPN.
2. DPN dapat menetapkan/melakukan hal-hal yang belum/tidak diatur dalam Peraturan Rumah
Tangga untuk dilaporkan dalam Rapat Kerja kemudian dipertanggung jawabkan dalam
MUNAS berikutnya.
PASAL 29
Segala sesuatu yang belum atau tidak diatur dalam Peraturan Rumah Tangga ini ditetapkan
oleh Dewan Pimpinan Nasional.
Ditetapkan : Di Jakarta
Pada tanggal : 1 Juni 2017
Yudhistira Ikhsan Pramana, S.H., M.H. Acram Mapaona Azis, S.H., M.H.