Anda di halaman 1dari 29

BAB III

GAMBARAN UMUM MENGENAI BANTUAN HUKUM

A. Pengertian Bantuan Hukum

Sebelum membahas dari pengertian bantuan, terlebih dahulu kita bahas

mengenai apa yang dimaksud dengan hukum itu sendiri.

Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini para ahli

bantuan hukum belum menemukan batasan yang baku dan memuaskan banyak

pihak. Berbagai batasan pengertian dari hukum tersebut antara lain :30

1. J. Van Kan

Mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan

yang bersifat memaksa yang melindungi kepentingan orang dalam

masyarakat.

2. Prof. Dr. Borst

Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia

dalam bermasyarakat yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan

untuk mendapatkan tata tertib atau keadilan;

3. Prof. Paul Scholten

Pengertian hukum tidak mungkin dibuat dalam satu kalimat dan tergantung

kedudukan manusia dalam masyarakat.

4. Mr. T. Kirch

30
Bahan Kuliah Hukum Perlindungan Anak di fakultas hukum Universitas Indonesia, Depok
2004.

45
Hukum menyangkut unsur penguasa, unsur kewajiban, unsur kelakuan dan

perbuatan manusia

3. Dr. E. Utrecht

Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup tata tertib dalam suatu

masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat.

Selain itu, menurut Purnadi Purbacaraka dan Soejorno Soekanto hukum

mempunyai arti antara lain :

1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara

sistematis atas kekuatan pemikiran ;

2. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau

gejala-gejala yang dihadapi;

3. Hukum sebagai kaedah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau

keperilakuan yang pantas atau diharapkan;

4. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat dan kaedah-

kaedah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta

berbentuk tertulis;

5. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan

yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law-enforcement officer);

6. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi;

7. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik

antara unsur-unsur pokok dalam sistem kenegaraan;

45
8. Hukum sebagai sikap tindak atau keperikelakuan yang teratur, yaitu

keperikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan

untuk mencapai kedamaian;

9. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi

abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.31

Memberikan definisi atau pengertian dari bentukan hukum dalam sistem

hukum Indonesia bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan tidak ada suatu

undang-undang atau peraturan yang secara spesifik memberikan definisi atau

pengertian mengenai bantuan hukum.

Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyinggung

sedikit tentang bantuan hukum. Namun, hal mengenai bantuan hukum yang

diatur dalam KUHAP tersebut hanya mengenai kondisi untuk mendapatkan

bantuan hukum dan tidak memaparkan secara jelas apa yang dimaksud

dengan bantuan hukum itu sendiri.

Dengan kenyataan sepeti itu perlu dibangun suatu konsep tentang pengertian

bantuan hukum. Pada dasarnya, baik Eropa maupun di Amerika, terdapat dua

model (sistem) bantuan hukum, yaitu :32

1. A Juridical Right (model yuridis-individual)

Model A Juridical Right menekankan pada sifat individualistis. Sifat

individualistis ini maksudnya adalah setiap orang akan selalu mendapat hak

untuk memperoleh bantuan hukum.

31
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum,
(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti 1993) hal.2
32
Soerjono Soekanto, Bantuan hukum suatu tinjauan sosio yuridis (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1983) hal.11

45
Pada model yuridis individual masih terdapat cirri-ciri pola klasik dari

bantuan hukum. Artinya, permintaan akan bantuan hukum atau perlindungan

hukum tergantung pada warga masyarakat yang memerlukannya. Warga

masyarakat yang memerlukan bantuan hukum menemui pengacara, dan

pengacara akan memperoleh imbalan atas jasa-jasa yang diberikannya kepada

negara. Jadi, bilamana seseorang tidak mampu, maka seseorang itu akan

mendapat bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo)

2. A welfare Right (Model kesejahteraan)

Sistem hukum di Amerika Serikat agak berbeda. Bantuan hukum di Amerika

Serikat berada dibawah pengaturan criminal justice act dan economic

opportunity act. Kedua peraturan tersebut mengarahkan bantuan hukum

sebagai alat untuk mendapatkan keadilan bagi seluruh rakyat, terutama bagi

mereka yang tidak mampu.

Didalam kerangka negara kesejahteraan, maka pada model ini dituntut

campur tangan yang intensif dari negara atau pemerintah. Kewajiban-

kewajiban negara atau pemerintah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

dasar masyarakat, menimbulkan hak-hak tertentu, dimana bantuan hukum

merupakan salah satu cara untuk memenuhi hak-hak tersebut.

Bila melihat kedua model bantuan hukum tersebut, dapat diambil

kesimpulan, dimana di satu pihak bantuan hukum dapat dilihat sebagai suatu hak

yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan-

kepentingan individual dan di lain pihak sebagai suatu hak akan kesejahteraan

yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan suatu

45
negara kesejahteraan. Kedua model bantuan hukum tersebut kemudian menjadi

model dasar beberapa pengertian tentang bantuan hukum yang berkembang

didunia barat pada umumnya. Pengertian bantuan hukum mempunyai ciri dalam

istilah yang berbeda, yaitu :33

1. Legal aid

Bantuan hukum, sistem nasional yang diatur secara lokal dimana bantuan

hukum ditujukan bagi mereka yang kurang keuangannya dan tidak mampu

membayar penasehat hukum pribadi. Dari pengertian ini jelas bahwa bantuan

hukum diarahkan pada sosok penasehat hukum sebagai seorang ahli hukum

yang dapat membantu mereka yang tidak mampu menyewa jasa penasehat

hukum

Jadi, legal aid berarti pemberian jasa dibidang hukum kepada seseorang

yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara dimana dalam hal ini :

a. Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma;

b. Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak

mampu dalam lapisan masyarakat miskin;

c. Dengan demikian motivasi utama dalam konsep legal aid adalah

menegakkan hukum dengan jalan membela kepentingan dan hak asasi

rakyat kecil yang tidak punya dan buta hukum.

2. Legal assistance
Dalam pengertian ini. Makna dan tujuan dari bantuan hukum lebih luas dari

legal aid. Legal assistance lebih memaparkan profesi dari penasehat hukum

33
M.Yahya Harahap, pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP, Ed.2, cet.4 (Jakarta:
Sinar Grafika, 2002) hal.334.

45
sebagai ahli hukum. Sehingga dalam pengertian itu, sebagai ahli hukum ia

dapat menyediakan jasa bantuan hukum untuk siapa saja tanpa terkecuali.

Artinya, keahlian seorang ahli hukum dalam memberikan bantuan hukum

tersebut tidak terbatas pada mereka yang miskin saja, tapi juga bagi mereka

yang mampu membayar prestasi. Bagi sementara orang kata legal aid selalu

harus dihubungkan dengan orang miskin yang tidak mampu membayar

advokat, tetapi bagi sementara orang kata legal aid ini ditafsirkan sama

dengan legal assistance yang biasanya punya konotasi pelayanan hukum atau

jasa hukum dari masyarakat advokat kepada masyarakat mampu dan tidak

mampu. Tafsiran umum yang dianut belakangan ini adalah legal aid sebagai

bantuan hukum sebagai bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu.

3. Legal service

Clarence J. Diaz memperkenalkan pula istilah “legal service”34. pada

umumnya kebanyakan orang lebih cenderung memberi pengertian yang lebih

luas kepada konsep dan makna legal service dibandingkan dengan konsep

dan tujuan legal aid atau legal assistance.35

Bila diterjemahkan secara bebas, arti dari legal service adalah pelayanan

hukum. Sehingga dalam pengertian legal service, bantuan hukum menurut Diaz

dimaksud sebagai gejala bentuk pemberian pelayanan oleh kaum profesi hukum

kepada khalayak didalam masyarakat dengan maksud untuk menjamin agar tidak

ada seorang pun didalam masyarakat yang terampas haknya untuk memperoleh

34
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, bantuan hukum dan hak asasi manusia, cet.1
(Bandung: CV. Mandarmaju, 1994) hal.9
35
Harahap, OP.Cit, hal.344

45
nasehat-nasehat hukum yang diperlukannya hanya oleh karena sebab tidak

dimilikinya sumber daya finansial yang cukup.36

Menurut Diaz, istilah legal service ini merupakan langkah-langkah yang

diambil untuk menjamin agar operasi sistem hukum didalam kenyataan tidak

akan menjadi diskriminatif sebagai adanya perbedaan tingkat penghasilan,

kekayaan dan sumber-sumber lainnya yang dikuasai individu-individu didalam

masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada konsep dan ide legal service yang

terkandung makan dan tujuan :

a. Memberi bantuan kepada anggota masyarakat yang operasionalnya


bertujuan menghapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam

penegakan dan pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang

berpenghasilan kecil dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana

dan posisi kekuasaan,

b. Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang


memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hukum itu sendiri oleh aparat

penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan

hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan

miskin.

c. Disamping untuk menegakkan hukum dan penghormatan kepada yang


diberikan hukum kepada setiap orang. Legal service didalam

operasionalnya, lebih cenderung untuk menyelesaikan setiap persengketaan

denga jalan menempuh cara perdamaian.

36
Sunggono dan Harianto, Op.Cit, hal.10

45
Di Indonesia, dalam kenyataan sehari-hari jarang sekali membedakan ketiga

istilah tersebut. Dan memang tampak sangat sulit memilih istilah bahasa hukum

Indonesia bagi bentuk bantuan hukum diatas. Baik dikalangan profesi dan

praktisi hukum, dan apalagi masyarakat yang awam hanya mempergunakan

istilah “bantuan hukum”

Karena tidak terdapat definisi yang jelas mengenai bantuan hukum, membuat

kalangan profesi hukum mencoba membuat dasar dari pengertian bantuan

hukum tersebut. Pada tahun 1976, Simposium Badan Kontak Profesi Hukum

Lampung merumuskan bantuan pengertian hukum sebagai pemberian bantuan

hukum kepada seorang pencari keadilan yang tidak mampu yang sedang

menghadapi kesulitan di bidang hukum diluar maupun dimuka pengadilan tanpa

imbalan jasa.37

Pengertian bantuan hukum yang lingkup kegiatannya cukup luas

ditetapkan dalam Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat Nasional tahun 1978

yang menyatakan bahwa bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan

hukum yang diberikan kepada golongan yang tidak mampu (miskin) baik

secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat tidak

mampu secara kolektif. Lingkup kegiatan meliputi pembelaan, perwakilan

baik diluar maupun didalam pengadilan, pendidikan, penelitian dan

penyebaran gagasan.38

37
Ibid., hal.8
38
Ibid

45
Meskipun tidak dapat pengertian yang pasti mengenai apa yang

dimaksud dengan bantuan hukum, namun secara umum arti bantuan hukum

adalah bantuan memberikan jasa untuk :

1. Memberikan nasehat hukum;

2. Bertindak sebagai pendamping dan membela seorang yang dituduh atau

didakwa melakukan kejahatan dalam perkara pidana.

Sebagai pembela atau penasehat hukum harus memberikan pengarahan-

pengarahan dan penjelasan-penjelasan tentang duduk persoalanya. Nasehat

yang diberikan penasehat hukum atau pembela tidak boleh keluar dari

lingkungan surat tuduhan jaksa penuntut hukum.

B. Tinjauan Sejarah Perkembangan Bantuan Hukum di Indonesia

Perkembangan bantuan hukum di Indonesia tidak lepas dari sejarah

berkembangnya bantuan hukum tersebut secara Internasional.39 Sejarah bantuan

hukum menunjukkan bahwa bantuan hukum pada mulanya berawal dari sikap

kedermawanan (charity) sekelompok elite gereja terhadap para pengikutnya,

hubungan kedermawanan ini juga ada pada pemuka adat dengan penduduk

sekitarnya. Suatu pola hubungan patron-client jelas terpancar disini.

Pengertian bantuan hukum disini tidak begitu jelas sehingga ada kesan,

bantuan hukum diinterprestasikan sebagai bantuan dalam segala hal ekonomi,

social, agama dan adat.40 Sejarah secara perlahan mengembangkan konsep

bantuan (hukum). Dasar berpijak “kedermawanan” itu mulai diubah menjadi

39
Adnan Buyun Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, Ce.3 (Jakarta: LP3ES, 1988) hal.1
40
Lubis, Op.Cit, hal.1

45
“hak”. Setiap klien yang terampas haknya boleh mendapatkan bantuan hukum.

Bantuan hukum sudah mulai dihubungkan dengan hak-hak politik, ekonomi dan

sosial.41

Dalam praktek sehari-hari bantuan hukum juga mulai melebarkan sayapnya,

tidak saja terbatas di negara-negara kapitalis tetapi juga di negara sosialis. Pada

beberapa dekade terakhir ini gerakan bantuan hukum hamper terdapat dimana-

mana, di Afrika Selatan, Brazilia, Taiwan, Tanzania dan lain-lain. Kalau bantuan

hukum diartikan sebagai charity maka bantuan hukum di Indonesia sudah ada

sejak datangnya agama Nasrani ke Indonesia tahun 1500-an, bersamaan

datangnya bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Dan kalau kata

charity dikaitkan dengan praktek tolong-menolong dalam masyarakat hukum

adat kita, maka lembaga tolong-menolong ini adalah juga salah satu bentuk dari

bantuan hukum meskipun tidak terorganisasi. Dalam hukum positif Indonesia

soal bantuan hukum ini sudah diatur dalam pasal 250 Herziene Indische

Reglement (HIR). Pasal ini dalam prakteknya lebih mengutamakan bangsa

Belanda dibandingkan bangsa Indonesia. Daya laku pasal ini terbatas bila para

advokat tersedia dan bersedia membela mereka yang terkait dengan perkara

pidana serta dituduh dan diancam hukuman mati dan atau hukuman seumur

hidup. Meskipun daya laku HIR terbatas, bisa ditafsirkan sebagai awal mula

pelembagaan bantuan hukum kedalam hukum positif kita. Meskipun HIR tidak

diperlakukan secara penuh tetapi HIR adalah pedoman yang tampaknya juga

diterima sebagai kenyataan praktek HIR ini masih tetap dianggap sebagai

41
Ibid, hal.2

45
pedoman sampai dilahirkannya undang-undang no. 14 tahun 1970 (Undang-

undang Pokok Kekuasaan Kehakiman), dimana “hak untuk mendapatkan bantuan

hukum” itu dijamin melalui pasal 35, 36 dan 37.

Secara intitusional, lembaga atau biro bantuan hukum dalam bentuk

konsultasi hukum pernah didirikan de Rechtshoge School Jakarta pada tahun

1940 oleh Prof. Zeylemaker, seorang guru besar hukum dagang dan hukum acara

perdata. Biro konsultasi hukum yang beralamat di Kramat Raya 112 Jakarta

tersebut dimaksudkan untuk memberi nasehat hukum kepada rakyat tidak mampu

disamping juga untuk memajukan kegiatan klinik hukum. Biro yang dikelola

oleh Mr. Alwi St. Osman dan Mr. Elkana Tobing serta beberapa mahasiswa

ternyata tidak sepenuhnya sukses karena kurangnya pengalaman praktek

dikalangan pengelolanya. Pada tahun 1953 ide mendirikan semacam biro

konsultasi hukum itu kembali muncul. Kali ini dari sebuah perguruan Tionghoa

Sim Ming Hui atau Tjandra Naya. Biro ini baru pada tahun 1945 didirikan

dibawah pimpinan Prof. Ting Swan Tiong. Biro ini agak terbatas ruang geraknya

dan lebih mengutamakan konsultasi hukum bagi orang Cina. Biro ini juga tidak

begitu sukses.

Prof. Ting Swan Tiong yang perhatiannya amat banyak dalam bidang ini

pada tahun 1962 datang kepada dekan fakultas Universitas Indonesia Prof.

Sujono Hadibroto dan mengusulkan agar di fakultas hukum didirikan biro

konsultasi hukum. Usulan ini disambut baik, dan pada tanggal 2 mei 1953

yang bertepatan dengan hari pendidikan nasional, resmilah didirikan biro

konsultasi hukum di Universitas Indonesia dengan Prof. Ting Swan Tiong

45
sebagai ketuanya. Biro ini secara regular memberikan konsultasi hukum bagi

orang tidak mampu. Pada tahun 1968 diubah namanya menjadi lembaga

konsultasi hukum, lalu pada tahun 1974 diubah lagi menjadi lembaga

konsultasi dan bantuan hukum.

Di daerah-daerah lain, biro yang serupa juga didirikan oleh Prof.

Mochtar Kusumaatmadja dari fakultas hukum Universitas padjajaran bisa

disebut sebagai tokoh bantuan hukum yang banyak jasanya dalam memberi

teladan bagi biro-biro serupa didaerah lain. Biro konsultasi hukum di fakultas

hukum Universitas Pajajaran didirikan pada tahun 1967. biro-biro konsultasi

hukum telah merubah bentuknya menjadi biro bantuan hukum dan dengan

demikian meluaskan pelayanannya tidak sekedar memberi nasehat hukum,

melainkan juga mewakili mengadakan pembelaan hukum di muka

pengadilan. Diluar fakultas hukum dan paling menonjol serta aktif adalah

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang didirikan pada tanggal 28

Oktober 1970 oleh Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN). LBH ini

adalah wajah lain dari gerakan bantuan hukum di Indonesia karena cirinya

yang sangat dinamik. Berkat sukses LBH Jakarta maka gerakan bantuan

hukum di Indonesia memasyarakat. Ketika LBH menunjukan eksistensinya

sebagai suatu lembaga mandiri yang memperjuangkan rakyat kecil, maka

pendidikan secara cuma-cuma kepada masyarakat pun dimulai.

Bantuan hukum, khususnya bagi masyarakat kecil yang tidak mampu dan

buta hukum tampaknya merupakan hal yang dapat kita relatif baru di negara-

negara berkembang, demikian juga di Indonesia. Naming didirikannya lembaga

45
atau pusat bantuan hukum oleh berbagai golongan adalah suatu pertanda sehat

bahwa bantuan hukum telah diakui sebagai salah satu basic needs.

C. Bantuan Hukum Dalam Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia (HAM)

Pemahaman akan hak-hak asasi manusia dimaksudkan adalah hak-hak yang

dimiliki oleh manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat. Jadi

bukan berdasarkan hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan

martabatnya sebagai manusia. Dalam paham hak asasi manusia termasuk bahwa

hak itu tidak dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh negara. Negara

dapat saja tidak mengakui hak-hak asasi tersebut. Namun, suatu negara tidak

dapat dikatakan sebagai negara hukum apabila negara yang bersangkutan tidak

memberikan penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap masalah hak asasi

manusia. Oleh karena itu hak-hak asasi manusia itu harus diakui. Tidak

mengakui hak-hak yang dimiliki manusia menunjukan bahwa dalam negara itu

martabat manusia belum diakui sepenuhnya. Itulah paham tentang hak asasi

manusia.42

Setiap kali kita berbicara mengenai hak asasi manusia, maka kita dipaksa

berbicara mengenai hukum, seolah-olah HAM itu hanya berurusan dengan

hukum. HAM itu melekat pada hukum sebagai bagian inheren (terkait erat

dengan hukum). Pandangan yang seperti itu adalah pandangan yang amat

salah, karena sesungguhnya HAM itu berurusan dengan segala macam aspek

kehidupan kita dari yang kecil sampai yang besar; social, ekonomi, politik,

hukum serta kultural.

42
Sunggono dan Harianto, Op.Cit, hal.70

45
Hukum haruslah dibentuk secara demokratis dan memuat subtansi HAM.

Kalau tidak, hukum akan kehilangan esensinya, bahkan akan menjadi alat

penindasan semata-mata untuk mengabsahkan, membenarkan segala tindakan

sepihak dari penguasa. Hukum harus mengacu pada HAM karena hukum

harus melindungi hak-hak rakyat. Hukum harus menajdi teman bagi rakyat,

sehingga rakyat menjadi aman, hak-haknya terlindungi dan dapat

memperjuangkan kepentingannya yang sah secara damai.

Pada pokoknya bantuan hukum diberikan dalam rangka HAM untuk rakyat

yang miskin dan tertindas. Untuk membebaskan mereka dari pola hubungan yang

membuat mereka tidak berdaya. Dengan kata lain, bantuan hukum adalah salah

satu upaya mengisi HAM terutama bagi lapisan termiskin rakyat. Keberhasilan

pelaksanaan bantuan hukum sangatlah ditentukan oleh keberhasilan perlindungan

terhadap HAM. Masalah yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang

membangun adalah kurangnya peranan hukum dan sumber daya hukum untuk in

concreto mewujudkan kondisi-kondisi pemenuhan hak-hak asasi berikut

kebutuhan-kebutuhan dasar. Paham HAM bermula lahir diInggris atas

perjuangan kelompok bangsawan yang memaksa raja untuk memberikan Magna

Charta LIbertatum (1215) yang melarang penahanan dan perampasan benda

dengan sewenang-wenang. Tahun 1679 menghasilkan pernyataan Habeas

Corpus, suatu dokumen keberadaan hukum bersejarah yang menetapkan bahwa

orang yang dihukum harus dihadapkan dalam waktu tiga hari ke[ada seorang

hakim. Tahun 1689 dilahirkan Bill of Righ, dimana raja harus mengikuti hak-hak

45
parlemen, sehingga Inggris merupakan negara pertama didunia yang menjadi

negara yang berkonstitusi modern.

Negara Indonesia menjadi pelaksana HAM dalam UUD 1945 dalam

perkembangannya telah mengalami amandemen (perubahan) sebanyak empat

kali. Amandemen itu dimulai sejak tahun 1999 sampai tahun 2002. Pasal-

pasal yang berkaitan HAM bertambah dalam masa amandemen kedua adalah

tahun 2002. Perubahan tersebut menunjukan kalau negara sangat

memperhatikan HAM.

Dalam UUD 1945 memang tidak disebutkan secara spesifik mengenai

bantuan hukum, namun secara tersirat dasar bagi seseorang mendapatkan hak

dalam cantuman hukum terdapat dalam UUD 1945.

D. Fungsi Dan Tujuan Dari Pemberian Bantuan Hukum

Arti dan tujuan program bantuan hukum berbeda-beda dan berubah-ubah,

bukan saja dari satu negara ke negara lainnya, melainkan juga dari satu zaman ke

zaman yang lainnya. Suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah

petumbuhan program bantuan hukum telah dilakukan oleh Dr. Mauro Cappelleti,

dari penelitian tersebut ternyata program bantuan hukum kepada si miskin telah

dimulai sejak zaman Romawi. Dari penelitian Cappelleti tersebut, dinyatakan

bahwa tiap zaman arti dan tujuan pemberian bantuan hukum kepada si miskin

erat hubungannya dengan nilai-nilai moral, pandangan politik dan falsafah

hukum yang berlaku.43

43
Nasution., op cit., hal.4

45
Berdasarkan Dr. Cappelleti tersebut dapat diketahui bahwa banyak faktor

yang turut berperan dalam menentukan apa yang sebenarnya menjadi tujuan dari

pada suatu program bantuan hukum itu sehingga untuk mengetahui secara jelas

apa sebenarnya yang menjadi tujuan daripada suatu program bantuan hukum

perlu diketahui bagaiman cita-cita moral yang menguasai suatu masyarakat,

bagaimana kemauan politik yang dianut, serta falsafah hukum yang

melandasinya. Misalnya saja pada zaman Romawi pemberian bantuan hukum

oleh patron hanyalah didorong oleh motivasi mendapatkan pengaruh dari rakyat.

Pada zaman abad pertengahan masalah bantuan hukum ini mendapatmotivasibaru

sebagai akibat pengaruh agama Kristen, yaitu keinginan untuk berlomba-lomba

memberikan derma (charity) dalam bentuk membantu si miskin. Sejak revolusi

Perancis dan Amerika sampai pada zaman modern sekarang ini, motivasi

pemberian bantuan hukum bukan hanya charity atau rasa prikemanusiaan kepada

orang-orang yang tidak mampu, melainkan telah timbul aspek “hak-hak politik”

atau hak warga negara yang berlandaskan kepada konstitusi modern.

Perkembangan mutakhir, konsep bantuan hukum kini dihubungkan dengan cita-

cita negara kesejateraan (welfare state). Sehingga hampir setiap pemerintah

dewasa ini membantu program bantuan hukum di negara-negara berkembang

khususnya Asia.

Arti dan tujuan program bantuan hukum di Indonesia adalah

sebagaimana yang tercantum dalam anggaran Dasar Lembaga Bantuan

Hukum (LBH) karena LBH mempunyai tujuan dan ruang lingkup kegiatan

yang lebih luas dan lebih jelas arahannya sebagai berikut:

45
1. Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya;

2. Mendidik masyarakat dengan tujuan menumbuhkan dan membina kesadaran

akan hak-hak sebagai subyek hukum;

3. Mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum

disegala bidang.

Dengan melihat tujuan dari suatu bantuan hukum sebagaimana yang terdapat

dalam Anggaran Dasar LBH tersebut dapatlah diketahui kalau tujuan dari

bantuan hukum tidak lagi didasarkan semata-mata didasarkan pada perasaan

amal dan perikemanusiaan untuk memberikan pelayanan hukum. Sebaliknya

pengertian lebih luas, yaitu meningkatkan kesadaran hukum daripada masyarakat

sehingga mereka akan menyadari hak-hak mereka sebagai manusia dan warga

negara Indonesia. Bantuan hukum juga berarti berusaha melaksanakan pebaikan-

perbaikan hukum agar hukum dapat memenuhi kebutuhan rakyat dan mengikuti

perubahan keadaan meskipun motivasi atau rasional daripada pemberian bantuan

hukum kepada si miskin ini berbeda-beda dari zaman ke zaman, namun ada satu

hal yang kiranya tidak berubah sehingga merupakan satu benang merah, yaitu

dasar kemanusiaan (humanity).

E. Bantuan Hukum Dalam Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia

Hak memperoleh bantuan hukum bagi setiap orang yang tersangkut suatu

perkara merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Hak dalam

memperoleh bantuan hukum itu sendiri perlu mendapat jaminan dalam

pelaksanaannya.

45
Program pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu

dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut dibawah ini :

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaaa Kehakiman;

a. Pasal 13 (1) tentang : Organisasi, administrasi, dan financial Mahkamah

Agung dan badan peradilan yang berada di bawah kekuasaan

Mahkamah Agung.

b. Pasal 37 tentang : Setiap orang yang tersangkut perkara berhak

memperoleh bantuan hukum.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana :

a. Pasal 56 (1) tentang : Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau

didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas

(15) tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam

dengan pidana lima (5) tahun atau lebih yang tidak mempunyai

penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua

tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat

hukum bagi mereka;

b. Pasal 56 (2) tentang: Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk

bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan

bantuannya dengan cuma-cuma.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) pasal 237 HIR/273

RBG: Barang siapa yang hendak berpekara baik sebagai penggugat maupun

45
sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat

memperoleh izin untuk berperkara dengan cuma-cuma.

4. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 1996, tentang

Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang

Kurang Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum.

5. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999, tentang

Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang

Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha

Negara.

6. Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata

Usaha Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK

Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang

Mampu Melalui LBH.

Dalam hukum positif, penegakan hukum di Indonesia telah mengenal

bantuan hukum sepanjang yang menyangkut pemeriksaan perkara dalam perkara-

perkara pidana, yaitu :44

1. Bantuan hukum yang dirumuskan dalam pasal 250 Het Herziene indonesisch

Reglement (HIR).

Sekalipun dalam dasar bantuan hukum pada pokoknya hanya tercantum

pada pasal 250, tidak berarti adanya pembatasan hak terdakwa mendapat

pembela sebagai orang yang memberi bantuan hukum. Namun HIR hanya

memperkenankan bantuan hukum kepada terdakwa di hadapan proses

44
Harahap, op.cit., hal. 345

45
pemeriksaan persidangan pengadilan. Sedang kepada tersangka pada proses

tingkat pemeriksaan penyidikan, HIR belum memberi hak untuk mendapat

bantuan hukum. Dengan demikian HIR belum memberi hak untuk

mendapatkan dan berhubungan dengan seorang penasihat hukum pada semua

tingkat pemeriksaan. Hanya terbatas sesudah memasuki taraf pemeriksaan di

sidang pengadilan.

Demikian juga “kewajiban” bagi pejabat peradilan untuk menunjuk penasihat

hukum, hanya terbatas pada tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati.

Di luar tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati, tidak ada kewajiban

bagi pengadilan untuk menunjuk penasihat hukum memberi bantuan hukum

kepada terdakwa.

Meskipun daya laku HIR terbatas, bisa ditafsirkan sebagai awal mula

pelembagaan bantuan hukum ke dalam hukum positif kita. Meskipun HIR

tidak diperlukan secara penuh tetapi HIR adalah pedoman yang tampaknya

juga diterima sebagai kenyataan praktek. HIR ini masih tetap dianggap

sebagai pedoman sampai dilahirkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1970

(Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman).

2. Undang-Undang No.14 Tahun 1970 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan

Kehakiman.

Di dalam UU No.14/1970, diatur suatu ketentuan yang jauh lebih luas dengan

apa yang dijumpai dalam HIR. Pada UU No. 14/1970, terdapat satu bab yang

khusus memuat ketentuaan tentang bantuan hukum yang terdapat pada Bab VII

dan terdiri dari pasal 35 sampai dengan pasal 38.

45
Penggarisan ketentuan mengenai bantuan hukum yang diatur dalam Undang-

Undang No. 14 Tahun 1970 antara lain telah menetapkan hak bagi setiap orang

yang tersangkut urusan perkara untuk memperoleh bantuan hukum (pasal 35).

Ketentuan ini memperlihatkan asas bantuan hukum telah diakui sebagai hal yang

penting. Akan tetapi Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 belum sampai kepada

taraf yang meletakkan asas “wajib” memperoleh bantuan hukum karena dalam

hal ini memperoleh bantuan hukum masih berupa “hak”.

Namun sekalipun ada memperoleh bantuan hukum bagi orang

tersdangkut perkara baru merupakan hak, tetapi hak memperoleh bantuan

hukum dalam perkara pidana telah dibenarkan memperoleh bantuan hukum

sejak saat dilakukan penangkapan atau penahanan (pasal 36).

Dalam memberikan bantuan hukum tersebut penasehat hukum membantu

melancarkan penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi pancasila, hukum

dan keadilan (pasal 37). Tetapi sifat hak memperoleh bantuan hukum pada taraf

penangkapan atau penahanan baru bersifat “hak menghubungi dan meminta

bantuan penasehat hukum” dan bagaimana cara menghubungi dan meminta

bantuan penasehat hukum, Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 belum

mengaturnya. Sehingga diperlukan pengaturan lebih lanjut dengan Undang-

undang mengenai semua ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal 35,36, dan

37 tersebut (pasal 38). Diundangkannya Undang-undang No. 14 tahun 1970

maka telah diletakkan dasar-dasar bagi peradilan maupun hukum acara,

khususnya acara pidana. Namun, Undang-undang tersebut hanya berisikan asa-

asa dan pokok-pokok yang masih memerlukan pengaturan didalam bentuk

45
peraturan pelaksanaan dan belum memuat aturan tata cara pelaksanaannya. Hak

dan tata cara pelaksanaan bantuan hukum itu pun kemudian diatur dalam pasal-

pasal KUHAP yang garis besarnya diatur dalam bab VII.

F. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

KUHAP yang berlaku sekarang ini, meskipun bukan sebagai undang-

undang khusus tentang bantuan hukum, namun didalamnya dibuat beberapa pasal

dan ayat yang mengatur tentang bantuan hukum, terutama dalam bab VII pasal

69 sampai dengan pasal 74. Dalam pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang

bantuan hukum tersebut diatur mengenai hak memperoleh bantuan hukum, saat

memberikan bantuan hukum, pengawasan pelaksanaan bantuan hukum dan

wujud daripada bantuan hukum.

Selanjutnya akan diuraikan mengenai ketentuan-ketentuan bantuan hukum

dalam KUHAP sebagai berikut :45

1. Mengenai hak untuk memperoleh bantuan hukum terdapat dalam pasal-pasal

54, 55, 56, 57, 59, 60 dan 114 KUHAP. Didalam pasal-pasal tersebut secara

tegas memberikan jaminan tentang hak bantuan hukum, oleh karena itu

ketentuan tersebut harus dapat dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang

bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan.

2. Waktu pemberian bantuan hukum terdapat dalam pasal 69 dan 70 (ayat 1).

Menurut ketentuan pasal tersebut bahwa bantuan hukum kepada seorang

45
Sunggono dan Harianto, op.cit., hal. 43

45
yang tersangkut suatu perkara pidana sudah dapat diberikan bantuan hukum

sejak saat ditangkap atau ditahan. Penasehat hukum dapat berhubungan dan

berbicara dengan tersangka atau terdakwa pada setiap waktu dan setiap

tingkat pemeriksaan.

3. Pengawasan pelaksanaan bantuan hukum diatur dalam pasal 70 ayat (2), ayat

(3), ayat (4), dan pasal 71. dalam ketentuan ini dimaksudkan agar penasehat

hukum benar-benar memanfaatkan hubungan dengan tersangka untuk

kepentingan daripada pemeriksaan. Bukan untuk menyalahgunakan haknya,

sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam pemeriksaan.

4. Wujud daripada bantuan hukum disini yang dimaksud adalah tindak-tindak

atau perbuatan-perbuatan apa saja yang harus dilakukan oleh penasehat

hukum terhadap perkara yang dihadapi oleh tersangka, yaitu :

a. Pada pasal 115 mengikuti jalannya pemeriksaan terhadap tersangka

oleh penyidik dengan melihat dan mendengar kecuali kejahatan

terhadap keamanan negara, penasehat hukum hanya dapat melihat tetapi

tidak dapat mendengar;

b. Pasal 123, penasehat hukum dapat mengajukan keberatan atas

penahanan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan;

c. Pasal 79 dan pasal 124, penasehat hukum dapat mengajukan

permohonan untuk diadakan praperadilan;

d. Penasehat hukum dapat mengajukan penuntutan ganti kerugian dan atau

rehabilitasi buat tersangka atau terdakwa sehubungan dengan pasal 95,

97, dan 79;

45
e. Pasal 156, penasehat hukum dapat mengajukan keberatan bahwa

pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak

dapat diterima;

f. Pasal 182, penasehat hukum dapat mengajukan pembelaan;

g. Pasal 233, penasehat hukum dapat mengajukan banding;

h. Pasal 245, penasehat hukum dapat mengajukan kasasi.

Landasan mendapatkan bantuan hukum yang diatur dalam KUHAP, masih

sama dengan diatur dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yaitu baru sampai

taraf “pemberian hak”.

G. Bantuan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana

Salah satu syarat untuk negara hukum adalah adanya jaminan atas hak-hak

asasi. Jaminan ini harus terbaca dan tertafsirkan dari konstitusi yang berlaku

dalam suatu negara. Bantuan hukum terhadap korban tindak pidana belum

mendapat tempat dalam peraturan perundang-undangan Indonesia hal ini dapat

dibuktikan dengan tidak adanya peraturan yang jelas dan tegas dalam suatu

peraturan perundang-undangan perihal bantuan hukum. Undang-undang No. 8

tahun 1981 tentang KUHAP mengatur mengenai bantuan hukum sebatas

diberikan pada tersangka atau terdakwa. Sehingga, secara yuridis orang yang

menderita suatu tindak pidana belum dapat perlindungan hukum. Hal yang

mendasari pikiran tersebut adalah bahwa sesungguhnya kalau berbicara

mengenai HAM, maka kita berbicara mengenai HAM setiap warga negara tanpa

kecuali sebagaimana yang diatur dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang dasar

45
1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap warga negara sama kedudukan

dan derajat di depan hukum. “Kedudukan dalam hukum” tersebut meliputi

bidang-bidang hukum privat dan hukum publik dan bahwa setiap warga negara

berhak mendapat perlindungan dengan mempergunakan kedua kelompok hukum

tersebut.

UUD 1945 memang tidak secara jelas dan tegas memuat perumusan

ketentuan mengenai bantuan hukum, namun dalam perkembangannya terdapat

beberapa pasal, selain yang telah ditentukan dalam pasal 27 ayat (1) yang

memberikan jaminan hukum bahwa setiapa warga negara, tanpa kecuali

memperoleh hak yang sama didalam hukum. Termasuk dalam hal memperoleh

bantuan hukum. Pasal-pasal tersebut terdiri dari :46

1. Pasal 28D ayat (1) : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum”

2. Pasal 28H ayat (2) : “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan

perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama

guna mencapai persamaan dan keadilan”

3. Pasal 28I ayat (1) : “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak

kemerdekaan pikiran hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,

hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang

tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”

46
Jimly Asshiddiqie, konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah perubahan keempat (Depok: Pusat
Studi Hukum Tata Negara FHUI, 2002) hal. 48-51.

45
4. Pasal 28I ayat (2) : “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap

perlakuan yang bersifat dikriminatif itu”.

Meskipun UUD 1945 memuat beberapa ketentuan tentang persamaan hak

bagi setiap Warganegara didalam hukum, namun tetap saja tidak terdapat

peraturan yang jelas dan tegas mengenai hal dari korban tindak pidana untuk

memperoleh bantuan hukum. Padahal, untuk menegakkan dan melindungi HAM

sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan HAM

perlu diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Permasalahan tersebut akhirnya sedikit terfasilitasi dengan diundang-

undangkannya Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak

(UUPA). UUPA adalah satu undang-undang mengenai hak-hak anak yang

menjelaskan secara rinci tentang perlindungan anak. Ketentuan mengenai

bantuan hukum dalam UUPA terdapat dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan pasal

18.

Pasal 17 ayat (1) huruf b menyebutkan : “Setiap anak yang dirampas

kebebasannya berhak untuk :

1. Mendapat perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari

orang dewasa;

2. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif dalam setiap

tahapan upaya hukum yang berlaku;

3. Membela diri dan memperoleh keadilan didepan pengadilan anak yang

objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

45
Dalam penjelasan pasal 17 ayat (1) huruf b disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan bantuan lainnya misalnya bimbingan sosial dari pekerja sosial, konsultasi

dari psikolog dan psikiater atau bantuan dari ahli bahasa. Sedangkan pasal 18

menyebutkan : “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana

berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”.

Penjelasan dari pasal 18 menyebutkan kalau yang dimaksud dengan bantuan

lainnya dalam ketentuan ini termasuk bantuan medik, sosial, rehabilitasi,

vokasional dan pendidikan. Kedua pasal tersebut memang menyebutkan

ketentuan mengenai bantuan hukum. Pasal 17 ayat (1) huruf b memuat ketentuan

bagi seorang anak yang merupakan pelaku dari suatu tindak pidana berhak untuk

mendapatkan bantuan hukumdalam setiap tahapan upaya hukum dan bantuan

lainnya sebagaimana yang disebutkan dalam penjelasan pasal yang bersangkutan.

Sedangkan pasal 18 sekali lagi memberikan hak pada anak sebagai pelaku

tindak pidana untuk melakukan bantuan hukum dan bantuan lainnya

sebagaimana yang telah disebutkan dalam penjelasan pasal yang bersangkutan.

Namun yang membedakan pasal ini dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal

17 ayat (1) huruf b adalah adanya kesempatan yang sama untuk mendapatkan

bantuan hukum bagi korban tindak pidana.

Meskipun ketentuan mengenai bantuan hukum ini tidak terdapat penjelasan

yang rinci dan semua ketentuan dalam undang-undang ini ditujukan untuk

perlindungan bagi anak, namun ketentuan mengenai hak dari korban tindak

pidana untuk mendapatkan bantuan hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal

l ini menjadikan pihak korban tindak pidana dengan pihak pelaku tindak pidana

45
mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan bantuan hukum dimana selama

ini hak itu hanya diperuntukkan bagi pihak pelaku tindak pidana.

Berkaitan dengan pengaturan mengenai bantuan hukum ini, kita dapat

mengacu pada Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT) dan Undang-

undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Undang-undang No. 13 tahun

2006 tentang PSK). UUPKDRT memuat pengaturan mengenai bantuan hukum

sejak tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan. Bahkan

bantuan terhadap korban juga diberikan setelah tahap pemeriksaan di

persidangan selesai (bantuan pemulihan atau rehabilitasi). Bantuan terhadap

korban tindak pidana dalam UUPKDRT ini diatur dalam pasal 16 sampai dengan

pasal 43.

Bantuan yang diberikan antara lain berupa kewajiban dari pihak kepolisian

yang mengetahui atau menerima laporan terjadinya tindak pidana, dalam hal ini

berupa tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam waktu 1 x 24 jam

segera memberikan perlindungan sementara terhadap korban kemudian

kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari

perlindungan. Perlindungan tersebut diberikan paling lama tujuh (7) hari sejak

korban diterima atau ditangani. Selain itu kepolisian wajib memberikan

keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapatkan pelayanan dan

pendampingan. Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat

bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan

atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban.

45
Dalam UUPKDRT ini, juga dijelaskan mengenai tugas dari tenaga kesehatan

dalam memberikan bantuan medis sesuai dengan standar profesinya, pekerja

sosial, dalam memberikan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa

aman bagi korban, relawan pendamping dalam mendampingi korban di tingkat

penyidikan, penuntutan, atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan

membimbing korban untuk secara objektif dan lengkap memaparkan kekerasan

dalam rumah tangga yang dialaminya, tugas pembimbing rohani dalam

memberikan penguatan iman dan takwa kepada korban. Peran advokat pun

dijelaskan, yaitu memberikan konsultasi hukum dam mendampingi korban di

tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam siding peradilan.

Korban pun berhak mendapatkan bantuan rehabilitasi dimana untuk

kepentingan pemulihan ini, korban dapat memperoleh pelayanan dari petugas

kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan atau pembimbing rohani.

Bantuan rehabilitasi dan medis juga diatur dalam UUPSK. Bahkan UUPSK ini

juga mengatur mengenai hak korban dalam mendapatkan kompensasi dan

restitusi. Menurut UUPSK, korban berhak dilindungi oleh suatu lembaga yang

disebut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK bertanggung

jawab untuk menangani pemberian perlindungan bantuan kepada saksi dan

korban.

45

Anda mungkin juga menyukai