Anda di halaman 1dari 12

HUKUM DAGANG

RITA FAURA, SH.MH


Hukum Dagang

■ Hukum Dagang adalah hukum yang mengatur tingkah


laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam
usahanya memperoleh keuntungan
■ Hukum dagang adalah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara manusia-manusia dan badan-badan hukum
satu sama lainnya, dalam lapangan pekerjaan.
Sumber-Sumber Hukum Dagang
a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek
van Koophandel Indonesia (W.v.K)
2. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk
Wetboek Indonesia (BW)
b. Hukum tertulis yang belum dikodifikasi, yakni peraturan
perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan
Sejarah KUHD
■ Pembagian hukum privat (sipil) ke dalam hukum perdata dan hukum dagang
sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan
sejarah dari Hukum Dagang.
■ Hal ini dapat di lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang
meyatakan bahwa peraturan-peraturan KUH Per dapat juga dijalankan dalam
penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam penyelesaian
soal-soal yang semata-semata diadakan oleh KUHD itu.
■ Kenyataan-kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian
asasi ialah
– A. perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang
perdagangan tidaklah ditetapkan dalam KUHD, tetapi diatur dalam KUH Per.
– B. perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal
keperdataan ditetapkan dalam KUHD
■ Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad
pertengahan di Eropa dari tahun 1000 samapai tahun 1500.
■ Asal mula perkembangan hokum ini dapat kita hubungkan dengan
terjadinya kota-kota di Eropa Barat. Pada zaman itu di Italia dan
Prancis Selatan telah lahir kkota-kota sebagai pusat perdagangan
(Genoa, Venesia, dll).
■ Hukum Romawi(Corpus luris Civilis) ternyata tidak dapat
menyelesaikan seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang
perdagangan. Oleh karena itu di kota-kota Eropa Barat disusun
peraturan-peraturan hukum baru yang berdiri sendiri di samping
hukum Romawi yang berlaku
■ Hukum yang baru ini berlaku bagi golongan pedagang dan disebut hukum pedagang
(Koopmansrecth). Kemudian pada abad ke 16 dan 17 sebgaian besar kota di prancis
mengadakan pengadilan-pengadilan istimewa khusus menyelesaikan perkara-perkara di bidang
perdagangan (pengadilan pedagang)
■ Hukum pedagang ini pada mulanya belum merupakan unifikasi, berlakunya satu system
hukum untuk seluruh daerah, karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Kemudian karena
eratnya hubungan perdagangan antardaerah, maka dirasakan perlu adanya suatu kesatuan
hukum di bidang hukum pedagang ini.
■ Pada abad ke 17 diadakanlah kodifikasi dalam hukum pedagang. Menteri Keuangan dari Raja
Louis XIV (1643-1715) yaitu Colbert membuat suatu peraturan yaitu Ordonnance du
Commerce (1673).
■ Peraturan ini mengatur hukum pedagang itu sebagai hukum untuk golongan tertentu yakni
kaum pedagang. Ordonnance du Commerce ini dalam tahuan 1681 diusulkan dengan suatu
peraturan lain yakni Ordonnance de la Marine, yang mengatur hukum perdagangan laut
(untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan).
■ Pada tahun 1807 di Prancis di samping adanya Code Civil des
Francais, yang mengatur Hukum perdata Prancis, telah dibuat lagi
suatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersendiri, yakni Code
de Commerce.
■ Dengan demikian pada tahu 1807 di prancis terdapat Hukum
Dagang yang dikodifikasikan dalam Code de Commercce yang
dipisahkan dari Hukum Perdata yang dikodifikasikan dalam Code
Civil. Code de Commerce ini memuat peraturan-peraturan hukum
yang timbul dalam bidang perdagangan sejak zaman pertengahan.
Adapun yang menjadi dasar bagi penyusun Code de Commerce
(1807) itu ialah antara lain Ordonnance du Commerce (1673) dan
Ordonnance de la Marine (1681) tersebut.
■ Kemudian kodifikasi-kodifikasi hukum Prancis 1807 (yakni Code Civil dan
Code de Commerce) dinyatakan berlaku juga di Netherlands sampai tahun 1838.
■ Dalam pada itu, pemerintah Netherlands menginginkan adanya Hukum Dagang
sendiri, dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD
yang terdiri atas 2 kitab, akan tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan
istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang
perdagangan, akan tetapi perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa.
■ Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian di sahkan menjadi KUHD Belanda
tahun 1838. akhirnya, berdasarkan asas konkordansi, maka KUHD Netherlands
1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD Indonesia 1848.
■ Berdasarkan asas konkordansi pula, perubahan ini diadakan juga di Indonesia
pada tahun 1906. pada tahun 1906 itulah Kitab III KUHD Indonesia diganti
dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri (diluar KUHD). Sehingga
semenjak tahun 1906 KUHD Indonesia hanya terdiri atas dua kitab saja, yakni
Kitab I yang berjudul : tentang Dagang Umumnya dan Kitab II berjudul:
tentang Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban yang Terbit dari Pelayaran.
Perubahan Bab 1 Kitab I KUHD Indonesia
■ Mengenai istilah Hukum Dagang, apakah sekarang ini masih tepatl digunakan, ada yang
berpendapat bahwa istilah itu tidak tepat lagi. Pendapat ini didasarkan pada Wet (UU
Belanda) tanggal 2 Juli 1934| yang menghapuskan seluruh Bab I dari Kitab I KUHD yang
memuat J Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 mengenai ’’pedagang dan perbuatan dagang” dan
menggantikannya dengan istilah-istilah perusahaan dan j perbuatan-perbuatan perusahaan,
sehingga dengan demikian akan lebih tepatlah kalau dipergunakan istilah ”hukum
perusahaan”.
■ Seperti diketahui dahulu ada pendapat, bahwa Hukum Dagang adalah Hukum Pedagang.
Pendapat bahwa cukup Dagang sebagai Hukum Pedagang antara lain terlaksana dalam Pasal
2 (lama) KUHD yang menyatakan, Pedagang-pedagang 'adalah mereka yang menjajankan
perbuatan-perbuatan dagang sebagai pekerjannya sehari-hari”
■ Pasal 2 (lama) mengemukakan, ’’Perbuatan-perbuatan dagang ialah pada umumnya
perbuatan-perbuatan/mengenai pembelian barang-barang untuk dijual lagi, baik secara besar-
besaran maupun secara kecil-kecilan, baik secara mentah atau kasar maupun setelah
dikerjakan ataupun hanya untuk’disewakan pemakaiannya saja
■ Sedang Pasal 4 (lama) memperluas pengertian perbuatan-perbuatan dagang dan Pasal 5
(lama) mengatur tentang kewajiban-kewajiban yang timbul karena kerusakan kapal dan
sebagainya. Adapun maksud pembuat undang-undang ialah bahwa Pasal 2 sampai dengan 5
(lama) dari KUHD itu merupakan perincian yang lengkap (ingat unsur kodifikasi), sehingga
tidak ada lagi lain-lain perbuatan dagang dan perikatan dagang di luar pasal-pasal tersebut/
■ Namun ketentuan demikian menimbulkan kesulitan-kesulitan pada waktu itu, antara Iain:
a. perdagangan dalam hal barang-barang tetap yang banyak terjadi dalam masyarakat tidak
dimasukkan dalam pengertian perdagangan menurut pasai tersebut dalam KUHD
b. amat sukar menentukan apakah sesuatu perbuatan termasuk per­buatan dagang menurut
perumusanKUHD atau tidak. (dan menen­tukan apakah seseorang itu adalah pedagang atau
bukan pedagang;
c. apabila teijadi, bahwa di dalam suatu perjanjian tidaklah buat kedua pihak merupakan suatu
perbuatan dagang, misalnya seorang partikelir (swasta) membeli Sebuah sepeda dari seorang
pedagang sepeda.
■ Garis besar kesulitan inilah yang telah mendesak pihak penguasa peraturan-peraturan untuk
sebanyak mungkin melenyapkan perbedaan- perbedaan hukum antara golongan pedagang
dalam arti yang disebutkan dalam KUHD dengan golongan-golongan lainnya.
■ Demikianlah di Netherlands dalam tahun 1934 terjadi perubahan dalam
Hukum Dagang yang dilakukan dengan Wet tanggal 2 Juli 1934 (Stb.
1934 No.347).
■ Dengan UU inilah dilenyapkan pegertian-pengertian mmenurut KUHD
tentang pedagang, perbuatan dan perikatan dagnag yang sebelum
berlakunya Wet tersebut merupakan hokum pedagang.
■ Jelasnya, dengan Wet 2 Juli 1934 itulah dihapuskannya seluruh Bab I dari
Kitab I KUHD (yang telah berlaku sejak 1 Oktober 1838 di] Netherlands)
yang memuat Pasal 2 sampai dengan 5 mengenai pedagangJ pedagang
dan perbuatan-perbuatan dagang. Dan seperti dikatakan tadij sebagai
gantinya dimasukkan dalam undang-undang ini istilah-istilah perusahaan
dan perbuatan-perbuatan perusahaan. Akan tetapi dalam undang-undang
ini tidak dimuat penjelasan resmi tentang istilah ”perusahaan” dan
’’perbuatan-perbuatan perusahaan”, sehingga hal tersebut harus
diserahkan kepada dunia keilmuan dan yurisprudensi
■ Perubahan yang terjadi di Netherlands dalam tahun 1934 itu berdasarkan
asas konkordansi (vide Pasal 75 R.R.) di Indonesia diadakan pula
perubahan dengan Stb. 1938 No. 276 yang mulai berlaku pada tanggal 17
Juli 1938.
■ Dapat pula ditambahkan di sini, bahwa sebelum berlakunya Stb.
1934/347 di Netherlands dan Stb. 1938/276 di Indonesia KUHD telah
pernah mengalami perubahan dalam Bab II Kitab I KUHD mengenai
Pasal 6 tentang Pembukaan. Perubahan dalam Pasal 6 KUHD ini
dilakukan dengan Stb. 1927 No. 146 pada 9 Juni 1927.

Anda mungkin juga menyukai