Anda di halaman 1dari 4

Pekerja melakukan mogok kerja untuk menuntut hak, perusahan membalasnya dengan

menutup pabrik

(SPN News) Bandung, PSP SPN PT Lawe Adyprima Spinning Mills (LASM) Kota
Bandung beserta pekerja melakukan mogok kerja. Hal ini dipicu karena keinginan
perusahaan yang ingin membayar pensiun dan pesangon secara dicicil selama 36
kali.

Ketika pekerja mogok kerja, dilakukan perundingan bipartit antara PSP SPN dengan
management PT LASM. Perundingan yang berlangsung sampai jam 20.00
dinyatakan deadlock tanpa ada pernyataan apapun dengan posisi nilai : Pengusaha
mau mencicil uang pensiun selama 24 bulan sedangkan pihak pekerja dicicil 3 kali.

Setelah perundingan dinyatakan deadlock, perusahaan langsung mengeluarkan


pengumuman yang isinya : a. Bahwa menyatakan bahwa terhitung 11 Maret 2020
jam 20.00 perusahaan melakukan penutupan pabrik
b. Bahwa proses negosiasi dengan PSP SPN PT LASM mengalami jalan buntu dan
diserahkan ke proses mediasi
c. Apabila ada pihak – pihak tertentu yang memaksakan kehendak dan tidak sesuai
dengan perundangan – undangan yang berlaku. Management PT LASM akan
mengambil langkah hukum baik pidana maupun perdata.

Latar Belakang
Di masa pandemik ini, memaksa pemerintah berpikir lebih keras bagaimana caranya untuk menekan
angka penyebaran virus corona 2019? Solusi kemudian datang dengan melakukan program yang
bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar atau yang disingkat PSBB.

PSBB adalah salah satu upaya pemerintah untuk memutus dan mencegah penyebaran virus yang
semakin meluas dengan cara membatasi kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang
diduga terinfeksi virus corona. Pembatasan tersebut meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja,
pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan ditempat umum, sosial budaya, transportasi
dan lain sebagainya.

Program PSBB ini mengakibatkan terhentinya lajur ekonomi di daerah yang menerapkan program
tersebut. Sehingga banyak pelaku-pelaku usaha atau konsumen memikirkan kembali untuk
melakukan transaksi jual beli agar ekonomi mereka tetap stabil.

Salah satu akibat adanya program PSBB pada sektor industri, yaitu banyak sekali perusahaan-
perusahaan yang memutuskan untuk melakukan PHK masal. Hal ini dikarenakan penurunan jumlah
konsumen yang akan membeli produk perusahaan tersebut. Para konsumen yang biasanya
melakukan transaksi memilih untuk berhemat agar kestabilan ekonomi mereka tetap terjaga atau
tidak mengalami kemerosotan.

Perusahaan mengalami penurunan keuntungan, akibat dari pengurangan pembeli. Sehingga


perusahaan mengalami kesulitan untuk memberikan uang pesangon kepada karyawan-karyawan
yang mengalami PHK. Hal inilah yang dapat memicu unjuk rasa atau mogok kerja jika terdapat
hambatan dalam pemberian uang pesangon.

Tujuan

Mengetahui ketentuan pemberian uang pesangon

Mengetahui bagaimana solusi penyelesaian suatu masalah antara atasan perusahaan dengan
pekerja

Langkah-langkah persiapan diskusi

Rumusan bahan diskusi

Berdarkan artikel tersebut, berisikan tentang perselisihan antara pihak manajemen PT Lawe dengan
Persatuan Serikat Pekerja PT Lawe, mengenai perbedaan pemberian batas waktu cicilan pesangon.

Pihak pekerja menginginkan cicilan dilakukan sebanyak 3 kali sedangkan piham manajemen
menginginkan selama 24 bulan. Hal ini lah yang mengakibatkan terjadinya mogok kerja sebelum
perundingan tersebut dilakukan.

Namun kegiatan mogok kerja tersebut menurut pimpinan pt Lawe, dinilai melanggar ketentuan
tentang jam aksi unjuk rasa yang tidak sesuai dengan UU no. 9 tahun 1998, sehingga PT lawe
mengambil keputusan untuk melakukan perundingan dengan PSP/ pekerja pt lawe.
Berdasarkan Rangkuman artikel diatas, perselisihan awalnya dipicu oleh perbedaan batas waktu
cicilan pemberian pesangon. Sebenarnya tidak ada undang-undang yang mengatur mengenai
pemberian uang pesangon secara tunai ataupun cicilan. Hal ini didasarkan kepada kesepakatan
antara pihak manajemen perusahaan dengan para pekerja/Serikat Kerja.

Pada kasus PT Lawe kesepakatan antara pihak manajemen dengan Serikat Kerja/ pekerja tidak
terjadi, sehingga mengakitbatkan terjadinya mogok kerja yang dilakukan oleh para pekerja.

Aksi mogok kerja diperbolehkan oleh undang-undang karena hal tersebut merupakan hak dasar para
pekerja asalkan sah, tertib dan damai. Sesuai dengan UU ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 Pasal
137 yang berisi

“Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara
sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.”

Namun menurut PT lawe terdapat pelanggaran jam aksi jam kerja yang tidak sesuai dengan
ketentuan UU no. 9 tahun 1998 yang berisi

“Aksi demo hanya dapat dilakukan pada tempat dan waktu sebagai berikut.

a. Di tempat terbuka antara pukul 06.00 s.d. pukul 18.00 waktu setempat
b. Di tempat tertutup antara pukul 06.00 s.d. pukul 22.00 waktu setempat”

Sehingga dianggap tidak sah berdasarkan pasal 137.

Sehingga PT Lawe memtuskan melakukan perundingan dengan Serikat kerja, membahas terkait
pemberian pesangon secara dicicil.

PT Lawe telah melakukan prosedur yang sesuai dengan yang ada pada peraturan perundang-
undangan no. 13 tahun 2003 pasal 136 ayat 1

(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.

Setelah dilakukan perundingan didapatkan jalan buntu, hal selanjutnya yang dilakukan adalah sesuai
dengan pasal 136 ayat 2

(2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.

Undang-uandang tersebut adalah UU no. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan
industrial, yakni:

1. Mengadakan perundingan bipartit (antara pekerja dengan pengusaha) secara musyawarah


untuk mufakat
2. Apabila dalam waktu 30 hari setelah perundingan dimulai tidak tercapai kesepakatan, upaya
selanjutnya adalah perundingan tripartit, yaitu dengan melibatkan dinas ketenagakerjaan
dan transmigrasi setempat. Pada tahap ini, anda perlu mengajukan bukti-bukti bahwa
perundingan bipartit telah dilaksanakan namun gagal mencapai kesepakatan
3. Apabila perundingan tripartit tetap tidak menghasilkan kesepakatan, maka salahh satu pihak
dapat mengajuikan perselisihan ini kepada pengadilan hubungan industrial.

Perselisihan kemudian diserahkan ke Dinas Ketenagakerjaan Bandung oleh PT lawe untuk dilakukan
mediasi. Selama proses penyelesaian tersebut terdapat pihak-pihak yang memaksakan kehendak
yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berrlaku maka pihak lawe akan mengambil tindakan
hukum.

Kesimpulan

Menurut saya apa yang dilakukan oleh pihak manajemen pt lawe telah sesuai dan mentaati
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Persoalan perselisihan batas cicilan pesangon
menurut saya hal itu terjadi karena adanya perbedaan pendapat saja antara pihak manajemen Pt
lawe dengan pihak pekerja, sehingga tinggal bagaimana pihak ketiga yang pada kasus ini adalah
dinas ketenagakerjaan mengatasi perselisihan ini.

Anda mungkin juga menyukai