Anda di halaman 1dari 15

INSTITUSI PEMILIHAN UMUM

Diajukan sebagai tugas mata kuliah

Hukum Kepartaian dan Pemilihan Umum (Pemilu)

Dosen pengampu : Yunas Derta Luluardi, M.A.

Disusun oleh :

Tsania Rif’atul Munna (1517002)

Ade Ayu Murtiasih (1517012)

Moh Hisyam Maulana (1517041)

Semester/Kelas : VI/A

JURUSAN HUKUM TATANEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PEKALONGAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, nikmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Hukum Kepartaian dan Pemilu yang berjudul “Institusi Pemilihan
Umum” ini dengan tepat waktu. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Yunas
Derta Luluardi, M.A., selaku Dosen mata kuliah Hukum Kepartaian dan Pemilu
yang telah membimbing dan mengajarkan serta memberikan tugas ini kepada
kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penjelasan dan bagian-bagian dalam
“Institusi Pemilihan Umum”. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya. Terima kasih.

Pekalongan, 18 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................


i

KATA PENGANTAR ..........................................................................................


ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................


iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................


1

A. Latar Belakang ..........................................................................................


1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................

Institusi Penyelenggara Pemilihan Umum .......................................................

1. Komisi Pemilihan Umum .........................................................................

2. Badan Pengawas Pemilihan Umum ..........................................................

3. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) ..............

BAB III PENUTUP ............................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran dan Kritik ........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sebuah negara demokratis seperti Indonesia, Pemilihan Umum
merupakan salah satu instrumen untuk menjalankan kedaulatan rakyat. Guna
menghasilkan sebuah Pemilihan Umum yang berkualitas, dibutuhkanlah suatu
lembaga atau institusi profesional untuk mengelola penyelenggaraan Pemilu
tersebut. Lembaga profesional penyelenggara Pemilu di Indonesia sudah
diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan
oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
Keberadaan lembaga penyelenggara Pemilu ini diwujudkan dan diatur dalam suatu
aturan Perundang-Undangan, yaitu dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam ketentuan aturan tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa lembaga yang menyelenggarakan Pemilu itu terdiri atas
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan
fungsi Penyelenggara Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat.
Lembaga penyelenggara Pemilu harus bisa melaksanakan tugas dan
wewenangnya sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilihan Umum
untuk mencapai Pemilu yang demokratis sesuai dengan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan juga adil. Dengan adanya lembaga penyelenggara
Pemilihan Umum diharapkan lembaga tersebut dapat menjalankan tugasnya dengan
tepat, sesuai dan bijak, sehingga penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia
dapat mencapai sasarannya untuk menciptakan sebuah Pemilihan Umum yang adil
dan baik.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Institusi penyelenggara Pemilihan Umum itu ?
2. Bagaimana penjelasan tentang Komisi Pemilihan Umum itu ?
3. Bagainana penjelasan tentang Badan Pengawas Pemilihan Umum itu ?
4. Bagaimana penjalasan tentang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan penjelasan mengenai Institusi atau lembaga
penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia;
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai
salah satu institusi atau lembaga penyelenggara Pemilu;
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang Badan Pengawas Pemilihan Umum
(Bawaslu) sebagai salah satu institusi atau lembaga penyelenggara Pemilu;
4. Untuk mengetahui penjelasan tentang Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilihan Umum (DKPP) sebagai salah satu institusi atau lembaga
penyelenggara Pemilu;

2
BAB II

PEMBAHASAN

Institusi Penyelenggara Pemilihan Umum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan institusi adalah
(1) lembaga; pranata; (2) sesuatu yang dilembagakan oleh Undang-Undang, adat atau
kebiasaan (seperti perkumpulan, paguyuban, organisasi sosial, dan kebiasaan berhalal-
bihalal pada hari Lebaran); dan (3) gedung tempat diselenggarakannya kegiatan
perkumpulan atau organisasi.1 Institusi pada umumnya sering disebut dengan lembaga.
Menurut Ensiklopedia Sosiologi, lembaga biasa diistilahkan dengan institusi. Menurut
North (1991) dalam Arsyad (2010), institusi atau lembaga adalah aturan-aturan
(constraints) yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur dan membentuk interaksi
politik, sosial dan ekonomi. Secara umum istilah institusi atau lembaga dapat memiliki
banyak definisi yang berbeda, tergantung pada lensa pemahaman. Dalam lensa politik,
institusi atau lembaga Pemilihan Umum merupakan lembaga yang diamanati oleh
negara untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum agar berjalan sebagaimana
mestinya. Penyelenggara Pemilihan Umum sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah lembaga yang
menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan
Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu sebagai satu
kesatuan fungsi Penyelenggara Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat.

Dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum yang bebas dan adil, lembaga


penyelenggara Pemilu harus melaksanakan beberapa prinsip penting guna tercapainya
penyelenggaraan Pemilu dan lembaga yang ideal sesuai dengan peraturan Perundang-
Undangan. Prinsip penting tersebut meliputi :2

1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996), hlm. 382.
2
Indra Pahlevi, “Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia : Berbagai
Permasalahannya”, Politica Vol. 2, No. 1, Juni-2011, hlm. 53-54.

3
1. Kemandirian dan Ketidakberpihakan

Makna kemandirian adalah tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun


sehingga lembaga ini bersih dari intervensi. Yang terpenting adalah bagaimana
lembaga ini bertindak bias atau menghindari kecenderungan politis dari pihak
tertentu. Tugas utamanya adalah untuk melakukan administrasi atau mengawasi
jalannya Pemilihan Umum.

2. Efisiensi

Prinsip ini untuk menegaskan bahwa diperlukan kredibilitas penyelenggara


Pemilu pada saat melaksanakan seluruh proses Pemilu, sehingga dapat tepat dan
cepat dalam mengambil kebijakan dan tindakan. Berbagai faktor mempengaruhi
efisiensi, misalnya staff yang kompeten, profesional, sumber daya dan yang
terpenting adalah waktu yang cukup untuk mengorganisir Pemilu.

3. Profesionalisme

Sifat ini sangat urgent dalam melihat bagaimana sebuah lembaga penyeleggara
Pemilu bertindak sesuai dengan tugas dan wewenangnya yang sudah ditetapkan
dalam peraturan Perundang-Undangan. Oleh karena itulah diperlukan sebuah
lembaga yang profesional dalam menyelenggarakan praktek demokrasi ini. Hal
terpenting adalah harus diisi oleh orang yang memiliki pengetahuan yang mendalam
mengenai prosedur Pemilihan Umum dan filosofi Pemilu yang bebas dan adil,
sehingga lembaga tersebut bisa melaksanakan dan mengatur proses tersebut.

4. Tidak Berpihak dan Penanganan yang Cepat Terhadap Pertikaian yang Ada

Dalam hal ini lembaga penyelenggara Pemilu tidak berpihak serta mampu
menangani berbagai persoalan secara cepat karena adanya konsekuensi setiap
tahapan Pemilu. Pengaturan harus memberikan ruang bagi adanya keluhan dan
keberatan serta bagaimana mekanisme penanganannya secara adil dan efisien.
Dengan demikian akan muncul rasa percaya dari pihak-pihak yang berkepentingan
kepada lembaga penyelenggara Pemilu tersebut.

4
5. Stabil dan Transparan

Sebagai lembaga yang profesional, maka sifat transparan adalah hal mutlak
karena menyangkut munculnya kredibilitas dari proses Pemilihan Umum secara
substansial tergantung pada semua kelompok yang relevan. Aspek ini harus
memperoleh perhatian khusus dalam formulasi kerangka kerja lembaga legislatif
pada sebuah administrasi Pemilu.

Dari paparan tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa terdapat tiga lembaga
yang fungsinya saling terkait dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum yaitu
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Komisi Pemilihan Umum yang
selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan Pemilu. Badan Pengawas Pemilu
yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang
mengawasi Penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang selanjutnya disingkat
DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara
Pemilu. Dalam menyelenggarakan Pemilu, maka ketiga lembaga tersebut wajib
bekerja, bertindak, menjalankan tugas, wewenang dan kewajiban sebagai
penyelenggara Pemilu sesuai peraturan Perundang-Undangan dengan berdasarkan
Kode Etik dan pedoman perilaku Penyelenggara Pemilu, serta sumpah/janji jabatan.

1. Komisi Pemilihan Umum (KPU)

a. Pengertian dan Dasar Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU)

b. Tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU)

c. Wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU)

d. Kewajiban Komisi Pemilihan Umum (KPU)

2. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)

a. Pengertian dan Dasar Hukum Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)

5
b. Tugas Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)

c. Wewenang Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)

d. Kewajiban Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)

3. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

a. Pengertian dan Dasar Hukum Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu


(DKPP)

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum atau biasa


disingkat DKPP adalah suatu lembaga yang dikhususkan untuk mengimbangi
dan mengawasi (check and balance) kinerja dari Komisi Pemilihan Umum dan
Badan Pengawas Pemilu beserta jajarannya. Dasar hukum lembaga Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini yaitu :

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

- Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara


Pemilihan Umum;

- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (24) Undang-Undang Nomor 17


Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum disebutkan bahwa Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu yang selanjutnya disingkat DKPP merupakan lembaga
yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu. 3 Kode
etik penyelenggara Pemilu sendiri disusun dan ditetapkan oleh Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan tujuan menjaga
kemandirian, integritas dan kredibilitas penyelenggara Pemilu. Kode etik ini
bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN dan KPPSLN serta anggota
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Panwaslu Keluruhan/Desa, Panwaslu LN dan Pengawas TPS.
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

6
DKPP bersidang untuk melakukan pemeriksaan dan memutus aduan
dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
penyelenggara pemilu, yaitu anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota
KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi maupun
anggota Bawaslu Kabupaten/Kota.

Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu ini bersifat tetap dan


berkedudukan di Ibu Kota Negara. Keanggotaan DKPP terdiri atas 1 (satu)
orang ex officio dari unsur KPU, 1 (satu) orang ex officio dari unsur Bawaslu,
dan 5 (lima) orang tokoh masyarakat. Keanggota DKPP yang berasal dari
tokoh masyarakat ini diusulkan oleh Presiden sebanyak 2 (dua) orang dan
diusulkan oleh DPR sebanyak 3 (tiga) orang sebagaimana yang telah
disebutkan dalam Pasal 115 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum.

b. Tugas Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Berdasarkan Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017


tugas dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah :

- Menerima aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik


yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu; dan

- Melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas aduan


dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh Penyelenggara Pemilu.

c. Wewenang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Berdasarkan Pasal 159 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017


wewenang dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah :

- Memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran


kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan;

7
- Memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain yang terkait untuk
dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain;

- Memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti


melanggar kode etik; dan

- Memutus pelanggaran kode etik.

d. Kewajiban Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Berdasarkan Pasal 159 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017


kewajiban dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah :

- Menerapkan prinsip menjaga keadilan, kemandirian, imparsialitas, dan


transparansi;

- Menegakkan kaidah atau norma etika yang berlaku bagi Penyelenggara


Pemilu;

- Bersikap netral, pasif, dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk
popularitas pribadi; dan

- Menyampaikan putusan kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti.

e. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu

Pengertian Pelanggaran kode etik sesuai dengan Pasal 456 Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah pelanggaran terhadap etika
Penyelenggara Pemilu yang berdasarkan sumpah dan/atau janji sebelum
menjalankan tugas sebagai Penyelenggara Pemilu. Sebagaimana yang sudah
dijelaskan sebelumnya, pelanggaran kode etik oleh penyelenggara Pemilu ini
akan diperiksa dan diputus oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP). Subjek perkara di lembaga DKPP ini terdiri atas Pengadu dan Teradu.
Pengadu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 458 ayat (1) UU Nomor 7
Tahun 2017 adalah peserta Pemilu, tim kampanye, Penyelenggara Pemilu
(anggota KPU, anggota Bawaslu, serta jajaran Sekretariat), masyarakat

8
dan/atau pemilih yang dilengkapi dengan identitas Pengadu kepada DKPP.
Sedangkan Teradu terdiri atas 3 unsur, yakni :

- Unsur KPU; Anggota KPU, Anggota KPU Provinsi, Anggota KPU


Kab/Kota, Anggota KIP Aceh, Anggota KIP Kab/Kota, Anggota Panitia
Pemilihan Kecamatan (PPK), Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS),
Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Anggota Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Anggota Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN);

- Unsur Bawaslu; Anggota Bawaslu, Anggota Bawaslu Provinsi, Anggota


Bawaslu Kab/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Desa/Kelurahan,
dan Pengawas TPS, dan Anggota Panwaslu Luar Negeri; dan

- Jajaran Sekretariat Penyelenggara Pemilu.

Objek perkara yang ditangani DKPP adalah perilaku Penyelenggara


Pemilu yang mengacu kepada Peraturan bersama KPU, Bawaslu dan DKPP
Nomor 1, 11, 13 Tahun 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan
Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017
Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum dalam pelanggaran


kode etik oleh penyelenggara Pemilu, DKPP dapat membentuk Tim
Pemeriksa Daerah untuk memeriksa dugaan adanya pelanggaran kode etik
Penyelenggara Pemilu di daerah. Tim pemeriksa daerah ini mempunyai
kewenangan memeriksa pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu
Kabupaten/Kota. Selain itu TPD ini juga mempunyai kewenangan
memeriksa dan dapat memutus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
PPK, PPS, KPPS, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Desa/Kelurahan, dan
Pengawas TPS.

9
DKKP sebagai lembaga penegak hukum dalam pelanggaran kode etik
oleh penyelenggara Pemilu berwenang memeriksa, memutus dan juga
memberikan sanksi terhadap penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar
Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Sanksi ini bisa berupa sanksi teguran
tertulis, sanksi pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap
sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 22 Peraturan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum. Perlu diketahui pula
bahwa Putusan yang ditetapkan oleh DKPP itu bersifat final dan mengikat
(final and binding), dan penyelenggara Pemilu wajib melaksanakan putusan
DKPP tersebut.

BAB III

PENUTUP

10
A. Kesimpulan
Institusi atau lembaga Pemilihan Umum merupakan lembaga yang diamanati
oleh negara untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum agar berjalan sebagaimana
mestinya. Penyelenggara Pemilihan Umum sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu
yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan
Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggara
Pemilu untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden,
dan untuk memilih anggota DPRD secara langsung oleh rakyat.
Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga
Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam
melaksanakan Pemilu. Badan Pengawas Pemilu yang selanjutnya disebut Bawaslu
adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilu di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu yang selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang
bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.
B. Saran
- Menjadikan aturan penyelenggaraan Pemilu sebagai unsur pengaturan
Pemilihan Umum secara komprehensif di Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan
guna memberikan pedoman secara utuh dan menyeluruh kepada para stake
holder kepemiluan baik para penyelenggaran negara, penyelenggara Pemilu itu
sendiri, Partai Politik maupun organisasi dan masyarakat secara keseluruhan.
- Menjadikan aturan penyelenggara Pemilu dan Pemilihan Umum sebagai sarana
kontrol terhadap para lembaga penyelenggara Pemilu. Dengan adanya kontrol
terhadap pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang oleh masing-masing
lembaga, maka akan memudahkan terdeteksinya suatu pelanggaran kode etik
atau bahkan pelanggaran hukum yang bisa langsung segera disampaikan
kepada pihak penegak hukum yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA

11
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Kedua. Jakarta : Balai Pustaka.
Pahlevi, Indra. 2011. “Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia :
Berbagai Permasalahannya” dalam Jurnal Politica Vol. 2 No. 1. Jakarta Pusat :
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR-RI.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pemilihan
Umum.
Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

12

Anda mungkin juga menyukai