Anda di halaman 1dari 20

KONTRAK KONSTRUKSI

DI INDONESIA
TUGAS MATA KULIAH ETIKA & ASPEK HUKUM
LEONARDO REXANO BAKOWATUN 1406642901
PUTRITANSY NEYSA 1406642946

BAB I
PENDAHULUAN

Pengertian Kontrak Konstruksi


Kontrak Konstruksi atau Perjanjian Konstruksi (Construction
Contract atau Construction Agreement) merupakan sebuah bentuk
perikatan tertulis antara Pengguna Jasa (Pemilik Proyek/ Pemberi
Tugas) dan Penyedia Jasa (Konsultan Perencanan/ Kontraktor
Pelaksana/ Konsultan Pengawas) dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengawasi suatu proyek konstruksi.

BAB II
PERKEMBANGAN INDUSTRI JASA
KONSTRUKSI DI INDONESIA

2.1 Pengantar
Kontrak konstruksi sangat dipengaruhi oleh proyek konstruksi,
tingkat kecanggihan teknologi, dukungan dana, pengguna jasa,
penyedia jasa dan tingkat persaingannya.

2.2 Periode 1945-1950


Dalam periode ini industri jasa konstruksi belum bangkit,
dikarenakan oleh Agresi Belanda.

Perusahaan jasa konstruksi yang ada dalam periode ini didominasi


oleh perusahaan Belanda, hanya sedikit perusahaan pribumi yang
bergerak dan hanya dalam bentuk usaha-usaha kecil seperti NV
KAMID, Pemborong M.Zain, dan lain-lain

2.3 Periode 1951-1959


Selama periode ini industri jasa konstruksi tetap masih belum
mengalami kebangkitan, kalau pun ada masih berskala kecil
dan perencanaan pembangunan definitif juga belum ada.

Bentuk kontrak hanya mengacu pada warisan Belanda yakni


Algemene Voorwarden (AV41) yakni Syarat-Syarat Umum.

2.4 Periode 1960-1966


Setelah keluarnya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang menyatakan

UUD'45 berlaku lagi, dimulailah pembangunan yang dilaksanakan oleh


Presiden Soekarno. Pembangunan ini dinamakan Proyek-proyek
Mandataris

Penyedia Jasa/Kontraktor Pelaksana umumnya adalah Perusahaan


Negara yang berasal dari perusahaan
dinasionalisasikan oleh pemerintah.

milik

Belanda

yang

Proyek masih belum mengacu pada suatu rencana yang definitif,

orientasinya masih lebih ditujukan pada prestise serta tidak bermanfaat


bagi kesejahteraan rakyat.

Kontrak yang dipakai adalah Cost Plus Fee. Kelemahan kontrak ini

yaitu mudah terjadi manipulasi dan tidak efisien sehingga biaya proyek
menjadi tidak terukur. Pada tahun 1966 kontrak Cost Plus Fee dilarang.

Dari segi pendanaan, belum dikenal loan pada periode ini dimana
negara penyandang dana belum ikut berperan dalam proyek.

Proyek-proyek Mandataris

Monumen Nasional

Stadion Senayan
(Gelora Bung Karno)

Monumen Pembebasan
Irian Jaya

2.5 Periode 1967-1996


Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPI) 1969-1994 yang terdiri dari
5 rencana pembangunan lima tahun (REPELITA).

Mulai tahun 1970 merupakan periode awal kebangkitan industri jasa


konstruksi.

Perusahaan-perusahaan yang sebelumnya disebut Perusahaan Negara

(PN) diubah statusnya menjadi Persero berbentuk PT yang dikenal


sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pekerjaan sudah tidak ditunjuk langsung melainkan ditenderkan, jadi


persaingan mulai tumbuh, dan sektor swasta mulai ikut serta.

Namun, kontrak konstruksi masih tidak mengacu pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku (UUJK). Kontrak kontruksi sebagian


besar menggunakan standar atau versi pemerintah/kementerian.
Kecuali sektor swasta yang menggunakan dana pinjaman luar negeri
(loan) yang biasanya mengacu pada standar kontak Internasional.

Klaim kontruksi hampir tidak pernah ada, khususnya bagi penyedia jasa

nasional. Yang kerap muncul justru klaim-klaim dari perusahaan asing


dan perusahaan asing yang bekerja sama dengan perusahaan nasional
dalam Joint Operation ataupun Joint Venture.

2.6 Periode 1997-2002


Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter.
Industri jasa konstruksi mengalami kegoncangan besar. Proyekproyek berhenti karena pengguna jasa tidak dapat membayar
penyedia jasa.

Dalam periode ini situasi tanah air belum kondusif yang


menyebabkan calon investor belum bersedia menanamkan modal di
Indonesia.

Pada periode ini timbul masalah terkait klaim kontruksi yang selama
ini dianggap tabu. Kondisi semakin sulit karena banyak kontrak
kontruksi yang cacat hukum, lemah atau tidak adil dan tidak setara.
Banyak diantara klaim ini akhirnya diselesaikan melalui Arbitrase
(BANI/Ad Hoc).

Lalu pada tahun 1999 pemerintah membuat peraturan perundang-

undangan baku mengenai industri jasa konstruksi, yaitu UU


No.18/1999 diikuti dengan 3 Peraturan Pemerintah (PP No. 28, 29
dan 30/2000).

2.7 Periode 2003-2013


Jasa kontruksi mulai membaik ketika sebelumnya mengalami

krisis moneter di pertengahan tahun 1997.


Kemampuan persaingan perusahaan jasa kontruksi nasional
termasuk BUMN semakin meningkat. Teknologi lambat laun
mulai dikuasai seperti EPC Contract dan PBC Contract
Pada peraturan perundang-undangan di bidang jasa
kontruksi, seperti UU N0.18/1999 yang sudah ada lebih dari
10 tahun lamanya tidak ditinjau demi memperbaiki
kekurangan-kekurangannya.
Semua pelaku jasa kontruksi memahami ketentuan peraturan
perundang-undangan jasa kontruksi, termasuk pejabat di
pemerintah itu sendiri.

BAB III
GAMBARAN KONTRAK KONSTRUKSI
SAMPAI SAAT INI
GAMBARAN UMUM
MODEL KONTRAK KONSTRUKSI
KENDALA, ISI KONTRAK

(KERANCUAN, SALAH PENGERTIAN,


BENTURAN)
ISI KONTRAK KURANG JELAS
KEPEDULIAN TERHADAP KONTRAK
ADMINISTRASI KONTRAK
KLAIM KONTRAK

3.1 GAMBARAN UMUM


PENYEDIA JASA 1 VS 2 PENGGUNA JASA
SEBELUM LAHIR UU NO. 18/1999 TTG JASA

KONSTRUKSI, TDK ADA ATURAN/UU YANG BAKU


UNTUK MENHATUR HAL & KEWAJIBAN PARA
PELAKU INDUSTRI JASA KONSTRUKSI
KUH PERDATA PASAL 1338 SATU2 NYA AZAS
PENYUSUNAN KONTRAK (PENGGUNA JASA LEBIH
DOMINAN)
JUMLAH PENYEDIA JASA > PEKERJAAN/PROYEK
YANG ADA
FAKTOR KKN

3.2 MODEL KONTRAK


KONSTRUKSI
VERSI PEMERINTAH
STANDAR KEMENTERIAN PU (SEKARANG KEMEN PUPR)
5 (SESUAI DIRJEN YANG ADA)

VERSI SWASTA NASIONAL


SESUAI SELERA PENGGUNA JASA :
- STANDAR KEMENTERIAN
- SISTIM KONTRAK LUAR NEGERI : FIDIC (FEDERATION
INTERNATIONALE DES INGENIEURS COUNSELS), JCT (JOINT
CONTRACT TRIBUNALS) ATAU AIA (AMERICAN INSTITUDE OF
ARCHITECTS), DIADOPSI SEBAGIAN TIDAK JELAS SEHINGGA
RAWAN SENGKETA

VERSI/STANDAR SWASTA/ASING
FIDIC, JCT ATAU SIA

3.3 KENDALA, ISI KONTRAK (KERANCUAN,


SALAH PENGERTIAN, BENTURAN)

HAL-HAL YANG RANCU

KONTRAK DENGAN SISTIM PEMBAYARAN PRA PENDANAAN PENUH DARI


PIHAK PENYEDIA JASA (CONTRACTORS FULL PREFINANCE) DIANGGAP
SEBAGAI KONTRAK RANCANG BANGUN (DESIGN BUILD/TURN KEY)

PENYELESAIAN SENGKETA : PENGADILAN


KONTRAK KEDUANYA DISEBUT SECARA JELAS)

ATAU

ARBITRASE

(DALAM

KESALAHPAHAMAN
KONTRAK FIXED LUMP SUM PRICE, KATA FIXED DIANGGAP NILAI KONTRAK
TIDAK DAPAT BERUBAH SALAH, BILA PEKERJAAN BERUBAH?

KESETARAAN KONTRAK
BELUM MENCAPAI PREDIKAT ADIL DAN SETARA (FAIR AND EQUAL) SESUAI UU
NO. 18/1999 TTG JASA KONSTRUKSI DAN PP NO.29/2000 TTG PENYELENGGARAAN
JASA KONSTRUKSI, MISALKAN :

KELALAIAN : PENYEDIA JASA DPT SANKSI BERAT PENGGUNA JASA DPT


SANKSI RINGAN / TDK ADA SANKSI

KETERLAMBATAN : PENYEDIA JASA DPT DENDA PENGGUNA JASA TDK ADA


SANKSI

3.4 ISI KONTRAK KURANG


JELAS
Pengertian Dalam Kontrak Kurang Jelas, seperti:

Jumlah Hari Pelaksanaan Kontrak


Hari Kerja atau Hari Kalender?

Ketidakjelasan Waktu Mulai Pekerjaan


Kelengkapan Dokumen
Pengawasan Tidak Berjalan

3.5 KEPEDULIAN TERHADAP


KONTRAK
Pengguna
Jasa

Penyedia
Jasa

Rekaman
Kontrak
Pihak
Terkait

Pihak Tak
Terkait

3.6 ADMINISTRASI KONTRAK


TIDAK TERTATA DENGAN BAIK, KARENA:

TIDAK ADA PETUGAS KHUSUS


RANGKAP TUGAS

3.7 KLAIM KONSTRUKSI


SAMPAI 1997 ALMOST NO CLAIM
KLAIM ADALAH PERMINTAAN, DAPAT
BERUBAH MENJADI TUNTUTAN KETIKA
TIDAK DIPENUHI

CONTOH KASUS : DI INDONESIA PERNAH


DILAKUKAN KLAIM OLEH PERUSAHAAN
JASA KONTRUKSI ASING DARI PERANCIS

TERIMA KASIH ATAS


PERHATIAN

Anda mungkin juga menyukai