Anda di halaman 1dari 104

KONFIDENSIAL

PANCASILA DAN UUD 1945

BAB I

PENDAHULUAN

1. Umum.

a. Selama kurang lebih tiga setengah abad, bangsa Indonesia dijajah oleh
Belanda, dan dengan kedatangan Jepang pada tahun 1942 di Indonesia merupakan
pertanda telah berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia. Meskipun Jepang
menjajah hanya selama kurang lebih tiga setengah tahun, namun penjajahan
Jepang membawa penderitaan lahir dan batin pada rakyat Indonesia, sehinga
kebencian terhadap kaum penjajah semakin bertambah dan rasa persatuan di
kalangan bangsa Indonesia semakin kokoh.

b. Sehubungan dengan kondisi alam Indonesia yang kaya raya setiap penjajah
dan Jepang khususnya ingin tetap mempertahankan Indonesia sebagai bagian
wilayah kekuasaannya dengan menjanjikan Kemerdekaan. Untuk meredakan rasa
kebencian, Jepang tetap berupaya menjalin hubungan kerja sama dengan para
pemimpin Indonesia dan kesempatan baik ini dimanfaatkan oleh pemimpin
Indonesia untuk menjalin persatuan bangsa yang lebih kokoh dalam menyiapkan
perjuangan selanjutnya mencapai Indonesia merdeka.

c. Akibat kekalahan yang terus-menerus yang diderita Jepang akibat serangan


pihak Sekutu, pemimpin Bangsa Indonesia mendesak Jepang untuk segera
memerdekakan Indonesia. Menghadapi situasi yang kritis, Jepang pada tanggal 1
Maret 1945 mengumumkan pembentukan suatu Badan Penyelidikan Persiapan
Kemerdekaan yang beranggotakan 60 orang diantaranya terdapat keturunan Cina,
Arab dan peranakan Belanda. Sedangkan Jepang menempatkan 7 orang sebagai
pengurus istimewa. Badan ini hanya bersidang 2 kali yaitu Sidang I pada tanggal 29
Mei 1945 s.d. 1 Juni 1945 dan Sidang II pada tanggal 10 Juli 1945 s.d. 16 Juli
1945.

KONFIDENSIAL
2
Pada sidang I tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengajukan gagasan
sebanyak 5 prinsip untuk dijadikan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka, yang
pada mulanya bernama Panca Dharma. Akan tetapi setelah di konsultasikan
kepada teman ahli Bahasa diberi nama Pancasila. Dan sejak tanggal 1 Juni 1945
dijadikan sebagai tanggal kelahiran istilah Pancasila.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Naskah Departemen ini disusun sebagai bahan ajaran bagi Dosen
dan para Perwira Siswa dalam proses belajar mengajar.
b. Tujuan. Agar para Perwira Siswa mampu menerapkan nilai-nilai tentang
Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang lingkup pembahasan Pancasila dan UUD
1945 ini meliputi fungsi dan penerapan nilai-nilai Pancasila dan nilai yang terkandung
dalam pasal UUD 1945 yang disusun dengan tata urut sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Pancasila.
c. Undang-undang Dasar 1945.
d. Evaluasi akhir pelajaran.
e. Penutup.

BAB II
PANCASILA

4. Umum. Pada sidang I tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengajukan
gagasan sebanyak 5 prinsip untuk dijadikan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka,
yang pada mulanya bernama Panca Dharma. Akan tetapi setelah di konsultasikan kepada
teman ahli Bahasa diberi nama Pancasila. Dan sejak tanggal 1 Juni 1945 dijadikan
sebagai tanggal kelahiran istilah Pancasila. Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia, yang oleh bangsa Indonesia dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai suatu kenyataan, norma-norma, nilai-nilai yang paling
benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.

5. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila pada hakikatnya


merupakan suatu sumber dari segala penjabaran norma hukum, moral maupun norma
3
kenegaraan. Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat
fundamental dan universal bagi bangsa Indonesia, baik dalam kehidupan individu,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut perlu dijabarkan dalam
kedalam suatu norma yang jelas, sehingga bisa menjadi suatu pedoman. Pancasila pada
hakikatnya bukanlah suatu pedoman yang langsung bersifat normatif dan praktis, karena
dia merupakan sistem nilai etika dan merupakan sumber norma, baik norma moral maupun
norma hukum. Dalam konteks inilah Pancasila dijadikan asas kerohanian negara, yang
merupakan sumber nilai, norma dan kaidah moral maupun hukum dalam negara Republik
Indonesia. Kedudukan tersebut mewujudkan fungsi pokok sebagai dasar negara yang
manifestasinya dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan.

a. Kedudukan dan Fungsi Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup


merupakan kristalisasi dari nilai- nilai yang dimiliki bangsa Indonesia, serta diyakini
kebenarannya. Karena Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia, maka dia
mempunyai fungsi dan peran yang sangat luas dan dominan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Fungsi dan peran tersebut senantisa
berkembang sesuai dengan tuntunan zaman, sehingga Pancasila memiiliki berbagai
predikat ataupun sebutan. Untuk memudahkan pemahaman tentang Pancasila,
maka dalam bagian ini akan diuraikan fungsi dan peranannya.

1) Pancasila Sebagai dasar Negara.

a) Pancasila yang dicetuskan pertama kali pada sidang I BPUPKI


tanggal 1Juli 1945 dimaksud untuk dijadikan dasar bagi Negara
Indonesia merdeka. Pancasila dijadikan dasar Negara Indonesia
merupakan sistem nilai yang dijadikan dasar hukum dan dasar moral
dalam system penyelenggaraan kehidupan bersama masyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dia berakar dari sifat-sifat serta cita-cita
hidup bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari kepribadian
bangsa yang hidup serta berkembang sejak jaman dahulu. Pancasila
disahkan secara resmi sebagai dasar Negara Indonesia pada tanggal
18 Agustus 1945 yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi bangsa dan Negara
Indonesia karena nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila
berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh segenap lapisan masyarakat
bangsa Indonesia yang bersifat komfrehensif, dia bukan milik satu
kelompok atau satu golongan.
4
b) Pancasila sebagai dasar Negara mengandung arti bahwa
Pancasila digunakan sebagai dasar hukum mengatur
pemerintah,penyelenggaraan ketatanegaraan, yang meliputi bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan serta
keamanan. Pancasila sebagai dasar Negara terdapat dalam alinea IV
Pembukaan UUD 1945. Sebagai landasan dan dasar Negara,
Pancasila dijadikan sumber dari segala sumber hukum atau tata tertib
hukum, sebagai sumber nilai norma serta kaidah dan moral dalam
kehidupan bangsa Indonesia.

2) Pancasila sebagai pandangan hidup.

a) Arti pandangan hidup.

(1) Pandangan hidup atau falsafah hidup (Way of life) adalah


suatu bagian falsafah yang telah dipilih dan dianut oleh
seseorang atau sekelompok orang. Pancasila adalah sebagai
suatu pandangan hidup bangsa merupakan sistem nilai (Value
system) yang dipilih, diyakini kebenarannya, keindahannya,
kebaikan dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia untuk
dijadikan petunjuk atau pedoman dalam bersikap dan
berperilaku atau bertindak dalam kehidupan sehari-hari.

(2) Konsepsi dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan


suatu individu, masyarakat atau bangsa yang didalamnya
terkandung gagasan dasar dan pikiran mendalam tentang
kehidupan yang dianggap baik.

(3) Kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu


sendiri dan diyakini kebenarannya serta mapu menimbulkan
tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.

b) Guna pandangan hidup.

(1) Mengetahui arah dan tujuan hidup yang akan dicapai


dengan jelas.

(2) Memiliki keyakinan untuk mengatasi dan memecahkan


setiap permasalahan yang timbul.

(3) Mampu berdiri kokoh di tengah gejolak perubahan dan


kemajuan yang melanda dunia.
5
(4) Dapat membangun dirinya sesuai dengan tujuan atau
cita-cita yang ingin dicapai.

c) Aspek-aspek yang terkandung dalam pandangan hidup.

(1) Orientasi. Pandangan hidup yang menjadi orientasi baik


bagi individu, kelompok, masyarakat maupun bangsa dalam
menentukan sikap hidup yang jelas. Dengan memiliki orientasi
yang jelas maka tidak akan mudah tersesat dalam menentukan
tujuan yang dicita-citakan.

(2) Tempat berpijak. Manusia dalam kehidupannya di dunia


ini tidak bisa dilepaskan dengan tempat atau wilayah dimana dia
hidup. Oleh karena itu, eksistensi (keberadaannya) sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosial (masyarakat) budaya, letak
lingkungan social (masyarakat) budaya, letak geografis, sejarah
dan lain-lainnya.

(3) Motivasi. Suatu kebenaran yang diyakini oleh


masyarakat atau bangsa dan diwariskan secara turun temurun
dari generasi ke generasi. Nilai-nilai ideal yang diyakini akan
kebenarannya itu akan mampu menggugah setiap individu,
anggota masyarakat atau bangsa untuk rela berkorban dalam
rangka mewujudkan kondisi yang semakin mendekati idealnya.

(4) Tujuan. Pandangan hidup disamping dijadikan dasar


atau landasan lahirnya semangat kejuangan juga menjadi tujuan
yang ingin dicapai.

d) Hakikat dan peranan Pancasila sebagai pandangan hidup.

(1) Pancasila sebagai pandangan hidup meruapak


kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang
diyakini keberadaannya. Didalam terkandung konsep dasar dan
gagasan mengenai kehidupan yang ingin diwujudkan sebagai
pandangan hidup, Pancasila merupakan pedoman normatif
yang memberikan arah kehidupan bagi bangsa Indonesia.
Sifatnya abstrak dan memiliki keunikan bila dibandingkan
dengan pandangan hidup bangsa lain. Keunikan dan
kekhasannya ini terletak pada kemajemukan nilai yang
6
terkandung didalamnya, namun dialam kemajemukannya itu
bersifat tunggal.

(2) Bila bangsa Indonesia ingin berdiri kokoh dan


mengetahui kearah mana tujuan yang ingin dicapai maka
diperlukan suatu pandangan hidup. Tanpa memiliki
pandangan hidup maka bangsa Indonesia akan terombang
ambing dalam menghadapi berbagai persoalan yang timbul,
baik yang berasal dari masyarakat Indonesia itu sendiri maupun
masalah-masalah besar umat manusia dalam pergaulan
bangsa-bangsa di dunia. Dengan dijadikannya Pancasila
sebagai pandangan hidup maka bangsa Indonesia akan
memiliki pegangan dan pedoman dalam memecahkan setiap
permasalahan, baik di bidang ideologi, politik, ekonomi, social
budaya, pertahanan maupun keamanan.

(3) Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan


kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang
diyakini kebenaranya dan mampu menumbuhkan tekad untuk
mewujudkan cita-cita serta tujuan hidup bangsa Indonesia yang
merdeka dan berdaulat dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur, baik materiil, maupun spiritual. Oleh
karena itu, didalam Pancasila terkandung konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan gagasan mengenai
kehidupan yang akan diwujudkan.

(4) Pancasila berfungsi sebgai kerangka acuan baik untuk


menata kehidupan maupun interaksi antar manusia dalam
masyarakat sekitarnya. Dalam kehidupan modern antara
pandangan hidup masyarakat dengan pandangan hidup bangsa
memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan hidup
bangsa tercermin dalam pandangan hidup masyarakat yang
diimplementasikan dari sikap individu bangsanya. Dalam hal
ini pemerintah sebagai penyelenggara Negara bertanggung
jawab memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
memgang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
7
(5) Sari dan puncak dari nilai-nilai Pancasila dalam
masyarakat dan kebudayaan Indonesia yaitu :

(a) Keyakinan terhadap Tuhan YME, sebagai


pencipta, pengatur serta penganyom alam semesta.

(b) Asas kekeluargaan, cinta dan kasih sayang serta


kebersamaan sebagai suatu keluarga masyarakat dan
bangsa.

(c) Asas musyawarah untuk mencapai mufakat dalam


setiap perencanaan dan pemecahan masalah.

(d) Asas gotong royong dalam berbagai kebijakan.

(e) Asas tenggang rasa dan timbang rasa (teposeliro).

3) Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian Bangsa serta mempersatukan


Bangsa Indonesia.

a) Pancasila merupakan jiwa kepribadian bangsa Indonesia,


karena Pancasila memberikan corak yang khas serta merupakan ciri
yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Nilai-nilai
Pancasila hanya terdapat dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila memiliki nilai-nilai yang mampu mempersatukan perbedaan
untuk mewujudkan kesatuan seluruh rakyat Indonesia. Seperti dalam
semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

b) Kepribadian bangsa Indonesia adalah seluruh ciri-ciri khas


bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain.
Keseluruhan ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan
pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.

c) Pancasila memberikan corak serta merupakan ciri khas yang


membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Terdapat
kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara otonom (tersendiri/terpisah)
dan universal juga dimiliki bangsa lain, tetapi kelima sila yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan adalah ciri khas
bangsa Indonesia.

d) Pancasila sebagai jiwa bangsa berfungsi dalam memberikan


gerak dinamika kehidupan bangsa ke arah yang lebih baik.
8
Disamping itu Pancasila juga berfungsi dan berperan dalam
menunjukan adanya kepribadian bangsa Indonesia yang dapat
dijadikan panutan atau contoh teladan yang baik sebagai pembeda
dengan bangsa lain. Contoh teladan yang baik itu berupa sikap,
tingkah laku, dan perbuatan yang senatiasa selaras, serasi dan
seimbang, sesuai dengan implementasi sila-sila Pancasila secara bulat
dan utuh.

e) Pancasila mempersatukan bangsa Indonesia. Kata


mempersatukan bangsa Indonesia” digunakan sebagai pengganti
ungkapan “Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa” yang dahulu
pernah disalahartikan dan disalahgunakan oleh pemimpin
pemberontak G.30 S. PKI. Pimpinan PKI D.N. Aidit berpendapat
bahwa :”Pancasila sudah kehilangan fungsinya setelah Irian Barat
kembali ke pangkuan Republik Indonesia, karena sebagai alat
pemersatu fungsi Pancasila sudah selesai. Selanjutnya Pancasila
sudah bisa digantikan dengan ideologi lain, yakni ideologi komunis”.
Pancasila yang sudah teruji keampuhannya sebagai wadah dalam
mempersatukan bangsa bukan hanya sekedar alat melainkan sebagai
pandangan hidup dalam upaya mempersatukan bangsa yang punya
latar belakang berbeda.

4) Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia.

a) Pancasila merupakan nilai dasar normatif terhadap seluruh


penyelenggara Negara, sehingga Pancasila disebut sebagai dasar
falsafah Negara dan ideologi Negara, karena memuat norma-norma
yang paling mendasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan
bentuk-bentuk penyelenggaraan Negara serta kebijaksanaan penting
yang diambil dalam proses pemerintahan. Dalam uraian ini kita akan
mengambil pengertian ideologi secara positif, yaitu menunjuk kepada
keseluruhan pandangan hidup, cita-cita nilai dan keyakinan yang ingin
diwujudkan dalam kenyataan hidup yang konkret. Dalam pengertian
ini ideologi dianggap mampu membangkitkan kesadaran akan
kemerdekaan menanamkan motivasi perjuangan, sehingga para politisi
ilmuan, budayawan dan terutama di kalangan pemerintah semenjak
9
awal tahun lima puluhan telah mempergunakan istilah ideologi dalam
artian yang positif.

b) Semangat yang dapat dibaca dalam Pembukaan UUD 1945,


didalamnya terkandung ideologi Pancasila yang merupakan dasar
Negara, juga tergambar tujuan dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”. Jelaslah bahwa Pancasila sebagai keseluruhan pandangan
dan cita-cita, keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang secara
normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.

c) Hakikat Pancasila sebagai Ideologi Negara.

(1) Pancasila sebagai ideologi karena mengandung


beberapa nilai yang tersusun secara sistimatis dan menyeluruh
mengenai manusia, bangsa dan Negara, berkaitan dengan
dasar dan tujuan, cita-cita, kelembagaan, konsepsi dalam
berbagai bidang kehidupan dan cara-cara mencapainya, serta
sikap dan perilaku yang diperlukan.

(2) Pancasila sebagai ideologi, memiliki cakupan yang lebih


luas, baik aspek falsafah, yuridis formal maupun sosial budaya,
sehingga lebih memberikan arah dan bimbingan yang tidak saja
abstrak tapi juga kemungkinan pengembangan kearah yang
lebih konkret dan pemahaman serta pengamalannya dalam
kehidupan sehari-hari.

5) Pancasila sebagai Paradigma dalam pembangunan Nasional.

a) Negara memiliki tujuan nasional yang harus diwujudkan dalam


perkembangan sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat di
tengah kehidupan yang semakin global. Tujuan hidup adalah suatu
kondisi atau keadaan yang ingin dicapai dalam hidup. Tujuan hidup
ini haruslah sesuatu hal yang konkret atau sesuatu hal yang harus
dapat dicapai. Sedangkan tujuan Nasional bangsa Indonesia
sebagaimana yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
10
melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia. Sedangkan tujuan hidup bangsa Indonesia seperti
tercantum dalam Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Hal itu menghendaki kemakmuran yang merata di antara
seluruh rakyat, bahkan merata yang tidak statis, tetapi dinamis dan
meningkat. Seluruh kekayaan alam Indonesia, seluruh potensi
bangsa diolah bersama-sama menurut kemampuan dan bidang
masing-masing untuk kemudian dimanfaatkan sepenuhnya bagi
kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk seluruh rakyat Indonesia.

b) Cita-cita dan tujuan bangsa tercantum dalam alinea IV


Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsadan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial ……” Dalam alinea IV
Pembukaan UUD 1945 sebelum rumusan sila dari Pancasila sebagai
dasar Negara sangat jelas memuat cita-cita dan tujuan nasional,
dimana cita-cita dan tujuan bangsa itu kemudian dijadikan tujuan serta
cita-cita nasional bangsa Indonesia.

c) Untuk dapat melaksanakan tujuan nasional, salah satu langkah


nyata adalah melaksanakan pembangunan. Yang dimaksud dengan
pembangunan adalah suatu dinamika dalam memajukan suatu bangsa
yang merata keseluruh aspek kehidupan, tidak hanya untu suatu
golongan atau sebagian dari masyarakat, akan tetapi seluruh
masyarakat. Dengan kata lain, pembangunan adalah upaya untuk
proses perubahan dalam aspek kehidupan nasional secara fisik dan
nonfisik secara serasi dan seimbang menuju masyarakat adil dan
makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sejalan dengan hakikat
pembangunan itu sendiri, yaitu pembangunan manusia seluruhnya.

d) Pembangunan nasional akan memperkuat jati diri dan


kepribadian manusia, masyarakat, dan bangsa Indonesia yang
11
tercermin dalam kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang
berdasarkan Pancasila. Pembangunan nasional Indonesia merupakan
upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mewujudkan tujuan
nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang disebut
dengan tujuan fundamental.

e) Pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila harus


berorientasi pada kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan
bangsa lain. Beberapa hal yang harus dijadikan objek pembangunan
yang berdasarkan Pancasila, yaitu :

(1) Pembangunan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.


Pembangunan di semua aspek kehidupan sebagai perwujudan
Wawasan Nusantara serta memperkokoh ketahanan nasional.

(2) Pembangunan nasional merupakan pencerminan


kehendak untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.

(3) Pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai


kemajuan dan kesejahteraan lahir dan bathin terpenuhinya rasa
aman, tenteram dan berkeadilan.

(4) Pembangunan nasional dimaksudkan untuk menjamin


keselarasan hubungan antara mmanusia dengan Tuhan,
sesama manusia dan lingkungan.

(5) Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh


masyarakat dan pemerintah.

(6) Pembangunan harus diselenggarakan dengan


menggunakan program prioritas.

b. Nilai-nilai Pancasila.

1) Pengertian nilai. Nilai berarti taksiran harga, ukuran atau timbangan


sesuatu. Sedangkan menilai berarti menghargai atau menimbang. Menurut
Istilah psikologi, nilai adalah hal yang dianggap penting, bernilai dan baik,
atau mengandung arti “keyakinan mengenai bagaimana seseorang
seharusnya atau tidak seharusnya bertindak, atau cita-cita yang ingin dicapai
12
oleh seseorang. Secara istilah nilai tersebut juga mengandung arti sebagai
suatu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain
selanjutnya diambil. Keputusan itu dapat menghasilkan sesuatu yang
berguna atau tidak berguna benar atau salah, indah atau tidak indah, baik
atau tidak baik, religius atau tidak religious. Nilai-nilai tersebut dihubungkan
dengan unsur-unsur yang ada pada manusia, yaitu jasmani dan rohani yang
mengandung cipta, karsa, rasa dan kepercayaan. Sesuatu dianggap
mempunyai nilai apabila dia bermanfaat atau berguna, yang disebut dengan
nilai guna. Bila sesuatu itu benar disebut nilai kebenaran, bila dia baik
disebut nilai kebenaran, bila dia baik disebut dengan nilai moral/ethis, bila dia
religious disebut nilai agama. Setiap orang akan berbeda-beda memandang
tingkatan nilai sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing.
Banyak para ahli filsafat berupaya untuk menggolongkan tingkatan dari nilai,
diantaranya Notonagoro, yang membagi nilai kepada tiga macam, yaitu :

a) Nilai material, sesuatu yang berguna bagi jasmani atau


kebutuhan materil ragawi manusia

b) Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk


beraktivitas.

c) Nilai kerohanian, sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, ini


juga dibedakan atas empat macam :

(1) Nilai kebenaran, nilai yang bersumber pada akal.

(2) Nilai keindahan, nilai yang bersumber dari unsur


perasaan.

(3) Nilai kebaikan, nilai yang bersumber dari unsur


kehendak.

d) Nilai religius, nilai kerohanian yang tertinggi yang


bersumber dari keyakinan manusia.

Dari pendapat beberapa para ahli dapat diketahui bahwa nilai-


nilai tersebut mempunyai tingkatan. Bangsa yang menganut paham
sekuler nilai yang tertinggi terletak pada akal pikiran manusia. Nilai
ketuhanan terletak dibawah otoritas akal manusia. Sedangkan
menurut Notonagoro “Nilai-nilai Pancasila adalah nilai kerohanian,
tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan
13
nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai lain secara lengkap dan
harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan
atau nilai estetis, nilai kebaikan atau nilai nilai moral maupun nilai
kesucian yang sistematika-hirarkhis, yang dimulai dari sila Ketuhanan
Yang Maha Esa sebagai dasar, sampai dengan sila Keadilan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan. (Darmodiharjo, 1978).

2) Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Pancasila. Nilai-nilai yang


terkandung dalam Pancasila cukup banyak, namun dalam pengungkapannya
tetap berpedoman kepada kelima sila yang terdapat dalam Pancasila, yaitu :

a) Ketuhanan Yang Maha Esa.

(1) Pengertian.

(a) Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sebagai zat


pencipta segala yang ada dan semua makhluk hidup.
Yang Maha Esa berarti Yang Maha Tunggal. Esa dalam
Zat-Nya, Esa dalam sifatNya dan Esa dalam
perbuatanNya. Artinya Zat Tuhan tidak terdiri dari zat
yang banyak lalu menjadi satu. Sifat Tuhan adalah
sesempurna-sesempurnaNya, tidak dapat disamakan
oleh apapun.

(b) Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung


pengertian dan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha
Esa, pencipta alam semesta beserta isina. Keyakinan
ini bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak
dapat dibuktikan kebenarannya melalui alam pikiran,
(dibuktikan) melalui kaidah-kaidah logika. Atas
keyakinan demikian maka Negara Indonesia memberikan
jaminan kebebasan kepada setiap warga negaranya
untuk memeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Dengan demikian, tidak ada paksaan
dalam agama dan paham atheis (meniadakan Tuhan).
Oleh karena itu, seharusnya ada toleransi terhadap
kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut
ajaran agama serta kepercayaannya masing-masing.
14
(c) Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok
nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan
mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan
yang adil dan beradab, tergalangnya persatuan Indonesia
yang telah menciptakan Negara Kesatuan Republik yang
berdaulat penuh, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/-perwakilan,
guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

(2) Nilai-nilai yang terkandung dalam Sila Ketuhanan Yang


Maha Esa.

(a) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha


Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
mengakui serta yakin akan adanya Tuhan Yang Maha
Esa dengan menjalankan perintah dan menjauhi
laranganNya, berdasarkan ajaran agama yang
dipeluknya, serta ditandan kesadaran untuk mengakui
dan memperlakukan sesame pemeluk agama sesuai
harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan yang
sama derajat, hak dan kewajiban asasinya. Walaupun
agama dan kepercayaan yang dianut berbeda-beda
tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara tercipta suatu keadaan yang mencerminkan
adanya saling pengertian, saling menghargai dan saling
mempercayai dalam suasana kekeluargaan,
ketenteraman serta penuh persahabatan dalam hidup
bersama (toleransi).

(b) Toleransi antar umat beragama akan dapat


berkembang dan tumbuh subur dalam masyarakat
apabila didasari oleh sikap pengendalian diri, tidak
mementingkan diri sendiri, serta mengutamakan
kesejahteraan dan kebahagiaan bersama, serta
menerapkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
15
Hanya dengan cara dan sikap inilah maka akan terwujud
suasana selarasnya, serasi dan seimbang sehingga pada
akhirnya tercipta kesejahteraan.

(c) Nilai yang sangat universal adalah Maha


pengasih, Maha penyayang dan Maha Bijaksana.
Agama berfungsi sebagai pemersatu, saling
menghormati, member kesempatan untuk beribadah
sesuai dengan agam masing-masing, dan tidak
memaksakan keyakinan kepada orang lain. Kehidupan
antar umat beragama akan menciptakan kekuatan
keagamaan, kekuatan mental dan kekuatan spiritual di
dalam ketahanan ideologi.

(3) Implementasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

(a) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan


ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

(b) Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada


Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.

(c) Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan


kerja sama antara pemeluk agama dan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.

(d) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat


beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.

(e) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang


Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan
pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang
dipercayai dan diyakini oleh setiap individu.

(f) Mengembangkan sikap hormat menghormati


kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing.
16
(g) Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.

b) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

(1) Pengertian.

(a) Kemanusiaan berasal dari kata manusia yaitu


mahluk yang berbudi dan memiliki potensi berpikir, rasa,
karsa dan cipta. Dengan akal budaya manusia
menyadari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.

(b) Adil berarti bahwa suatu keputusan dan tindakan


atas norma-norma yang obyektif dan bukan subyektif
atau sewenang-wenang.

(c) Beradab berasal dari kata adab yang berarti


berbudaya. Ini berarti berbudaya. Ini berarti bahwa sikap
hidup, keputusan dan tindakan manusia selalu
berdasarkan atas nilai-nilai budaya (norma-norma
kesusilaan atau moral).

(d) Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah


kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang
didasarkan kepada budi nurani manusia dalam
hubungannya dengan norma-norma dan kebudayaan
pada umumnya maupun terhadap alam lingkungan.

(e) Kemanusiaan itu besifat universal, tidak pandang


ras dan warna kulit. Setiap manusia memiliki martabat
yang tinggi dan oleh karena itu harus diperlakukan sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaannya. Dengan
kemanusiaan yang adil dan beradab maka setiap warga
Negara Indonesia mempunyai kedudukan yang
sederajat dan sama terhadap Undang Undang Negara,
mempunyai kewajiban dan hak yang sama.

(2) Nilai yang terkandung dalam sila kemanusiaan yang adil


dan beradab.
17
(a) Adil pada hakikatnya berarti memberikan atau
memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan
apa yang menjadi haknya.

(b) Adil juga berarti mengungkapkan kewajiban


manusia untuk memberikan atau memperlakukan sama
bagi setiap orang yang berbeda, dalam situasi yang
sama menghormati hak semua pihak.

(c) Orang akan bersikap adil kalau ia tidak melanggar


hak orang lain, atau secara positif memberikan kepada
orang lain apa yang merupakan haknya. Seseorang
merasa diperlakukan adil apabila ia menerima perlakuan
sesuai dengan apa yang merupakan haknya.

(d) manusia beradab adalah manusia dalam


melakukan hubungan dengan manusia lainnya bersikap
dan berprilaku sesuai dengan kemampuan kodratnya,
baik cipta, rasa maupun karsa sehingga dalam hidup
bersama dengan sesamanya. Dengan sadar
melaksanakan kewajiban asasi dan sosialnya sesuai
dengan tuntutan kodratnya sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa.

(e) Manusia yang beradab adalah manusia yang sikap


dan perilakunya dalam berhubungan dengan manusia
lain didasarkan atas hasil pemikiran dan penalaran (ide-
ide dan gagasan yang dianggap baik dan berguna bagi
kelangsungan hubuangannya, dapat membuatnya
menjadi masyarakat yang berbudi luhur (civilzed).
Pemikiran, ide dan gagasan yang dianggap baik serta
berguna, dihayati dan diamalkan sehingga lama
kelamaan mengkristal dalam masyarakat, maka
terbentuklah suatu sistem nilai-nilai budaya bangsa.

(f) Budaya Bangsa merupakan kelanjutan dari proses


peradaban karena peradaban melahirkan budaya. Tahap
terakhir adalah terciptanya manusia yang berbudi luhur
dan halus pekertinya (civili zadrum). Jadi manusia atau
18
anggota masyarakat yang beradab adalah yang saling
menghormati dan mencintai sesamanya, sadar
melaksanakan kewajiban asasi dan sosialnya, serta
manusia yang bertanggung jawab dalam mengemban
kodratnya sebagai makhluk Tuhan (civilization).

(3) Implementasi sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

(a) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai


dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa.

(b) Mengakui persamaan derajat, persamaan


kewajiban asasi antara sesama manusia tanpa
membedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.

(c) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama


manusia.

(d) Mengembangkan sikap tenggang rasa (tepaselira),


menghargai nilai dan cita-citanya kemanusiaan, toleransi,
gotong royong serta tolong menolong.

(e) Mengembangkan sikap tidak semena-mena


terhadap orang lain, menghargai dan memberikan hak
dan kebebasan kepada setiap warganya untuk
menerapkan HAM.

(f) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan menghargai


hal azasi orang lain atau hak yang lebih luas.

(g) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

(h) Berani membela kebenaran dan keadilan.

(i) Selaku bangsa Indonesia, dia merasa dirinya


sebagai bagian dari seluruh umat manusia.

(j) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan


bekerja sama dengan bangsa lain.
19
c) Persatuan Indonesia,

(1) Pengertian.

(a) Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh dan


tidak terpecah. Persatuan mengandung pengertian
bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan yang utuh.

(b) Persatuan Indonesia ialah persatuan manusia


yang mendiami wilayah Indonesia. Bangsa Indonesia
bersatua karena didorong untuk mencapai kehidupan
yang bebas dalam wadah Negara yang merdeka dan
berdaulat. Persatuan Indonesia adalah perwujudan
dari paham kebangsaan (nasionalisme) yang dijiwai oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil
dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan
Indonesia tidaklah sempit (chauvinisme) tetapi tetap
menghargai bangsa lain sesuai dengan sifat kehidupan
bangsa itu sendiri.

(2) Nilai-nilai yang terkandung dalam sila Persatuan


Indonesia. Menunjukan bahwa masyarakat Indonesia
merupakan masyarakat yang majemuk, baik dari suku, agama,
rasa, asal, asal usul, bahasa mupun yang lainnya. Sebagai
masyarakat yang majemuk potensi konflik sangat besar.
Menyadari realitas ini maka para founding father, meletakan
nilai dasar persatuan dan kesatuan dalam falsafah dan ideologi
Negara Pancasila bagi bangsa Indonesia mencakup :

(a) Kesatuan politik.

- Kedaulatan wilayah nasional dengan segala


kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah
ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa
serta merupakan modal dan milik bersama
bangsa Indonesia.

- Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai


suku dan berbicara dalam berbagai bahasa
20
daerah, meyakini dan menganut berbagai agama
serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa merupakan satu kesatuan bangsa yang utuh.

- Secara psikologis, bangsa Indonesia


merasa satu, senasib, sepenanggungan sebangsa
dan setanah air serta memiliki satu tekad bulat
dalam mencapai terwujudnya cita-cita bangsa.

- Pancasila merupakan falsafah serta


ideologi bangsa dan Negara yang melandasi,
membimbing dan mengarahkan bangsa Indonesia
menuju tujuan nasional.

- Seluruh kepulauan Nusantara merupakan


satu kesatuan wilayah hukum nasional yang harus
dimanfaatkan untuk kepentingan nasional.

(b) Kesatuan sosial budaya.

- Masyarakat Indonesia adalah satu


perikehidupan bangsa yang merupakan kehidupan
yang serasi dengan tingkat perkembangan bangsa
dan masyarakat yang sama, merasa seimbang
dengan kemajuan bangsa.

- Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah


satu, sedangkan terdapatnya berbagi corak atau
ragam budaya menggambarkan kekayaan
khazanah budaya bangsa yang menjadi modal
dan landasan pengembangan budaya nasional
serta merupakan milik seluruh bangsa.

(c) Kesatuan ekonomi.

- Kekayaan yang terdapat dan terkandung di


dalam wilayah nusantara beserta kawasan
yuridisnya, baik potensial maupun efektif adalah
modal dan milik bersama bangsa Indonesia.

- Tingkat perkembangan ekonomi harus


sesuai dan seimbang bagi seluruh wilayah
21
Indonesia tanpa menghilangkan ciri khas yang
dimiliki oleh tiap-tiap daerah dalam membangun
kehidupan ekonomi daerahnya.

(d) Persatuan pertahanan dan keamanan.

- Ancaman terhadap satu pulau atau daerah


pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap
seluruh bangsa Indonesia.

- Setiap warga Negara mempunyai hak dan


kewajiban yang sama dalam rangka menunaikan
tanggung jawab dalam usaha pembelaan Negara.

(3) Implementasi sila Persatuan Indonesia.

(a) Mampu menempatkan persatuan dan kesatuan,


kepentingan dan keselamatan bangsa serta Negara
diatas kepentingan pribadi atau golongan.

(b) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan


nagara dan bangsa, apabila diperlukan.

(c) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan


bangsa.

(d) Mengembangkan rasa kebanggaan


berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

(e) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan


kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

(f) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar


Bhineka Tunggal Ika.

(g) Memajukan pergaulan demi persatuan dan


kesatuan bangsa.

(h) Mengutamakan kepentingan bangsa dan


masyarakat yang lebih luas daripada kepentingan pribadi
dan golongan.

(i) Mengutamakan keutuhan bangsa dan


menampung semua kepentingan golongan, suku dan
perorangan.
22
(j) Menjamin persatuan nasional, terutama dibidang
spiritual dan merupakan panduan hidup bersama dalam
susah dan senang bagi masyarakat yang mejemuk.

d) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan/Perwakilan.

(1) Pengertian.

(a) Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yaitu


sekelompok manusia yang berdiam dalam suatu wilayah
tertentu. Kerakyatan dalam sila IV Pancasila berarti
bahwa kekuatan tertinggi berada ditangan rakyat.
Kerakyatan disebut juga kedaulatan rakyat (rakyat yang
berdaulat/berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang
memerintah).

(b) Hikmah kebijaksaan berarti penggunaan rasio


(akal) yang sehat dengan selalu mempertimbangkan
rakyat, dilaksanakan dengan sadar, jujur dan
bertanggung jawab serta didorong oleh itikad baik sesuai
dengan hati nurani.

(c) Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas


kepribadian Indonesia untuk merumusakan atau
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kebulatan
pendapat (musyawarah untuk mufakat).

(d) perwakilan adalah suatu tata cara mengusahakan


ikut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan
bernegara melalui badan-badan perwakilannya.

(e) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah


kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan berarti
bahwa rakayat dalam menjalankan kekuasaannya
melalui system perwakilan dan keputusan yang diambil
dengan musyawarah yang dilandasi pikiran sehat dan
penuh tanggung jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha
Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya.
23
(2) Nilai-nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.

(a) Pancasila sebagai suatu filsafat dan didalamnya


terkandung nilai-nilai dasar musyawarah untuk mufakat,
yaitu penerapan kedaulatan rakyat segala aspek
kehidupan, musyawarah untuk mufakat ini dilandasi oleh
pola pikir.

(b) Manusia diperlakukan dan didudukkan sesuai


dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Keinginan, aspirasi, pendapat individu dihargai dan
masing-masing diberikan hak untuk menyampaikan
keinginan, aspirasi, harapan dan pendapatnya.

(c) Salah satu hak asasi manusia adalah kebebasan


untuk mengejar kebenaran, keadilan dan kebahagian.

(d) Sesuatu yang diputuskan bersama memiliki


ketetapan dan kebenaran yang menjamin bagi seluruh
bangsa Indonesia. Disamping itu perlu disadari bahwa
keputusan yang dihasilkan akan berakibat terhadap
dirinya maka masing-masing berusaha untuk
menghasilkan keputusan yang terbaik.

(e) Di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa


dan bernegara pasti akan timbul perselisihan faham serta
keinginan antar individu, kelompok dan golongan,
sehingga perlu diatur cara untuk mengatasinya.

(f) Kedaulatan Negara ada di tangan rakyat.

(g) Pimpinan kerakyatan adalah hikmah kebijaksaan


yang dilandasi akal sehat.

(h) Manusia Indonesia sebagai warga Negara dan


warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama.

(i) Musyawarah untuk mufakat dapat dicapat dalam


permusyawaratan antar wakil-wakil rakyat.
24
(3) Implementasi sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.

(a) Sebagai warga Negara dan warga masyarakat,


setiap warga Negara Indonesia mempunyai kedudukan,
hak dan kewajiban yang sama.

(b) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang


lain.

(c) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil


keputusan untuk kepentingan bersama.

(d) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh


semangat kekeluargaan.

(e) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap


keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.

(f) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab


menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.

(g) Disalam musyawarah diutamakan kepentingan


bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.

(h) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan


sesuai dengan hati nurani yang luhur.

(i) Keputusan yang diambil harus dapat


dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan,
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi
kepentingan bersama.

(j) Proses pengambilan keputusan yang menyangkut


kepentingan bersama diusahakan melalui musyawarah
untuk mencapai mufakat.

(k) Kedaulatan berada ditangan rakyat (demokrasi)


namun harus ada keseimbangan antara kepemimpinan
25
dengan kerakyatan yang dijiwai oleh semangat
persatuan.

e) Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

(1) Pengertian.

(a) Keadilan berasal dari kata adil, artinya yang


berlaku dalam masyarakat di segala kehidupan baik
materiil maupun sprituil.

(b) Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang


menjadi rakyat Indonesia baik yang berdiam di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun warga
Negara Indonesia yang berdiam di luar negeri.

(c) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


berarti bahwa setiap orang (warga Negara) Indonesia
mendapat perlakuan yang adil baik dalam hukum, politik,
ekonomi, social dan budaya dan keamanan.

(2) Nilai-nilai yang terkandung dalam Sila Keadilan Sosial


bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

(a) Faham kesejahteraan yang dianut oleh bangsa


Indonesia adalah faham kesejahteraan intergralistik, yaitu
bukan hanya kesejahteraan perorangan (individu) dan
kelompok tetap adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.

(b) Kesejahteraan adalah mencakup kesejahteraan


lahir dan batin, yaitu terpenuhinya kebutuhan serta
keperluan lahiriah yang meliputi sandang, pangan dan
kesehatan. Sedangkan kesejahteraan batin adalah
terpenuhinya aspirasi dan keinginan seperti :

- Pengakuan akan harkat dan martabatnya.

- Kebebasan dalam menjalankan ibadah


menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

- Memperoleh pelayanan pendidikan secara


optimal.
26
- Memperoleh pelayanan masyarakat secara
optimal (public service).

- Terciptanya keamanan, ketertiban dan


ketenteraman.

(3) Implementasi sila Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat


Indonesia.

(a) Mengembangkan perbuatan luhur yang


mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan serta
kegotongroyongan.

(b) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama


manusia.

(c) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

(d) Menghormati hak-hak orang lain.

(e) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar


dapat berdiri sendiri.

(f) Tidak menggunakan hak dan kekuasaan untuk


usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang
lain.

(g) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang


sersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

(h) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang


menimbulkan pertentangan atau merugikan kepentingan
umum.

(i) Suka bekerja keras.

(j) Suka menghargai hasil karya orang lain yang


bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.

(k) Suka melakukan kegiatan dalam rangka


mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.

(l) Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama


untuk mencapai kesejahteraan yang setinggi-tingginya
sesuai hasil usaha dan kerjanya masing-masing.
27
(m) Kebebasan untuk mencapai kesejahteraan yang
setinggi-tinggimya dengan tetap memperhatikan keadilan
tanpa merugikan hak orang lain, baik selaku perorangan,
kelompok atau masyarakat yang berada di daerah
tertentu.

c. Hakikat Pengamalan Pancasila. Hakikat Pancasila adalah rumusan


Pancasila yang lahir bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia, dimana pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan suara bulat para pendiri
bangsa menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara. Pancasila yang terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945, sebagai pandangan hidup bangsa, seiring dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa, karena bangsa yng ingin berdiri kokoh harus
mempunyai tujuan dan pandangan hidup yang jelas. Selaku bangsa Indonesia
harus berkeyakinan bahwa Pancasila menjadi dasar Negara, pandangan hidup dan
jiwa bangsa serta menjadi dasar ideologi bangsa, hal itu disebut juga sebagai pokok
kaidah Negara yang fundamental. Untuk memahami hakikat dari Pancasila kita
harus mempelajari, mengetahui dan meneliti apa yang menjadi inti dari masing-
masing sila Pancasila. Setelah diketahui baru digali kandungannya sesuai dengan
hakikat inti/isi yang terkandung didalamnya. Dalam penentuan hakikat dari sila-sila
Pancasila serta dalam merumuskan filsafat Pancasila perlu dilakukan kegiatan
pemahaman dan pengkajian yang lebih mendalam. Pemahaman itu mencakup arti,
makna serta substansi terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalamnya, seperti :

1) Sila I, hakikatnya “Ke-Tuhanan”. Sifat-sifat dan keadaan yang sesuai


dengan keadaan di Negara Republik Indonesia dengan hakikatnya adalah
“Tuhan YME”. Tuhan adalah Zat Yang Maha Esa, Maha Kuasa, semua
makhluk berasal daripadaNya dan kepadaNya akan kembali. Tuhan sebagai
sebab pertama dari segala sesuatu. Tuhan menciptakan segala sesuatu
dan semuanya tergantung kepadaNya. Jadi Dia Zat yang maha sempurna,
zat yang mutlak, berbuat apa yang Dia kehendaki. Manusia harus mengabdi
dengan sepenuh hati, dengan cara yang telah diajarkannya sesuai dengan
keyakinan masing-masing agama, karena kepadaNya semua akan kembali
untuk mempertanggungjawabkan semua amal di dunia.

2) Sila II, hakikatnya “Kemanusiaan”. Terdapat persamaan sifat dan


keadaan di dalam Negara Republik Indonesia dengan hakikat susunan
manusia. Manusia makhluk Tuhan yang beraneka, berbhineka, majemuk
28
atau monopluralis, bertubuh, berjiwa, berakal, rasa, kehendak dan
mempunyai sifat sendiri-sendiri sesuai fitrahnya sebagai makhluk Tuhan.
Manusia memerlukan kebutuhan fisik/jasmaniah dan jiwa/rohaniah berupa
agama/religius yang seharusnya sama-sama dipelihara dengan baik agar
terwujudnya sifat adil dan beradab. Adab merupakan sikap rohaniah
sedangkan adil menunjukan perilaku sebagai eksresi dari adab.

3) Sila III, hakikatnya “Persatuan”. Persatuan adalah kesesuaian sifat


dan keadaan di dalam Negara Republik Indonesia. Hakikat “satu” adalah
mutlak dan tidak dapat dibagi-bagi atau dibeda-bedakan. Persatuan adalah
upaya untuk membuat latar belakang suku, agama, ras dan antar golongan
yang berbeda-beda menjadi satu atau menyatu yang hasilnya adalah
terwujudnya persatuan. Begitu juga setiap diri pribadi mempunyai bentuk,
susunan, sifat dan keadaan tersendiri. Oleh sebab itu, hakikat dari sila
ketiga adalah upaya menyatukan sifat-sifat dan keadaan yang awalnya
berbeda akhirnya sesuai dengan hakikat persatuan menjadi satu, tidak ada
yang terpisahkan, terbedakan antara satu dari yang lain, walaupun awalnya
mempunyai latar belakang dan identitas yang berbeda.

4) Sila IV, hakikatnya “Kerakyatan”. Kesesuaian sifat-sifat dan keadaan


di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia hakikatnya adalah kerakyatan,
yang dimaksud adalah keseluruhan jumlah, semua warga dalam lingkungan
daerah tertentu mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hidup
bernegara. Untuk keperluan seluruh warga, termasuk hak asasi dan
kewajiban asasi kemanusiaan setiap warga atau perorangan harus
diperlakukan sama, sebagai penjelmaan hakikat manusia, termasuk
penjelmaan hak dan kewajiban berbangsa dan bernegara yang disebut
berdemokrasi. Demokrasi ada dua macam, yaitu “demokrasi
kekuasaan/politik dan demokrasi kepentingan atau fungsional. Oleh sebab
itu, perlu dipahami bahwa Indonesia bukanlah Negara satu kelompok orang,
karena Indonesia adalah Negara milik rakyat yang dalam istilah di atas
disebut “Negara demokrasi”.

5) Sila V, hakikatnya “Keadilan”. Kesesuaian sifat-sifat dan keadaan di


dalam Negara Republik Indonesia dengan hakikat adil, terpenuhinya segala
sesuatu yang merupakan hak di dalam kebutuhan asasi hidup manusia.
Sebagai penjelmaan hakikat manusia, setiap orang dituntut (kewajiban lebih
29
diutamakan daripada hak). Terpenuhinya hak, ditunaikannya kewajiban
dalam hubungan antar Negara dengan warganya, disebut keadilan legal.
Terwujudnya hubungan antar sesama warga dengan serasi dan seimbang
disebut keadilan komulatif/timbal balik. Sila keadilan sosial merupakan tujuan
dari sila-sila sebelumnya dan merupakan tujuan bangsa dan Negara, yaitu
terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur serta merata bagi segenap
warga Negara.

6. Dinamika Implementasi Pancasila

a. Implementasi Pancasila pada Era Reformasi.

1) Perkembangan Reformasi. Seiring bergulirnya proses reformasi


memberikan dampak yang menyeluruh dalam kehidupan nasional termasuk
kehidupan TNI. Dalam perkembangannya reformasi yang berjalan saat ini
banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan
perubahan, mengatas namakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan
pengertian reformasi itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan
masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan
kegiatan yang jauh menyimpang, misalnya pemaksaan kehendak dengan
menduduki kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri maupun swasta,
memaksa untuk mengganti pejabat dalam suatu instansi, melakukan
pengrusakan bahkan yang paling memprihatinkan adalah melakukan
pengerahan massa dengan merusak dan membakar toko-toko, pusat-pusat
kegiatan ekonomi, disertai penjarahan dan penganiayaan. Oleh karena
masih ada upaya untuk meletakan reformasi dalam pengertian yang
sebenarnya, sehingga agenda reformasi benar-benar sesuai dengan
tujuannya. Reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang
atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada
format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal dan cita-cita rakyat.
Oleh karena itu gerakan reformasi harus memiliki syarat-syarat sebagai
berikut :

a) Gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu


penyimpangan dari nilai dasar yang tercantum dalam Pancasila dan
UUD 1945, misalnya azas kekeluargaan diselewengkan dengan
merebaknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
30
b) Gerakan reformasi dilakukan harus ada suatu cita-cita yang
jelas (landasan idiologi Negara), yaitu Pancasila sebagai idiologi
bangsa Indonesia.

c) Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan kepada


suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai
kerangka acuan reformasi.

d) Gerakan reformasi dilakukan kearah pencapaian kondisi


kehidupan yang lebih baik.

e) Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai


manusia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa serta terjaminnya
persatuan dan kesatuan bangsa.

2) Dinamika Implementasi Pengamalan Pancasila.

a) Implementasi sila I Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”.


Sila pertama Pancasila sebagai dasar falsafah Negara adalah
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu, sebagai dasar Negara
maka nilai tersebut merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam
setiap aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat
nilai-nilai yang berasal dari Tuhan.

Dalam hubungannya dengan Negara maka antara manusia dan


Negara terdapat hubungan sebab akibat yang langsung karena Negara
merupakan lembaga kemanusiaan,lembaga kemasyarakatan yang
dibentuk oleh manusia dengan tujuan untuk manusia. Adapun kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa terdapat hubungan sebab akibat yang tidak langsung.
Konsekuensinya Negara kebangsaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, maka setiap warga Negara termasuk prajurit TNI juga ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam arti memiliki kebebasan memeluk
agama sesuai keimanan dan ketakwaan masing-masing. Hal ini
sesuai dengan landasan kehidupan prajurit, yaitu Sapta Marga,
Sumpah Prajurit dan Delapan Wajib TNI. Dalam pelaksanaan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa saat reformasi tidak terlepas dari kondisi
bangsa Indonesia secara umum dimana nilai-nilai Ketuhanan kurang
dihayati dan diamalkan oleh warga Negara secara umum hal ini terlihat
dengan banyaknya tingkat kriminalitas dan pelanggaran hukum yang
31
berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai
agama kurang dihayati dan diamalkan dalam kehidupan pada saat ini.
Syariat agama hanya sebagai slogan dan kurang memberikan warna
dalam menciptakan situasi kondisi kehidupan untuk menuju kehidupan
bangsa yang lebih baik.

b) Implementasi sila II Pancasila: “Kemanusiaan Yang Adil dan


Beradab”. Prajurit sebagai bagian dari masyarakat memiliki nilai-nilai
kemanusiaan yang harus diterapkan dalam kehidupannya, dengan
berlandaskan Pancasila,UUD 45, Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan
Delapan Wajib TNI memiliki makna yang mendalam sebagai dasar
dalam melaksanakan tugas, baik sebagai pribadi maupun sebagai
Prajurit TNI. Dengan melihat situasi yang berkembang di dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara prajurit dalam
tugas OMSP (Operasi Militer Selain Perang) ikut berperan aktif dalam
tugas kemanusiaan. Dalam pelaksanaan tugas masih ditemukan
adanya ekses lain berupa pelanggaran HAM terutama pada saat
bergulirnya gerakan reformasi maupun dalam menangani gerakan
separatis di beberapa wilayah.

c) Implementasi sila III Pancasila: “Persatuan Indonesia”. Sebagai


kekuatan inti pertahanan, TNI dengan segenap prajuritnya memiliki
peran yang sangat penting dalam menciptakan persatuan dan
kesatuan bangsa. Tentara Nasional Indonesia bukanlah mengenal
sebagai tentara kedaerahan, dan sebagai sarana pemersatu bangsa
dengan tugas pokoknya menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan
NKRI. Hal ini sebagai dasar dan pedoman pelaksanaan tugas
menjaga dan mengawal perjalanan hidup bangsa Indonesia. Namun
masih ada oknum yang kurang memahami tugas dan fungsinya,
sehingga masih adanya segelintir prajurit yang bterlibat dalam kegiatan
yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, masih
adanya prajurit yang terlibat dalam penyalahgunaan senjata dan
Muhandak masih adanya prajurit yang terlibat dalam perkelahiann atau
kerusuhan yang bersifat horizontal. Hal ini menunjukan kualitas
penghayatan dan pengamalan tugas pokok dan juga pengamalan nilai-
nilai persatuan Indonesia belum maksimal.
32
d) Implementasi sila IV Pancasila: “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Dalam
penjabarannya sila keempat berhubungan erat dengan kehidupan
politik. Dalam pelaksanaannya, TNI secara yuridis meninggalkan
peran sospol dan hanya mengenal politik Negara dengan berpegang
teguh kepada tugas pokok TNI sebagai kekuatan pertahanan sesuai
Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Pertahanan yang berlaku.

e) Implementasi sila V Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh


rakyat Indonesia” Berlandaskan Pancasila, UUD 45, Sapta Marga,
Sumpah Prajurit dan Delapan Wajib TNI di era reformasi TNI kurang
memiliki peran yang maksimal dalam mengatasi kesulitan rakyat
dimana sampai saat ini masih terjadi persoalan ekonomi, sosial di
masyarakat sebagai dampak penentuan kebijakan pemerintah maupun
perkembangan global maupun akibat kondisi darurat, disebabkan
adanya pembatasan peran TNI dalam kehidupan berbangsa.

f) Beberapa hal yang berpengaruh terhadap implementasi


Pengamalan Pancasila. Dengan adanya gerakan reformasi
berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan pembinaan implementasi
pengamalan Pancasila dalam kehidupan prajurit. Secara formal
Pancasila diakui sebagai idiologi Negara yang harus dihayati dan
diamalkan namun secara material pada era reformasi terjadi
perubahan yang berdampak terhadap berkurangnya penghargaan
terhadap nilai-nilai Pancasila yang berpengaruh terhadap
perkembangan situasi yang berkembang pada bangsa ini. Hal-hal
yang bersifat signifikan yang berpengaruh terhadap implementasi
pengamalan Pancasila dalam kehidupan prajurit adalah :

(1) Penghapusan lembaga formal yang menangani


pembinaan penghayatan dan pengamalan Pancasila secara
nasional dengan ditandai dihapuskannya BP 7.

(2) Penghapusan Bakortanasda yang memiliki tugas


melaksanakan pembinaan idiologi terutama bagi prajurit.

(3) Penghapusan program P4 pada era reformasi sehingga


penanaman nilai-nilai idiologi Pancasila berkurang bahkan
hampir tidak ada sama sekali sehingga berpengaruh terhadap
33
jiwa nasionalisme, patriotisme dan militansi serta kepekaan
terhadap situasi yang berkembang semakin berkurang di dalam
kehidupan prajurit.

7. Pengamalan Pancasila dalam kehidupan Prajurit. Tujuan dari pengamalan


Pancasila dalam kehidupan prajurit adalah untuk mengadakan penyesuaian rumusan
implementasi Pancasila dalam kehidupan prajurit sesuai dengan perubahan dan
perkembangan jaman akhir ini adapunsasarannya adalah :

a. Sasaran Kualititif.

1) Terwujudnya perumusan Terwujudnya suatu rumusan implementasi


Pancasila dalam kehidupan prajurit secara lebih sempurna agar dapat
dipedomani dalam setiap pelaksanaan tugas individu, Prajurit dan sebagai
pemimpin.

2) Terlaksananya suatu rumusan implementasi Pancasila dalam


kehidupan Prajurit, sebagai hasil hasil revisi dari buku petunjuk yang sudah
ada sebelumnya, baik sebagai warga negara, sebagai prajurit, dalam
kehidupan berkeluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat serta dalam
tugas keprajuritan.

3) Tercapainya kesamaan langkahdalam pengalaman Pancasila


sehingga terwujud prajurit Angkatan Darat yang Pancasialis dan
Saptamargais yang senantiasa berhasil dalam setiap pelaksanaan tugas.

b. Sasaran Kuantitatif. Segenap Parajurit, PNS beserta keluarganya dijajaran


Angkatan Darat.
c. Implementasi Pancasila sebagai Warga Negara.

1) Senantiasa meningkatkan Iman dan Tagwa. Prajurit yang


mengamalkan Pancasila akan selalu menumbuh suburkan iman dan Tagwa
adalah kewajiban bagi setiap individu terhadap Tuhan yang Maha kuasa,
karena manusia bila dibanding dengan makluk hidup lainnya. Adalah makluk
yang memiliki keutamaan dan kesempurnaan . Dengan keutamaan tersebut
mengandung konsekwensi, dia harus melaksanakan pengabdian yang lebih
kepada Tuhan sang pencipta dibanding dengan makluk hidup lain.
Disamping itu manusia juga wajib untuk meningkatkan keimanan dan
ketagwaan terhadap Tuhan sesuai dengan kenyakinan agamanya. Oleh
34
sebab orang yang beriman senantiasa rajin dalam bekerja, sesuai dengan
tujuan hidup manusia, Yaitu : “ Bahagia didunia dan Bahagia di Akhirat”. Bila
ingin hidup bahagia didunia, dia harus rajin dan giat bekerja memenuhi
segala keperluan hidup didunia, bila ingin bahagia dan mempunyai
keutamaan hidup diakhirat juga harus rajin pula beramal dan beribadah
kepada Tuhan sebagai bekal hidup di akhirat. Kesimpulannya setiap Prajurit
wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupannya sehari-hari, harus harus
rajin bekerja untuk dunia, dan rajin beramal untuk di Akhirat dalam hal ini
terkait dengan upaya meningkatkat iman dan Tagwa sesuai dengan
agamanya.

2) Memiliki Idiologi yang Tangguh. Prajurit selaku warga negara yang


mengamalkan Pancasila berarti mempunyai idiologi yang tangguh dengan
implementasinya :

a) Setia dan cinta kepada tanah air dan NKRI.


b) Mempunyai kedisiplinan pribadi maupun nasional sehingga sdar
posisi dan rela serta taat terhadap semua aturan yang berlaku.
c) Mempunyai soliditas atau persatuan dan kesatuan sebagai
bangsa Indonesia yang memiliki kebhinekaaan.

3) Mempunyai semangat Juang. Prajurit sebagai warga negara yang


mengamalkan Pancasila berarti mempunyai semangat juang yang tinggi, dan
dalam kehidupan sehari-hari Implementasinya :

a) Mempunyai Etos kerja yang tinggi dalam setiap pekerjaannya.


b) Memiliki keperwiraan dalam mengemban suatu amanat
pimpinan.
c) Semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi
tegaknya NKRI.

4) Memiliki Moral/Aklak yang Mulia. Prajurit selaku warga negara akan


bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntutan moral atau aklak yang
mulia. Moral merupakan ajaran tentang sikap atau perilaku lahir dan batin
yang mempunyai pengertian hampir sama dengan aklak, yaitu sikap
perbuatan lahir dan batin. Manusia selaku Makluk individu merupakan
bagian dari makluk sosial yang tidak terlepas dari pergaulan antar manusia.
Setiap invidu Prajurit yang mengamalkan Pncasila akan melahirkan sikap “
Tepo Seliro” , suka menolong, sadar akan hak dan kewajiban,
35
mengembangkan perbuatan yang luhur, adil, saling menghargai, mau bekerja
keras dan menmpunyai sikap positif lainnya. Hal ini merupakan sikap dan
tingkah laku yang senantiasa diajarkan oleh Moral Pancasila.

5) Hidup Sederhana. Prajurit yang mengamalkan Pancasila akan


selalu hidup dalam kesederhanaan serta menjauhkan diri dari kehidupan
yang penuh hura-hura, hidup serba berlebihan dan boros. Keserdahanaan
itu juga akan tercermin dalam beberapa hal :

a) Dalam bertutur kata. Sederhana dalam menggunakan kata-


kata dan tata bahasa yang baik, membiasakan diri dalam dalam
mengungkapkan pendapat perasaan dengan bahasa Indonesia yang
baik, dengan kata yang sopan, santun serta sadar akan kesamaan
kedudukannya terhadap orang lain, sehingga dia tidak sombong.

b) Dalam Berpakaian. Sederhana dalam berpakiaan dan tidak


berlebihan serta tidak menonjolkan diri, tidak memperlihatkan sifat dan
gejala eksentrik yang senantisa berupaya menarik perhatian, akan
tetapi selalu tampil rapi dan bersih dalam berpakaian.

c) Dalam Rumah Tangga. Sederhana dalam kehidupan berumah


tangga tidak memperlihatkan kesan mencolok dan senantiasa
menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat disekitarnya.
Rumah tangga yang menonjolkan kelebihan dari masyarakat di sekitar
akan melahirkan hidup yang eklusif, keterasingan serta penilaian
negatif yang akan menjadi pemicu untuk lahirnya kecemburuan sosial.

d) Dalam pergaulan. Sederhana dalam bergaul bersama dengan


masyarakat sekelilingnya, mengandung arti senantiasa bersikap
ramah-tamah, suka bertegur sapa menyatu dan tidak mengisolasi diri
dari pergaulan masyarakat serta selalu menjaga kerukuman pergaulan
masyarakat serta selalu menjaga kerukunan pergaulan dengan
lingkungan.

e) Dalam bersikap. Sederhana dalam bersikap, yaitu senantiasa


memberikan contoh dan menjadi tauladan yang baik, dengan
mendorong warga sekitar untuk bersama membangun warga sekitar
untuk bersama membangun lingkungannya serta menumbuhkan rasa
persatuan dan persaudaraan.
36
d. Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Keluarga. Pancasila
mengandung nilai yang cukup mendalam, mulai dari nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan. Dari nilai-nilai tersebut dikembangkan
kedalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kehidupan pribadi, berkeluarga
sampai kepada kehidupan barmasyarakat, berbangsa dan bernegara. Amal
perbuatan dalam kehidupan TNI dan masysrakat, bernagsa dan Bernegara dapat
diimplementasikan, antara lain dengan :

1) Memupuk, memelihara dan meningkatkan keimanan dan kepada


Tuhan Yang Maha Esa serta ketaatan menjalankan Syarikat –Nya serta
meningkatkan amal ibadah lainnya dalam kehidupan keluarga.
2) Menjadi panutan dalam mendidik dan membimbing anggota keluarga
untuk hidup sederhana, hemat serta senantiasa mempersiapkan diri untuk
kehidupan hari depan yang lebih baik bagi keluarga.
3) Memelihara kerukunan dalam rumah tangga berdasarkan
kebijaksanaan yang bersifat menjaga, serta melindungi keutuhan keluarga,
ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan bersama dengan anggota
keluarga.
4) Pandai membagi waktu, walaupun memikikul tugas dengan berbagai
kesibukan namun senantiasa memperhatikan hal-hal yang merupakan
tanggung jawab untuk kesejahteraan keluarga, sehingga hak keluarga tidak
sampai diabaikan.
5) Senantiasa memperhatikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi keluarga,
baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah.
6) Memberikan suritauladan yang baik terhadap segenap anggota
keluarga terutama di bidang mental, moral, moril dan akhlak/budi pekerti yang
baik.
7) Bartenggung Jawab. Prajurit yang mengamalkan Pancasila akan
senantiasa bertanggung jawab, baik terhadap diri maupun terhadap
keluarganya. Baik suami maupun Istri harus mempunyai rasa tanggung
jawab yang tinggi dalam membina keluarganya.
8) Bersedia bekerja keras untuk keluarga. Sebagai seorang prajurit
yang punya kewajiban mengabdi kepada bangsa dan negara, akan bekerja
semaksimal mungkin, sehingga hasil yang didapat juga untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya.
37
9) Mendidik dan membimbing anggota keluarganya untuk hidup
sederhana, hemat serta mempersiapkan kebutuhan masa depan yang lebih
baik.

e. Implementasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Seorang


prajurit tidak bisa lepas dari kehidupanbermasyarakat karena dia juga bagian dari
masyarakat. Prajurit itu berasal dari rakyat, berjuang untuk rakyat dan bersama-
sama dengan rakyat. Prajurit bukanlah warga negara yang eksklusif dan terpisah
dari rakyat atau lingkungan sosial karena mereka bukan warga negara yang
istimewa. Namun demikian sesuatu yang tidak bisa dipungkiri dalam kehidupan
bermasyarakat, seorang prajurit sering ditempatkan pada posisi yang lebih baik,
cenderung dijadikan panutan, dihormati dan diperlakukan sebagai tokoh atau
pimpinan informal. Oleh sebab itu, dari segi moral seorang prajurit harus
mengimplementasikan Pancasila serta Sebelas Azas Kepemimpinan, Delapan Wajib
TNI yang meliputi sikap dan perilaku, antara lain :
1) Ikut serta membina keimanan dan ketakwaan masyarakat berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan agama mereka masing-
masing.
2) Ikut serta membina kesadaran masyarakat terutama dalam bidang
persatuan, ketahanan masyarakat, ketahanan mental ideologi, politik,
ekonomi dan sosial budaya.
3) Ikut serta membantu usaha pemerintah dalam memajukan ilmu
pengetahuan masyarakat, baik dalam bidang pembangunan maupun dalam
bidang lainnya.
4) Ikut serta dalam usaha-usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat,
baik moril maupun materiil dan membantu mengatasi kesulitan masyarakat
sekelilingnya.
5) Ikut serta dalam memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat,
terutama dalam menegakkan kebenaran serta menegakkan keadilan yang
merata.
6) Ikut serta dalam menggalang kerjasama, musyawarah membina
kesatuan dan persatuan nasional.
7) Ikut serta dalam membina kekuatan dan potensi kejuangan dan
potensi wilayah.
38
f. Implementasi Pancasila Sebagai Insan Prajurit. Implementasi Pancasila
dalam kehidupan prajurit sehari-hari tidak terlepas dari aktualisasi nilai-nilai
pengamalan Sapta Marga yang secara garis besarnya sebagai berikut :
1) Marga pertama : Bersendikan Pancasila, aktualisasinya adalah :
a) Setiap ide dan cara berfikir, perbuatan dan tindakan serta
usaha-usaha yang hendak dilaksanakan prajurit baik dalam
pelaksanaan tugas maupn dalam mencapai tjuan, hendaklah sejalan
dan tidak bertentangan dengan sila-sila dari Pancasila.
b) Mempelajari hakikat/falsafah Pancasila sungguh-sungguh serta
mengamalkannya dalam ehidupan sehari-hari.
2) Marga kedua. Sebagai patriot serta pembela ideologi negara.
a) Pengamalan kedalam : Melaksanakan Tri Pola Dasar
Pembentukan Manusia Pancasila yang memiliki ketahanan dalam
bidang kejiwaan dan mental, memiliki cukup pengetahuan dan
kemahiran teknis untuk pelaksanaan tugas serta memiliki daya tahan
fisik/jasmaniah yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas.
b) Pengamalan keluar : Menyesuikan sikap dan perilaku hidup
yang sesuai dengan azas/prinsip dan nilai-nilai Ideologi Pancasila,
mengambil tindakan yang cepat, tegas untuk memelihara dan
mengamankan kemurnian ideologi negara, serta selalu meningkatkan
kewaspadaan terhadap usaha-usaha yang merusak, merubah dan
menghancurkan Pancasila, dengan memelihara kesiapan fisik dan
mental.
3) Marga ketiga : Sebagai Ksatria yang bertakwa kepada Tuhan YME,
berarti :
a) Menjalankan ibadah menurut agama/keyakinan masing-masing.
b) Menerapkan norma-norma dan kaidah-kaidah agama/keyakinan
dalam kehidupan dan tata kehidupan sehari-hari.
c) Menempatkan setiap masalah pada proporsi yang sebenarnya.
d) Memupuk kebenaran moril untuk menentukan sikap, perbuatan
ataupun tindakan yang akan diambil.
4) Marga keempat : Sebagai prajurit Bhayangkari Negara dan Bangsa,
berarti :
a) Membuka mata dan telinga terhadap segala kejadian dan
keadaan yang terjadi di sekitar kita.
39
b) Menentukan langkah dan tindakan yang segera disesuaikan
dengan ketentuan, tatkala melihat dan mengetahui adanya ancaman.
5) Marga kelima : Memegang teguh disilin, patuh dan taat kepada
piminan, berarti :
a) Melatih diri untuk mematuhi, menaati dan melaksanakan tata
tertib yang berlaku sehingga kemudian menjadi kebiasaan.
b) Memupuk rasa hormat, percaya dan setia kepada pimpinan
sehingga tugas yang dilaksanakan bukan karena takut, bukan
mengharapkan pujian, tapi semata-mata karena ikhlas.
c) Menjaga diri dari sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan
hakikat dan disiplin keprajuritan.
d) Melaksanakan tugas pokok TNI dalam rangka perjuangan
bangsa dan negara.
6) Marga keenam : Mengutamakan keperwiraan, berarti :
a) Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan nilai-nilai
keerwiraan serta menerapkan dalam setiap perbuatan.
b) Meningkatkan kemampuan fisik dan teknis agar senantiasa
berada dalam keadaan siap untuk melaksanakan tugas.
c) Mengikuti perkembangan situasi dan kondisi perjuangan yang
sedang berjalan, sehingga selalu dalam keadaan siap sedia.
7) Marga ketujuh : Prajurit yang setia dan menepati janji berarti :
a) Senantiasa memelihara serta meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan YME.
b) Mendalami arti dan makna janji serta sumpah prajurit
selanjutnya menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c) Membina diri pribadi sesuai dengan azas-azas yang berlaku
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

8. Hubungan Pancasila dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

a. Pengamalan Kesadaran Sebagai Warga Negara. Setiap warga prajurit TNI


Angkatan Darat, mempunyai hak dan kewajiban tertentu, maka setiap ide dan cara
berpikir, perbuatan, tindakan serta usaha-usaha yang hendak dilaksanakan oleh
setiap prajurit dalam pelaksanaan tugas atau pencapaian tujuan hendaklah
senantiasa sejalan dan tidak bertentangan dengan Sapta Marga dan Sumpah
Prajurit. Kesadaran sebagai warga Negara dapat diimplementasikan, antara lain
sebagai berikut :
40
1) Sapta Marga.

a) Marga pertama “Kami warga Negara Kesatuan Republik


Indonesia yang bersendikan Pancasila”.Pengamalannya, antara lain :

(1) Sebagai warga Negara, setiap ide, cara berpikir,


perbuatan dan tindakan serta usaha-usaha yang hendak
dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan tugas atau pencapain
tujuan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.

(2) Berusaha mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat


dan makna yang terkandung dalam Pancasila dan berusaha
mengamalkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengakui
persamaan hak dan kewajiban sesama warga dan
menempatkan persatuan, kesatuan dan keselamatan bangsa
dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

(3) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur atau


perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan serta semangat gotong royong.

b) Marga kedua “Kami Patriot Indonesia pendukung serta pembela


ideologi Negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal
menyerah”. Pengamalannya, antara lain :

(1) Kelangsungan hidup suatu ideologi Negara sangat


tergantung kepada pendukung-pendukung dan pembela-
pembelanya, yang disebut dengan patriot bangsa, yang
mendukung dan membela ideologi bangsa, yang mendukung
dan membela ideologi Negara dengan cara bertanggung jawab.
Wujudnya adalah berupa kegiatan atau tindakan-tindakan yang
didasari kesadaran untuk turut memiliki, dan mendukung
tercapainya tujuan. Tidak kenal menyerah wujudnya adalah
sikap nonkompromistis, siap siaga serta waspada terhadap
setiap ancaman dalam bentuk apapun, baik yang datang dari
dalam maupun dari luar, berjuang sampai tetes darah
penghabisan.
41
(2) Kedalam. Melaksanakan Tri Pola Dasar Pembentukan
Manusia Pancasila, yang meliputi :

(a) Memiliki ketahanan dalam bidang kejiwaan dan


mental.

(b) Memiliki cukup pengetahuan dan kemahiran teknis


untuk pelaksanaan tugas.

(c) Memiliki daya tahan fisik atau jasmaniah atau


mempunyai tubuh yang sehat.

(3) Keluar.

(a) Berusaha menyesesuaikan sikap dan perilaku


sesuai dengan azas-azas atau prinsip-prinsip idiologi
Negara (Pancasila).

(b) Mengambil tindakan-tindakan yang cepat dan


tegas dalam memelihara dan mengamankan kemurnian
ideologi Negara.

(c) Selalu waspada terhadap usaha-usaha yang akan


merusak, mengubah, meniadakan dan menghancurkan
Pancasila serta selalu memelihara kesiapsiagaan, baik
mental maupun fisik untuk mengelimir musuh-musuh
Pancasila.

c) Marga Ketiga, ”Kami kesatria Indonesia yang bertakwa kepada


Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan
keadian” Pengamalnnya, antara lain :

(1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,


mengedepankan kejujuran, kebenaran dan keadilan dari
warganya. Hal ini tidak saja merupakan kebajikan tetapi juga
kewajiban bagi setiap kesatria.

(2) Menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan


masing-masing.

(3) Mengaktualisasikan kepercayaan dan tidak terpengaruh


oleh ajaran atau aliran yang menyesatkan.
42
(4) Menempatkan setiap maslah pada proposisi yang
sebenarnya dan menjauhkan diri dari praktek KKN.

(5) Memupuk kekuatan moril untuk menentukan


sikap/perbuatan/tindakan yang baik dan benar.

2) Sumpah Prajurit.

a) Butir Pertama “Setia kepada Negara Kesatuan Republik


Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945”. Pengamalannya, antara lain :

(1) Seorang prajurit dituntut untuk patuh, taat, tetap teguh


hati berpegang pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasar falsafah Negara, pandangan hidup bangsa, dasar
Negara dan ideologi Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila
serta Undang-Undang Dasar 1945.

(2) Turut serta mengamankan, menegakkan dan


menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Membela, menyelamatkan dan menyakini kebenaran


ideology Pancasila dan UUD 1945 serta rela berkorban harta
benda bahkan jiwa demi kemurnian dan kelestariannya.

(4) Berperan mengisi kemerdekaan dengan melaksanakan


pembangunan nasional di segala bidang.

(5) Konsisten dengan Pancasila sebagai ideologi Negara


yang menjadi dasar bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

(6) Mengamalkan dan membudayakan nilai-nilai yang


terkandung didalam Pancasila dan UUD 1945.

a) Butir kedua “Tunduk kepada Hukum dan memegang Teguh


Disiplin Keprajuritan”. Pengamalannya, antar lain :

(1) Sebagai prajurit dituntut untuk tunduk, patuh dan


menuruti semua perintah, aturan hukum dan selalu memegang
teguh etika kehidupan dan penghidupan prajurit yang wujudkan
didalam perbuatan nyata
43
(2) Menghormati, mematuhi, metaati peraturan, serta
ketentuan dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

(3) Berani menegur dan menasehati orang-orang yang


melanggar hukum dan undang-undang.

b. Pengamalan Kesadaran sebagai Insan Prajurit. Adalah supaya


penyelenggaraan pembinaan pengamalan dalam menanamkan pemahaman tentang
nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit dalam kehidupan prajurit. Sesuai
dengan perannya sebagai sendi disiplin hidup, kode etik dalam pergaulan, kode
kehormatan dalam perjuangan, sistem nilai dalam tata kehidupan dan kode moral
dalam sikap dan perilaku. Disamping itu, kedudukan Sumpah Prajurit sebagai
ikatan spiritual, moral dan hukum bagi insan prajurit. Pengamalan Sapta Marga dan
Sumpah Prajurit sebagai insane prajurit mencakup dalam tugas individu, tugas
dalam kesatuan dan tugas kepemimpinan, yang disusun sebagai berikut :

1) Pengamalan dalam tugas individu. Pengamalannya sebagai individu


bagi seorang prajurit merupakan implementasi marga dari Sapta Marga dan
Sumpah Prajurit, antara lain melalui :

a) Sapta Marga.

(1) Marga Pertama. “Kami warga Negara Kesatuan Republik


Indonesia yang bersendikan Pancasila”. Pengamalannya,
antara lain :

(a) Setiap individu prajurit harus menyadari bahwa ia


adalah sebagai warga Negara biasa yang tidak
mempunyai hak istimewa dibanding dengan warga
Negara lainnya.

(b) Setiap tindak tanduk serta perilakunya harus


sejalan dan tidak bertentangan dengan Pancasila.

(2) Marga kedua, “Kami Patriot Indonesia pendukung serta


pembela ideologi Negara yang bertanggung jawab dan tidak
mengenal menyerah”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara


diatas kepentingan pribadi dan golonga.
44
(b) Senantiasa memupuk rasa cinta dan kesetiaan
kepada bangsa dan Negara melalui tindakan nyata,
bukan hanya janji dan kata-kata semata.

(c) Senantiasa berjuang dengan semangat rela


berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara.

(d) Ikut berperan dalam berbagai kegiatan masyarakat


sekitar serta kegiatan social kemanusiaan lainnya sesuai
kondisi yang ada.

(e) Tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain


serta tidak melakukan perbuatan yang merugikan
kepentingan orang banyak.

(3) Marga ketiga, “Kami ksatria Indonesia yang bertakwa


kepada Tuhan Yang Maha Esa serta membela kejujuran,
kebenaran dan keadilan”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Sebagai kesatria Indonesia senantiasa memupuk


sikap jujur, sederhana, berpendirian teguh, tabah
terhadap segala godaan, menghargai sesama manusia.

(b) Dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa dan


Negara senantiasa netral, tidak memihak, tidak
membedakan latar belakang suku, golongan, etnis
maupun agama.

(c) Bersikap adil dan selalu menjaga keseimbangan


antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak
orang lain.

(d) Mempunyai rasa tanggung jawab dalam


mempertahankan tetap berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.

(e) Senantiasa peduli terhadap lingkungan dan


kondisi masyarakat di sekelilingnya.
45
(f) Berani bertanggung jawab atas tindakan yang
diperbuat dalam pergaulan sehari-hari selalu
mengembangkan sikap tenggang rasa, mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa.

(4) Marga keempat. “Kami prajurit Tentara Nasional


Indonesia adalah Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia”.
Pengamalannya, antara lain :

(a) Selaku individu dia senantiasa menjaga nama baik


bangsa dan Negara dimana saja berada.

(b) Siap sedia mengabdikan dirinya untuk bangsa dan


Negara kapan saja dan dimana saja berada.

(5) Marga kelima. “Kami Prajurit Tentara Nasional


Indonesia memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada
pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan
prajurit”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Seorang prajurit harus mempunyai pendirian yang


teguh, konsisten dengan janji, perkataan dan tidak
mudah terjerumus kepada perbuatan yang tercela.

(b) Konsisten dengan sikap, satunya kata dengan


perbuatan, taat kepada atasan serta aturan yang berlaku.

(6) Marga keenam. “Kami prajurit Tentara Nasional


Indonesia mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan
tugas serta senantiasa siap sedia berbakti kepada Negara dan
bangsa”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Sebagai individu mampu memilih hal-hal yang


penting untuk didahulukan dalam setiap tugas dan
kegiatan.

(b) Memiliki kepribadian yang utama berupa sifat jujur,


adil, percaya diri, ulet, sederhana dan iklas dalam
berkorban.
46
(c) Setiap saat siap mendarma-bhaktikan dirinya
untuk kepentingan bangsa dan Negara serta
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.

(7) Marga ketujuh. “Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia


setia dan menepati janji serta Sumpah Prajurit”.
Pengamalannya, antara lain

(a) Kesetiaan yang tulus kepada Negara Kesatuan


Republik Indonesia, tidak hanya berupa kata-kata.

(b) Menyadari sepenuhnya bahwa sumpah dan janji


yang telah diucapkan merupakan ikrar spiritual yang
wajib untuk ditepati.

b) Sumpah Prajurit.

(1) Butir pertama “Setia kepada Negara Kesatuan Republik


Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
dasar 1945”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Menyadari bahwa memupuk rasa cinta dan setia


kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 adalah suatu kewajiban.

(b) Cinta dan kesetiaan dapat diwujudkan dengan


berupaya ikut serta mengisi kemerdekaan, berperan
dalam menyukseskan pembangunan dengan berbagai
kegiatan yang bermanfaat.

(c) Bukti dari cinta dan kesetiaan adalah bertanggung


jawab, satunya kata dengan perbuatan serta tidak mudah
terpengaruh dengan bujuk rayu kelompok/golongan yang
berseberangan dengan ideologi bangsa serta Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Butir kedua “Tunduk kepada hukum dan memagang


teguh disiplin keprajuritan”. Pengamalannya, antara lain :
47
(a) Menyadari sepenuhnya bahwa sebagai prajurit,
yang hidup di Negara Republik Indonesia yang
merupakan Negara hukum.

(b) Senantiasa mematuhi, mentaati dan


melaksanakan semau peraturan serta bersikap dan
bertingkah laku tidak bertentangan dengan hukum dan
aturan yang berlaku.

(c) Menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM.

(3) Butir ketiga “Taat kepada Atasan dengan tidak


membantah perintah atau perintah”. Pengamalannya, antara
lain :

(a) Menyadari bahwa dalam kehidupan prajurit harus


taat terhadap hirarkhi kepangkatan.

(b) Berupaya untuk mengerti, memahami dan tanggap


terhadap tugas dan kebijaksanaan yang dikeluarkan
pimpinan.

(c) Berupaya semaksimal mungkin melaksanakan


setiap perintah tugas yang diterima dengan konsisten,
serta penuh rasa tanggung jawab.

(d) Tidak sekali-kali melakukan tindakan insubordinasi


atau melakukan perlawanan terhadap perintah atasan.

(e) Bersikap dan berperilaku sopan, mampu


menyesuaikan diri dan tahu menempatkan diri dalam
berkomunikasi dengan atasan.

2) Pengamalan dalam tugas kesatuan. Dalam tugas kesatuan


pengamalan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit adalah mengimplementasikan
masing-masing marga Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, antar lain melalui :

a) Sapta Marga.

(1) Marga kedua : “Kami patriot Indonesia pendukung serta


pembela ideologi Negara yang bertanggung jawab dan tidak
mengenal menyerah”. Pengamalannya, antara lain :
48
(a) Sebagai patriot adalah prajurit yang cinta kepada
tanah air, kepada bangsa dan Negara, dengan prinsip :

- Cinta damai, tapi lebih cinta kemerdekaan.

- Ikhlas dalam berkorban untuk membela


bangsa dan negara.

- Lebih mengutamakan kepentingan nasional


daripada kepentingan pribadi dan golongan.

(b) Dalam melaksanakan tugas satuan senantiasa


dilandasi rasa cinta dan setia terhadap tanah air,
terhadap bangsa dan Negara, ikhlas dalam berjuang
tanpa pamrih, bersikap netral tanpa memihak.

(2) Marga ketiga : “Kami kesatria Indonesia yang bertakwa


kepada Tuhan Yang Maha Esa serta membela kejujuran,
keberanaran dan keadilan”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Dalam setiap melaksanakan tugas senantiasa


dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

(b) Senantiasa memupuk sifat gagah berani dalam


setiap tugas, ulet, tabah terhadap semua godan dan
ujian, berpendirian teguh dan penuh kesederhanaan.

(c) Senantiasa mengutamakan sifat kejujuran,


kebenaran, keadilan, tidak sombong, mempunyai rasa
senasib dan sepenanggungan.

(d) Membina kemampuan pribadi sesuai dengan


azas-azas yang berlaku sesuai tuntutan tugas sebagai
prajurit TNI.

(3) Marga keempat : “Kami Prajurit Tentara Nasional


Indonesia adalah bhayangkari Negara dan bangsa Indonesia”.
Pengamalannya, antara lain :

(a) Sebagai seorang prajurit TNI, dalam setiap tugas


harus mempunyai sifat-sifat tanggap, tanggon dan
trenginas serta berani dalam membela dan
49
mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

(b) Sebagai prajurit bhayangkari Negara, dalam setiap


tugas harus menempatkan diri sebagai penegak,
penjaga, pengaman, penyelamat atau pengawal Negara
dan bangsa, sehingga harus punya kepedulian terhadap
lingkungan dan lapor cepat bila mendengar/melihat
kejadian yang perlu dengan segera dilakukan
penyelesaian dan penanganannya.

(c) Sebagai prajurit harus gemar membina


fisik/kesempatan guna mendukung pelaksanaan tugas
satuan.

(d) Membantu masyarakat di sekelilingnya yang


membutuhkan pertolongan dan ikut berperan serta dalam
menjaga keamanan lingkungan.

(4) Marga kelima, “Kami prajurit Tentara Nasioan Indonesia


memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan,
serta menjunjung tinggi Sikap dan kehormatan prajurit”.
Pengamalannya, antara lain :

(a) Menyadari bahwa disiplin adalah nafas dalam


kehidupan prajurit. Setiap prajurit TNI wajib tunduk dan
taat kepada semua aturan hukum yang berlaku. Oleh
seba itu, setiap prajurit harus melatih diri untuk mematuhi
tata tertib sehingga menjadi kebiasaan.

(b) Dalam melaksanakan tugas, setiap prajurit harus


tunduk dan patuh kepada komandan/pimpinan yang
diberikan wewenang komando.

(c) Pengamalan taat kepada pimpinan, yaitu bagi


seorang prajurit wajib melaksanakan perintah dengan
keyakinan akan kebenaran dari pimpinan sebagai
perwujudan dari sikap loyalitas.
50
(d) Tugas bagi prajurit adalah suatu kehormatan dan
kepercayaan bangsa dan Negara. Oleh sebab itu, setiap
prajurit di satuan harus berusaha dengan maksimal untuk
meraih keberhasilan tugas yang diembannya dengan
penuh rasa tanggung jawab.

(5) Marga Ketujuh : “Kami prajurit Tentara Nasional


Indonesia setia dan menepati janji serta sumpah prajurit”.
Pengamalannya, antara lain

(a) Dalam pelaksanaan tugas satuan, kesetiaan


prajurit yang utama adalah kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.

(b) Dalam pelaksanaan tugas, harus ditanamkan dan


dibudayakan rasa kesetiaan, loyalitas baik kepada
atasan, bawahan, maupun terhadap sesama teman.

(c) Semua prajurit harus menghayati bahwa janji dan


sumpah adalah ikatan spiritual yang wajib dilaksanakan.

(d) Perilaku setiap prajurit harus sesuai dengan azas-


azas dan nilai-nilai yang terkandung dalam janji dan
Sumpah Prajurit.

b) Sumpah Prajurit.

(1) Butir kedua “Tunduk kepada hukum dan memegang


teguh disiplin keprajuritan”.

(a) Dalam medan tugas, setiap prajurit wajib


mematuhi, menaati dan melaksanakan semua peraturan
dan norma yang berlaku.

(b) Senantiasa menumbuhkan rasa kebersamaan,


baik antar sesama prajurit maupun dengan anggota
masyarakat, demi terwujudnya kemanunggalan TNI-
Rakyat.
51
(c) Dalam melaksanakan tugas, setiap prajurit wajib
bersikap yang tidak baik bertentangan dengan hukum,
diantaranya :

- Menjunjung tinggi supremasi hukum dan


HAM.

- Mengamalkan semua peraturan dan norma-


norma keprajuritan.

- Tidak melanggar peraturan dan tata tertib


serta norma yang berlaku di lingkungan
penugasan.

(2) Butir ketiga “Taat kepada atasan dengan tidak


membantah perintah atau putusan”. Pengamalannya, antara
lain :

(a) Dalam tugas satuan, setiap prajurit wajib


semaksimal mungkin mengemban dan melaksanakan
tugas yang diberikan oleh atasan atau pimpinan.

(b) Tidak sekali-kali melakukan tindakan insubordinasi


atau melakukan pembangkangan terhadap atasan.

(c) Berupaya untuk memahami setiap tugas yang


diberikan oleh atasan dan menjalankan semua tugas
dengan penuh rasa tanggung jawab.

(d) Berusaha menyesuaikan diri dengan kebijaksaan


pimpinan, berperilaku sopan, tahu batas-batas fungsi dan
dan wewenang, berani menyampaikan saran serta
mengambil resiko dalam melaksanakan tugas satuan.

(3) Butir keempat. “Menjalankan segala kewajiban dengan


penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan Negara
Republik Indonesia”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Tidak merasa gentar dalam melaksanakan tugas


kesatuan, walaupun harus menghadang, menghalau dan
bila perlu membunuh musuh Negara dan bangsa sebagai
wujud tanggung jawab.
52
(b) Rela menanggung resiko, serta berkorban apa
saja untuk membela Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai wujud tanggung jawab selaku prajurit
TNI.

(c) Berani mengambil sikap yang tegas, selalu


waspada terhadap usaha pelanggaran serta
penyimpangan yang merongrong NKRI.

(d) Bersikap hormat terhadap simbol dan lambang-


lambang kenegaraan dan cepat tanggap terhadap upaya
yang akan menurunkan kewibawaan Negara.

(4) Butir kelima “Memegang segala rahasia tentara sekeras-


kerasnya”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Dalam melaksanakan tugas satuan tidak terlepas


dari pengamanan dokumentasi/arsip kedinasan, dengan
cara :

- Menyimpan dokumen-dokumen dengan


tertib, teratur, rapi dan aman.

- Selalu waspada terhadap setiap orang yang


tidak berkepentingan.

- Merawat dokumen dan menjaganya dari


kerusakan yang diakibatkan oleh alam, manusia
ataupun binatang.

- Membatasi diri dalam percakapan tentang


sesuatu yang bersifat rahasia dan bila perlu tutup
mulut.

(b) Menjamin pengamanan berita, kegiatan


kemiliteran dan kegiatan satuan diantaranya dapat
dilakukan dengan jalan :

- Tidak membicarakan secara langsung atau


tidak langsung mengenai rencana kegiatan
operasi militer (OMP dan OMSP), kegiatan tugas
53
satuan yang akan atau yang sedang dilaksanakan
kepada pihak yang tidak berkepentingan.

- Menyadari sepenuhnya bahwa


membocorkan sesuatu yang bersifat rahasia akan
membahayakan keselamatan Negara, bangsa,
satuan, keluarga dan bahkan dirinya sendiri.

- Senantiasa ikhlas melaksanakan tugas apa


saja dan dimana saja demi kepentingan bangsa
dan Negara.

3) Pengamalan dalm tugas kepemimpinan. Pengamalan Sapta Marga


dan Sumpah Prajurit dalam tugas kepemimpinan adalah dengan
mengimplementasikan nilai-nilai dari Sapta Marga dan Sumpah Prajurit
antara lain :

a) Sapta Marga.

(1) Marga kelima. “Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia


memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan serta
menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit.
Pengamalannya, antara lain :

(a) Selaku pemimpin senantiasa memberikan contoh


tauladan yang baik berupa kedisiplinan terhadap anak
buahnya, sehingga dapat menjadi panutan.

(b) Selaku pimpinan senantiasa konsisten dengan


setiap aturan dan ketentuan yang berlaku, taat azas serta
berani memberikan tindakan, keputusan serta hukuman
bagi bawahannya yang melakukan pelanggaran hukum
dan disiplin dengan tidak pilih kasih.

(c) Sebagai seorang pimpinan dia harus berupaya


menempatkan diri sewaktu-waktu dia sebagai atasan,
sebagai guru, dan sebagai teman dan Pembina terhadap
bawahannya.

(d) Konsisten dengan segala aturan serta berupaya


menjaga kehormatan diri selaku prajurit TNI.
54
(2) Marga keenam : “Kami Prajurit Tentara Nasional
Indonesia, mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan
tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada Negara dan
bangsa”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Selaku pemimpin harus mempunyai tekad yang


kuat dalam upaya mencapai tujuan dengan cara-cara
yang sesuai dengan hakikat keperwiraan.

(b) Senantiasa menanamkan sifat-sifat jujur, adil dan


bertanggung jawab, memiliki inisiatif, kreatif dan
kepedulian terhadap lingkungan tugas sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya.

(c) Mampu memberikan dorongan agar setiap


bawahannya berlomba mendarma baktikan diri melalui
karya nyata secara ikhlas sebagai bukti kesetiaan kepada
bangsa dan Negara.

(d) Berupaya untuk menjadi contoh tauladan yang


baik serta mampu melatih dan meningkatkan
kemampuan teknis dan taktis bagi anak buahnya.

(e) Senantiasa mengikuti perkembangan situasi


sehingga tidak ketinggalan informasi dan selalu dalam
keadaan siap sedia serta waspada setiap saat.

b) Sumpah Prajurit.

(1) Butir keempat “Menjalankan segala kewajiban dengan


penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Sebagai pemimpin berkewajiban menjalankan


tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, karena yang
paling dominan bagi pemimpin adalah tanggung jawab.

(b) Menggunakan fasilitas dinas, anggaran yang


diberikan oleh Negara dengan efektif dan efisien serta
mampu mempertanggung jawabkannya.
55
(c) Berani mengambil sikap yang tegas terhadap
penyimpangan yang dapat menurunkan wibawa Negara.

(d) Disamping itu, bagi seorang pemimpin tanggung


jawab itu dapat juga dwujudkan dengan cara :

- Melaksanakan tugas sesuai dengan tataran


tanggung jawab yang diterima.

- Mengutamakan kepentingan tugas daripada


kepentingan pribadi.

- Mencurahkan segala perhatian, pikiran dan


tenaga bagi keberhasilan pelaksanaan tugas.

- Berusaha mendorong untuk meningkatkan


kemampuan pribadi dan anggotanya guna
mendukung keberhasilannya tugas satuan.

(2) Butir kelima : “Memegang segala rahasia tentara


sekeras-kerasnya”. Pengamalannya, antara lain :

(a) Dalam kehidupan prajurit, seseorang pemimpin


harus menyadari bahwa dia mempunyai tanggung jawab
yang besar terhadap tugas, baik tugas satuan maupun
tugas kenegaraan. Oleh sebab itu, dia harus meyakini
dirinya untuk selalu berusaha dapat dipercaya, mampu
menjaga segala rahasia, baik rahasia Negara maupun
rahasia ketentaraan dalam keadaan dan situasi apapun.

(b) Mampu memegang rahasia adalah perwujudan


dari sikap patriotisme, kesatria dan bhayangkari Negara
yang disiplin dan mempunyai kehormatan diri serta
kepercayaan diri yang tinggi, semangat pantang
menyerah, sifat yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin.

9. Evaluasi.

a. Jelaskan pengertian Pancasila dan tingkat kebenaran filsafat Pancasila ?

b. Pancasila adalah suatu ajaran filsafat yang tersusun secara harmonis dalam
suatu sistem filsafat, Jelaskan hakikat filsafat menurut Hegel !

c. Jelaskan Filsafat Pancasila dan tata nilainya dilihat dari sila ke satu !
56

BAB III
UNDANG-UNDANG DASAR 1945

10. Umum. Undang-undang dasar suatu Negara ialah hanya sebagian dari
hukumnya dasar Negara itu.Undang-undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, ialah
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara,
meskipun tidak tertulis. Memang untuk menyelidiki hukum dasar (droit constitutionelle)
suatu Negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-undang Dasarnya (loi
constitutionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga sebagaimana prakteknya dan
bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dari Undang-undang itu.
Undang-undang Dasar Negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca
teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-undang Dasar dari
suatu negara kita harus mempelajari juga bagaimana terjadiya teks itu dibikin.Dengan
demikian kita dapat mengerti apa maksudnya Undang-undang yang kita pelajari, aliran
pikiran apa yang menjadi dasar Undang-undang itu.

11. Pemukaan UUD 1945.

a. Makna Historis Dari Pembukaan UUD 1945.

1) Alinea pertama Pembukaan UUD 1945 menyatakan : “Bahwa


sesunguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Secara filosofis, apa yang terumus
dalam alinea pertama ini, merupakan pernyataan keyakinan bangsa
Indonesia bahwa : Semua bangsa di dunia ini sama derajat, oleh karena itu
tiap bangsa berhak memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan sendiri (self
government) adalah kebenaran hakiki, dan karena itu penjajahan adalah
kejahatan hakiki. Rumusan dari keyakinan bangsa Indonesia ini, merupakan
perwujudan dari faham Pancasila tentang manusia, yaitu manusia makhluk
monodualis, dalam tingkat pergaulan antar bangsa. Bangsa Indonesia tidak
hanya berpikir mengenai dirinya sendiri, melainkan selalu dalam
hubungannya dengan segenap bangsa lain. Secara politik, alinea pertama ini
merupakan pernyataan pembelaan terbuka terhadap eksistensi pemerintahan
serta bangsa. Konsekuensi dari keyakinan ini, ialah bahwa bangsa
Indonesia tidak mungkin lagi surut dari pendiriannya tak kenal menyerah
57
dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia ; mengandung kewajiban
moral bagi bangsa Indonesia untuk selalu berpihak pada bangsa yang
berjuang untuk kemerdekaanya dalam wujud membantu nyata secara politik,
dan atau kegiatan tertentu, dan atau pemberian bantuan material yang
diperlukan. Bersikap netral terhadap bangsa yang memperjuangkan
kemerdekaannya tidak dimungkinkan lagi, bila bangsa Indonesia tidak ingin
didakwa ingkar terhadap keyakinannya sendiri. Sikap berpihak dan tidak
mungkin netral ini, mengandung keterikatan (commitment) dengan bangsa
yang memperjuangkan kemerdekaannya dan dengan itu walaupun akan
mengundang resiko pada dirinya.

Makna historis dari alinea pertama ini, ialah bahwa pernyataan


keyakinan bangsa ini merupakan antitesa dalam proses sejarah hapusnya
penjajahan di seluruh dunia.

2) Alinea kedua Pembukaan, menyatakan :


“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada
saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat
Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur“.
“......telah sampailah pada saat yang berbahagia ....”, mengungkapkan makna
bahwa sebelumnya ada kesengsaraan yang diderita oleh bangsa Indonesia
yang ditimpakan oleh penjajahan.
“.....saat yang bahagia “, menunjukkan bahwa terjadi perjuangan panjang
beserta penderitaannya dalam menghapuskan penjajahan Belanda dibumi
Indonesia.
Kesengsaraan berabad yang diciptakan oleh penjajahan Belanda dan
penderitaan tak berujung yang dialami bangsa Indonesia dalam perjuangan
menghapuskan penjajahan itu, merupakan kausa mengapa bangsa Indonesia
merebut kemerdekaannya dari penjajah. Makna historis ini terungkap dari
rancangan “ pernyataan kemerdekaan Indonesia” yang disiapkan oleh suatu
panitia kecil dari Panitia Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia,
yang kemudian tidak jadi diumumkan secara “in extenso” melainkan disingkat
menjadi seperti apa yang terumus dalam alinea ketiga Pembukaan UUD
1945.
58
Dalam pengertian politik internasional pada tahun 40-an, dimana
penjajahan dianggap sebagai hal yang biasa, pencanangan kausa yang
mendorong bangsa Indonesia bertindak revolusioner meskipun tindakan itu
berupa merebut kemerdekaannya sendiri dari tangan penjajah, oleh para
penyusun Pembukaan UUD 1945, dianggap perlu dikemukakan dalam rangka
membina pendapat umum dunia masa itu mempersyaratkan adanya
penyebab yang bisa diterima, mengapa suatu bangsa mencetuskan revolusi
kemerdekaan. Dalam hubungannya dengan alinea pertama, kausa ini
berwatak dakwaan terhadap penjajahan Belanda.
Alinea kedua ini, yang didalamnya terkandung ungkapan
kesengsaraan dan penderitaan akibat penjajahan Belanda, merupakan
penguatan empiris terhadap keyakinan bangsa Indonesia bahwa “penjajahan
di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan” yang dituangkan dalam alinea pertama. Makna historis dari
bagian pernyataan “ ....... yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur”, ialah tekad bangsa Indonesia, bahwa kemerdekaan yang direbut itu
bukan sekedar “bebas dari penjajahan asing”, dan sekedar “memiliki
pemerintahan sendiri”, dengan meneruskan segenap warisan kolonial antara
lain “ rasa kedaerahan yang tebal” hasil binaan penjajah, melainkan secara
positif dan tegas bangsa Indonesia bangsa Indonesia menghendaki negara
yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Hasrat “bersatu” ini kemudian di
dalam batang tubuh UUD 1945, terwujud dalam bentuk negara “negara
kesatuan” dan dalam staatsidee “negara persatuan”.

3) Alinea ketiga Pembukaan, menyatakan :


“Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Esa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Makna pertama yang terungkap dari pernyataan ini ialah, pengakuan
bangsa Indonesia terhadap kebesaran dan kemahakuasaan Tuhan sebagai
“prima causa”. Segala sesuatu yang ada dan terjadi didunia ini atas
kehendak-Nya. Demikian juga dengan kemerdekaan Indonesia, bangsa
Indonesia sadar dan yakin bahwa perjuangan kemerdekaan yang penuh
penderitaan itu sekedar merupakan ikhtiar manusia. Tanpa ridho Tuhan,
kemerdekaan indonesia tidak mungkin terwujud. Moral dari keyakinan ini,
ialah bahwa kemerdekaan Indonesia benar-benar (akan) membahagiakan
59
bangsa Indonesia, selama bangsa Indonesia taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Makna kedua, ialah bahwa Negara Indonesia yang (akan) didirikan itu,
bukanlah negara klerikal dan bukan negara sekuler, melainkan negara
persatuan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Para penyusun UUD
1945 berpendapat bahwa, bila didirikan negara klerikal dalam hal ini Negara
Islam maka itu berarti mendirikan bukan negara persatuan, dan dengan itu
tidak semua golongan merasa berada di daerah sendiri. Sebaliknya bila yang
didirikan itu negara sekuler yaitu negara yang sama sekali megabaikan
kehidupan keagamaan, berarti mengingkari Pancasila. Oleh karena itu,
dengan sadar para penyusun UUD 1945 mendirikan negara persatuan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Makna ketiga dari pernyataan yang termaktub dalam alinea ketiga,


ialah pernyataan kemerdekaan indonesia. Timbul pertanyaan, mengapa suatu
pernyataan kemerdekaan masih perlu dicantumkan dalam Pembukaan UUD
1945, sedang pernyataan itu telah dikumandangkan sehari sebelumnya yaitu
pada tanggal 17 Agustus 1945 dalam bentuk Proklamasi Kemerdekaan.

Memperhatikan perbedaan antara teks Proklamasi Kemerdekaan dan


rumusan alinea ketiga Pembukaan UUD 1945, maka jawaban yang terdekat
dengan kebenaran ialah, bahwa pernyataan kemerdekaan yang tertuang
dalam alinea ketiga pembukaan itu merupakan pertanggung jawaban dan
penegasan dari Proklamasi Kemerdekaan.

Pertanggung jawabannya terletak pada :

a) Pernyataan kemerdekaan yang disertai pencanangan apa yang


menjadi penyebabnya, yaitu yang terdapat dalam alinea kedua
pembukaan seperti yang telah dipaparkan dimuka, dan didasarkan
pada keyakinan filsafati bangsa Indonesia mengenai kebenaran hakiki
tentang hak tiap bangsa akan kemerdekaan, yang tertuang dalam
alinea pertama pembukaan.

b) Bahwa kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia


adalah “atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa”. Dengan itu
bangsa Indonesia menegaskan keyakinannya bahwa tercapainya
kemerdekaan, bukan semata-mata usaha manusia, melainkan karena
karunia Tuhan Yang Maha Esa, penegasan ini dianggap perlu karena
60
dalam teks proklamasi Kemerdekaan, tidak terdapat kalimat keimanan
kepada Tuhan. Memang sesudah Bung Karno selesai membaca teks
Proklamasi Kemerdekaan, segara beliau ucapkan panjatkan : “Insya
Allah Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu”. Penegasan diwujudkan
dengan pencantuman moralitas dari pernyataan kemerdekaan
Indonesia yaitu yang tertuang dalam kalimat "didorongkan“ oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas “.
Makna keempat dari alinea ketiga dan alinea kedua pembukaan ini,
ialah sebagai pemutus antitesa yang dikemukakan dalam alinea
pertama, dan yang merupakan inisial bagi lahirnya sintesa.

4) Alinea keempat pembukaan UUD 1945, menyatakan : “kemudian dari


pada itu untuk membentuk suatu pemerintan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Makna pertama terungkap, ialah dari bagian
pernyataan yang berbunyi :Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ....”. Negara dengan
“staatsidee”, individualisme tidak mungkin mewujudkan cita-cita termaksud,
karena secara apriori negara itu didirikan oleh dan untuk kepentingan klas
tertentu, yaitu klas proletar, dan secara apriori pula memusuhi klas lain
dengan tujuan lain melikuidasinya. Negara yang mampu mewujudkan
cita-cita itu,hanyalah negara yang didasarkan pada “staatsidee”
kekeluargaan. Dengan demikian yang (hendak) didirikan oleh bangsa
Indonesia ialah Negara Kekeluargaan. Makna Kedua, ialah bahwa yang
menjadi tujuan negara ialah “....... melindungi segenap bangsa indonesia dan
seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
61
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan,perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Makna historis yang dipantulkan oleh rumusan tujuan negara yang
tercantum dalam alinea keempat ini, ialah dari pernyataan “segenap bangsa”;
dan “segenap tumpah darah”. Selama masa penjajahan, Belanda dalam
rangka mengamankan kolonialismenya, melakukan politik pecah belah lewat
jalur kultur secara halus, hingga dengan “bangsa”,ditiap daerah lahir
himpunan pemuda lokal dengan nama yang mencerminkan kepecahan
bangsa yaitu “Jong Java”, ”Jong Sumatera”, ”Jong Ambon” , “Jong Islamieten
Bond” dan sebagainya. Pernyataan “segenap bangsa dan segenap tumpah
darah” itu bertujuan menghapuskan kepecahan dalam tubuh bangsa itu.
Demikian pula secara mulatis mutandis, perpecahan yang ada sebagai
kebedaan geografis beserta kekayaan alam yang terkandung dalam daerah
bersangkutan, dengan konsekuen mewujudkan tujuan negara termaksud,
diharapkan dapat hapus untuk selama-lamanya.

Makna perpektif sejarah, diungkapkan oleh tujuan negara


“mencerdaskan kehidupan Bangsa”. Manusia bernaluri untuk maju. Dalam
pengertian kemajuan ini, terkandung premis bahwa segala hal di dunia ini
menjadi lebih baik di masa depan. Premis ini bukan keyakinan dogamis, juga
tidak didasarkan pada harapan bahwa setiap peristiwa yang menguntungkan
akan memadu diri. Premis ini berada dalam jalur prediksi ilmiah, yaitu
didasarkan pada pelajaran sejarah dan berkelakuan hukum perkembangan
sosial. Oleh karena itu ide mengenai kemajuan manusia merupakan teori
yang memadukan sintesa masa lampau dengan ramalan masa depan.

Para penyusun Undang-Undang Dasar 1945 telah berpikir jauh ke


masa depan. “Kemajuan” telah mereka identifikasi sebagai suatu aspek
kehidupan masyarakat, disamping aspek kesejahteraan dan aspek
keamanan. Kini kita telah dapat merasakan bahwa kemajuan (progress) tidak
lagi dapat diasumsikan sebagai terkandung di dalam kesejahteraan maupun
didalam keamanan. Dengan kemajuan teknologi yang makin memacu,
pengaruh dari kemajuan telah bersifat fungsional dalam kehidupan
kenegaraan dan kemasyarakatan sehingga menuntut untuk diperlakukan
sebagai aspek kehidupan secara memadai. Sebagai contoh dapat
dikemukakan, yaitu kualita ketahanan nasional tersusun oleh keseimbangan
serasi antara kualitas kesejahteraan, keamanan dan kemajuan.
62
Kesejahteraan tanpa kemajuan melahirkan masalah keamanan, keamanan
tanpa kemajuan merosotkan kesejahteraan.

Tujuan negara ikut melaksanakan “ketertiban dunia yang berdasarkan


kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, mengungkapkan
makna bahwa para penyusun UUD 1945 mampu mengantisipasi perspektif
sejarah jauh dimasa depan dari kehidupan umat manusia. Berpangkal
tolak dari hasil laporan pertama dan kedua kepada "club“of Rome" yang
intinya bahwa semua sumber kehidupan di alam semesta itu tidak
“reneuable”, dan bila umat manusia ingin memperpanjang masa hidupnya,
dipersyaratkan adanya suatu kerjasama antar semua bangsa secara
berencana dan disiplin. Hal ini menunjukan bahwa saling ketergantungan
antar bangsa makin lama makin intensif. Konsep ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, ialah
konsep yang paling memadai untuk mewadahi saling ketergantungan antar
bangsa yang makin intensif itu.
Kedamaian dunia yang didesain oleh para pemyusun UUD 1945 ialah,
kedamaian yang dicapai melalui “mekanisme” saling ketergantungan antar
bangsa yang berkedaulatan maksimum. Saling ketergantungan antar
bangsa adalah alami, oleh karena itu benar; Kedaulatan maksimum suantu
bangsa adalah alami, oleh karena itu benar. Dengan demikian, konsep
ketertiban dunia yang dicita-citakan oleh Pembukaan UUD 1945 adalah yang
paling mungkin untuk diwujudkan, dibandingkan dengan konsep kedamaian
dunia yang didasarkan pada kedaulatan maksimum semata-mata, yang
sekarang ini sedang dilaksanakan oleh hampir semua bangsa didunia, karena
kedaulatan maksimum justru merupakan salah satu penyebab konflik.
Demikian pula kedamaian duinia yang didasarkan pada kedaulatan minimum,
dengan mewujudkan suatu pemerintahan dunia, baik yang berbentuk
imperium maupun pemerintahan federal hampir tidak mungkin terwujud
karena bertentangan dengan naluri bangsa yang merasa dirinya berdaulat
penuh. Konsep kedamaian dunia dengan dasar kedaulatan nihil, dengan
mewujudkan masyarakat dunia yang tak berklas, tanpa negara tanpa
kedaulatan, maka sama sekali tidak mungkin diwujudkan karena
bertentangan dengan naluri bangsa: Berdaulat penuh.
63
Makna keempat dari alinea keempat Pembukaan ialah bahwa lima sila
yang lazimnya kita sebut Pancasila yang terdapat dalam alinea keempat ialah
dalam kualita sebagai ideologi. “Kemudian daripada itu membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia ......, dalam suatu susunan N e g a r a
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan B e r d a s a r kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Tanpa jelas bahwa Pancasila, didudukan sebagai Dasar dari


Negara. Pengertian ideologi, ialah : “Seperangkat kebenaran hakiki yang
diyakini, digunakan sebagai dasar menata dan menggerakan kehidupan
masyarakat dalam menegara”. Dengan demikian, Pancasila dalam alinea
keempat Pembukaan, ialah dalam kualitanya sebagai ideologi. Pengertian
reflektif yang terkandung dalam pengertian ideologi, ialah bahwa “kebenaran
yang diyakini itu dituntut untuk diamalkan oleh segenap warga dari
sekelompok masyarakat yang bersangkutan.

Konsekuensi dari telah disepakatinya dan telah ditetapkan Pancasila


sebagai ideologi negara, ialah bahwa segenap lembaga masyarakat, segenap
lembaga negara, setiap warga negara, tidak bisa tidak, tidak dapat mengelak,
bahkan tidak boleh menunda, wajib mengamalkan Pancasila. Tiap
penundaan pengamalan, lebih-lebih ingkaran untuk mengamalkan Pancasila
dengan sendirinya merusak sistem masyarakat sekaligus sistem negara
Indonesia.

Makna kelima dari alinea keempat ialah bahwa “.......... negara


Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Pancasila” ialah s i s t e s a dari proses hapusnya penjajahan di Indonesia.

b. Makna Filsafat dari Pembukaan UUD 1945. “Dalam Pembukaan ini


diterima aliran pengertian negara persatuan (juga disebut negara kekeluargaan),
negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi Negara
mengatasi segala faham golongan, mengatasi segala faham perseorangan. Negara,
menurut pengertian “Pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap
64
bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan,
demikian dijelaskan oleh UUD 1945.

Perdefinisi, seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, pengertian


negara kekeluargaan ialah “suatu susunan masyarakat yang integral, segala
golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan
merupakan persatuan masyarakat yang organis. Negara bersatu dengan seluruh
rakyatnya, mengatasi segala golongan yang ada dalam segala lapangan
kehidupan”.

Staatsidee atau konsepsi negara kekeluargaan itu didasarkan pada


pandangan Pancasila tentang Negara, yaitu :

1) Satuan dasar dari alam semesta adalah kekeluargaan. Keluargaan itu


sejak dahulu hingga kini merupakan lembaga penumbuhan. Keluargalah yang
melahirkan manusia, yang secara keseluruhan disebut masyarakat. Dengan
itu keluarga merupakan lembaga pertama didalam mana hak dan kewajiban
terselenggara. Ia mengembang disiplin dan kewajiban dalam dirinya; dan
kemudian setelah keluarga mengembang terjadilah peluasan kebebasan dan
kerjasama dimana kewajiban dan hak dihayati bersama, kesemuanya
seimbang dan simetris seperti tiap hal yang berada dalam keadaan teratur.
Keluarga merupakan satuan demokratis dalam mana tiap warganya sejak
kecil hingga tua, mengambil bagian dalam melaksanakan kewajiban,
mendapatkan hak, dan melakukan kebebasan koperatif. Manusia Goa, laki
bertemu perempuan dan kawin, tidak ada kekuasaan di diktatorial yang
mengharuskan mereka harus berbuat ini atau itu, berapa anak yang boleh
dilahirkan. Dua buah sel hidup yang koperatif, satu sel bibit lagi dan yang lain
telur wanita, berpadu menjadi satu. Kemudian anak tergantung pada
kontiunitas dan tanggung jawab kedua orang tua dan pembagian tugas antar
mereka. Asal mula kehidupan ini menggambarkan demokrasi.
2) Premi dasar dari Demokrasi Pancasila ialah kesamaan. Inti dari
demokrasi ialah bahwa rakyatlah yang berdaulat, yang memiliki kekuasaan
tertinggi. Pernyataan ini tidak akan mendapatkan kemantikan (Logic) apabila
tidak didasarkan pada premis bahwa manusia itu satu sama lain, sama. Juga
tidak dapat dipercaya kebenaran dari pernyataan bahwa kehendak rakyat
adalah kehendak mayoritas rakyat (konsep liberal), bahwa kehendak rakyat
adalah kehendak seluruh rakyat (konsep Pancasila), Apabila pernyataan itu
65
tidak didasarkan pada premis “kesamaan” itu. Demikian seterusnya
segenap bagian dari bangunan demokrasi menjadi runtuh apabila tidak
beralaskan pada “kesamaan”. Berhubung itu, memandang dan menganalisa
demokrasi harus selalu bertolak dari “kesamaan”, yang berarti bertolak dari
bawah. Memandang demokrasi secara elitis dari atas, tidak mungkin
dilakukan karena serentak dengan pandangan dari atas itu, yang dipandang
tidak (mungkin) lagi demokrasi, melainkan dengan sendirinya salah satu
bentuk dari totaliterisme.

3) Negara adalah anugerah Tuhan. Tuhan menciptakan manusia terdiri


dari Laki dan perempuan menjadikannya bersuku-suku, berbangsa-bangsa
untuk saling mengenal dan bekerjasama laki bertemu wanita, terbangunlah
keluarga, dan terjadilah organisasi keluarga. Keluarga bergaul dengan
sejumlah keluarga lain, terbangunlah suku bangsa dan terjadilah organisasi
suku bangsa. Suku bangsa yang satu bergaul dengan sejumlah suku bangsa
yang lain, terbangunlah bangsa sebagai suatu keseluruhan dan terjadilah
organisasi bangsa yang disebut negara. Terjadilah organisasi keluarga
merupakan hal yang tak terelakan, karena didorong oleh naluri menjamin
kepentingan keseluruhan anggota keluarga. Demikian pula dengan terjadinya
organisasi suku bangsa dan organisasi bangsa. Proses terjadinya negara,
menunjukkan bahwa asal mula negara adalah alami, yaitu naluri dan
kebutuhan manusia untuk bersatu. Dan itu semua atas kehendak Tuhan
yang terkandung dalam ia menciptakan manusia.

4) Kehendak rakyat adalah kehendak dari seluruh rakyat. Konsisten


dengan faham “manusia itu sama dihadapkan Tuhan”, “Premis dasar dari
Demokrasi Pancasila adalah kesamaan”, “Keluarga adalah satuan dasar alam
semesta”, maka dalam Negara. Kekeluargaan yang dimaksud dengan
“kehendak rakyat” ialah kehendak dari seluruh rakyat, bukan kehendak dari
mayoritas rakyat, atau kehendak dari minoritas yang mengatas namakan
mayoritas rakyat.

5) Negara mementingkan keseluruhan. Yang terpenting dalam negara


ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada suatu
golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, akan tetapi negara
menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak
terpisahkan.
66
6) Tiap warganegara berhak dan wajib berpartisipasi dalam segenap
aspek kehidupan kenegaraan. Dalam Negara kekeluargaan di mana
sistem politik berdasarkan KEKELUARGAAN pula, segenap warganegara
berhak dan wajib berpartisipasi sekedar hak-saja, maka dimungkinkan
adanya anggota keluarga yang tidak menggunakan hak tersebut dan itu
berarti bahwa ada “anggota keluarga” yang tidak berpartisipasi, dan dengan
demikian sistem politiknya menjadi berubah dari sistem politik berdasarkan
staatsidee KEKELUARGAAN menjadi sistem politik yang lain, menjadi sistem
politik yang lain, menjadi sistem politik liberal atau menjadi sistem politik
totaliter.

7) Interaksi dalam negara kekeluargaan adalah saling memberi.


Konsisten dengan faham “manusia monodualis” dan faham “keluarga adalah
satuan dasar alam semesta”, maka interaksi antar partisipan baik warga
negara, maupun antar warga negara dengan lembaga negara adalah saling
memberi. Saling memberi ini didasarkan pada kesadaran saling
ketergantungan antar partisipan. Dengan interaksi saling memberi ini,
hasilnya terjamin akan selalu mengandung manfaat maksimum bagi
keseluruhan. Sebagai bandingan dapat diuraikan bahwa Demokrasi Liberal
yang berpangkal tolak pada faham individulah yang merupakan satuan dasar
dari masyarakat, membawa konsekuensi logis bahwa interaksi antar
partisipan bersifat saling menuntut hak itu melahirkan kegelisahan dan
keresahan masyarakat.

8) Musyawarah untuk mufakat adalah cara penempaan putusan yang


terbaik.“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan” adalah suatu asas kerohanian dan sekaligus
menunjukkan tata cara mengambil putusan untuk mewujudkan kehendak
rakyat.

“Perwakilan” menunjukan pada demokrasi-perwakilan (representative


democraty), mengandung faham diakuinya kepribadian individu yang
merupakan subjek yang perlu diberi kemungkinan dan kesempatan oleh
negara, untuk menyatakan aspirasinya melalui wakilnya” dalam badan
perwakilan. “Permusyawaratan” menunjuk pada proses pengambilan putusan
yang berbentuk diskusi mengungkapkan segenap aspek dari masalah yang
dipersoalkan.
67
“Kebijaksanaan” menunjuk pada sikap yang harus dipakai dalam
menilai segenap pendapat yang diajukan, yaitu suatu sikap teliti,
memperhitungkan pengaruh ruang dan waktu, meempertimbangkan
persatuan dan kepentingan rakyat banyak serta akibat yang akan ditimbulkan
oleh putusan yang akan diambil. “Hikmah” berarti suatu sintesa dari berbagai
pendapat yang dianggap paling bermanfaat bagi semua semua pihak yang
diwakili dalam permusyawaratan perwakilan. Untuk mendapatkan sintesa
yang paling bermanfaat tersebut, tidak mungkin ditempuh sistem “separoh
tambah satu”, sebab jika demikian, berarti masih ada pendapat yang
tergolong dalam katagori “separoh kurang satu”, dan ini berarti sintesa belum
terjadi.

Satu-satunya bentuk putusan yang memenuhi asas “kerakyatan yang


dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”
adalah mufakat bulat.

9) Moral rakyat yang luhur adalah batu penguji mengenai kebenaran,


kejujuran dan keadilan. Negara kekeluargaan berpangkal tolak pada
faham “manusia itu baik”. Oleh karena itu para penyusun UUD 1945, dalam
menetapkan mekanisme Negara Kekeluargaan berani dan tanpa ragu-ragu
hanya mengatur garis besarnya saja, dengan tujuan agar mekanisme itu
mampu selama mungkin menampung kemajuan jaman. Dalam pengertian ini
UUD 1945 menganut suatu trilogi yang tersusun oleh tiga buah asas, yaitu :
kenyal (soepal), perkembangan jaman cukup diatur dengan undang-undang
(kerja sama DPR – Presiden), dan pegang teguh moral rakyat yang luhur.
Asas yang ketiga ini merupakan prasyarat mutlak bagi berlakunya kedua asas
yang lain.

UUD 1945 dengan tegas mengamanatkan bahwa “para


penyelenggaraan negara dan pemimpin masyarakat wajib memegang dengan
kepentingan konstan dari manusia yaitu kebenaran, kejujuran dan keadilan,
amanat itu mengandung arti bahwa Negara kekeluargaan sesuai dengan atau
menyeleweng dari kebenaran, kejujuran dan keadilan ialah “moral rakyat
yang luhur”. Bila terjadi, seorang atau sekelompokan penyelenggaraan
negara ingkar terhadap “moral rakyat yang luhur”, maka seluruh sistem
Negara Kekeluargaan, rontok. Dan sebelum itu terjadi, rakyat berwenang
68
menyelamatkannya dengan berbagai kelembagaan yang terdapat dalam UUD
1945.

10) Konsekuensi daripada Staatsidee KEKELUARGAAN terhadap faham


Kedaulatan Rakyat. Staatsidee KEKELUARGAAN membawa konsekuensi
pada pengertian kehendak Rakyat, yaitu bahwa yang dimaksud dengan
kehendak Rakyat adalah Kehendak dari seluruh rakyat, mencakup segenap
aspirasi sosial politik yang hidup di kalangan rakyat, kepentingan golongan,
bukan kehendak mayoritas rakyat saja seperti halnya dalam negara
demokrasi berdasarkan staatsidee INDIVIDUALISME dan bukan kehendak
minoritas saja yang mengatasnamakan kolektivitas seperti halnya dengan
negara-negara totaliter berdasarkan staatsidee KLAS.

11) Konsekuensi daripada Staatsidee KEKELUARGAAN pada komposisi


keanggotaan lembaga pemegang Kedaulatan Rakyat (MPR). Dalam tiap
negara demokrasi senantiasa ada lembaga pemegang kedaulatan rakyat
(Souvereign Body). Pada umumnya lembaga tersebut merupakan lembaga
perwakilan dimana anggota-anggotanya dipilih lewat pemilihan umum,
mewakili aspirasi-aspirasi yang hidup dalam masyarakat. Ciri terpokok dari
lembaga pemegang kedaulatan rakyat adalah bahwa kekuasaannya tidak
dapat ditandingi oleh lembaga manapun dalam negara yang bersangkutan.
Tugas terpokok daripada lembaga pemegang kedaulatan rakyat adalah :
merumuskan kehendak rakyat : mengangkat, memilih suatu pemerintahan
yang dianggapnya melaksanakan kehendak rakyat; memberhentikan suatu
pemerintah yang dianggapnya telah gagal melaksanakan kehendak rakyat
atau yang dinilai akan mampu lagi melaksanakan kehendak rakyat, dan
menyelesaikan ketegangan-ketegangan atau konflik-konflik yang terjadi
dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (tension management).
Berhubung dengan ciri dan tugas pokok tersebut di atas maka komposisi
keanggotaan lembaga pemegang kedaulatan tersebut harus benar-benar
mencerminkan struktur daripada rakyat yang berdaulat. Negara yang
menganut faham bahwa kehendak rakyat identik dengan kehendak
(demokrasi liberal), keanggotaan lembaga tersebut didapatkan dengan
pemilihan umum, dimana program partai politik yang mencapai mayoritas
dalam pemilihan umum menjadi program pemerintah dan program partai
politik yang kalah (minoritas) menjadi dasar untuk oposisi terhadap
pemerintah.
69
Negara Republik Indonesia yang menganut faham bahwa kehenadak
rakyat adalah kehendak dari seluruh rakyat keanggotaan lembaga tersebut
yaitu MPR harus mencerminkan penjelmaan seluruh rakyat. Dalam
terminologi staatsidee KEKELUARGAAN berarti bahwa segenap anggota
keluarga Bangsa Indonesia harus ada dalam MPR.

Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya, maka


yang dimaksud dengan “anggota keluarga” adalah golongan politik yaitu
segenap anggota DPR (segenap wakil rakyat yang dipilih lewat pemilihan
umum dikategorisir sebagai politisi), golongan daerah dan golongan karya
yang dua terakhir menurut UUD 1945 diberi sebutan “utusan” yang berarti
tidak perlu dipilih lewat pemilihan umum. Para pembuat Undang-Undang
Dasar kita adalah konsekuen terhadap cita kenegaraan KEKELUARGAAN
termasuk, terbukti dengan ketajaman rumusannya mengenai keanggotaan
MPR dimana digunakan istilah “wakil” bagi mereka yang mewakili kelompok
politik yang kualitatif nyata ada dalam masyarakat, dan istilah “utusan” bagi
mereka yang membawakan kepentingan daerah dan kepentingan golongan.
Kelompok politik yang aspirasinya ingin diwakili dalam MPR perlu
membuktikan bahwa ia benar-benar ada dan seberapa jauh didukung oleh
rakyat, dan untuk itu wakil-wakilnya diuji lewat pemilihan umum. Kepentingan
daerah yang adanya sudah pasti karena daerah-daerah itu nyata ada dengan
berbagai kondisi yang berbeda satu hari dari yang lain, dan golongan-
golongan yang secara kualitatif nyata berfungsi terhadap kehidupan
kenegaraan dan kemasyarakatan seperti misalnya cendikiawan, buruh,
Angkatan Bersenjata dan sebagainya tetapi sekedar karena jumlah
penduduknya/anggotanya tidak atau kurang mencukupi persyaratan korsi
pemilihan sehingga tidak terjamin mempunyai wakil dalam MPR. Agar
kepentingan daerah dan golongan terjamin terwakili dalam MPR sehingga
putusan-putusan MPR benar-benar merupakan kehendak dari seluruh rakyat,
para pembuat Undang-Undang Dasar kita menetapkan status bagi mereka
yang mewakili daerah dan golongan.

“Utusan” berarti seseorang atau sejumlah orang dari lingkungan


daerah/golongan yang bersangkutan, yang ditunjuk oleh daerah/golongan
yang bersangkutan sendiri, tidak perlu dipilih serta oleh kelompok masyarakat
di luar daerah/golongan yang bersangkutan. Kemutlakan utusan-utusan
daerah dan utusan-utusan golongan dalam MPR adalah konsekuensi
70
daripada staatsidee KEKELUARGAAN yang dianut oleh UUD 1945.
Konsekuensi daripada Staatsidee KEKELUARGAAN pada cara merumuskan
dan menetapkan kehendak rakyat. Berdasarkan Staatsidee
KEKELUARGAAN maka dalam kehidupan kenegaraan Indonesia hanya ada
satu rumusan kehendak rakyat dan dilembagakan menjadi Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN), dan untuk merumuskan serta menetapkan GBHN
tersebut perlu dipenuhi dua syarat yaitu : quaforum, harus mencerminkan
penjelmaan seluruh rakyat, dalam hal ini adalah MPR karena
keanggotaannya telah mencakup seluruh “anggota keluarga” yaitu golongan
politik, golongan daerah dan golongan karya; dan cara mengambil keputusan
dalam menetapkan GBHN haruslah dengan mufakat bulat karena apabila
sekedar dengan putusan suara mayoritas, berarti ada kehendak dari
minoritas rakyat yang tidak masuk dalam GBHN yang pada gilirannya berarti
GBHN bukan merupakan kehendak rakyat, hal mana bertentangan dengan
pengertian “kehendak rakyat” berdasarkan Staatsidee KEKELUARGAAN,
melainkan sama dengan pengertian “kehendak rakyat” berdasarkan Statsidee
INDIVIDUALISME. Oleh karena itu seluruh rakyat telah ikut serta
merumuskan dan menetapkan GBHN maka itu baik secara hukum maupun
secara moral mengikat seluruh rakyat, termasuk segenap lembaga negara
dan aparatur pemerintahan.

c. Pokok-pokok pikiran dalam “Pembukaan”. Apakah pokok-pokok yang


terkandung dalam “pembukaan” undang-undang Dasar.

1) “Negara” begitu bunyinya “melindungi segenap bangsa Indonesia dan


seluruh darah tumpah Indonesia dengan berdasar persatuan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. “Dalam
pembukaan itu diterima aliran pengertian Negara Persatuan. Negara yang
melindungi segenap bangsa seluruhnya. Jadi Negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut
pengertian “Pembukaan” itu menghendaki persatuan meliputi segenap
bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh
dilupakan.

2) Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

3) Pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah Negara


yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
71
Rakyat, berdasar atas dasar kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
Oleh karena itu sistim Negara yang terbentuk dalam Undang Undang Dasar
harus berdasar kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan
perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.

4) Pokok pikiran yang keempat, yang terkandung dalam “pembukaan”


ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang
Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah dan lain-lain
penyelenggara Negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung


dalam “Pembukaan” dalam pasal-pasalnya.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi Suasana kebatinan dari Undang-


Undang dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-
cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar Negara, baik hukum
yang tertulis (Undang-Undang maupun hukum yang tidak tertulis.

Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam


pasal-pasalnya.
Undang-Undang Dasar bersifat singkat dan supel.
Undang-Undang dasar hanya memuat 37 pasal. Pasal-pasal ini
hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka rencana ini sangat singkat
jika dibandingkan misalnya dengan Undang-Undang Dasar Filipina. Maka
telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan
pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi, kepada
Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara Negara untuk
menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial. Terutama
bagi Negara baru dan Negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu
hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diselenggarakan aturan pokok itu
diserahkan kepada undang-unadang yang lebih mudah caranya membuat,
merubah dan mencabut.

Demikianlah sistim Undang-Undang Dasar.

Kita harus senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan masyarakat dan


Negara Indoneisa. Masyarakat dan Negara Indonesia tumbuh, zaman
72
berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena
itu kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik
kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia. Berhubung dengan itu,
janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestaltung),
kepada pikiran-pikiran yang masih berubah.

Memang sifat aturan yang tertulis itu singkat. Oleh karena itu, makin
“supel” (elastic) sifatnya aturan itu, makin baik. Jadi kita harus menjaga
supaya sistim Undang-Undang Dasar jangan sampai ketinggalan zaman.
Jangan sampai kita membuat Undang-Undang yang lekas usang
(“verouderd”). Yang sangat penting di dalam pemerintahan dan dalam hidup
Negara, semangat para penyelenggara Negara, para pemimpin pemerintahan
itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya
dalam praktek. Sebaliknya meskipun Undang-Undang dasar itu tidak
sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan
baik, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak merintangi jalannya Negara. Jadi
yang paling penting ialah semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan
lain perkataan dinamis, berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok
saja harus ditetapkan dalam Undang-Undang dasar sedangkan hal-hal yang
perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan
kepada Undang-Undang.

12. Tentang Pasal-pasal dan Perubahannya.


a. Pasal-pasal dalam UUD 1945.

BAB I
Bentuk dan Kedaulatan Negara
Pasal 1

Menatapkan bentuk negara Kesatuan dan Republik.

Mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat.

Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah penyelenggara negara teringgi. Majelis ini


dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan negara.
73
BAB II
Majelis Permusyawarata Rakyat
Pasal 1
Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah
akan mempunyai wakil dalam majelis sehingga majelis itu akan betul-betul dapat
dianggap sebagai penjelmaan rakyat.

Yang dimasud dengan “golongan-golongan”, ialah badan-badan seperti


Koperasi, serikat pekerja dan lain-lain Badan Kolektif. Aturan demikian memang
sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem
koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan
dalam badan-badan ekonomi.

Ayat 2

Badan yang akan besar jumlahnya bersidang sedikit-dikitnya sekali dalam 5 tahun.
Sesedikit-sedikitnya, jadi kalau perlu dalam 5 tahun tentu boleh bersidang lebih dari
sekali dengan mengadakan persidangan istimewa.

Pasal 3

Oleh karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan negara, maka


kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamik masyarakat, sekali dalam 5 tahun
Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu
dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk dikemudian hari.

BAB III
Kekuasaan Pemerintah Negara
Pasal 4 dan Pasal 5 ayat 2

Presiden ialah Kepala kekuasaan Eksekutif dalam Negara. Untuk


menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan
peraturan pemerintah (pouvoir reglementair) .

Pasal 5 ayat 1

Kecuali executive power, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan


Rakyat menjalankan legislative power dalam negara.

Pasal-pasal : 6, 7, 8, 9

Telah jelas
74
Pasal-pasal : 10, 11, 12, 13, 14, 15

Kekuasaan-kekuasaan Presiden dalam pasal-pasal ini ialah konsekuensi dari


kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.

BAB IV
Dewan Pertimbangan Agung
Pasal 16
Dewan inilah sebagai council of State yang berwajib memberi pertimbangan-
pertimbangan kepada pemerintah. Ia sebuah badan penasehat belaka.

BAB V
Kementerian Negara
Pasal 17
Lihat diatas

BAB VI
Pemerintahan Daerah
Pasal 18

1. Oleh karena negara Indonesia itu suatu enheidsstaat, maka Indonesia tak
akan mempunyai daerah didalam lingkungannya yang bersifat Staat juga.

Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Propinsi dan daerah propinsi
akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.

Daerah-daerah itu bersifat otonom (streek dan locale


rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya
menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan


daerah, oleh karena di daerah pun pemerintah akan bersendi atas dasar
permusyawaratan.

II. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbestureende
landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di
Minangkabau, dusun dan marga di Pelmbang dan sebagainya. Daerah-daerah itu
mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang
bersifat istimewa.
75
BAB VII
Dewan Perwakilan Rajyat
Pasal-pasal : 19, 20, 21 dan 23
Lihatlah diatas

Dewan ini harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan


undang-undang dari pemerintah. Pun dewan mempunyai hak inisiatif untuk
mementikan Undang-undang.

III. Dewan ini mempunyai juga hak begroting Pasal 23.

Dengan ini, dewan perwakilan rakyat mengontrol pemerintah.

Harus diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini merangkap menjadi
anggota majelis permusyawaratan rakyat.

Pasal 22

Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Aturan sebagai ini


memang perlu diadakan agar supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh
pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk
bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari
Pengawasan Dewan Perwkilan Rakyat. Oleh karena itu peraturan Pemerintah
dalam pasal ini, yang ketentuannya sama dengan undang-undang harus disahkan
pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

BAB VIII
Hal Keuangan
Pasal 23 ayat : 1, 2, 3, 4

Ayat 1 memuat hak begroting Dewan Perwakilan Rakyat. Cara menentukan


anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat pemerintahan
negara. Dalam negara yang berdasarkan fascisme, anggaran itu ditetapkan semata-
mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau dalam negara yang
berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia., anggaran dan
pendapatan belanja itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
76
Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya
belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan
dewan perwakilannya.

Pasal 23 menyatakan, bahwa dalam menetapkan pendapatan dan belanja,


kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan pemerintah.
Ini tanda kedaulatan rakyat.

Oleh karena pendapatan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan


nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat,
seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Juga tentang hal macam dan harga mata uang yang ditetapkan dengan
undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhunya atas
masyarakat. Uang terutama ialah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat
penukar untuk memudahkan pertukaran jual beli dalam masyarakat, berhubung
dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh Rakyat sebagai
pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang
dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya,
jangan naik turun karena keadaan yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan
uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.

Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan


dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.

Ayat 5

Cara pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujuai oleh


Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk
memeriksa tanggung jawab pemerintah itu perlu ada suatu badan yang terlepas dari
pengaruh dan kekuasan pemerintah. Suatu badan yang tunduk kepada pemerintah
tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya badan itu bukanlah
pula badan yang berdiri diatas pemerintah.

Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan dengan Undang-
undang.
77
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24 dan 25

Kekuasaan Kehakiman ialah Kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari


pengaruh kekuasaan pemerintah berhbung dengan itu harus dijadikan jaminan
dalam Undang-undang tentang kedudukannya para Hakim.

BAB X
Warga Negara
Pasal 26
Ayat 1

Orang-orang bangsa lain misalnya orang peranakan Belanda, peranakan


Tionhhoa dan peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia yang
mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia dapat menjadi Warga Negara.

Ayat 2
Pasal 27, 30, Ayat 1
Telah jelas

Pasal-pasal ini menjadi hak-haknya warga negara

Pasal 28, 29, ayat 1, 34

Pasal ini mengenai kedudukan penduduk

Pasal-pasal baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai
seluruh negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan
keadilan sosial dan perikemanusiaan

BAB XI
Agama
Pasal 29 ayat 1
Ayat ini menyatakan kepercayaan Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa

BAB XII
Pertahanan Negara
Pasal 30
Telaj Jelas
78
Bab XIII
Pendidikan
Pasal 31 ayat 2
Telah jelas

Pasal 32

Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha


budinya rakyat Indonesia seluruhnya.

Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai puncak kebudayaan di daerah-


daerah diseluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha
kebudayaan yang harus menuju kearah kemajuan adab, budaya, dan persatuan
dengan tidak menlak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau mmperkaya kebudayaan bangsa Indonesia sendiri serta
mempetinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

BAB XIV
Kesejahteraan Sosial
Pasal 33
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan
oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota masyarakat
kemakmuran masyarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang.
Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha brsama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi.

Perwkonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua


orang sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara kalau tidak, tampuk
produksi jatuh ketangan orang-orang yang berkuasa dab rakyat yang banyak
ditindasnya

Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh
ditangan orang-orang.

Bumi dan air kekayaan alam, yang terkandung dalam bumi adalah pokok-
pokok kemakmuran dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

Pasal 34

Telah cukup jelas lihat atas


79
BAB XV
Bendera dan Bahasa
Pasal 35
Telah jelas

Pasal 46

Telah jelas

Didaerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyat


dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura dan sebagainya, bahsa-
bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara

BAB XVI
Perubahan Undang-undang Dasar
Pasal 37
Telah jelas

b. Perubahan Pertama. Setelah mempelajari, menelaah, dan


mempertimbangkan dengan seksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat
mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara, serta dengan
menggunakan kewenangannya berdasarkan pasal 37 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia mengubah pasal 5 ayat (1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 ayat (2), pasal 14,
pasal 15, pasal 17 ayat (2) dan (3), pasal 20 dan pasal 21 Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai
berikut :

Pasal 5

(1) Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang Undang kepada Dewan


Perwakilan Rakyat.

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 (lima) tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali
masa jabatan.
80
Pasal 9

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah


menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :

Sumpah Presiden /Wakil Presiden

“Demi Allah, Saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik


Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang
Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa”.

Janji Presiden /Wakil Presiden

“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden


Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa.

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak
dapat melaksanakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan
Mahkamah Agung.

Pasal 13

(2) Dalam hal mengangkat Duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan


Perwakilan Rakyat.

(3) Presiden menerima penempatan Duta negara lain dengan memperhatikan


pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 14

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan


pertimbangan Mahkamah Agung.

(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan


Dewan Perwakilan Rakyat.
81
Pasal 15

Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang
diatur dengan undang-undang.

Pasal 17

(1) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

(2) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

Pasal 20

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-


undang.

(2) Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat


dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

(3) Jika Rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,


Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

(4) Presiden mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui


bersama untuk menjadi undang-undang.

Pasal 21

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul Rancangan


Undang-Undang.

Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah


Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis


Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-12 tanggal 19 Oktober 1999
Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Oktober 1999
82
c. Perubahan Kedua. Pasal-pasal yang diamandemen pada Tahap ke II
yaitu Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 ayat (5), Pasal 20A, Pasal
22, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 ayat (2) dan (3), Pasal 27 ayat
(3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F,
Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A,
Pasal 36B dan Pasal 36C UUD 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai
berikut :

Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi dan
Daerah Propinsi itu dibagi atas Kabupaten dan kota, yang tiap-tiap Propinsi,
Kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang.

(2) Pemerintahan daerah Propinsi, daerah Kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asa otonomi dan tugas
pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah Propinsi, daerah Kabupaten, dan kota memiliki Dewan
perwaklilan Rakyat daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.

(4) Gubernur, Bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah


daerah Propinsi, Kabupaten, dan kota dipilih secara Demokratis.

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan


pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-


peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.

Pasal 18A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah


Propinsi, Kabupaten, dan kota, atau antara Propinsi dan Kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah.
83
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-
undang.

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormat satuan-satuan pemerintahan daerah yang


bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormat kesatuan-kesatuan masyarakat hukum


adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan republ;ik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Pasal 19

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.

(2) Susunan Dewan perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.

(3) Dewan perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Pasal 20

(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-
undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-
undang dan wajib diundangkan.

Pasal 20A

(1) Dewan perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan.

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain
Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi,
hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap
anggota Dewan perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota
Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam Undang-Undang.
84
Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan
undang-undang.

Pasal 22B

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang


syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

BAB IXA

WILAYAH NEGARA

Pasal 25A

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang


berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang.

BAB X

WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

Pasal 26

(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.

(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-
undang.

Pasal 27

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.

BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
85
Pasal 28B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan


dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan


haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.

Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewargan negaraan

Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan


pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan


mengeluarkan pendapat.
86
Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk


mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain.

Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyia hak milik pribadi dan milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak bergama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun.
87
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu.

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia


adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5) Untuk menengakkan dan melindungi hak asasi manusia dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.

BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara.

(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui system


pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan
rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi
dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
88
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas melindungi, mengayomi,
melayani, masyarakat, serta menegakkan hukum.

(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara


Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam menjalankan tugasnya, syarat-
syarat keikut sertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur
dengan Undang-undang.

BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA
LAGU KEBANGSAAN

Pasal 36 A

Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Pasal 36 B

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya

Pasal 36 C

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara


serta Lagu Kebangsaan diatur dengan Undang-undang.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 2000

d. Perubahan Ketiga. Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan


dengan seksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang
dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara serta dengan menggunakan
kewenangannya berdasarkan pasal 37 Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia mengubah dan
atau menambah pasal 1 ayat (2) dan (3), Pasal 3 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4),
Pasal 6 ayat (1) dan (2), Pasal 6A ayat (1), (2), (3) dan (5), Pasal 7A, Pasal 7B ayat
(1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7), Pasal 7C, Pasal 8 ayat (1) dan (2), Pasal 11 ayat (2)
dan (3), Pasal 17 ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C ayat (1), (2), (3) dan (4), Pasal 22D
ayat (1), (2), (3) dan (4), Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6), Bab
89
VII Pasal 23 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 23A, Pasal 22C, Bab VIIIA, Pasal 23E ayat
(1), (2) dan (3), Pasal 23F ayat (1) dan (2), Pasal 23G ayat (1) dan (2), Pasal 24 ayat
(1) dan (2), Pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Pasal 24B ayat (1), (2), (3) dan
(4), Pasal 24C, ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) UUD 1945 sehingga selengkapnya
berbunyi sebagai berikut :

Pasal 1

(2) Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-


Undang Dasar.

(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan


Undang-Undang Dasar.

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden


dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang
Dasar.

Pasal 6

(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia
sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena
kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara
rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Presiden.

(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut
dengan Undang-Undang.

Pasal 6A

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat.

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum.
90
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih
dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya
20 persen suara disetiap provinsi yang tersebar dilebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut
diatur oleh Undang-Undang.

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa


jabatannya oleh majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau
pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil


Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah
dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah


Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang
paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat.
91
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan
seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling
lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu
diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil


Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk
meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk


memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh
hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian


Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya tiga
perempat dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya dua
pertiga dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil
Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat
paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan


Perwakilan Rakyat.

Pasal 8

(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden
sampai habis masa jabatannya.

(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam


waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan
sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh
Presiden.
92
Pasal 11

(2) Presiden dalam membuat perjanjian Internasional lainnya yang menimbulkan


akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau
pembentukan Undang-Undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian Internasional diatur dengan Undang-
Undang.

Pasal 17

(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur


dalam Undang-Undang.
BAB VIIA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap Provinsi melalui
pemilihan umum.
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan
jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari
sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan Undang-
Undang.
Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat
dan daerah.
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan Undang-Undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan
93
Perwakilan Rakyat atas rancangan Undang-undang anggaran pendapatan
dan belanja negara dan rancangan Undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama.
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
Undang-undang mengenai : Otonomi Daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta
menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan perwakilan rakyat
sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya,
yang syarat-syarat dan tata caranya ditur dalam Undang-undang.
.
BAB VII B
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22 E

(1) Pemilihan Umum dilaksanakan secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia,


Jujur dan Adil setiap lima tahun sekali.

(2) Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan


Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.

(3) Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai Politik.

(4) Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah
adalah Perseorangan.

(5) Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi Pemilihan Umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang Pemilihan Umum diatur dengan Undang-
undang.
BAB VIII
Hal Keuangan

Pasal 23

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-undang dan
94
dilaksanakan secara terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.

(2) Rancangan Undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara


diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran


pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah
menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun yang lalu.

Pasal 23 A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-undang.
Pasal 23 B

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 23 C

Hal-hal lain mengenai keungan negara diatur dengan Undang-undang.


Pasal 23 D

Negara memiliki suatu Bank sentral yang susunan, kedudukan kewenangan,


tanggung jawab dan indefendensinya diatur dengan Undang-undang.

BAB VIII A
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Pasal 23 E

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh Lembaga Perwakilan dan /
atau badan sesuai dengan Undang –Undang.
95
Pasal 23 F

(1) Anggota badan pemeriksaan keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan
diresmikan oleh Presiden.
(2) Pimpinan badan pemeriksan keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

Pasal 23 G

(1) Badan pemeriksa keuangan berkedudukan di Ibu Kota Negara,dan memiliki


perwakilan disetiap Propinsi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan pemeriksa keuangan diatur dengan
Undang-undang.

Pasal 24

(1) Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan yang beradan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Pasal 24 A

(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat Kasasi, menguji


peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap Undang-
undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-
undang.

(2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil, professional dan berpengalaman di bidang hukum.

(3) Calon Hakim Agung diususlkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai
Hakim Agung oleh Presiden.

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh Hakim Agung.
96
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung
serta Badan Peradilan dibawahnya diatur dengan Undang-undang.

Pasal 24 B

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan


Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku Hakim.

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di


bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Susunan, Kedudukan dan Keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan


Undang-undang.

Pasal 24 C

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutuskan
pembubaran Partai Politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil
Pemilihan Umum.

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan


Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota Hakim Konstitusi


yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh
Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan tiga orang
oleh Presiden.

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim
Konstitusi.

(5) Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak
merangkap sebagai pejabat negara.
97
(6) Pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi, hukum acara serta
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan Undang-
Undang.

Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah


Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945.

Perubahan tersebut diputuskan dalam apat paripurna majelis


permusyawaratan rakyat Republik Indonesia ke -7 (lanjutan 2) tanggal 9 November
2001 sidang tahunan majelis permusyawaratan rakyat Indonesia, dan mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
e. Perubahan Keempat. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Setelah mempelajari, menelaah dan mempertimbangkan dengan
seksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh
rakyat, bangsa, dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya
berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
menetapkan :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga
danperubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
diberlakukan kembali dengan dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta
dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.
b) Penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat, “Perubahan
tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis
permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.”
c) Pengubahan penomoran Pasal 3 Ayat (3) dan ayat (4) Perubahan
Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menjadi Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 23E Perubahan Kedua Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25 A.
d) Penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan
pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III
tentang kekuasaan Pemerintah Negara;
98
e) Pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat
(4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B: Pasal 23D;
Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5);
Pasal 34 ayat(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan tambahan Peralihan Pasal I, II dan III;
Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Pasal 6A
(3) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih,
dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan
yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.
Pasal 8
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,
pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya
tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat
menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari
dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
umum sebelumnya, sampai habis masa jabatannya.
Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Pasal 16
(1) Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam
undang-undang.
99
BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus.
Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab dan independensinya diatur dengan undang-undang.
Pasal 24
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang.

BAB XIII
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
Undang-Undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran dan pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjungjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional.
100

BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang
undang
Pasal 34
(1) Pakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang
undang.
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara
tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah
beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Unadang Dasar dilakukan
dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu
anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
101
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan.

ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk
melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan Belum diadakan yang baru
menurut Undang_undang dasar ini.
Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan
sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

ATURAN TAMBAHAN
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap
materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat 2003.
Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-
pasal. Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesiake 6 (lanjutan) tanggal 10 Agustus
2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan
mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KONFIDENSIAL
102
13. Evaluasi.

a. Jelskan sistem pemrintahan negara dan pemerintahan dalam UUD 1945 !

b. Jelaskan tugas pokok Mahkamah Agung pada pasal 24 A Amandemen ke


tiga !

c. Jelaskan ayat 2 pada Pasal 23 E yang dibawah bidang Badan Pemeriksa


Keuangan !

BAB IV
EVALUASI

14. Persoalan/Penugasan.
a. Jelaskan secara umum nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila !
b. Jelaskan kedudukan dan fungsi Pancasila !
c. Jelaskan secara umum dinamika implementasi Pancasila
d. Jelaskan pengertian Mandemen !
e. Jelaskan makna historis dari Pembukaan UUD 1945 pada alinea pertama !
f. Jelaskan alasan perlunya UUD 1945 diamandemen !
g. Pancasila dsebagai pandangan hidup bangsa jelaskan arti pandangan hidup
tersebut !

h. Jelaskan makna historis dari Pembukaan UUD 1945 pada alinea pertama !

i. Jelaskan makna historis yang dipantulkan oleh rumusan tujuan negara yang
tercantum dalam aline ke empat yang merupakan penrnyataan segenap bangsa dan
segenap tumpah darah !

j. Jelaskan yang dimaksud dengan kedamaian dunia yang di desain oleh para
penyusun UUD 1945.

BAB V
PENUTUP

15. Demikian bahan ajaran mengenai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
diberikan kepada para Perwira Siswa diharapkan para Perwira Siswa mampu memahami
dan dapat menerapkan nilai-nilai pancasila dan pasal-pasal UUD 1945 dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

KONFIDENSIAL
103
104

Anda mungkin juga menyukai