Anda di halaman 1dari 33

HUKUM DAGANG

YANG TERMUAT
DALAM KUHP
Rita Faura, SH.MH
Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata
(Pasal 1 KUHD)
■ Menurut Prof. Subekti dengan demikian sudahlah diakui bahwa kedudukan KUHD
terhadap KUH Per adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.
■ KUHD merupakan suatu lex specialis terhadap KUH Per sebagai lex generalis, maka
sebagai lex specialis, kalau andaikata dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai hal
yang dapat aturan pula dalam KUH Per, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang
berlaku.
■ Adapun pendapat beberapa sarjana adalah sebagai berikut:
a. Van Kan beranggapan bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata
yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUH Per memuat hukum
perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur
hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit.
b. Van Apeldoorn mengangap hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan
hokum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUH Per.
c. Sukardono menyatakan, bahwa Pasal 1 KUHD ’’memelihara kesatuan antara Hukum
Perdata Umum dengan Hukum Dagang sekadar KUHD itu tidak khusus menyimpang
dari KUH Per.”
d. Tirtaamidjaja menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatuj Hukum Sipil yang
istimewa
Arti Perusahaan dan Pekerjaan Tetap

■ Perusahaan (bedrijf) adalah suatu pengertian ekonomis yang banyak dipakai dalam
KUHD. Seseorang yang mempunyai sebuah perusahaan disebut ’’pengusaha”.
■ perumusan tentang perusahaan dalam dunia keilmuan adalah sebagai berikut ini.
■ a. Perumusan dari pemerintah Belanda: Minister van Justitie Netherlands di dalam
memorie jawaban kepada parlemen di Netherlands menafsirkan pengertian perusahaan
itu sebagai berikut: ’’Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan, apabila pihak yang
berkepentingan bertindak secara tidak terputus-putus dan terang-terangan serta di
dalam kedudukan tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri.”
■ Molengraaff berpendapat, bahwa pengertian perusahaan yang dipakai oleh undang-
undang tahun 1934/347 adalah pengertian ekonomis. Beliau memberikan perumusan
perusahaan sebagai berikut: ’’Barulah dikatakan ada pemsahaan jika secara terus-
menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan mempergunakan
atau menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian- perjanjian
perdagangan.” Definisi Molengraaff ini adalah sesuai dengan perumusan Menteri
Kehakiman Belanda, definisi mana dise- tujui pula oleh Prof. Sukardono.
■ C. Polak menambahkan dalam perumusan perusahaan dari Moleng­
raaff dengan keharusan melakukan pembukuan. Dengan demikian
Polak menambahkan untuk komersial pada unsur-unsur lainnya.
Pendapat Polak ini memang sesuai dengan keharusan mengadakan
pembukuan yang oleh Pasal 6 KUHD dibebankan kepada pengusaha.,
■ Dari definisi yang diberikan Molengraaff dapatlah diambil kesimpulan
bahwa suatu pemsahaan hams mempunyai unsur-unsur:
a. terus-menerus atau tidak terputus-putus;
b. secara terang-terangan (karena berhubungan dengan pihak ketiga);
c. dalam kualitas tertentu (karena dalam lapangan perniagaan);
d. menyerahkan barang-barang;
e. mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan;
f. harus bermaksud memperoleh laba.
■ Perkataan perusahaan digunakan sebagai
lawan dari perkataan pekerjaan tetap (beroep).
Seseorang mempunyai suatu beroep, apabila
ia untuk mencari penghidupannya sehari-hari
bekerja terutama dengan tenaganya sendiri.
■ Pengertian pekerjaan tetap lebih luas daripada
pengertian perusahal an, oleh karena
perusahaan adalah suatu pekeijaan tetap,
sedangkan tidak setiap pekerjaan tetap adalah
perusahaan dalam arti mengejar keuntunganl
pribadi.
Dalam bidang pelaksanaan perusahaan terdapat
beberapa peraturan khusus misalnya sebagai berikut.
■ Keharusan mengadakan pembukuan yang hanya dibebankan kepada
mereka yang menjalankan perusahaan (vide Pasal 6 KUHD).
■ Persekutuan firma harus menjalankan perusahaan, kalau tidak ia akan
merupakan perserikatan perdata saja (vide Pasal 16 KUHD)
■ Nama perseroan terbatas pada pokoknya harus menunjukkan tujuan
perusahaan yang dijalankan (vide Pasal 36 ay at (1) KUHD).
■ Mengenai utang yang dibuat secara sepihak, cukuplah pihak pengusaha
menandatanganinya dalam surat bukti di bawah tangan, jika utang itu
semata-mata diadakan dalam menjalankan perusahaannya | (vide Pasal
1870 ayat (1) KUH Per).
■ Menurut Pasal 92 bis. KUH Per, ’’dengan pedagang ialah setiap orang
yang menjalankan perusahaan”, sehingga berdasar keharusan
mengadakan pembukuan, maka Pasal 396 dan 397 KUH Pidana
mengancam hukuman-hukuman penjara terhadap pedagang yang
dinyatakan pailit, jika antara lain ia tidak secara lengkap menunjukkan
kepada pembukuan-pembukuannya.
Kewajiban Pengusaha di Bidang Pembukuan (Book­keeping)

■ Istilah pembukuan hanya terdapat dalam judul Bab II Kitab I KUHBl


tentang Pembukuan. Keharusan mengadakan pembukuan bertujuan agar]
yang berkepentingan jika perlu dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban-
kewajiban pengusaha pada setiap waktu.
■ Bab II KUHD yang berlaku sekarang ini telah pemah mengalamil
perubahan prinsipiil dua kali, yaitu:
a. pada tanggal 9 Juni 1927 dengan berlakunya Stb. 1927 No. 146; I
b. pada tanggal 17 Juli 1938 dengan berlakunya Stb. 1938 No. 276.1
■ KUHD tidaklah menyebutkan atau menentukan sesuatu cara tertentil asal
saja dari pembukuan/catatan-catatan itu sewaktu-waktu dapai diketahui:
a. segala kekayaannya, serta perubahan-perubahan dalam kekayaan itu;
b. segala hak serta kewajibannya (aktiva dan pasiva).
■ Selain membuat suatu pembukuan, seorang pengusaha
diwajibkan juga membuat neraca (daftar aktiva dan pasivanya).
KUHD sendiri pun tidak menjelaskan tentang syarat-syarat
bentuk neraca dan pos-pos yang harus dimasukkan dalam neraca
itu. Bagaimana cara pembuatannya, diserahkan kepada
pengusaha itu sendiri, dengan keterangan bahwa:
a. neraca itu harus sudah siap 6 bulan pertama dari tiap-tiap tahm*
pembukuan;
b. neraca itu harus ditandatanganinya sendiri.
Seperti halnya dengan buku-buku dan surat-surat yang memuat
catatan-catatan, demikian pula neraca-neraca tersebut harus
disimpanj oleh pengusaha selama 30 tahun, jangka waktu mana
mempunyai hubungan erat dengan waktu untuk lampaunya
memajukan tuntutan-tuntutan hak (kedaluwarsa yang disebutkan
sebelumnya).
■ Mengenai bentuk neraca yang syarat-syaratnya tidak ditetapkan oleh
KUHD, Polak berpendapat bahwa sebuah neraca ialah:
a. daftar yang berisikan semua kekayaan dengan harganya bagi tiap bagian;
b. menyebutkan segala utang-utang dan saldonya;
c. sesuai dengan pembukuan (jadi tak usah diperinci sekecil-kecilnya);
d. sesuai dengan kebijaksanaan perdagangan, maka dipakai bentuk skontro,
artinya pemakaian dua halaman yang berdampingan
Walaupun maksud mengadakan pembukuan agar pihak ketiga dapat
mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajiban si pengusaha, namun tidaklah
setiap orang diperbolehkan memeriksa/menelaah pembukuan dari sesuatu
perusahaan, sebab dalam hal pembukuan ini berlaku ”asas kerahasiaan”. Asas
ini hanyalah dapat diterobos dengan jalan:
e. Representation, yakni pembukaan pembukuan oleh hakim (vide Pasal 8
KUHD), dan
f. Communication, yakni pemberitaan oleh mereka yang langsung
berkepentingan terhadap buku-buku perusahaan (pemberitaan ini tak hams
dengan campur tangan hakim).
■ Representation terjadi dalam pemeriksaan perkara yang sedang berjalan,
di mana hakim berwenang atas permintaan atau karena jabatannya
memerintahkan kepada kedua belah pihak masing-masing atau kepada
salah satu pihak di antaranya supaya memperlihatkan secara terbuka
buku-buku, surat-surat, dan tulis&n-tulisan yang diwajibkan
pembuatannya oleh Pasal 6 ay at (3) KUHD.
■ Jelaslah bahwa representation itu adalah:
a. penerobosan rahasia pembukuan*|surat-surat dan lain-lain)
b. hanya dapat dilakukan oleh hakim, secara ambtshalve (karena
jabatannya) atau atas permintaan yang berkepentingan;
c. dengan izin hakim dapat diambil turunan surat-surat (boleh dibawa
untuk dipelajari);
d. hakim dapat mintakan pendapat ahli (akuntan) tentang pembukuan.
Mengenai communication diatur dalam Pasal 12 KUHDcommunication itu
meliputi hal-hal berikut.
■ Yang dapat memintanya ialah mereka yang mempunyai kepemimpinan
langsung, yakni:
a. para ahli waris,
b. yang berkepentingan dalam suatu persekutuan,
c. pesero,
d. kreditor dalam hal kepailitan, dan
e. orang yang mengangkat pemimpin usaha pemiagaan.
■ Mereka bukan hanya berhak melihat, tetapi juga berhak memba\iJ pulang
untuk mempelajarinya.
■ Bedanya dari representation:
a. bahwa communication tidak terbatas pada pemeriksaan oleh hakim, tapi
dapat juga diminta tanpa campur tangan hakim (di luar hakim);
b. tidak hanya meliputi pembukuan yang diharuskan oleh Pasal KUHD.
■ Communication dapat diminta dengan perantaraan hakim, bilamana ada
penolakan untuk melihat pembukuan seluruhnya oleh penggugatl Kalau
di depan hakim masih juga ditolak memperlihatkan pembukuan oleh
pihak tergugat, maka pihak tergugat ini dapat dihukum oleh hakim
untuk:
a. membayar biaya, kerugian, dan bunga;
b. menetapkan dalam putusannya bahwa tergugat harus membayar
sejumlah uang paksaan;
c. memerintahkan paksaan badan (lijfsdwang).
d. Apabila ada perbedaan paham mengenai besamya upah, maka ada
keharusan bagi majikan untuk memperlihatkan pembukuannya kepada
pihak buruh (vide Pasal 1602n KUH Per).
Orang-Orang Perantara dalam Perdagangan

■ Mereka ini menurut Prof. Sukardono tergolong dalam


golongan pelayan-pelayan pemiagaan atau pekerja- pekeija
pemiagaan (handelsbedienden). Termasuk juga dalam
golongan pekerja-pekeija pemiagaan di dalam lingkungan
perusahaan ialah:
a. pemimpin perusahaan (manager);
b. pemegang prokurasi (procuratie houder atau general agent);
c. pedagang berkeliling (commercial traveller),
■ Di samping itu, terdapat pula golongan perantara yang bekeija dj luar
lingkungan perusahaan, seperti:
a. agen pemiagaan (commercial agent);
b. makelar (broker),
c. komisioner (factor);
d. pengusaha bank.
e. Sebuah perusahaan yang besar biasanya mempunyai:
f. kantor yang mengurus segala urusan administrasi;
g. toko di mana barang-barang diperdagangkan;
h. gudang di mana barang-barang disimpan.
Pimpinan Perusahaan
■ Seorang pemimpin perusahaan adalah seorang kuasa dari
pemilik perusahaan (pengusaha). Ia menggantikan
pengusaha dalam segala hal dan oleh karena itu, ia menjadi
kepala seluruh perusahaan itu. Ia merang-l kap sebagai
pekeija pada si pengusaha dan menjadi wakilnya.
■ Kedudukannya adalah sama dengan kedudukan seorang
Direktur PT. Ia pun memimpin perusahaan itu atas nama
pengusaha. Ia dapatlah I dianggap berkuasa untuk semua
tindakan yang timbul dari perusahaan itu, kecuali jika
kekuasaannya itu dibatasi.
Pemegang Prokurasi (P.P.)

■ Seorang pemegang prokurasi (P.P.) adalah juga seorang kuasa dari si pengusaha
yang menolong dan meringankan pekerjaan pengusaha. Ia bukanlah kepala dari
seluruh perusahaan itu, tetapi kadang-kadang ia diberi tugas sebagai penyelenggara
sebagian dari perusahaan.
■ Seperti juga seorang pemimpin perusahaan (manajer), pemegang prokurasi bekeija
pada pengusaha dan juga menjadi wakil si pengusaha itu. Ia dapat juga dipandang
berkuasa untuk beberapa tindakan yang timbul dari perusahaan itu, seperti
mewakili perusahaan itu di muka hakim, meminjam uang, menarik dan
mengakseptir surat wesel, mewakili pengu- saha dalam hal menandatangani
perjanjian dagang, menandatangani surat- surat keluar, dan lain-lain. Tapi
kekuasaannya ini dapat dibatasi dan hal itu diberitahukan kepada pihak ketiga.
Dalam menandatangani sesuatu, biasanya didahului dengan huruf P.P. dan nama
perusahaan misalnya:
P.P TOKO BUKU ’’GUNUNG MAS”A
Anwar
■ Hal ini berarti, bahwa Anwar (procuratiehouder) menandatangani atas nama Toko
Buku ”Gunung Mas”.
Pedagang Berkeliling (Commercial Traveller)
■ Perusahaan-perusahaan yang besar biasanya mempunyai banyak pedagang-
pedagang berkeliling (penjaja).
■ Golongan perantara ini adalah orang yang bekerja pada pengusaha dan memberikan
perantaranya pada pembuatan persetujuan tertentu, misalnya mengadakan jual beli
barang-barang antara majikannya itu dan orang- orang lain, yang biasanya
dikunjungi atas nama dan untuk majikan itu.
■ Mengenai pedagang berkeliling timbul soal hukum sampai di manakah ia diberi
kekuasaan bertindak dengan pihak ketiga. Persoalan ini adalah mengenai boleh-
tidaknya ia menerima pembayaran dari pembeli, kepada siapa si pedagang keliling
telah menjual barang-barang untuk keperluan majikannya, sedangkan telah ada
pemegang prokurasi yang bertindak sebagai pembantu utama dari pengusaha.
■ Hal ini berhubungan erat dengan isi peijanjian pemberian kuasa (perjanjian
lastgeving) antara majikan dan pemegang kuasa.
■ Perjanjian Lastgeving tidak diaturdalam KUHD, tetapi diatur
dalaJ Bab 16 Kitab III KUH Per, yang dalam peraturan mana
dinyatakan, bahwa pemegang kuasa (lasthebber) karena
perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukannya selalu
mengikat pihak pemberi kuasa (lastgever=majikan asal saja
pada umumnya pihak pemegang kuasa tak melampaui batas
kuasa yang diberikan oleh pemberi kuasa kepadanya.
■ Apabila pembatasan kuasa ini dilampaui, maka mungkin
pemberi kuasa masih terikat, jika si pemberi kuasa dengan
nyata-nyata atau dengan diam-diam meneguhkan perbuatan si
pemegang kuasa (vide Pasal 18071 KUH Per).
Agen Perniagaan
(CommercialAgent)
■ Yang disebut agen pemiagaan ialah orang yang mempunyai
perusa- haan untuk memberikan perantara pada pembuatan
persetujuan tertentu, misalnya persetujuan jual beli antara pihak
ketiga dengan seorang princi­pal, dengan siapa ia mempunyai
hubungan tetap, atau juga pekerjaan menurut persetujuan-
persetujuan seperti itu atas nama dan untuk princi­pal- nya itu.
■ Perusahaan dari agen pemiagaan itu disebut agentuur sedangkan
persetujuan antara agen pemiagaan dan principal-nydi dinamakan
agen­tuur contract.
■ Menurut Prof. Sukardono, pada pokoknya apabila ditinjau dari
sudut pemberian perantaraan, rriaka pedagang berkeliling tak
berbeda dengan seorang agen pemiagaan yang juga
menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga, akan tetapi
pedagang berkeliling itu berada dalam ikatan perburuhan
dengan majikannya, sedangkan agen pemiagaan itu sebagai
perantara berdiri sendiri (biasanya) terhadap beberapa
pengusaha dengan mana ia tak terikat karena perjanjian
perburuhan, melainkan perjanjian untuk melakukan pekerjaan
(evereenkomst tot het verrichten van enkele diensten) dari
Pasal 1601 KUH Per.
■ Baik pedagang berkeliling maupun agen pemiagaan tidak diatur
dalarj KUHD, tetapi banyak terdapat dalam praktek pemiagaan
sehari-hari
Makelar (Broker)
■ Menurut Pasal 62 KUHD, makelar adalah seorang pedagang
perantara yang diangkat oleh Gubemur Jenderal (sekarang Presiden)
atau oleh pembesar yang oleh Gubemur Jenderal telah dinyatakan
berwenangi untuk itu. Ia menyelenggarakan perusahaannya dengan
melakukan pekerjaan-pekerjaan sebagaimana termaktub dalam Pasal
64, seraya mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan
nama orang-orang dengan siapa ia tak mempunyai sesuatu hubungan
yang tetap
■ Sebelum diperbolehkan melakukan pekeijaannya ia hams bersumpah
di muka Pengadilan Negeri yang mana ia termasuk dalam daerah
hukumnya, bahwa ia dengan tulus hati/jujur akan menunaikan segala'
kewajiban yang dibebankan kepadanya.
■ Jelaslah bahwa seorang makelar dapat diangkat oleh pembesar lain
daripada Gubemur Jenderal, yang menurut L.N. 1906/479 adalah
Kepala Pemerintah Daerah.
■ Tentang pekerjaan seorang makelar dan Pasal 64 KUHD
disebutkan bahwa pekerjaan makelar ialah melakukan penjualan
dan pembelian bagi majikannya akan barang-barang dagangan
dan lainnya, kapal-kapal, andil-andil dalam dana umum dan
efek-efek lainnya, obligasi-obligasi surat-surat wesel, surat-
surat order, dan surat-surat dagang lainnya, pula untuk
menyelenggarakan pendiskontoan, pertanggungan pemtangan
dengan jaminan kapal dan pencarteran kapal, pemtangan uang,
atau lainnya.
■ Dari perumusan Pasal 62 dan 64 KUHD tentang Makelar, maka
dapatlah diambil kesimpulan bahwa makelar itu adalah seorang
yang mempunyai perusahaan dengan tugas menutup
persetujuan-persetujuan atas perintah dan atas nama orang-
orang dengan siapa ia tidak mempunyai pekerjaan tetap, dengan
memperoleh upah tertentu atau provisi
■ Sebagai perantara, seorang makelar itu berbeda dari seorang agen
pemiagaan, yang biasanya mempunyai hubungan tetap terhadap
beberapa pengusaha yang dilayani oleh agen pemiagaan tersebut.
Lain halnya dengan seorang makelar, yang dengan tegas dalam Pasal
62 KUHD ayat (1) dinyatakan, bahwa ia tidak berada dalam
hubungan tetap terhadap orang-orang atas nama-nama siapa makelar
mengadakan perjanjian- peijanjian termaksud.
■ Pada zaman Hindia Belanda, pejabat itu adalah Gubemur Jenderal
atau pembesar lainnya yang diwajibkan oleh Gubemur Jenderal itu.
Pada waktu sekarang terdapat dua pendapat tentang pejabat negara
yang berhak mengangkat makelar itu, antara lain:
a. menurut Prof. Sukardono, pengangkatan itu hams dilakukan oleh
Menteri Kehakiman atau pembesar lainnya yang diberi delegasi oleh
menteri itu;
b. menurut Prof. Subekti, makelar diangkat oleh Presiden RI atau oleh
pembesar lain yang oleh Presiden telah dinyatakan berwenang untuk
itu.
■ Dengan pengangkatan resmi dan pengucapan sumpah, maka
dapati lah dianggap kedudukan seorang makelar itu semacam
notaris ataupun! pengacara. Menurut Pasal 65 ay at (1)
KUHD pengangkatan seoranl makelar itu ada dua macam,
yakni sebagai berikut.
a. Pengangkatan yang bersifat umum, yaitu untuk segala jenis
la-j pangan/cabang pemiagaan.
b. Pengangkatan yang bersifat terbatas yakni bahwa dalam
aktanyaj ditentukan untuk jenis atau jenis-jenis
lapangan/cabang pemiagaal apa mereka diperbolehkan
menyelenggarakan pemakelaran merekal misalnya untuk
wesel, efek-efek, asuransi, pembuatan kapal, dan lain-lain.
■ Menurut Pasal 66 KUHD, tiap-tiap makelar diwajibkan untuk setiap kali setelah
menutup sesuatu perjanjian, segera mencatat dalam buku sakunya (zakboek), dan
tiap-tiap hari memindahkan bukunya dalam buku hariannya (dagboek) secara teratur
dengan pencabutan yang jelas tentang nama dari pihak-pihak yang bersangkutan
tentang:
a. waktu perbuatan dan penyerahan;
b. macam, jumlah, dan harga barang-barang yang bersangkutan;
c. syarat-syarat daripada perbuatan yang ditutupnya.
■ Selain itu dalam Pasal 67 KUHD makelar diwajibkan untuk memberikan kepada
kedua pihak pada tikp waktu dan segera kalau mereka itu j menghendakinya ikhtisar
dari buku hariannya, yang berisi segala sesuatul yang mengenai kepentingan mereka
itu telah dicatatnya.
■ Seperti halnya dengan setiap orang yang menerima perintah/kuasa, maka makelar
mempunyai hak retentie.
■ Hak retentie diatur dalam Pasal 1812 KUH Per, yang menyatakan, bahwa adalah
hak pihak penerima kuasa untuk menahan segala apa kepunyaan si pemberi kuasa
yang berada di tangannya, sekian lamanya, hingga kepadanya telah dibayar lunas
segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa (lastgeving).
Komisioner (Factory)
■ Mengenai komisioner diatur dalam Pasal 76 sampai dengan Pasal 85 KUHD.
■ Dalam Pasal 76 KUHD dirumuskan, bahwa komisioner adalah seorang yang
menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup
persetujuan atas nama firma dia sendiri, tetapi atas amanat dan tanggungan orang
lain dan dengan menerima upah atau provisi (komisi) tertentu.
■ Berlainan dengan seorang makelar, maka seorang komisioner tidaklah disyaratkan
pengangkatan resmi dan penyumpahan oleh pejabat tertentu. Dalam menjalankan
pekeijaannya ia menghubungkan pihak pemberi kuasanya (komiten) dengan pihak-
pihak ketiga dengan memakai namanya sendiri.
■ Selain ia bertindak atas nama sendiri, menurut Pasal 77, ia pun tidak diwajibkan
untuk menyebutkan kepada pihak ketiga dengan siapa ia bemiaga, yaitu nama orang
yang memberi perintah, oleh karena itu ia berhubungan dengan pihak ketiga itu
seolah olah tindakan itu urusannya sensidi.
■ Selanjutnya mengenai hubungan hukum antara komisioner denganl si pemberi
komisi (komiten) tidaklah diatur dengan tegas dalam KUHDi Oleh karena itu,
beberapa sarjana telah memberi pendapatnya tentangl rochtskarakter antara komiten
dan komisioner, sebagai berikut.
■ a. Pendapat Polak
■ Menurut Polak, KUHD sendiri menganggap hubungan komisi oner dan komitennya
sebagai pemberian kuasa (lastgeving) yang] diatur dalam Kitab III KUH Per.
Pendapat Polak ini didasarkan padai Pasal 85 KUHD yang menegaskan, ’’Pemberian
hak-hak dalamPasaj 81, 82, dan 83 sama sekali tak mengurangi hak menahan
(retenlim yang diberikan kepada komisioner oleh Pasal 1812 KUH Per.”
■ Akan tetapi, kata Polak selanjutnya, perjanjian lastgeving antara| komisioner dan
komitennya adalah suatu perjanjian lastgeving yang bersifat khusus. Beliau
menyebutnya lastgeving khusus, denganl alasan bahwa Bab XVI Kitab III KUH Per
yang mengatur tentang lastgeving (pemberian kuasa) tidak disebutkan (belum
dimasukan) tentang perjanjian komisi.
b. Pendapat Vollmar
■ Menurut Vollmar perjanjian antara komisioner dan komiten adalah suatu
perjanjian pemberian kuasa biasa.
c. Pendapat Molengraajf
■ Molengraaff berpendapat, bahwa hubungan komisioner dan komitennya
adalah suatu perjanjian campuran antara perjanjian lastgeving (Bab XVI
Kitab III KUH Per) dan perjanjian untuk melakukan pekerjaan
(overeenkomst tot het verrichten van enkele diensten) yang diatur dalam
Pasal 1601 KUH Per.
■ Menurut Molengraaff perjanjian komisi khususnya mengan- dung unsur
perjanjian untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 KUH Per) dan pada
umumnya dapat pula digunakan (takluk) peraturan- peraturan tentang
pemberian kuasa.
■ Kalau ada pertentangan antara itu, maka diutamakan perjanjian melakukan
pekerjaan (Pasal 1601 KUH Per).
d. Pendapat Sukardono
■ Dengan mendasarkan pada Pasal 79 dan 85 KUHD, Prof. Sukar­
dono menyetujui pendapat Polak. Dalam Pasal 79 KUHD
disebutkan, bahwa jika seorang komisioner bertindak atas nama
pengamanatnya, maka segala hak dan kewajibannya pun terhadap
pihak ketiga dikuasai oleh ketentuan-ketentuan dalam KUH Per
pada bab tentang pemberian kuasa.

■ Walaupun komisioner itu harus memperhatikan dengan siapa ia


bemiaga, tak usah menanggung bahwa pihak lawannya, yakni
pihak ketiga akan memenuhi kewajibannya. Lain halnya apabila
pihak komiten dan komisioner sejak semula telah bermufakat
(dalam suatu perjanjian bahwa pihak komisioner akan
menanggung delcredere (perjanjian dengan kondisi delcredere)
artinya bahwa ia akan menanggung risiko jika harga pembelian
oleh pihak ketiga itu tidak dibayar.
■ Dalam perjanjian komisi dengan kondisi delcredere, pihak komisioner
biasanya menuntut komisi yang lebih tinggi. Berhubung dengan besarnya
risiko yang harus dipikul oleh komisioner mengenai akibat-akibat hukum
transaksi yang ditutupnya dengan pihak ketiga, maka | kepada seorang
komisioner

■ Jelasnya sebagai imbalan terhadap besamya risiko yang harus dipi- kulnya
sebagai seorang komisioner, maka kepadanya diberikan hak-hak mendahului
(privilege) yang disebutkan dalam Pasal 80 KUHD sebagai berikut.
■ Untuk segala tuntutannya sebagai komisioner terhadap/kepada
pengamanatnya, baik tuntutan-tuntutan karena uang-uang yang telah
dibayar olehnya terlebih dahulu, rnaupun karena bunga-bunga, biaya dan
provisi, maupun pula tuntutan-tuntutan yang berhubungan dengan
perikatan-perikatan yang masih beijalan, maka seorang komisioner
mempunyai hak mendahului, baik atas barang-barang yang oleh pengmanat
telah dikirimkan kepadanya untuk dijual, atau untuk disimpan olehnya
menjelang ketentuan lebih lanjut, maupun atas barang-barang yang telah
dibeli dan diterima olehnya atas tanggungan si pengamat, semua itu selama
barang-barang tadi masih berada dalam kekuasaannya.
■ Jadi, untuk segala sesuatu yang dapat ditagihnya dari komitennya
berhubungan dengan pelaksanaan perintah ia mempunyai privilege atas:
a. barang-barang yang dikirimkan oleh komitennya kepadanya untuk
dijual atau disimpan sambil menunggu perintah;
b. barang-barang yang dibeli dan diterimanya buat komitennya. Adapun
yang dimaksudkan dengan privilege ialah suatu hak yang
■ Adapun yang dimaksudkan dengan privilege ialah suatu hak yang diberikan
oleh undang-undang kepada seorang kreditor untuk menerima pembayaran
lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain pada pembagian hasil
eksekusi (pelelangan hasil sitaan) sesuatu barang tertentu atau seluruh harta
benda debitor.
■ Privilege sebenamya adalah suatu penyimpangan dari asas pokok dari
kedudukan yang sama dari kreditor-kreditor terhadap debitor (kedudukan
yang sama dalam arti, bahwa hasil eksekusi sesuatu barang kepu- nyaan
debitor dibagi rata menurut perbandingan jumlah piutang-piutang masing-
masing)
■ Adapun hak-hak yang menyimpang daripada asas pokok ini ialah gadai,
hipotek, dan privilege.
■ Perbedaan dari ketiga hak ini, bahwa gadai dan hipotek kesempatan
menerima pembayaran lebih dahulu itu diberikan atas dasar
persetujuan (perjanjian), sedangkan privilege adalah kesempatan
lebih dahulu ditetapkan oleh undang-undang.
■ Privilege yang paling penting antara lain:
a. privilege yang menyewakan suatu barang yang tidak beigerak (misal
rumah) tentang sewa yang tidak dibayar;
b. privilege si penjual barang bergerak tentang harga pembelian yang
belum dibayar;
c. privilege si pengangkut mengenai upah pengangkutan yang belum
dibayar;
d. privilege mengenai kapal, misalnya upah pertolongan;
e. privilege mengenai ongkos-ongkos eksekusi (ongkos lelang).
■ Adapun upah seorang komisioner itu pada umumnya jauh lebih tinggi
daripada upah seorang perantara lainnya. Walaupun demikian jasa seorang
komisioner selalu dipergunakan oleh para pedagang.
■ Hal ini disebabkan oleh karena:
a. komisioner bertindak atas namanya sendiri, dan karena ia tidak
menyebutkan nama komitennya hal mana dapat menghindarkan persaingan,
b. perniagaan untuk luar negeri memerlukan nama baik seorang pedagang
sebagai komisioner yang tinggal di luar negeri pula, dan
c. pihak komiten dapat menggunakan kredit dan modal dari komi­sioner.
■ Dalam pasal terakhir mengenai komisioner (Pasal 85a KUHD) disebutkan,
bahwa apabila seorang dengan tidak menjadikannya, sebagai
perusahaannya, atas nama atau firma dia sendiri dan dengan mendapat upah
atau provisi tertentu, atas amanat dan tanggungan orang lain, menurut suatu
persetujuan, maka berlaku juga terhadapnya peraturan- peraturan mengenai
komisioner.

Anda mungkin juga menyukai