Anda di halaman 1dari 7

1.

Contoh kasus dari beberapa perselisihan, diantaranya Perselisahan hak, perselisihan


kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat :

 Perselisihan Hak
Contoh nyata dari perbedaan kepentingan salah satunya adalah pada gugatan yang masuk ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Semarang, dalam kasus
perselisihan yang terjadi antara pihak perusahaan PT. Holcim Indonesia Tbk yang beralamat
di Jln Ir. H Juanda, Cilacap, Jawa Tengah, selaku Tergugat dengan Serikat Pekerja/buruh
Nusantara-F.SP.ISI, yang beralamat di Perum Bayur Blok B1 No 7 Kelurahan Gumilir,
Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang bertindak sebagai
Penggugat.

Dimana obyek yang diperselisihkan ialah karena perbedaan penafsiran/pendapat dalam hal
pemberian bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja atau buruh. Bonus
merupakan pendapatan di luar upah, sebagai prestasi yang diterima oleh pekerja atau buruh
atas kinerjanya dalam tercapainya beban target yang ditentukan oleh perusahaan.

Dalam kasus tersebut, pada awalnya antara Penggugat dengan Tergugat tidak pernah ada
masalah tentang pemberian bonus karena beban target pada tahun 2009, 2010, 2011, 2012
yang ditetapkan oleh Tergugat masih relatif stabil yaitu 10% sampai dengan 15%. Namun
pada tahun 2013 secara sepihak Tergugat menetapkan beban target untuk sebagai
penghitungan bonus, dengan menaikannya menjadi sebesar 36,8% dari tahun sebelumnya
(tahun 2012). Suatu lonjakan yang luar biasa sehingga sudah bisa dipastikan bahwa
Penggugat tidak mungkin menerima bonus dari Tergugat.

Hingga pada akhirnya memang apa yang dikhawatirkan oleh Penggugat terbukti bahwa pada
tahun 2013 ketika beban target itu tidak tercapai sehingga bonus tidak diberikan oleh
Tergugat. Hal ini yang menimbulkan permasalahan bagi Penggugat yang merasa bahwa itu
merupakan tindakan sepihak dari Tergugat, dengan alasan tidak memenuhi target, padahal
pemberian bonus tersebut merupakan hasil dari kesepakatan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) antara Penggugat dengan Tergugat. Merasa dirugikan oleh tindakan Tergugat, dan
upaya-upaya untuk penyelesaian perselisihan tersebut tidak berhasil dan tidak ada tanggapan
dari Tergugat, Maka Penggugat akhirnya menggugat Tergugat melalui jalur Litigasi yakni
melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
Dalam kasus perselisihan PT Holcim, setelah dilakukannya proses mediasi yang ditengahi
oleh Mediator yang netral ternyata dari kedua belah pihak tetap tidak tercapai kesepakatan,
sehingga Mediator memberikan anjuran tertulis, yang mana para pihak boleh menyetujui
anjuran tertulis tersebut boleh juga tidak. Namun dalam kasus, dari kedua belah pihak tidak
menyetujui isi anjuran tertulis tersebut, sehingga dalam hal ini Penggugat melanjutkan ke
proses penyelesaian selanjutnya yakni dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan
Hubungan Industrial.

Terkait dengan perselisihan kepentingan PT Holcim ini, Hakim Pengadilan Hubungan


Industrial dalam menyelesaikan perkara tersebut melalui beberapa tahapan untuk mencapai
kesimpulan, yakni adalah: Pertama, memanggil para pihak. Pada perkara ini sudah
seharusnya dilakukan pemanggilan para pihak yang terkait dengan perkara ini. Dan dalam
pemanggilan para pihak itu sendiri haruslah mendapatkan perhatian dari kedua belah pihak.

Kedua, usaha untuk mediasi atau mendamaikan kedua belah pihak. Dalam menyelesaikan
sebuah perkara perselisihan dalam hubungan industrial, sudah sepantasnya untuk ditawarkan
adanya perdamaian, yang dilakukan seorang Mediator. Upaya perdamaian selalu lebih
diutamakan dan didahulukan dalam penyelesaian suatu perkara di persidangan. Karena
usaha perdamaian ini tidak berhasil maka untuk selanjutnya dilakukan pembacaan gugatan
sekaligus jawaban dari gugatan Penggugat oleh Tergugat.

 Perselisihan Kepentingan
Toko Home Of Celena berada di Bangkalan adalah sebuah toko yang menyediakan bahan-
bahan fashion dan assesoris, seperti baju, kerudung, tas, dan lain-lain. Toko ini mempunyai
kurang lebih 30 karyawan baik wanita ataupun pria , yang mana karyawan tersebut
mayoritas adalah penduduk sekitar toko, bukan karena unsur kesengajaan, tetapi memilih
memang penduduk disitu masih banyak yang belum bekerja, sehingga melamar bekerja
ditoko ini dan diterima.Keharmonisan dan kekompakan pada toko ini sangat erat, karena
toko tersebutmenganut asas kekeluargaan, sehingga karyawan disini sudah diibaratkan
seperti sebuah tim, yang mana apabila ada yang belum mengerti kan dibantu satu sama lain,
keharmonisan ini sesuai dengan keinginan toko dan bias tercapai kinerja yang harmonis ,
merupakan tujuan dari toko House Of Celena itu sendiri dan konflik di dalam house of
celena dapat di selesaikan secara baik dan tidak melibatkan pihak hokum untuk saat ini.
Meskipun memiliki karyawan yang harmonis tidak dapat dihindari terjadinya perselisihan
antara karyawan dengan karyawan. Perselisihan yang terjadi bisa dikarenakan perbedaan
pandangan atau pendapat. Namun perselisihan yang terjadi di toko celena ini tidak dibiarkan
berlarut-larut, karena dari pihak atasannya sendiri jika terjadi sebuah perselisihan akan
langsung dilakukan pemanggilan terhada karyawan yang berelisih bahkan diberikan
peringatan pada karyawan yang membuat perselisihan tersebut.

Perselisihan ini biasanya masih bisa dimaklumi oleh atasan karena pekerjaan dalam suatu
organisasi tetapi jika sudah berkali-kali masih tetap melakukan kesalahan dan tidak mau
berubah terpaksa pemilik toko memberikan surat peringatan SP 1 bahkan sampai
dikeluarkan. Namun penyelesaian perselisihan di toko celena diselesaikan secara
kekeluargaan dimana atasan memanggil karyawan yang berselisih untuk dipertemukan. Lalu
di ambil kesimpulan atau keputusan oleh atasan yang nantinya akan memperbaiki keadaan
dan memiliki imbas yang baik bagi pihak atau karyawan lain di toko tersebut.

 Perselisihan PHK
PT Pendowo Polysindo Perkasa melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap
pekerjanya yang melakukan demo atau mogok kerja secara tidak sah. Pekerja dianggap tidak
memenuhi prosedur mogok kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perwakilan perusahaan pun telah melakukan panggilan terhadap para pekerja tersebut tetapi
tidak ditanggapi. Oleh sebab itu, mogok kerja yang dilakukan para pekerja dianggap tidak
sah sehingga dikualifikasikan sebagai tindakan mangkir. Sesuai dengan Pasal 168 UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa pekerja yang mangkir selama 5 (lima)
hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan
bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis
dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.

Para pihak telah menempuh upaya penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja
tersebut secara mediasi dengan mediator dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Pasuruan. Kemudian terbit anjuran kepada PT Pendowo untuk mempekerjakan kembali
pekerjanya dan membayar upah proses. Tetapi, anjuran dari mediator tidak dilaksanakan
oleh PT Pendowo yang dapat diartikan bahwa PT Pendowo menolak anjuran
tersebut.Menurut ketentuan dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, apabila salah satu pihak atau para pihak menolak anjuran, maka
pihak yang lainnya dapat melanjutkan upaya penyelesaian dengan mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial. Hal tersebutlah yang kemudian dilakukan oleh 10
(sepuluh) pekerja yang diputus hubungan kerjanya. Setelah melalui pemeriksaan
dan persidangan, muncul Putusan PHI No. 72/G/2009/PHI. Sby. Yang mengabulkan
gugatan pekerja sebagian yaitu menyatakan bahwa pekerja tidak mengundurkan diri tetapi
diputus hubungan kerjanya, menghukum PT Pendowo membayar uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak, serta menyatakan PKWT antara PT
Pendowo dengan para pekerja batal demi hukum dan berubah menjadi PKWTT. PT
Pendowo tidak terima dengan adanya putusan tersebut dan kemudian mengajukan Kasasi ke
Mahkamah Agung. Dalam Putusan Kasasi No. 176 K/Pdt.Sus/2011, Mahkamah Agung
membatalkan putusan PHI, menyatakan gugatan pekerja tidak dapat diterima, dan
menghukum para pekerja membayar biaya perkara. Hubungan kerja antara Pekerja dengan
PT Pendowo di dasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Tentu hal tersebut tidak
menjadi masalah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Tetapi, para pekerja tersebut ditempatkan di bagian produksi perusahaan yang
tentu merupakan kergiatan inti dari suatu perusahaan dan secara tidak langsung merupakan
pekerjaan yang bersifat tetap.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa hal-hal yang akan dianalisis lebih lanjut dalam
pembahasan :
Pertama, dasar hubungan kerja antara pekerja dengan PT Pendowo yang berupa PKWT
meski para pekerja bekerja di bagian produksi. Menurut UU No, 13 Tahun 2003 sudah jelas
diatur bahwa PKWT hanya diperuntukkan bagi pekrjaan yang bersifat sementara atau akan
selesai dalam jangka waktu tertentu. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan posisi pekerja
yang berada di bagian produksi. Dengan demikian, pada dasarnya Putusan PHI No,
72/G/2009/PHI. Sby. Yang menyatakan PKWT yang berubah demi hukum menjadi PKWT
sudah tepat. Tetapi menjadi pertayaan kemudian mengapa pada tingkat kasasi, Hakim
Kasasi memutus untuk membatalkan Putusan PHI yang bersangkutan.

Kedua, dasar hubungan kerja tersebut ini akan berdampak secara tidak langsung pada hak-
hak yang diterima pekerja dalam hal terjadi PHK. Jika dasar hubngan kerja antara pekerja
dengan pengusaha adalah PKWT dan pekerja dianggap mengundurkan diri maka pekerja
tidak mendapat hak apapun. Hal tersebut dikarenakan apabila pekerja mengundurkan diri
maka dapat diartikan bahwa hubungan kerj ayang terputus itu terjadi sebelum jangka waktu
PKWT berakhir. Dengan demikian, pekerja memutus hubungan kerja karena keinginan dari
pekerja itu sendiri. Merujuk Pasal 62 UU No, 13 Thaun 2003, telah diatur bahwa apabila
salah satu pihak mengakhiri itu wajib membayar ganti rugi kepada pihak lain sebesar upah
pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja tersebut. berdasarkna
pasal a quo, maka konsekuensi hukum yang terjadi apabila hubungan kerja antara pekerja
dengan PT Pendowo ini didasari PKWT dan pekerja dianggap mengundurkan diri, maka
pekerja wajib membayar ganti rugi kepada perusahaan.

 Perselisihan Antar Serikat


Sebanyak 1.115 kasus perselisihan terjadi antara pekerja dan perusahaan di Kota Bekasi
selama lima tahun terakhir dari 2013 sampai 2018. Penyebabnya didominasi karena upah
yang dibayar perusahaan kepada karyawan tidak sesuai atau terlambat diberikan. Staf Analis
Tenaga Kerja pada Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, Riano Eriza mengatakan, sebetulnya
ada empat faktor penyebab perselisihan itu. Namun, kasus paling banyak dipicu karena
persoalan hak yang diterima karyawan tidak sesuai dengan perjanjian atau terlambat
diberikan.

Sementara tiga penyebab lainnya seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), ada muatan
kepentingan soal kerjasama antar-pekerja, hingga perselisihan antar-serikat karena di setiap
satu perusahaan biasanya ada banyak berdiri serikat pekerja. "Keempat masalah itu yang
menjadi penyebab terjadinya perselisihan di kalangan pekerja yang berimbas pada
perusahaan," kata Riano pada Rabu (20/3/2019).

Menurut dia, dalam menyelesaikan perselisihan itu pihaknya melakukan mediasi antara
perusahaan dan pekerja. Hasilnya, akan dilanjutkan dalam keputusan rekomendasi. Hal itu
dilakukan untuk menghindari gesekan antara pekerja dengan pihak perusahaan. Berdasarkan
catatannya, di Kota Bekasi terdapat tiga kawasan industri besar. Di antaranya, Kawasan
Wahab Affan di Jalan Sultan Agung, Kawasan Kaliabang, di Pondokungu, dan Kawasan
Narogong di Bantargebang. Mereka mendapat pengawasan dari pemerintah daerah meski
penindakannya dilakukan petugas dari Pemprov Jawa Barat.

Di sana terdapat 1.3500 lebih perusahaan dengan rincian 1.258 perusahaan menengah ke
atas, 90 perusahaan besar dan sisanya merupakan perusahaan menengah ke bawah termasuk
perusahaan asing. Meski jumlah perusahaan tidak sebanyak Kabupaten Bekasi, namun nilah
upah minimum kerja (UMK) Kota Bekasi lebih besar. Bahkan upah senilai Rp 4,2 juta per
bulan itu merupakan gaji terbesar kedua di Jawa Barat setelah Kabupaten Karawang. Walau
nilainya tinggi, namun sampai sekarang belum ada perusahaan yang melakukan
penangguhan pembayaran gaji. Kebanyakan perusahaan telah menjalani keputusan
pemerintah untuk pemberian upah sebesar Rp 4,2 juta per bulan di tahun 2019

 Penyelesaian Hubungan Industrial


Sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial,
peerselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara bipartit di tingkat perusahaan, sesuai
dengan jenis perselisihannya dapat diselesaikan melalui bantuan pihak ketiga yaitu arbiter,
konsiliator, atau mediator. Selanjutnya perselisihan yang tidak dapat diselesaikan konsiliator
atau mediator, dilanjutkan untuk diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengganti
dari penyelesaian perselisihan melalui Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4)
sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1957 dan UU No. 12 Tahun 1964. Kedua Undang-Undang
ini sudah dicabut melalui UU No. 2 Tahun 2004.

2. Penyelesaian Bipatrit
Tahap penyelesaian pertama dilakukan dengan cara melakukan perundingan Bipartit yang
dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh atau
serikat pekerja secara musyawarah untuk mencapai mufakat dan harus diselesaikan paling
lama 30 hari sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 hari
dan salah satu pihak menolak untuk berunding atau telahh dilakukan perundingan tetapi
tidak mencapai kesepakatan maka Perundingan Bipartit dianggap gagal. Pernyataan ini
sesuai dengan Pasal 3 Ayat (1). (2), dan (3) UU No. 2/2004.

Dalam melakukan perundingan Bipartit, para pihak wajib :


a. Memiliki itikad baik
b. Bersikap santun dan tidak anarkis
c. Menaati tata tertib perundingan yang disepakati

Penyelesaian Tripartit
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU No. 2/2004, setelah perundingan Bipartit dinyatakan gagal,
maka tahap kedua atau langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan
perundingan Tripartit yaitu melakukan perundingan dengan bantuan pihak ketiga untuk
menyelesaikan masalah. Langkah yang diambil adalah salah satu atau kedua belah pihak
mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian
melalui perundingan Bipartit telah dilakukan.

Selanjutnya, dalam upaya tripartit Anda dan perusahaan akan ditawarkan upaya
penyelesaian perselisihan. Untuk perselisihan pemutusan hubungan kerja, pilihan upaya
penyelesaian perselisihannya adalah mediasi atau konsiliasi. Dalam upaya Tripartit, pada
dasarnya juga tidak diatur larangan untuk didampingi kuasa hukum. Dalam hal upaya
penyelesaian perselisihan tidak mencapai kesepakatan, maka Anda dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Anda mungkin juga menyukai