Anda di halaman 1dari 12

UJIAN TENGAH SEMESTER

ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN

Oleh :
MUHAMMAD ARSYAD
NPM. 18222010006

YAYASAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS ACHMAD YANI


KALIMANTAN SELATAN
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS ACHMAD YANI
BANJARMASIN
2019
Nama : Muhammad Arsyad
Npm : 18222010006
Mata Kuliah : UTS ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN

SOAL :
1. Apa saja permasalahan hukum dalam Jasa Konstruksi? Jelaskan!
2. Suatu kontrak yang tidak memenuhi syarat subjektif “dapat dibatalkan” dan apabiila
suatu kontrak tidak memenuhi syarat objektif maka kontrak tersebut dengan sendirinya
“batal demi hukum”. Jelaskan kedua pengertian tersebut dan berikan contoh kasusnya!
3. Dalam pelaksanaan pekerjaan terjadi sengketa antara pengguna jasa dan penyedia jasa
akibat ketidak samaan mempersepsikan isi kontrak, termasuk bidang hukum apakah kasus
tersebut dan bagaimana metode penyelesaian yang sesuai?
4. Dari sisi etika profesi faktor apa saja yang mempengaruhi kecurangan dalam pengadaan
barang/jasa Pemerintah?
5. Jelaskan perbedaan force majeur dan wanprestasi dalam kontrak kontruksi, sertakan
contohnya!

JAWAB :
1. a. Aspek Hukum Perdata
Pada umumnya adalah terjadinya permasalahan Wanprestasi dan Perbuatan
Melawan Hukum. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan
dalam perikatan (kontrak), baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun
perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2
(dua) kemungkinan, yaitu :
1. Karena kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan maupun karena
kelalain.
2. Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan para pihak, jadi
tidak bersalah.

Perbuatan Melawan Hukum adalah ; perbuatan yang sifatnya langsung melawan


hukum, serta perbuatan yang juga secara langsung melanggar peraturan lain daripada
hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum, yang diatur pada Pasal 1365
KUHPerdata (pasal 1401 BW Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. Yang dikatakan
perbuatan melawan hukum adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang
lain yang timbul karena Undang-Undang (onwetmatig).

b. Aspek Hukum Pidana


Bilamana terjadi cidera janji terhadap kontrak, yakni tidak dipenuhinya isi
kontrak, maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur
dalam isi kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
memembuatnya. Hal ini juga dapat dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur
tentang sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).
Yang secara prinsip isinya sebagaimana berikut, barang siapa yang
merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak
memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi
(saat berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan
diserahterimakan), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara
atau dikenakan denda paling banyak 5 % (lima persen) untuk pelaksanaan pekerjaan
konstruksi dan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak untuk perencanaan dan
pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat penerapan Sanksi pidana tersebut merupakan
pilihan dan merupakan jalan terakhir bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi
atau kegagalan bangunan karena ada pilihan lain yaitu denda.
Dalam hal lain memungkin terjadinya bila tidak dipenuhinya suatu pekerjaan
sesuai dengan isi kontrak terutama merubah volume dan matrial memungkinkan
terjadinya unsur Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, yaitu yang diatur dalam :
1. Pasal 378 KUHP (penipuan)
“ Barang siapa dengan maksud untuk mengantungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hokum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk
menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun”.
2. Pasal 372 KUHP (penggelapan) ;
“ Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yag
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.900,-“

Pidana Korupsi ; persoalannya selama ini cidera janji selalu dikaitkan dengan tindak
pidana korupsi dalam hal kontrak kerja konstruksi untuk proyek yang dibiayai uang
negara baik itu APBD atau APBN dimana cidera janji selalu dihubungkan dengan UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun
2001, Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan unsur-unsurnya adalah :
1. Perbuatan melawan hukum;
2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena
jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain.
Dalam kasus pidana korupsi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana pasal
tersebut harus dapat dibuktikan secara hukum formil apakah tindakan seseorang dapat
dikategorikan perbuatan melawan hukum sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau
orang lain yang dapat menyebabkan kerugian keuangan Negara dan perekonomian
Negara.
Kemudian institusi yang berhak untuk menentukan kerugian Negara dapat dilihat
di UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam Pasal 10
ayat (1) UU BPK yang menyebutkan : BPK menilai dan atau menetapkan jumlah
kerugian negara yang diakibatkan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai
yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
Jika BPK menemukan kerugian Negara tetapi tidak ditemukan unsur pidana
sebagaimana UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
UU No 20 Tahun 2001, maka aparat penyidik dapat memberlakukan pasal 32 ayat (1)
UU No. 31 Tahun 1999 yaitu : Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa
satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara
nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas
perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan
gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan
gugatan.
Pasal ini memberikan kesempatan terhadap gugatan perdata untuk perbuatan
hukum yang tidak memenuhi unsur tindakpidana korupsi, namun perbuatan tersebut
dapat dan / atau berpotensi menimbulkan kerugian negara. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan apabila terjadi kerugian negara maka upaya penuntutan tindak pidana
korupsi bukan merupakan satu-satunya cara, akan tetapi ada cara penyelesaian yang lain
yaitu cara penyelesaian masalah melalui gugatan perdata.

c. Aspek Sanksi Administratif


Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran Undang-Undang Jasa
Konstruksi yaitu ;
1. Peringatan tertulis.
2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi.
3. Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi.
4. Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi
pengguna jasa.
5. Pembekuan Izin Usaha dan atau Profesi.
6. Pencabutan Izin Usaha dan atau Profesi.

2. Tujuan dari Perjanjian adalah untuk melahirkan suatu perikatan hukum , untuk melahirkan
suatu perikatan hukum diperlukan syarat sahnya suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, syarat sahnya perjanjian adalah :
1. Kesepakatan para pihak
2. Kecakapan
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang halal
a. Dapat Dibatalkan
Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian
tersebut “DAPAT DIBATALKAN”. Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat
memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak,
selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara
tidak bebas).
Contoh :
Apabila seorang anak usia 12 membeli sepeda motor secara kredit dan ternyata motor
tersebut tidak bisa dipakai, maka perjanjian tersebut bisa dibatalkan oleh orang tuanya
atau wali nya. Tetapi akibat yang timbul dari perjanjian itu tetap dilaksanakan.
Contohnya adalah kewajiban mengangsur dan kewajiban penjual untuk mengganti
kerugian atas tidak bisa dipakainya motor tersebut.

b. Batal Demi Hukum


Sedangkan, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian
tersebut adalah “BATAL DEMI HUKUM”. Batal demi hukum artinya adalah dari
semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu
perikatan.

Bahwa dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan
antara perjanjian yang batal demi hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan yaitu
dilihat adanya unsur sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu dua
unsur yang menyangkut unsur subjektif dan dua unsur yang menyangkut unsur objektif
dan pembatalan tersebut dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Contoh :
Seorang A berjanji membagi hasil atas perampokan yang dilakuka dengan B, maka
perjanjian tersebut batal demi hukum. Walau perampokan itu terjadi dan ternyata A
lebih banyak menguasai barang rampokan, maka si B tidak bisa menggugat bagiannya.
Melainkan dikembalikan pada keadaan semua bahwa tidak ada hak dan kewajiban
mereka untuk membagi harta tersebut.

3. Dalam pelaksanaan pekerjaan terjadi sengketa antara pengguna jasa dan penyedia jasa
akibat ketidak samaan mempersepsikan isi kontrak, termasuk dalam hal perubahan desain
yang tertera pada klausul kontrak pasal 8 mengenai perubahan – perubahan dalam surat
Perjanjian/Kontrak Nomor: 1575/TU.04.04/28/SP/2011 tanggal 7 November 2011 adalah
sengketa antara kedua belah pihak. Sengketa dari perbedaan interpretasi klausul kontrak
terhadap segi teknis perubahan desain disebabkan oleh perbedaan pendapat mengenai
change atas desain, klaim biaya serta waktu yang diajukan oleh penyedia jasa untuk
diterima, harus diterima, atau ditolak oleh penyedia jasa dalam pembangunan
pengembangan proyek pelabuhan, sehingga dalam sengketa pada proses pelaksanaan
kontruksi tersebut penyedia jasa tetap bersikukuh pada interpretasinya bahwa dalam
perubah-perubahan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada gambar dan spesifikasi
yang diintruksikan oleh pengguna jasa tetap harus mendapatkan tambahan biaya dan waktu
dari perubahan yang timbul pada spesifikasi dan desain. Pada sengketa yang terjadi tersebut
interpretasi yang terus dipegang oleh pengguna jasa bahwa mengenai kewenangan penuh
yang dimilikinya untuk melakukan penambahan dan pengurangan terhadap pekerjaan
proyek pengembangan pelabuhan, oleh karena itu pengguna jasa tidak mau melakukan
penambahan biaya dan waktu yang diajukan oleh penyedia jasa atas perubahan desain dari
pengguna jasa.

Paragraf yang menjadi permasalah dan perbedaan interpretasi pada klausul pasal 8 tentang
perubahan-perubahan, yang berbunyi:
“setiap saat pemilik dengan perintah tertulis dapat mengeluarkan intruksi-intruksi
tambahan, mengajukan perubahan-perubahan terhadap spesifikasi-spesifikasi proyek yang
telah disetujui, meminta tambahan peralatan atau pekerjaan atau jasa, atau memerintahkan
peniadaan dan/atau pengurangan peralatan atau jasa yang tercakup dalam perjanjian, atau
memerintahkan kontraktor untuk membeli peralatan atau jasa dari penjual atau
subkontraktor untuk membeli peralatan atau jasa dari penjual atau subkontraktor yang tidak
terdapat dalam daftar penjual atau subkontraktor yang disetujui. Jika perubahan-perubahan
tersebut menyebabkan penambahan atau pengurangan yang berarti dalam jumlah atau
secara berarti mengubah sifat pekerjaan atau proyek, suatu penyesuaian yang pantas yang
harus dibayar kepada kontraktor dan penyesuaian apapun atas jadwal dan jaminan-jaminan
yang diperlukan sebagai akibat hal tersebut, jika ada maka akan dibuatkan di dalam
perjanjian yang dengan sendirinya akan diubah secara tertulis”.

Interpretasi yang berbeda antara kedua belah pihak substansi klausulnya memiliki
kesesuaian menurut kehendak masing-masing pihak akan tetapi bertentangan dengan
kepercayaan yang dimiliki oleh kedua belah pihak penyedia jasa melakuan interpretasi atas
klausul tersebut dengan mengaitkan secara cermat terhadap aturan hukum pasa 21 ayat (1)
PP No 29 tahun 2000 tentang penyelenggaraan jasa konstruksi. Peraturan tersebut
menyatakan bahwa suatu pekerjaan yang merubah gambar dan spesifikasi proyek adalah
penyesuaaian yang pantas yang harus dibayar oleh pengguna jasa. Interpretasi pengguna
jasa mengaitkan pada pada klausul kontrak adalah kewenangan dirinya serta meninjau pada
sisi latar belakang bahwa perubahan-perubahan sudah dibicarakan dan merupakan
kewenangan pengguna jasa. Interpretasi yang digunakan oleh kedua belah pihak tersebut
sama sama mengunakan metode interpretasi gramatikal, latar belakang dan sistematis.
Interpretasi gramatikal yaitu dengan menguraikan katakata pada klausul kontrak,
interpretasi latar belakang menelusuri terjadinya kontrak serta aturan yang berlaku, dan
interpretasi sistematis mengaitkan pada pasal klausul pada kontrak.

Untuk penyelesaian sengketa mengenai permasalah tersebut, penyedia jasa dan pengguna
jasa melakukan negosiasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Negosiasi adalah proses
upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan
komunikasi yang dinamis dan beranekaragam, dapat lembut dan bernuansa, sebagaimana
manusia itu sendiri. Orang bernegosiasi dalam situasi yang tidak terhitung jumlahnya di
mana mereka membutuhkan atau menginginkan suatu yang dapat diberikan ataupun
ditahan oleh pihak atau orang lain, bila mereka menginginkan untuk memperoleh
kerjasama, bantuan atau perseteruan orang lain, atau ingin menyelesaikan atau mengurangi
persengketaan atau perselisihan.10 Kedua belah pihak proses penyelesaian sengketa yang
dilakukan oleh kedua belah mereka berkonsenterasi pada masalah tentang perbedaan
interpretasi klausul kontrak tentang perubahan desain. Fakta-fakta yang diungkapkan oleh
penyedia jasa mengenai perubahan-perubahan yaitu:
1. Perintah perubahan dari penyedia jasa yang berupa perubahan dan penambahan cable
NYAF 1x95 mm dan perluasan loading area.
2. Terjadi karena perubahan desain yaitu:
• Perubahan pipa pancang
• Engineering dan permodelannya
• Cathodic protection dan pile jacket
3. Karena perubahan spesifikasi mengakibatkan perubahan penambahan pekerjaan
berupa brake motor,new extend panel,cable power, motor 30 Kw
4. Pekerjaan tambah yang diperintahkan oleh pengguna jasa berupa:
• Pos satpam, kamtor, dan toilet
• Container 2 buah
• Pagar besi causeway
5. Informasi gambar yang tidak lengkap sehingga terjadi penambahan pekerjaan light
steel rail JIS 15 kg, dan splitter gate complete sebanyak 2 unit. Pengungkapan fakta-
fakta yang dilakukan oleh penyedia jasa tersebut sebagai langkah awal untuk
menyatakan keinginan penyedia jasa yang disebabkan oleh perubahan desain kontruksi
bangunan. Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh kedua belah pihak berdasarkan
masing-masing jenis pekerjaan tambah dan kurang. Sehingga penyelesaian sengketa
melalui proses negosiasi mengenai pembahasan perubahan penambahan dan
pengurangan pekerjaan tidak langsung diselesaikan semua secara langsung. Padaproses
penyelesaian sengketa antara pengguna jasa dan penyedia jasa melakukan dengan
berbagai tahapan-tahapan mulai dari pemberian argumen mengenai fakta-fakta yang
terjadi berdasarkan pendapat kedua belah pihak, melakukan penawaran dan
permintaan, dan menemukan win-win solution. Secara teori konstruksi dalam
menyelesaian masalah dalam negosiasi pihak pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
musyawarahnya harus mengaitkan pada gambar spesifikasi proyek, dokumen
pengawasan, daftar uraian pekerjaan pada saat awal tender, dokumen kontrak,
penghitungan volume pekerjaan, spesifikasi harga borong tetap,dan fakta-fakta yang
terjadi pada lapangan. Analisi penulis Kriteria sebagai acuan untuk menyelesaikan
masalah pada proses negosiasi tersebut sudah terpenuhi oleh kedua belah pihak, mereka
berpedoman secara objektif dengan melihat dari sudut pandang ruang lingkup
pekerjaan, daftar uraian pekerjaan,spesifikasi gambar, pemberian informasi pada saat
tender, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku Yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan jasa kontruksi. Hasil atau kesepakatan
yang telah dicapai antara kedua belah pihak adalah dari seluruh perubahan desain
kontruksi bangunan yang mengakibatkan penambahan dan pengurangan pekerjaan
yang diajukan oleh PT Petrokimia Gresik selaku pengguna jasa kepada PT Hutama
Karya (Persero) selaku penyedia jasa adalah ruang lingkup pekerjaan sebagai resiko
yang harus dilakukan oleh penyedia jasa kecuali pekerjaan perubahan desain kontruksi
perluasan loading Area telah disepati perubahan desain konstruksi pekerjaan yang
mendapatkan tambahan biaya adalah sebagai berikut :
• Brake motor 45 Kw
• New extended Panel
• Cable Power
• Cable NYAF
• Motor 30 Kw
• Perluasan loading Area

4. Faktor yang mempengaruhiterjadinya kecurangan (fraud) dalam pengadaan barang/jasa


pemerintah, yaitu :
1) Kualitas Panitia Pengadaan Barang/Jasa.
2) Kualitas Penyedia Barang/Jasa,
3) Penghasilan Panitia Pengadaan Barang/Jasa.
4) Sistem dan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa.
5) Etika Pengadaan Barang/Jasa, dan
6) Lingkungan Pengadaan Barang/Jasa.
Keenam faktor ini merupakan faktor-faktor yang sangat berkaitan erat dengan proses
pengadaan barang/jasa sehingga dapat digunakan untuk mengukur adanya fraud dalam
kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan instansi pemerintah.

5. A. Force Majeur (Keadaan memaksa)


1. Keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak
dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi,
banjir bandang dan adanya lahar (force majeur).
Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
a. Tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata).
b. Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas
dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut
dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
2. Keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur
masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus
dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau kemungkinan
tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak
mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan
kewajiban kreditur dan debitur.
Contoh force majeur :
Dari bulan Desember 2019 hingga detik ini, Covid-19 atau virus corona telah menyebar ke
213 negara, termasuk Indonesia. Total jumlah yang positif terkena virus corona berjumlah
7.873.198 kasus. Total jumlah pasien yang meninggal dunia berjumlah 432.477 korban
jiwa. Total jumlah pasien yang dinyatakan sembuh berjumlah 4.043.393 pasien. Covid-19
ini menggangu berbagai sektor, terutama perjanjian atau kontrak. Dengan adanya Covid-
19, debitor berdalih terjadinya wanprestasi dikarenakan adanya Covid-19 sehingga Covid-
19 dijadikan sebagai alasan force majeure (keadaan kahar).

B. Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang
dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau
kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam
perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi
yaitu :
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan
debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur
dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru
Bentuk wanprestasi menurut Subekti, ada empat macam yaitu:
-Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
-Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya
-Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
-Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Contoh Wanprestasi :
Misalnya, ada perjanjian yang menyatakan bahwa salah satu pihak wajib untuk
membayar sejumlah uang paling lambat pada tanggal tertentu. Lalu, apabila
pembayaran dilakukan setelah tanggal yang disepakati, maka hal tersebut merupakan
wanprestasi karena debitur terlambat memenuhi perikatannya.

Anda mungkin juga menyukai