Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Bantuan hukum merupakan suatu media yang dapat digunakan oleh
semua orang dalam rangka menuntut haknya atas adanya perlakuan yang
tidak sesuai dengan kaedah hukum yang berlaku. Hal ini didasari oleh arti
pentingnya perlindungan hukum bagi setiap insan manusia sebagai subyek
hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu
bersifat membela masyarakat terlepas dari latar belakang, etnisitas, asal
usul, keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya miskin, agama,
dan kelompok orang yang dibelanya. Namun pada kenyataannya masih
banyak masyarakat yang tidakmampu untuk membayar jasa penasihat
hukum dalam mendampingi perkaranya. Meskipun ia mempunyai fakta dan
bukti yang dapat dipergunakan untuk meringankan atau menunjukkan
kebenarannya dalam perkara itu, sehingga perkara mereka pun tidak sampai
ke pengadilan. Padahal bantuan hukum merupakan hak orang miskin yang
dapat diperoleh tanpa bayar (probono publico). Adanya ketidakmampuan
masyarakat secara finansial untuk menuntut haknya sesuai dengan prosedur
hukum, menuntut untuk diadakannya suatu kebijaksanaan sehingga dapat
mengajukan suatu perkara perdata dengan tidak terbentur oleh biaya,
khususnya dalam berperkara perdata, oleh karena itu diperlukan suatu
prosedur untuk mengajukan perkara secara cuma-cuma / tidak perlu
membayar panjer perkara (prodeo).
Sehingga bagi pihak yang kurang mampu, dapat mengajukan gugatan
secara cuma-cuma yang disebut dengan berperkara secara prodeo. Hal
tersebut sesuai dengan asas trilogi peradilan yaitu peradilan cepat,
sederhana dan murah.1Frans Hendra Winarta mengemukakan bahwa
seringkali pihak yang miskin karena tidak tahu hak-haknya sebagai tergugat,

1
diperlakukan tidak adil atau dihambat haknya untuk didampingi advokat.2 Hal
ini tentu saja sangat merugikan pihak yang menuntut hak nya dan yang
nantinya di proses di pengadilan. Untuk menghalangi terjadinya hal tersebut,
dibutuhkan suatu lembaga atau organisasi hukum yang memperjuangkan
keadilan dan penegakan hukum seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
yang mendampingi klien atau pihak yang dirugikan hak nya, dengan catatan
klienatau pihak yang akan didampingi perkaranya lemah secara ekonomi
atau financial.3 Hal ini diatur juga di dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2)
UndangUndang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang
menyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh
Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan
Hukum dan Penerima Bantuan Hukum tersebut adalah orang atau kelompok
orang miskin.
Peranan lembaga bantuan hukum dalam memberikan bantuan hukum
secara cuma-cuma dalam proses perkara perdata bagi orang yang tidak
mampu / golongan lemah adalah sangat penting. Seorang penasihat hukum
dalam menjalankan profesinya harus selalu berdasarkan pada suatu
kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan guna mewujudkan suatu pemerataan
dalam bidang hukum yaitu kesamaan kedudukan dan kesempatan untuk
memperoleh suatu keadilan. Hal tersebut secara tegas dinyatakan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 27 ayat
(1), yang berbunyi: “Segala warga negara bersamaan kedudukan nya dalam
hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu
dengan tidak ada kecualinya”.
Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terealisasi dan dapat
dinikmati oleh masyarakat apabila ada kesempatan yang sama untuk
mendapatkan keadilan. Persamaan dihadapan hukum harus diiringi pula
dengan berbagai kemudahan untuk mendapatkan keadilan, termasuk

2
didalamnya pemenuhan hak atas bantuan hukum. Pemberian bantuan
hukum juga dapat diberikan oleh Advokat sebagaimana diatur juga pada
Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma -
Cuma, yang berbunyi : “Bantuan Hukum Secara Cuma - Cuma adalah jasa
hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium
meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili,
mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu”. Dan aturan diatas
dipertegas dengan adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat yang menyebutkan bahwa Advokat wajib memberi bantuan hukum
secara cuma - cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Sementara
itu fakir miskin merupakan tanggung jawab negara yang diatur dalam Pasal
34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
berbunyi : “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”.
Gerakan bantuan hukum sesungguhnya merupakan gerakan
konstitusional. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kemudian mengembangkan
konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS), konsep yang didasarkan pada
upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya negara hukum yang menjamin
keadilan sosial. Hukum-hukum yang ditetapkan bukanlah hasil kompromi
institusi-institusi negara dan kekuatan pasar dan modal semata, tetapi hukum
yang dirumuskan atas dasar tuntutan dan aspirasi masyarakat. Pada tanggal
4 Oktober tahun 2011, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan
RUU tentang Bantuan Hukum dalam rangka menjamin hak konstitusional
bagi setiap warga negara yang mencakup perlindungan hukum, kepastian
hukum, persamaan di depan hukum, dan perlindungan Hak Asasi Manusia
(HAM).
Dengan disahkannya undang - undang ini terdapat 2 (dua) makna.
Pertama, melalui undang-undang ini setiap orang, khususnya warga negara

3
tidak mampu berhak atas bantuan hukum dan negara bertanggung jawab
memenuhi hak tersebut dengan menyediakan anggaran yang memadai. Hak
atas bantuan hukum adalah hak dasar setiap warga negara yang sama
kedudukannya dengan hak-hak lain seperti kesehatan, pekerjaan, sandang
dan pangan, dan seterusnya. Kedua, negara melalui Departemen Hukum dan
HAM bertanggung jawab mengelola program bantuan hukum secara
akuntabel, sehingga implementasi program dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat dengan menerima bantuan hukum yang profesional,
bertanggung jawab dan memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan.
Dengan adanya program bantuan hukum diharapkan tidak akan terjadi lagi
peristiwa perlakuan yang timpang terhadap pihak yang tidak mampu yang
tersangkut pada perkara perdata. Selain itu adanya petunjuk program
bantuan hukum bagi golongan masyarakat yang kurang mampu melalui
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara, hal ini tercantum
dalam Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.03-
UM.06.02 Tahun 1999. Negara pun menyediakan Posbakum (Pos Bantuan
Hukum) yaitu ruang yang disediakan oleh dan pada setiap Pengadilan Negeri
bagi Advokat Piket dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada
Pemohon bantuan hukum untuk pengisian formulir permohonan bantuan
hukum, bantuan pembuatan dokumen hukum, advice atau konsultasi hukum,
memberikan rujukan lebih lanjut tentang pembebasan biaya perkara, dan
memberikan rujukan lebih lanjut tentang bantuan jasa Advokat, sebagaimana
yang tertera pada Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum
Nomor : 1/DJU/OT.01.03/I/2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Surat Edaran
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Pedoman Bantuan Hukum Lampiran A Perkara Perdata, Pos Bantuan Hukum
dan Zitting Plaats. Pemberian bantuan hukum oleh lembaga bantuan hukum
memiliki peranan yang sangat besar yaitu untuk mendampingi kliennya
sehingga dia tidak akan diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh aparat,

4
demikian juga untuk membela dalam hal materinya yang mana di sini
diharapkan dapat tercapainya keputusan yang mendekati rasa keadilan dari
pengadilan.
Dengan adanya bantuan hukum secara cuma-cuma / gratis maka
orang yang tidak mampu yang dalam hal ini dimaksudkan pada tingkat
perekonomian, yang terlibat dalam proses perkara perdata akan mendapat
keringanan untuk memperoleh penasihat hukum sehingga hak - haknya
dapat terlindungi dan proses pemeriksaan perkara perdata tersebut dapat
berlangsung sebagaimana mestinya. Di samping itu hal tersebut akan
mendorong para penasihat hukum untuk lebih meningkatkan profesionalisme
dalam hal memberikan bantuan hukum.
Hal tersebut di atas perlu dilaksanakan sebab dalam kenyataannya
masih ada perlakuan yang tidak baik terhadap para pihak terutama jika ia
miskin. Sehingga ini merupakan suatu fenomena yuridis yang membutuhkan
suatu sarana atau alat yang kiranya mampu untuk memberikan perlindungan
dari penegakan hukum untuk menegakkan hak-hak para pihak. Peristiwa
semacam ini jika tidak ditindaklanjuti akan menyebabkan adanya tekanan -
tekanan dalam setiap tingkat pemeriksaan yang dapat digolongkan sebagai
pelanggaran hak asasi manusia. Mungkin juga hal tersebut memiliki dampak
psikologis yang dapat berakibat fatal terhadap diri para pihak. Dan bila hal itu
terus terjadi akan menyebabkan wibawa hukum dan pengadilan semakin
terpuruk.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menulis
sebuah makalah dengan judul “Pelaksanaan Bantuan Hukum Dalam
Beracara Secara Cuma - Cuma (Prodeo) Oleh Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Untuk Masyarakat Kurang Mampu”.

5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan diatas, terdapat
beberapa rumusan masalah yang akan menjadi topik pembicaraan dalam
penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Bagaimanakah prosedur pengajuan dan pelaksanaan bantuan
hukum dalam beracara secara cuma - cuma (prodeo) oleh
Lembaga Bantuan Hukum (LBH)?
B. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) dalam memberikan bantuan hukum secara cuma -
cuma?
C. Apa upaya yang dilakukan oleh organisasi bantuan hukum dalam
mengatasi hambatan pelaksanaan pemberian bantuan hukum
kepada masyarakat miskin?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji secara mendalam
prosedur untuk mendapatkan bantuan hukum serta menganalisa siapa saja
yang berhak mendapat dan memberikan bantuan hukum.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.2 Prosedur Pengajuan dan Pelaksanaan Bantuan Hukum dalam Ber


acara Secara Cuma - Cuma (Prodeo) oleh Lembaga Bantuan Hukum
Bantuan hukum merupakan instrumen penting dalam Sistem Peradilan
Pidana karena merupakan suatu bentuk dari perlindungan HAM bagi setiap
manusia, termasuk hak atas bantuan hukum. Hak atas bantuan hukum
merupakan salah satu hak terpenting yang dimiliki oleh setiap warga negara
karena dalam setiap proses hukum, khususnya hukum pidana, pada
umumnya setiap orang yang di tetapkan sebagai tertuduh dalam suatu
perkara pidana, tidaklah mungkin dapat melakukan pembelaan sendiri dalam
suatu proses hukum dan dalam pemeriksaan hukum terhadapnya. Dengan
demikian tidaklah mungkin seorang tersangka dalam suatu tindak pidana
melakukan pembelaan terhadap dirinya sendiri dalam suatu proses hukum
pemeriksaan dirinya sedangkan dia adalah seorang tersangka dalam suatu
tindak pidana yang dituduhkan kepadanya tersebut. Oleh karena itu terdakwa
berhak memperoleh bantuan hukum.
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum bisa disebut dengan (UU Bantuan Hukum), bantuan hukum
merupakan sebuah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum
secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum yang menghadapi
masalah hukum.Terdapat dua istilah terkait dengan bantuan hukum yaitu
legal aid dan legal assistance.
Istilah legal aid biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pengertian
bantuan hukum dalam arti sempit, yaitu pemberian jasa-jasa di bidang hukum

7
kepada seseorang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma
khususnya bagi mereka yang tidak mampu. Sedangkan pengertian legal
assistance dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum
dalam arti luas, karena di samping bantuan hukum terhadap mereka yang
tidak mampu, juga pemberian bantuan hukum yang dilakukan oleh para
pengacara yang mempergunakan honorarium atau mendapatkan
pembayaran sejumlah uang dari klien.
Penyelenggaraan pemberian bantuan hukum yang diberikan kepada
penerima bantuan hukum merupakan upaya untuk mewujudkan hak-hak
konstitusi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui
dan melindungi serta menjamin hak warga negara akan kebutuhan akses
terhadap keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Bantuan hukum pula
merupakan pelayanan hukum yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan hukum dan pembelaan terhadap hak-hak konstitusi tersangka /
terdakwa sejak ia ditahan sampai diperolehnya putusan pengadilan yang
tetap. Yang dibela dan diberi perlindungan hukum bukan kesalahan
tersangka / terdakwa melainkan hak tersangka / terdakwa agar terhindar dari
perlakuan dan tindakan tidak terpuji atau tindakan sewenang-wenang dari
aparat penegak hukum.Jadi meskipun tersangka / terdakwah memang
terbukti bersalah, mereka tetap memiliki hak untuk mendapatkan bantuan
hukum.
Dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa: “Segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Sementara itu fakir miskin merupakan tanggung jawab negara yang diatur
dalam Pasal 34 UUD 1945, yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh Negara”.
Peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam memberikan bantuan
hukum secara cuma-cuma terhadap masyarakat yang tidak mampu dalam

8
proses perkara pidana dinyatakan dalam KUHAP, dimana di dalamnya
dijelaskan bagi mereka yang tidak mampu dan tidak mempunyai penasihat
hukum sendiri maka pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi
mereka, hal tersebut terdapat dalam Pasal 56 Ayat (2) yang menyatakan :
“Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma”.
Pemberian bantuan hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum memiliki
peranan yang sangat besar yaitu untuk mendampingi kliennya sehingga dia
tidak akan diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh aparat, demikian
juga untuk membela dalam hal materinya yang mana di sini diharapkan dapat
tercapainya keputusan yang mendekati rasa keadilan dari pengadilan. Terkait
konteks penyelenggaraan pendanaan untuk Lembaga Bantuan Hukum
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Alokasi dana APBN untuk penyelenggaraan bantuan hukum adalah wujud
kewajiban pemerintah dan disalurkan melalui anggaran Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai penyelenggara bantuan
hukum. Sumber pendanaan bantuan hukum selain dari APBN,dapat
diperoleh juga dari Pemerintah Daerah tingkat I (Propinsi) dan Tingkat II
(Kabupaten, Kota), namun dalam proses pemberian akreditas dan verifikasi
tetap mengacu pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia. Selanjutnya pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara
penyaluran dana bantuan hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013, anggaran
bantuan hukum diberikan untuk litigasi dan non-litigasi, besaran anggaran
bantuan hukum di tentukan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai standar biaya. Berdasarkan Keputusan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia biaya kegiatan
bantuan hukum litigasi untuk pemberi bantuan hukum dalam satu perkara

9
pidana, perdata dan tata usaha negara, hingga perkara itu mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Selain itu bantuan hukum juga diberikan untuk
perkara Non Litigasi meliputi penyuluhan hukum, konsultasi hukum, investiasi
perkara, baik secara elektronik maupun non-elektronik, penelitian hukum,
mediasi, negosiasi, pemberdayaan masyarakat, pendampingan di luar
pengadilan dan/atau drafting dokumen hukum.
Dengan adanya bantuan hukum yang diberikan oleh negara melalui
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia diharapkan
semua lapisan masyarakat yang kurang mampu untuk mencari keadilan dan
kesetaraan dimuka hukum dapat terpenuhi hak- haknya sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Berdasarkan keputusan Direktur Jendral Badan Peradilan Umum
Nomor : 1/DJU/OT 01.3/VIII/2011 tentang petunjuk pelaksanaan Surat
Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010
Tentang Pedoman Bantuan Hukum Lampiran A, majelis Hakim menetapkan
dan menunjuk Advokat untuk memberikan jasa bantuan hukum dan membuat
surat kuasa khusus guna bertindak mewakili, mendampingi, membela dan
melakukan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan Terdakwa selaku
pemohon bantuan hukum. Penetapan dan penunjukan Advokat di atas wajib
dilengkapi dengan :
1.1 Surat Kuasa Khusus.
1.2 Surat Keterangan Tidak Mampu dari Lurah atau Kepala Desa
setempat atau Kartu Keluarga Miskin (KKM), atau Kartu Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas), atau Kartu Keluarga Harapan (KKH), atau Kartu
Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Surat Pernyataan Tidak Mampu yang
dibuat dan ditandatangani pemohon bantuan hukum dan diketahui oleh Ketua
Pengadilan Negeri.
Berdasarkan Penetapan Penunjukan Advokat untuk memberikan jasa
bantuan hukum tersebut, selanjutnya dikeluarkan pula :

10
1.1 Penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang memerintahkan
Kuasa Pengguna Anggaran untuk membayar dana bantuan hukum kepada
Advokat yang telah ditunjuk untuk memberikan jasa bantuan hukum kepada
Terdakwa.
1.2 Panitera / Sekretaris Pengadilan Negeri selaku Kuasa
Pengguna Anggaran membuat Surat Keputusan Pembebanan Dana Bantuan
Hukum tersebut ke DIPA pengadilan.
Pencairan anggaran Bantuan Hukum kepada Advokat dilakukan
setelah perkara diputus oleh Pengadilan Negeri dengan melampirkan :
1.1 Surat Kuasa Khusus.
1.2 Surat Keterangan Tidak Mampu dari Lurah atau Kepala Desa
setempat atau Kartu Keluarga Miskin (KKM), atau Kartu Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas), atau Kartu Keluarga Harapan (KKH), atau Kartu
Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Surat Pernyataan Tidak Mampu yang
dibuat dan ditandatangani pemohon bantuan hukum dan diketahui oleh Ketua
Pengadilan Negeri
1.3 Penetapan Majelis Hakim untuk Penunjukan Advokat yang
menjalankan kuasa penerima bantuan hukum.
1.4 Salinan/Petikan Putusan Perkara tersebut.
Komponen yang dibiayai dan dibayarkan dengan Anggaran Dana
Bantuan Hukum untuk kepentingan pemohon bantuan hukum dalam proses
pemeriksaan di Pengadilan Negeri terdiri dari Advokat, Saksi, Saksi Ahli, dan
Penerjemah.Saksi yang dimaksud di dalam angka 4 adalah saksi yang
meringankan Terdakwa. Anggaran Dana Bantuan Hukum yang dialokasikan
untuk empat komponen diatas merupakan biaya transport.
Pengaturan pengeluaran dana Bantuan hukum sebesar Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk empat komponen tersebut diperinci
masing-masing sebagai berikut:
1.1 Advokat sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) ;

11
1.2 Saksi maksimal sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah)
1.3 Saksi Ahli maksimal sebesar Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah).
1.4 Penerjemah maksimal sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah).
Pengeluaran/pencairan uang oleh Bendahara Pengeluaran Pengadilan
Negeri untuk biaya Saksi Adecharge, atau Saksi Ahli atau Penterjemah
tersebut harus dilengkapi dengan Penetapan Majelis Hakim dan/atau berita
acara persidangan Saksi Adecharge, atau Saksi Ahli, atau Penerjemah serta
menanda tangani kwitansi tanda bukti pengeluaran.
Bendahara Pengeluaran mencatat dan membukukan semua
pengeluaran dalam buku register khusus dan menyimpan bukti-bukti yang
berkaitan.

2.2 Kendala-kendala yang dihadapi oleh Lembaga Bantuan Hukum


(LBH) dalam memberikan bantuan hukum Kepada masyarakat
kurang mampu
Menurut Sanusi Hamzah Penasihat Hukum di Advokat Sanusi
Hamzah, faktor-faktor yang menjadi kendala yang dihadapi oleh Organisasi
Bantuan Hukum dalam memberikan bantuan hukum salah satunya ialah
faktor substansi hukum. Sanusi menyatakan bahwa, Undang-Undang yang
mengatur mengenai bantuan hukum, salah satunya yakni UndangUndang
Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum masih mengandung
kelemahan-kelemahan. Dalam Undang-Undang ini, penerima bantuan hukum
yang hanya ditujukan kepada orang atau kelompok orang miskin, perlu
dikembangkan lagi. Selain itu, perlu diperjelas lagi mengenai paralegal,
dosen, mahasiswa fakultas hukum yang dalam UndangUndang ini dilibatkan
dalam penyelenggaraan bantuan hukum. Pengaturan mengenai pendanaan
dalam Undang-Undang ini juga perlu dikaji kembali. Mekanisme pelaporan
yang harus dilakukan untuk mendapatkan anggaran bantuan hukum

12
(pendanaan) juga menyulitkan harus menempuh verifikasi, akreditasi, dan
lain-lain yang melalui proses panjang yang kurang efisien. faktor penghambat
lain yakni faktor penegak hukum dari segi eksternal menunjukkan bahwa,
banyak advokat yang belum pernah memberikan bantuan hukum dengan
alasan karena tidak ada panggilan atau tidak ada yang menghubungi dari
penyidik di kepolisian atau dari pengadilan kepada advokat yang
bersangkutan, sebagaimana prosedur pemberian bantuan hukum yang
berlaku. Pada umumnya, memang tidak ada list nama-nama advokat yang
bisa dihubungi untuk memberikan bantuan hukum.
Penyidik menunjuk advokat untuk memberikan bantuan hukum hanya
berdasarkan faktor pertemanan antara penyidik dengan advokat, sehingga
informasi serta koordinasi antara penyidik dengan advokat lainnya belum
dapat berjalan dengan baik, sehingga penunjukkan advokat tidak merata dan
advokat yang ditunjuk adalah advokat yang sama dan terkesan itu-itu saja.
Hal ini menunjukkan kurangnya koordinasi antara penyidik dengan advokat
dan juga antara pengadilan dengan advokat dalam penunjukkan

2.3 Upaya Yang Dilakukan Oleh Organisasi Bantuan Hukum Dalam


Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Kepada
Masyarakat Kurang Mampu
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan
pemberian bantuan hukum kepada masyarakat miskin adalah:
1. Mengalokasikan dana untuk pelaksanaan pemberian bantuan hukum bagi
masyarakat miskin Pemerintah Daerah perlu memberikan perhatian
khusus untuk pelaksanaan bantuan hukum sesuai denganUndang-
UndangNomor 16Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Hal-hal yang
dilakukan antara lain dengan mengajukan dana alokasi yang sesuai untuk
membiayai bantuan hukum, agar pemberi bantuan hukum dapat
mendampingi tersangka yang tidak mampu (miskin) secara gratis sesuai

13
denganPasal 56 ayat (2)KUHAP. Karena pada kenyataannya sesuai
dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor16 Tahun 2011,dana untuk
memberikan bantuan hukum tidak wajib diberikan kesetiap
daerah,sehingga Pemerintah Daerah berhak memberikan dana bantuan
hukum atau tidak. Hal ini membuat daerah kurang memiliki komitmen
untuk mengalokasikan dana bantuan hukum.Komitmen inilah yang
seharusnya Pemerintah Daerah lakukan untuk mewajibkan anggaran
dana Bantuan Hukum masuk kedalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Dengan demikian alokasi dana bantuan hukum dapat
terpenuhi untuk masyarakat yang tidak mampu yang mencari keadilan.
2. Meningkatkan ketersediaan pemberi bantuan hukum bagi masyarakat
miskin Dalam rangka meningkatkan ketersediaan pemberi bantuan hukum
terhadap tersangka yang tidak mampu (miskin) yakni,meningkatkan
koordinasi antara kepolisian dengan Lembaga Bantuan Hukum.Dengan
melakukan kerjasama ini, maka kebutuhan pemberi bantuan hukum untuk
mendampingi tersangka yang tidak mampu (miskin) terpenuhi dan
menjadi seimbang. Meningkatkan koordinasi dengan Lembaga Bantuan
Hukum juga telah dilakukan dengan cara melakukan komunikasi
mengenai Bantuan Hukum gratis bagi masyarakat yang miskin. Salah
satu caranya yaitu mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2011 tentang Bantuan Hukum kepada aparat penegak dan penasihat
hukum lewat POLMAS (Polisi Masyarakat).Sosialisasi yang diberikan
Polisi Masyarakat tersebut yakni tentang pentingnya pelaksanaan
pemberian bantuan hukum bagi tersangka yang tidak mampu (miskin) dan
menjelaskan bahwa masyarakat tidak mampu (miskin)yangtersandung
tindak pidana mempunyai hak-hak untuk mendapatkan keadilan
khususnya memperoleh bantuan hukum.Dengan adanya bantuan
hukum,proses penyidikan perkara pidana dapat berlangsung seimbang

14
dan tersangka tidak takut lagi ketika diberikan pertanyaan-pertanyaan
pada saat dilakukan pemeriksaan atau penyidikan.
3. Meningkatkan sumber daya manusiaDalam rangka untuk meningkatkan
sumber daya manusia yaitu profesionalisme polisi penyidik untuk
mengatasi kurangnya pemahaman polisi penyidik terhadap hak tersangka
untuk mendapatkan bantuan hukum, upaya yang dapat dilakukan yaitu
mengikut sertakan polisi penyidik dalam sosialisasi atau penyuluhan
hukum tentang bantuan hukum yang diadakandi Polresta Sigli. Sosialisasi
juga dilakukan dengan bekerja sama antara Polisi Penyidik Polres Pidie
dengan Lembaga Bantuan Hukum Sigli.Sosialisasi ini bertujuan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan hukum bagi polisi penyidik
tentang hak-hak tersangka yang tidak mampu (miskin) untuk mendapat
bantuan hukum sesuai dengan Pasal 56 KUHAP dan Pasal 114 KUHAP

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penulisan makalah dan pembahasan pada bab
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

a) Mekanisme Pemberian Bantuan Hukum adalah sebagai berikut:


1) Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-
kurangnyaidentitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok
persoalan yangdimohonkan Bantuan Hukum.
2) Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara.
3) Melampirkan surat keterangan miskin dari keuchik atau pejabat
yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
4) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun
permohonan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara
lisan.
b) Kendala yang dihadapi oleh organisasi bantuan hukum dalam
memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskinadalah
kurangnya pendanaan atau anggaran, kurangnya kontrol dan
pengawasan, mekanisme yang kurang efisien dalam hal permohonan
bantuan hukum melalui surat permohonan bantuan hukum yang
ditujukan kepada advokat, mekanisme administrasi yang tidak

16
memberikan kemudahankemudahan akses untuk memperoleh
bantuan hukum kepada terdakwa, mekanisme serta sistem untuk
mendapatkan anggaran yang rumit yang harus melalui proses yang
panjang yang harus dilalui oleh LBH, dan kurangnya koordinasi antara
penyidik dengan advokat dan juga antara pengadilan dengan advokat
dalam penunjukkan advokat sehingga penunjukkan advokat tidak
merata.
c) Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan
pemberian bantuan hukum kepada masyarakat miskin adalah:
1) Mengalokasikan dana untuk pelaksanaan pemberian bantuan
hukum bagi masyarakat miskin.
2) Meningkatkan ketersediaan pemberi bantuan hukum bagi
masyarakat miskin.
3) Meningkatkan sumber daya manusia.

3.2 Saran
Agar bantuan hukum secara cuma-cuma dapat dilakukan dengan baik
maka bantuan hukum cuma-cuma ini tidak boleh diasosiasikan sebagai belas
kasih bagi si miskin tetapi juga dalam arti yang lebih luas yaitu selain
membantu orang miskin bantuan hukum juga merupakan gerakan moral yang
memperjuangkan hak asasi manusia. Bantuan hukum akan sangat
bermanfaat apabila diberikan oleh orang yang memahami hukum dan
menjunjung tinggi rasa keadilan, pilihlah pemberi bantuan hukum yang dapat
dipercaya, jujur yang telah dikenal dengan baik perjalanan hidupnya atau
perjuangannya di bidang hukum atau Advokat yang mentolelir segala jenis
pemberian yang tidak ada dasar hukumnya atau sogok atau suap atau “uang
saku” atau “uang kopi”.Menekankan bahwa APBN harus mengalokasikan
secara jelas mengenai dana untuk bantuan hukum, karena memang
kenyataannya bantuan hukum itu mahal dan dibutuhkan untuk masyarakat

17
banyak yang umumnya adalah orang miskin atau orang kurang mampu.
Membangun dan mendidik masyarakat agar mereka memiliki pengetahuan
dan kesadaran bahwa mereka mempunyai hak-hak untuk membela diri serta
menuntut hak dan kepentingannya dan bantuan hukum dapat
disosialisasikan sampai ke desa-desa oleh pemerintah.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Darmini Roza dan Laurensius Arliman S ,2018. Peran Pemerintah Daerah Di
Dalam Melindungi Hak Anak Di Indonesia, Masalah-Masalah
Hukum, Volume 47, Nomor 1.
Laurensius Arliman S, 2017. Mewujudkan Penegakan Hukum Yang Baik
Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai Negara Hukum, Jurnal
Hukum Doctrinal, Volume 2, Nomor 2.
Laurensius Arliman S, 2017. Participation Non-Governmental Organization In
Protecting Child Rights In The Area Of Social Conflict, The 1st
Ushuluddin and Islamic Thought International Conference (Usicon),
Volume 1.
Laurensius Arliman S, 2017. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan
PerundangUndangan Untuk Mewujudkan Negara Kesejahteraan
Indonesia, Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, Volume 10,
Nomor 1,
Laurensius Arliman S, 2018. Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Untuk Mewujudkan Perlindungan Anak, Jurnal Respublica Volume
17, Nomor 2.
Laurensius Arliman S, 2019. Menjerat Pelaku Penyuruh Pengrusakan Barang
Milik Orang Lain Dengan Mempertimbangkan Asas Fungsi Sosial,
Jurnal Gagasan Hukum, Volume 1, Nomor 1.

18
Laurensius Arliman S, 2019. Ilmu Perundang-Undangan Yang Baik Untuk
Negara Indonesia, Deepublish, Yogyakarta.
Laurensius Arliman S, 2020. Isdal Veri, Gustiwarni, Elfitrayenti, Ade
Sakurawati, Yasri, Pengaruh Karakteristik Individu, Perlindungan Hak
Perempuan Terhadap Kualitas Pelayanan Komnas Perempuan
Dengan Kompetensi Sumber Daya Manusia Sebagai Variabel Mediasi,
Jurnal Menara Ekonomi: Penelitian dan Kajian Ilmiah Bidang Ekonomi,
Volume 6, Nomor 2.
Laurensius Arliman S, 2020. Pendidikan Kewarganegaraan, Deepublish,
Yogyakarta.
Laurensius Arliman S, 2020. Kedudukan Lembaga Negara Independen Di
Indonesia Untuk Mencapai Tujuan Negara Hukum, Kertha Semaya
Journal Ilmu Hukum, Volume 8, Nomor 7.
Laurensius Arliman S, 2020. Pelaksanaan Assesment Oleh Polres Kepulauan
Mentawai Sebagai Bentuk Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu
Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Jurnal Muhakkamah,
Volume 5, Nomor 1.
Laurensius Arliman S, 2020. Aswandi Aswandi, Firgi Nurdiansyah, Laxmy
Defilah, Nova Sari Yudistia, Ni Putu Eka, Viona Putri, Zakia Zakia,
Ernita Arief, Prinsip, Mekanisme Dan Bentuk Pelayanan Informasi
Kepada Publik Oleh Direktorat Jenderal Pajak, Volume 17, No
Nomor.
Laurensius Arliman S, 2020. Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Pada
Revolusi 4.0, Ensiklopedia Sosial Review, Volume 2, Nomor 3.
Muhammad Afif dan Laurensius Arliman S, 2020. Protection Of Children's
Rights Of The Islamic And Constitutional Law Perspective Of The
Republic Of Indonesia, Proceeding: Internasional Conference On
Humanity, Law And Sharia (Ichlash), Volume 1, Nomor 2.

19
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2010 tentang
PedomanPemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan
Umum.

Undang-Undang Dasar 1945


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

Yahya Harahap, 2007, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP;


Penyidikan danPenuntutan; Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai