Anda di halaman 1dari 7

DARURAT KEKURANGAN AIR

Secara global telah terjadi penyusutan jumlah air yang sangat


mengkhawatirkan. Sebagai salah satu gambaran yang cukup jelas yaitu
menyusutnya air di Danau Chad Afrika sebaganyak 96 persen selama 40 tahun.
Perubahan luasan danau secara visual dirasakan oleh para astronot yang selama ini
menggunakan Danau Chad sebagai tanda pengenal saat mengelilingi bumi,
dimana saat ini lokasi danau sulit untuk ditemukan. Hal ini terjadi karena
permintaan daerah untuk air irigasi yang melonjak ditambah dengan penurunan
curah hujan sehingga mengeringkan sungai yang alirannya mengisi danau.
Akibatnya, Danau Chad akan segera hilang seluruhnya dan keberadaannya akan
menjadi misteri bagi generasi masa depan.
Defisit air global ini merupakan dampak dari konsumsi air hingga tiga kali
lipat selama setengah abad terakhir. Selain itu hal yang sangat mempengaruhi
adalah Perubahan Iklim, dimana dengan meningkatnya suhu akan meningkatkan
tingkat penguapan, mengubah pola curah hujan, dan mencairkan gletser yang
memberi pasokan sungai selama musim kemarau. Siklus hidrologi juga akan turut
berubah dengan perubahan iklim yang terjadi. Ketika gletser mencair, mereka
mengancam untuk mengkonversi sungai abadi seperti Gangga di India dan
Kuning di China menjadi sungai musiman, meningkatkan muka air dan rawan
pangan.
Hubungan antara air dengan ketersediaan pangan sangat kuat. Kebutuhan
rata-rata air minum sekitar 4 liter air per hari per orang, sementara air yang
diperlukan untuk menghasilkan total makanan sehari-hari setidaknya 2.000 liter
atau 500 kali lebih banyak. Hal ini menjelaskan mengapa 70 persen dari semua

penggunaan air untuk irigasi, 20 persen lagi digunakan oleh industri, dan 10
persen untuk tujuan perumahan. Dengan permintaan air yang terus meningkat di
ketiga sektor tersebut, persaingan antar sektor semakin meningkat dan pertanian
hampir selalu kalah. Saat ini sudah banyak orang menyadari bahwa dunia sedang
menghadapi darurat kekurangan air, namun tidak semua orang menyadari bahwa
hal tersebut juga akan membawa kita pada krisis pangan.

Penurunan Muka Air


Sumber air tanah di berbagai negara terus berkurang, hal ini terjadi karena
pemompaan yang berlebihan guna memenuhi kebutuhan air seiring pertumbuhan
populasi. Negara-negara yang mengalami penurunan air tanah cukup banyak
adalah negara dengan jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan
tinggi seperti Cina, India dan Amerika Serikat yang jumlah penduduknya
mewakili separuh penduduk bumi.
Penyebab lainnya dari penurunan air tanah adalah semakin berkurangnya
daerah resapan, sehingga air hujan yang turun lebih banyak mengalir ke saluran
pembuangan, sungai hingga akhirnya ke laut dan hanya sedikit yang masuk ke
dalam tanah menjadi sumber air tawar.
Keprihatinan akan air tanah tercermin dalam laporan Bank Dunia: " bukti
menunjukkan bahwa sumur dalam (dibor) sekitar Beijing sekarang harus
mencapai 1.000 meter (lebih dari setengah mil) untuk memperoleh air tawar,
secara dramatis menambahkan biaya pasokan. Sehingga diramalkan akan terjadi
bencana untuk generasi mendatang, kecuali penggunaan air dan pasokan cepat
dapat dibawa kembali pada kondisi seimbang.

Kekurangan air di Cina sudah cukup serius, di India bahkan lebih serius, di
mana margin antara konsumsi makanan dan kelangsungan hidup sangat
berbahaya. Sampai saat ini, 100 juta petani India telah mengebor 21 juta sumur,
investasi sekitar $ 12 miliar di sumur dan pompa. Dalam sebuah survei terhadap
situasi air di India, Fred Pearce melaporkan dalam New Scientist bahwa "setengah
dari Sumur tangan (digali tradisional) dan jutaan sumur dangkal di India telah
kering, membawa serentetan bunuh diri di antara mereka yang bergantung
padanya. Pemadaman Listrik menjangkau proporsi epidemi di negara-negara di
mana setengah dari listrik adalah digunakan untuk memompa air dari kedalaman
sampai satu kilometer.
Selain negara Cina dan India, hal serupa juga dialami berbagai negara
dengan tingkat konsumsi air tanah yang tinggi anatara lain Amerika, Pakistan,
Arab Saudi, Yaman dan Meksiko. Apabila hal tersebut tidak segera diatasi, maka
akan menjadi bencana di masa depan.

Sungai-Sungai Terus Mengering


Sungai yang aliran airnya mengering atau menjadi tetesan sebelum
mencapai laut sudah sangat terlihat. Dua sungai di mana fenomena ini dapat
dilihat adalah Colorado, sungai besar di barat daya Amerika Amerika, dan
Kuning, sungai terbesar di Cina utara. Selain itu sungai besar yang sudah kering
atau mendekati kering selama musim kemarau adalah Nil yang merupakan jalur
kehidupan Mesir; Indus yang memasok sebagian besar air irigasi Pakistan; dan
Gangga di daerah padat penduduk India. Bahkan banyak sungai kecil yang telah
menghilang sama sekali.

Sejak tahun 1950, jumlah bendungan besar yang dibangun dengan tinggi
lebih dari 15 meter, telah meningkat dari 5.000 menjadi 45.000. Setiap bendungan
menghalangi sebuah sungai dari beberapa alirannya. Insinyur ingin mengatakan
bahwa bendungan dibangun untuk menghasilkan listrik tidak mengambil air dari
sungai, hanya yang energi, tetapi hal ini tidak sepenuhnya benar karena waduk
meningkatkan penguapan. Kerugian tahunan air dari reservoir di daerah gersang
atau daerah semi kering, di mana tingkat penguapan yang tinggi, biasanya sama
dengan 10 persen dari kapasitas penyimpanan.
Dalam setiap sistem sungai hampir semua air di wilayah sungai
digunakan. Tidak dapat dihindari, jika orang-orang hulu mendapatkan lebih
banyak air, mereka yang di hilir akan kekurangan. Mengalokasikan air antara
kepentingan yang bersaing di antara masyarakat, merupakan bagian dari politik
yang muncul dari kelangkaan sumber daya.

Menghilangnya Danau-Danau
Berkurangnya aliran sungai atau bahkan hilang sama sekali dan
menurunnya muka air tanah akibat dari pemompaan yang berlebihan
(overpumping), merupakan penyebab danau menyusut dan bahkan pada beberapa
kasus menghilang. Danau yang menghilang adalah beberapa yang terkenal di
dunia seperti Danau Chad di Afrika Tengah, Laut Aral di Asia Tengah, dan Laut
Galilea (juga dikenal sebagai Danau Tiberias). Tidak ada yang tahu persis berapa
banyak danau telah menghilang selama setengah abad terakhir, tetapi kita tahu
bahwa ribuan dari mereka sekarang hanya ada pada peta tua.

Para Petani dikalahkan Perkotaan


Secara ekonomi penggunaan air tidak mendukung petani dalam kompetisi
ini, karena dibutuhkan begitu banyak air untuk menghasilkan makanan. Sebagai
contoh, dibutuhkan hanya 14 ton air untuk membuat satu ton baja senilai $ 560,
sementara untuk menumbuhkan ton gandum senilai $ 200 dibutuhkan 1.000 ton
air.
Para petani dihadapkan dengan kota-kota yang mampu melakukan
pengeboran sumur lebih dalam dari kemampuan petani, hal ini yang membuat
petani kalah dalam perang air. Mereka dihadapkan dengan terus menyusutnya
pasokan air, perlahan tapi pasti, kota yang tumbuh dengan cepat menyedot air dari
petani bahkan ketika mereka mencoba untuk memberi makan 70 juta lebih banyak
orang setiap tahun.

Kelangkaan Melintasi Batas Nasional


Secara historis, kelangkaan air adalah masalah lokal. Tergantung
pemerintah nasional untuk menyeimbangkan pasokan air dan permintaan.
Sekarang ini berubah sebagai kelangkaan yang melintasi batas-batas nasional
melalui perdagangan gandum internasional. Karena membutuhkan 1.000 ton air
untuk memproduksi satu ton biji-bijian, mengimpor gandum adalah cara yang
paling efisien untuk mengimpor air. Negara-negara, pada dasarnya, menggunakan
biji-bijian untuk menyeimbangkan buku air mereka. Demikian pula, perdagangan
berjangka gandum adalah perdagangan dalam rangka mengatasi masa depan air.
Setelah China dan India, ada lapisan negara kedua yang lebih kecil dengan
defisit air yang besar seperti Aljazair, Mesir, Meksiko, dan Pakistan. Aljazair,

Mesir, dan Meksiko sudah mengimpor banyak gandum mereka. Dengan jumlah
penduduk yang tumbuh melampaui pasokan airnya, Pakistan juga akan segera
beralih ke pasar dunia untuk gandum.

Kelangkaan Air Menyebabkan Tekanan Politik


Biasanya pengukuran kesejahteraan dari segi ekonomi, pendapatan per
orang, tapi kesejahteraan air diukur dalam meter kubik atau ton air per orang.
Sebuah negara dengan pasokan tahunan 1.700 meter kubik air per orang ini, dapat
leluasa memenuhi kebutuhan pertanian, industri, dan perumahan. Di bawah level
ini, tekanan mulai muncul. Ketika pasokan air turun di bawah 1.000 meter kubik
per orang, orang mulai menghadapi kelangkaan. Di bawah 500 meter kubik, akan
menghadapi kelangkaan akut. Pada tingkat ini orang menderita kemiskinan
hidrologi atau hidup tanpa air yang cukup untuk menghasilkan makanan atau,
dalam beberapa kasus, bahkan untuk kesehatan mendasar.
Kelangkaan air yang paling parah di dunia ditemukan di Afrika Utara dan
Timur Tengah. Maroko dan Mesir memiliki kurang dari 1.000 meter kubik per
orang per tahun, Aljazair, Tunisia, dan Libya memiliki kurang dari 500. Beberapa
negara, termasuk Arab Saudi, Yaman, Kuwait, dan Israel, memiliki kurang dari
300 meter kubik per orang per tahun. Sejumlah negara sub-Sahara juga
menghadapi kelangkaan air, termasuk Kenya dan Rwanda.
Pada tingkat global, sebagian besar pertumbuhan penduduk diproyeksikan
hampir 3 miliar pada tahun 2050 akan terjadi di berbagai negara di mana muka air
tanah sudah sangat turun. Negara-negara yang paling terkena dampak kelangkaan
air adalah cenderung mereka yang berada di daerah kering dan semi kering,

dengan pertumbuhan populasi yang cepat. Banyak negara-negara pada daftar


negara gagal adalah di mana mereka kehabisan jumlah pasokan air, diantaranya
Sudan, Irak, Somalia, Chad, Afghanistan, Pakistan, dan Yaman. Kecuali populasi
dapat distabilkan di negara-negara tersebut.
Meskipun kekurangan air mengintimidasi, terdapat metode yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air, sehingga mengulur
waktu untuk menstabilkan ukuran populasi, seperti lebih hemat air irigasi, industri
daur ulang air, dan daur ulang air perkotaan.

Anda mungkin juga menyukai